• Tidak ada hasil yang ditemukan

MHD YUSRIZAL ADI S,SH.MH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "MHD YUSRIZAL ADI S,SH.MH"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP-PRINSIP PEMBENTUKAN

PERATURAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDNESIA

OLEH:

MHD YUSRIZAL ADI

S,SH.MH

(2)

PENDAHULUAN

Hukum sebagai suatu konsepsi yang modern, maka sesungguhnya penggunaan hukum sebagai sarana untuk melakukan Social Engineering

Hukum sebagai Social Engineering adalah penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan atau untuk melakukan perubahan-perubahan yang diinginkan.

Hukum Modern yang memiliki kemampuan untuk menerapkan Law is a tool of social engineering

(3)

Efektivitas peraturan perundang-undangan atau sistem hukum sebagai masalah sentral

Tuntutan efektivitas mendorong orang untuk mencurahkan perhatian secara lebih seksama terhadap objek-objek yang menjadi sasaran peraturan perundang-undangan, sehingga pemikiran- pemikiran yang bersifat abstrak, generalisasi-generalisasi, tidak lagi dikehendaki.

Apabila dikehendaki hukum itu menimbulkan perubahan- perubahan pada objek yang diaturnya, terutama perubahan dalam tingkah laku maka penguasaan pengetahuan yang lebih seksama mengenai objek yang diatur, mengenai reaksi yang ditimbulkannnya, kemampuan dari lembaga-lembaga serta personel yang menjalankan hukum merupakan tuntutan yang tidak dapat diabaikan

(4)

Badan Perundang-undangan / Legislatif

Badan Pelaksana Warga

Negara

Diagram Proses Pengaturan Pembentukan Hukum Gaya Lama

“Tradisional”

(5)

Kekuatan- Kekuatan Pengaruh

Lembaga Legislatif

Pemegang Peran

Pelaksana

Umpan balik

Umpan balik

Umpan balik

Kekuatan- Kekuatan

Pengaruh Kekuatan-

Kekuatan Pengaruh

Skema “ Proses Pembentukan Gaya Social Engineering”

(6)

• Pada Skema Pertama dan Skema Kedua, maka akan lebih rumit jika diperhatikan skema kedua.

• Seorang Legislator harus dapat memahami

Keadaan yang rumit atau kompleksitas ini

karena untuk dapat memenuhi tuntutan

efektivitas sejak permulaan pengaturan, maka

dibutuhkan pengetahuan yang terperinci

mengenai hal yang berhububungan dengan

masalah pengaturan oleh hukum

(7)

CATATAN: !!!!!!!

a. Pada gambaran pertama misalnya salah satu sasaran dari pengaturan itu disebut “warga negara” sendangkan pada skema kedua disebut “ pemegang peran”.

b. Warga negara disini lebih menunjuk pada pengertian yuridis, sedangkan pemegang peran pada pengertian sosiologis.

c. Perubahan konsepsi itu diperlukan apabila peraturan perundang-undangan itu berkehendak untuk mempengaruhi tingkah laku orang, apalagi melakukan perubahan- perubahan, maka kita berbicara dengan menggunakan istilah

“Peran” atau apa yang diharapkan

(8)

Apabila hukum itu menjadi sarana untuk melakukan perubahan sosial, maka salah satu hal yang perlu dipersoalkan terlebih dahulu adalah ke arah mana perubahan itu akan dilaksanakan?

Perubahan yang dikehendaki tentau harus memikirkan sistem nilai-nilai mana yang pada suatu saat perlu menjadi kerangka untuk mengatur.

Di Indonesia, pilihan penggunaan nilai itu dihadapkan pada pilihan dengan kemajemukan nilai-nilai :

1. Indonesia asli ( sebelum barat / eropa / asing) masuk ke Nusantara;

2. Nilai-nilai yang terbentuk semenjak masuknya Orang Asing (Barat/Eropa, Timur)

3. Nilai-Nilai yang terbentuk semenjak kemerdekaan ( Pancasila)

(9)

Nilai-Nilai Indonesia

Asli Nilai-Nilai yang berasal dari Barat

(Eropa)

Nilai-Nilai semenjak Kemerdekaan

Mengutamakan

Kolektivitas Individualistis Pembinaan Bangsa Ekonomi Jasa Ekonomi Pasar Keadilan Sosial

Statis Berorientasi kepada

Perubahan Pembangunan

Bangsa

Penjabaran Nilai-Nilai Indonesia

( Prof. Tjip)

(10)

TEORI HUKUM SEBAGAI PEMBAHARUAN

(Prof. MOCHTAR KUSUMAATMADJA)

Hukum Sebagai Pembaharuan

Sekalipun fungsi hukum sebagai pemelihara ketertiban itu diperlukan oleh setiap masyarakat dan tampak segi konservatifnya, namun hukum juga merupakan sarana untuk mewujudkan perubahan-perubahan di bidang sosial.

Misalnya: Penggunaan Hukum Pidana untuk menghentikan praktik penyimpangan atau kejahatan yang dilakukan ditengah masyarakat

(11)

PRINSIP UTAMA PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011

Landasan Filosofis Landasan Sosiologis

Landasan Yuridis

(12)

Landasan Filosofis

(Filosofische Grondslad, Filosofische gelding)

Peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan memiliki Landasan Filosofis apabila rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtsvaardiging) apabila dikaji secara filosofis. Jadi ia memiliki landasan yang dapat dibenarkan apabila dipikirkan secara mendalam, khususnya filsafat terhadap pandangan hidup (way of life) suatu bangsa yang berisi nilai moral dan etika bangsa tersebut

(13)

Landasan Sosiologis Peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam berbagai aspek.

Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau masyarakat. Peraturan yang dibentuk harus dapat ditaati dan diterima tidak hanya sekedar huruf mati belaka. Atas dasar sosiologis itu diharapkan suatu peraturan dapat diterima secara wajar oleh masyarakat.

Peraturan yang diterima secara wajar akan mudah diterima oleh masyarakat, maka akan memiliki daya yang efektif berlakunya.

(14)

Landasan Yuridis

Peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan

hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah

ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna mencapai atau menjamin

kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Suatu peraturan perundang-undangan dikatakn memiliki landasan yuridis apabila ia memiliki dasar hukum (Rechts grond) atau legalitas tertuama pada peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi sehingga peraturan tersebut

dibentuk.

(15)

Urgensi Landasan

Yuridis

Menunjukkan adanya kewenangan dari pembentuk peraturan

Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur dan apabila tidak maka peraturan itu dapat

dibatalkan ( Vernietigbaar)

Keharusan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-

Undangan yang lebih tinggi Keharusan mengikuti tata cara tertentu ( prosedur formil) jika tidak maka batal demi hukum /

blm memiliki kekuatan hukum mengikat

(16)

Asas formal dan materil

• Berdasarkan Teori Paton sebagaimana yang diafirmasi oleh Prof Tjip bahwa asas hukum merupakan sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh, dan berkembang di masyarakat sehingga hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan semata.

(17)

Pasal 5

UU No. 12 tahun 2011 ( Asas Formil atau tata cara

pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Asas Kejelasan tujuan Asas Kelembagaan

Asas Kesesuaian antara jenis hierarki, dan materi muatan

Asas dapat dilaksanakan Asas Kedayagunaan dan

Kehasilgunaan

Asas Kejelasan Rumusan Asas Keterbukaan

(18)

Pasal 6 UU No. 12 tahun 2011

“ materi muatan peraturan perundang-undangan juga patut memperhatikan asas-asas yang meliputi”

1. Asas Pengayoman 2. Asas kemanusiaan 3. Asas kebangsaan 4. Asas kekeluargaan 5. Asas kenusantaraan

6. Asas Bhineka Tunggal Ika 7. Asas Keadilan

8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan 9. Asas ketertiban dan kepastian hukum

10.Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

11.Asas-asas lain sesuai dengan bidang hukum daripada peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

(19)

PANCASILA

Kandungan Nilai pancasila haruslah menjadi sumber

rujukan utama dalam proses pembentukan peraturan dtingkat pusat

dan daerah.

Nilai-nilai pancasila adalah bentuk

personifikasi dari

dimensi filosofis,

sosiologis dan yuridis

(20)

• Berdasarkan ketentuan UU No. 12 tahun 2011 bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat Nasional ataupun di Daerah harus berpedoman pada Proglam Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda)

Catatan:

Menurut Meuwissen bahwa Perundang-Undangan bukan sekedar endapan dari Konstelasi Politik empirikal semata, ia juga memiliki aspek normatif

unsur idiil perundang-undangan dan mengimplikasikan bahwa ia

merealisasikan apa yang menurut asas-asas hukum ( ide dan cita hukum) seharusnya direalisasikan

(21)

Fakta di

tingkat Daerah

Untuk menghindari tumpang tindih pengaturan diperlukan koordinasi antara satuan Pemerintahan daerah otonom. Apalagi dalam rangka implementasi kewenangan yang luas, Friksi antar Pusat dan Daerah serta antar daerah otonom sangat terbuka terutama dalam hal mengatur kewenangan daerah yang sangat strategis.

“Faktanya sekalipun daerah diberikan otonomi luas, namun pemberian kebebasan membuat kebijakan daerah harus dalam koridor kebijakan pusat dengan memperhatikan kondisi daerah”

(22)

• Harus disadari bahwa potensi konflik kewenangan terutama terkait ruang lingkup urusan-urusan apa saja yang menjadi kewenangan atau kompetensi daerah yang diatur berdasarkan dengan memperhatikan kondisi objektif dari daerah tersebut dari berbagai sudut pandang.

• Pembentukan Perda, ataupun Produk hukum daerah lainnya

( Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota) yang tidak sejalan

dengan kaidah-kaidah peraturan perundang-undangan yang

berlaku atau tidak sesuai dengan pedoman resmi yang

bersumber dari peraturan yang lebih tinggi acap kali menjadi

problem krusial bagi daerah apalagi aspek materii Perda

tersebut justru tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

daerah yang sebenarnnya

(23)

Terima kasih

Referensi

Dokumen terkait

Hulu are still lacking in speaking skills, students feel embarrassed to speak in English due to various factors, based on this problem, the author chooses to improve