METODE PERANCANGAN ARSITEKTUR
Arsitektur dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai sebuah produk atau sebagai sebuah proses.
Sebagai sebuah produk, arsitektur merupakan obyek fisik dari lingkungan binaan (built environment) yang digunakan dan dinikmati manusia. Sedang sebagai sebuah proses, arsitektur dalam konteks metoda desain yang digunakan untuk menciptakan sebuah karya arsitektur.
Jenis Metode Perancangan
Perencanaan dan perancangan yang berorientasi pada perencana lebih bersifat ―traditional planning‖, sedangkan yang berorientasi pada pemakai lebih bersifat “rasional planning‖. Metode dalam perancangan arsitektur dapat dibagi atas:
1. Metode Lama (Tradisional, Black-Box) Pada metode lama perancang umumnya adalah pengrajin yang sebagian besar tidak dapat menggambarkan karya-karya mereka. Mereka juga tidak dapat memberikan alasan yang jelas untuk keputusan-keputusan yang mereka ambil. Bentuk produk kerajinan dimodifikasi dari kegagalan dan keberhasilan dalam proses trial & error selama bertahun-tahun.
Kelemahan dari proses ini, hanya mampu mengubah satu-hal pada suatu waktu, dan mengandalkan preseden reorganisasi lengkap dari bentuk secara keseluruhan. Dalam proses disain, bentuk produk itu sendiri tidak berubah, kecuali untuk memperbaiki kesalahan atau untuk memenuhi tuntutan baru.
Sehingga arsitek dengan pola tradisional berproses secara:
a. Desainer sebagai penyihir
Output diatur oleh masukan
Output dapat dipercepat, tetapi lebih acak
Output relevan dengan masalah tergantung pada dirinya sendiri
Tergantung pada kecerdasan mengontrol bentuk/struktur masalah b. Desainer sebagai kotak hitam
Dengan demikian Arsitektur sebagai produk, empu pencipta, ahli sulap, atau manusia setengah dewa, memiliki karakteristik:
Hasil proses kreatif tak terlihat, kotak gelap, tanpa kritik
Hasil perancangan dikendalikan oleh masukan yang diterima terdahulu, dominan berdasarkan pengalaman, ilham, wangsit, atau mimpi, atau trial & error
Kapasitas produksi bergantung kepada ketersediaan waktu, mood, imajinasi.
Seringkali ada lompatan pemahaman, karena persoalan rumit ditransformasikan menjadi hal yang terlalu sederhana.
2. Metode Baru (Rasional, Glass-Box) Menentukan dimensi rancangan sebelum pembuatan gambar, menyebabkan terpisahnya kegiatan produksi dan desain dengan orang yang berbeda. Sebaliknya menggambar sebelum kegiatan produksi memungkinkan adanya perencanaan. Merancang dengan gambar berskala memungkinkan adanya pembagian kerja antara perancang dan yang memproduksi, sehingga bermanfaat tidak hanya untuk meningkatkan kualitas produk, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kerja. Bagaimana desainer tradisional mengatasi kompleksitas dengan keterbatasan:
jangka waktu yang lama untuk 'inkubasi' Perubahan cara mengatur
Menghindari orisinalitas - kekakuan jiwa & keinginan-penuh untuk berpikir
Dalam hal apa masalah desain modern lebih rumit daripada yang tradisional?
a. Desainer seperti kotak kaca, dengan karakteristik: tujuan, variabel dan kriteria yang ditetapkan dalam memajukan Analisis dapat dicapai, atau setidaknya sebelumnya telah berusaha mencari solusi, evaluasi sebagian besar dapat diungkapkan dan logis (sebagai penentangan terhadap eksperimental).
b. Desainer seperti komputer, desainer sebagai sistem mengorganisir diri. Dengan demikian desainer adalah: 1. Yang melakukan pencarian desain yang cocok 2. Yang mengontrol dan mengevaluasi pola pencarian (kontrol strategi).
c. Arsitektur sebagai produk dari proses yang rasional, empiris, dengan karakteristik:
Tujuan, variabel, dan kriteria ditentukan dengan matang.
Analisis cukup lengkap, kalau perlu melalui pengujian sebelum kesimpulan ditemukan.
Evaluasi bermakna dan logis, bukan coba-coba.
Strategi ditentukan dengan matang, biasanya sekuensial; lintas paralel; kondisional; siklus ulang.
Proses berfikir dan penelurusan masalah pada metode baru:
Metode eksplorasi situasi/permasalahan desain (Divergensi)
Metode penelitian dan penemuan idea desain (Divergensi dan transformasi)
Metode eksplorasi pemecahan masalah (Transformasi)
Metode evaluasi (Konvergensi)
d. Strategi Desain Linear strategy
Cyclic strategy
Branching Strategy
Incremental strategy
B. Pendekatan dan Pertimbangan dalam Perancangan Arsitektur
1. Pendekatan Perancangan Arsitektur Pendekatan dalam strategi perencanaan arsitektur dapat dibagi atas:
Pendekatan kinerja (performance building)
Pendekatan perilaku (psikologi)
Pendekatan system
Pendekatan positif dan normative
Pendekatan In-out dan Out-in
Pendekatan sosial-budaya
Pendekatan ekonomi-teknolog
2. Pertimbangan Perancangan Arsitektur Proses desain arsitektur melibatkan resolusi simultan dari sejumlah pertimbangan, dan kombinasi dari elemen ke keseluruhan. Tujuan arsitektur banyak, tetapi semua berasal dari tujuan dasar untuk menampung kegiatan manusia. Dalam mencapai tujuan tersebut, arsitek harus mempertimbangkan hal berikut:
a. Sesuai Konteks Tapak
Arsitektur membutuhkan kesesuaian hubungan antara site dan struktur yang digunakan.
Arsitektur harus menanggapi karakteristik bentuk site terhadap: iklim, posisi matahari, vegetasi, dan struktur.
Arsitektur harus ditempatkan pada lansekap dengan view terbaik, dan sebaliknya, pemandangan lansekap sekitarnya harus dapat terlihat dari gedung.
Arsitektur harus dapat melayani tujuan untuk mewadahi dan berfungsi dengan baik. Fungsi tidak harus dilihat secara sempit, tetapi seluas mungkin, misalnya pertimbangan estetika yang juga memiliki fungsi.
Arsitektur harus menyatakan tujuan untuk fungsi
Arsitektur harus memanfaatkan teknologi cerdas yang tersedia.
Arsitektur harus berdasarkan skala manusia, baik pada materi maupun ruang dalam (interior dan eksterior).
Arsitektur harus memanfaatkan bahan yang tepat.
Arsitektur harus memanfaatkan teknik bangunan yang ramah terhadap konteks lokal.
Arsitektur harus anggun pada siluet dan selubung.
Arsitektur harus menunjukkan adanya artikulasi sebagai penegasan.
Arsitektur harus menunjukkan prioritas atau hirarki pada tiap bagian.
Arsitektur harus menawarkan bidang visual yang kaya pada pengamat dan view yang menarik.
Arsitektur harus membangun hubungan antara ruang interior dan eksterior
Arsitektur harus menjadi tempat, atau ruang publik, yang mendorong adanya interaksi social
Ruang arsitektur adalah tempat di mana aktivitas, interaksi, dan kebutuhan berlangsung.
Oleh karena itu ruang arsitektur memfasilitasi berbagai aktivitas manusia yang tidak membatasi mereka.
b. Sesuai Konteks Perancangan Kegiatan perancangan arsitektur terkait erat dengan ‗metode merancang‘, menurut Broadbent dalam Design In Architecture, diungkapkan hal-hal
mendasar yang dilakukan dalam proses/kegiatan perancangan arsitektur. Di dalam arsitektur, terdapat pendekatan yang dipergunakan dalam kegiatan merancang, yaitu:
Pendekatan atas dasar Perilaku Manusia (Human Behaviour),
Pendekatan secara Sistemis dan Menyeluruh,
Pendekatan aspek Intuitif dan Kreatif
Khusus untuk pendekatan bentuk, Broadbent mengungkapkan pendekatan dalam empat kategori, yaitu:
Pendekatan Pragmatik (Pragmatic Approach): yaitu pendekatan perancangan bentuk melalui tahap coba-coba (trial and error).
Pendekatan Ikonik (Iconic Approach): yaitu pendekatan merancang bentuk melalui tradisi, empirik dan kebiasaan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan sosial. Pendekatan Ikonik ini kemudian dikembangkan sebagai pendekatan Tipologis.
Pendekatan Analogik (Analogic Approach): yaitu pendekatan perancangan bentuk dengan melihat analogi alam atau gejala/fenomena alamiah.
Pendekatan Kanonik/Geometrik (Canonic Approach): yaitu pendekatan perancangan bentuk melalui kaidah-kaidah: geometric, matematis, keteraturan (orders), modul, dsb.
Pendekatan Kanonik pada saat sekarang ini berkembang menjadi pendekatan Sintaksis yaitu bahasa bentuk.
c. Sesuai Sistem Struktur dan Geometri Bangunan
Dalam perancangan arsitektur terdapat berbagai pendekatan dalam merancang bangunan.
Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan merancang sistem struktur dan geometri bangunan. Perancangan arsitektur melalui pendekatan ini mengutamakan pembentukan sistem struktur bangunan oleh elemen-elemen struktur secara komprehensif sebagai bagian utama yang akan menentukan perwujudan bentuk dan ruang hasil rancangan.
Ching (1996) memberikan pendekatan yang berbeda dalam perancangan sistem struktur bangunan berupa perakitan elemen-elemen sistem struktur bangunan secara terpadu melalui pola-pola tertentu, proporsi, dan skala yang terkait dengan aspek-aspek yang mendasar dalam proses perancangan arsitektur yaitu adanya komposisi formal dan spasial, kesesuaian program ruang, terkoordinasi dengan sistem lain di dalam bangunan seperti sistem selubung dan sistem mekanikal bangunan, kesesuaian dengan kode/standar baku perancangan arsitektur, dan lain-lain.
Dalam merancang sistem struktur dan konstruksi bangunan, dibutuhkan sebuah metode tertentu untuk merakit dan membangun elemen-elemen struktural bangunan agar mampu memikul dan menyalurkan beban secara aman ke bumi/tanah tanpa melebihi beban yang telah diperhitungkan untuk setiap bagian/elemen dari sistem struktur tersebut. Sistem struktur bangunan terdiri dari beberapa jenis, antara lain sistem dinding pendukung, sistem kolom dan balok, sistem rangka, sistem membran, dan sistem suspensi. Seluruh sistem tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: bangunan bertingkat
rendah/sederhana (low-rise), bangunan bertingkat tinggi/banyak (high-rise) dan bangunan bentang lebar (long-span).
C. Rangkuman
Sudut pandang yang berbeda dari metode perancangan dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan dari perancangan, yang berbeda di setiap waktu dan tempat. Kemampuan
menentukan pendekatan dan pertimbangan yang sesuai dengan tuntutan desain, memerlukan kepekaan sebagai perancang yang dapat memisahkan antara pemenuhan pengguna dan perancang. Sejalan dengan perkembangan teknologi, metode perancangan pun berkembang, kompleksitas dalam desain dapat dengan cepat dirumuskan dengan bantuan perangkat komputer. Arsitek tidak lagi membutuhkan waktu yang lama dalam mendisain, meskipun demikian hal tersebut tetap harus dapat diselaraskan dengan konteks desain yang ada, sehingga produk rancangan tidak hanya sekedar menjadi bangunan yang tanpa makna dan jiwa.