A. Ragam Metode
1. Pertemuan dan Dialog Langsung → Dalam kegiatan ini terdapat sosialiasi dan koordinasi antara tim pelaksana dan Kelompok Wanita Tani (KWT) serta pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi, menyampaikan informasi program, serta membangun komitmen dan partisipasi aktif dari mitra.
2. Ceramah dan Diskusi → Dalam kegiatan ini, KWT diberikan penyuluhan mengenai teknologi pascapanen, peluang usaha pengolahan cabai, serta pengetahuan tentang usaha sejenis yang sudah ada di pasar. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran peserta terhadap potensi produk olahan cabai.
3. Pelatihan Partisipatif serta Demonstrasi Cara dan Hasil → Kegiatan ini memungkinkan peserta belajar melalui praktik secara langsung dalam proses produksi abon dan bubuk cabai. Pelatihan ini menekankan pada pembelajaran yang partisipatif, di mana peserta aktif melakukan proses dan mengevaluasi hasilnya secara langsung.
4. Participatory Learning and Action (PLA) → Dalam kegiatan ini, menerapkan metode PLA yang terlihat dari adanya proses belajar yang langsung diikuti dengan praktik nyata oleh anggota Kelompok Wanita Tani (KWT), seperti dalam kegiatan pengeringan dan produksi abon serta bubuk cabai (Abuca). Peserta terlibat aktif dalam seluruh tahapan, mulai dari pelatihan, praktik, hingga evaluasi produk berdasarkan masukan konsumen.
B. Tahapan Kegiatan
1. Sosialisasi dan Koordinasi Awal
Dilakukan dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) “Maju” dan pihak terkait seperti PPL dan Kepala UPT Pertanian untuk menyampaikan tujuan kegiatan serta membangun komitmen dan partisipasi mitra.
2. Penyuluhan Pasca Panen dan Peluang Usaha Pengolahan Cabai KWT diberikan pengetahuan mengenai teknik penanganan pascapanen cabai, manfaat pengolahan menjadi produk awetan, serta contoh usaha abon dan bubuk cabai (Abuca) yang sudah ada di pasar.
3. Penentuan Merek dan Desain Label Kemasan
Peserta dilibatkan dalam menentukan nama produk, desain label, serta memahami pentingnya informasi kemasan untuk meningkatkan daya saing dan memperkuat identitas produk di pasar.
4. Pelatihan Produksi dan Pemasaran Produk Abuca
Pada tahap ini, peserta melakukan praktik langsung dalam proses pembuatan abon cabai (Abuca) dan bubuk cabai, termasuk proses sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan, serta pengemasan. Selain itu, dilakukan juga kegiatan pemasaran produk untuk memperkenalkan dan mendapatkan masukan dari konsumen.
5. Evaluasi Kegiatan
Setelah pelaksanaan praktik produksi, dilakukan evaluasi terhadap hasil produk, termasuk aspek rasa dan tingkat kepedasan.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan dan sebagai acuan perbaikan untuk kegiatan selanjutnya agar produk sesuai dengan preferensi pasar.
C. Keadaan Wilayah Kerja
1. Keadaan Faktor-Faktor Produksi
Desa Waringinsari Timur memiliki lahan 8 hektar untuk budidaya cabai. Anggota KWT “Maju” awalnya belum memiliki keterampilan dan peralatan, namun setelah pelatihan dan bantuan alat, mereka mulai mampu mengelola produksi dan pemasaran abon serta bubuk cabai secara mandiri.
2. Prasyarat Pembangunan
Kondisi politik dan keamanan di wilayah berjalan kondusif dengan dukungan aparatur desa dan PPL, sehingga kegiatan pemberdayaan terlaksana lancar. Namun, secara ekonomi, petani menghadapi tantangan fluktuasi harga cabai saat panen raya yang menyebabkan kerugian.
3. Syarat Mutlak Pembangunan
Penerapan teknologi pascapanen sederhana seperti pengeringan dan pengolahan menjadi kunci keberhasilan kegiatan, didukung oleh ketersediaan cabai yang melimpah sebagai bahan baku utama. Produk "Hot Asoy" mulai dipasarkan di lingkungan sekitar, dan hasil nyata dari pemberdayaan ini memberikan dorongan bagi anggota KWT untuk terus berproduksi.
4. Syarat Pelancar Pembangunan
Kegiatan dilakukan secara terstruktur mulai dari sosialisasi hingga evaluasi, disertai pelatihan dan penyuluhan yang membekali anggota KWT dengan pengetahuan dan keterampilan. KWT “Maju”
menunjukkan kekompakan tinggi dalam setiap tahapan, dan meskipun tidak ada kredit produksi khusus, kegiatan ini didukung oleh pendanaan dari Universitas Lampung.
5. Keadaan Sumber Daya dan Sarana
Desa memiliki lahan subur untuk cabai, namun mudah rusak saat panen raya. SDM berupa wanita tani antusias meski awalnya belum terampil. KWT “Maju” mulai aktif secara ekonomi setelah PKM.
Sarana produksi kini memadai, didukung kebijakan desa dan universitas. Cabai melimpah jadi potensi lokal, dikembangkan jadi produk unggulan “Hot Asoy”.