• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Problem based learning (PBL) dan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis Siswa

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Model Problem based learning (PBL) dan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis Siswa"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 37

MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

Ahmad Lutfi

STES Manna Wa Salwa Tanah datar ahmad.lutfi659@gmail.com

ABSTRAK

Jenis penelitian dalam artikel ini yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) khusunya dalam mata pelajaran matematika. Pentingnya matematika disatu pihak belum didukung oleh fakta tentang keberhasilan proses dan hasil belajar matematika siswa, khususnya di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) belum memperoleh hasil yang menggembirakan. Terlebih lagi melalui pembelajaran matematika terdapat banyak kemampuan afektif siswa yang dapat di kembangkan. Salah satunya kemampuan berfikir kreatif. Apabila digunakan model pembelajaran yang tepat di kelas maka kemampuan berpikir kreatif matematika siswa berdasarkan aspek fluency (lancar), flexibility (luwes), dan elaborasi (memperinci) akan semakin meningkat. Hal ini terbukti dari hasil penelitian dalam artikel ini bahwa melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X SMAN 1 Kasihan Bantul pada kompetensi menyelesaikan sistem persamaan linear, sistem persamaan campuran linear dan kuadrat dalam dua variabel serta kegiatan pembelajarannya adalah memecahkan masalah sehari-hari dengan menggunakan metode grafik, subtitusi, eliminasi, gabungan subtitusi dan eliminasi. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang menunjukkan adanya peningkatan nilai dari setiap siklus. Dimana pada siklus I diperoleh rata-rata 56,1 dan peningkatan terjadi pada siklus II dengan rata-rata mencapai 79. Artinya peningkatan antara siklus I dengan siklus II adalah sebesar 22,9 Kata Kunci: Problem Based Learning, Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis

PROBLEM BASED LEARNING MODEL AND STUDENTS' MATHEMATICAL CREATIVE THINKING ABILITY

ABSTRACT

The type of research in this article is Classroom Action Research (CAR), especially in mathematics.The importance of mathematics, on the one hand, has not been supported by facts about the success of the process and results of student mathematics learning, especially at the senior high school (SMA) level, which have not obtained encouraging results. Moreover, through learning mathematics there are many students' affective abilities that can be developed.

One of them is the ability to think creatively. If the appropriate learning model is used in class, students' ability to think creatively in mathematics based on aspects of fluency, flexibility, and elaboration will increase. This is evident from the results of the research in this article that applying the Problem Based Learning learning model to the learning process can improve the creative thinking abilities of class X students of SMAN 1 Kasihan Bantul in the competency of solving systems of linear equations and systems of linear and quadratic mixed equations in two variables, as well as the learning activity is to solve everyday problems by using the method of graphics, substitution, elimination, a combination of substitution and elimination This can be seen from the evaluation results which show an increase in the value of each cycle. Where in the first cycle an average of 56.1 was obtained and an increase occurred in the second cycle with an average of 79. This means that the increase between cycle I and cycle II was 22.9

Keywords: Problem based learning model, Students' Mathematical Creative Thinking Ability

(2)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 38

PENDAHULUAN

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP, 2006:4) menyatakan bahwa tujuan siswa belajar matematika adalah (1) memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaflikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) menggunakan penalaran pada pola dan sikap, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjeaskan gagasan dalam pernyataan matematika. (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) memiliki sikap menghargai kegunaaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika.

Hal ini menunjukkan bahwa matematika itu sangat penting dalam kehidupan karena menjadi landasan untuk berpikir, bernalar, dan menarik kesimpulan, sehingga manusia terbantu dalam memahami, menguasai, dan memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupannya. Sejalan dengan itu Pembelajaran matematika abad 21

menuntut kemampuan siswa untuk menguasai 4 keterampilan matematika yaitu, creativity (kreativitas), critical thinking (kemampuan berpikir kritis), communication (komunikasi), dan collaboration (kolaborasi) atau yang lebih dikenal dengan 4C abad 21. Salah satu dari keterampilan 4C adalah kreativitas.

Kreativitas merupakan suatu proses menghasilkan suatu elemen baru dengan menyusunnya dalam sebuah konfigurasi baru (Downing, 1997: 4). Santrock (2011: 310) menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah.

Munandar (1987: 45) mengemukakan alasan mengapa kreativitas pada diri siswa perlu dikembangkan. Pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (actualization). Kedua, pengembangan kreativitas khusunya dalam pendidikan formal masih belum memadai. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan tersendiri.

Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meingkatkan kualitas hidup.

kreatif dalam pembelajaran matematika.

Sejalan dengan itu berdasarkan hasil penelitian Lutfi (2019: 3) kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dikembangkan melalui aktivitas-

(3)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 39

aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika.

Dalam matematika kata kreatifitas sering disebut dengan istilah kemampuan berpikir kreatif matematis. Kemampuan berpikir kreatif matematis menjadi salah satu kebutuhan dalam pendidikan matematika untuk menyelesaikan masalah dalam rangka menemukan banyak ide dan solusi baru sehingga dapat diperoleh penyelesaian yang tepat atas masalah tersebut (Apriliani et al., 2016). Akan tetapi pada kenyataannya khususnya siswa SMA 1 Kasihan Bantul kelas X pada saat dilakukan observasi awal (Pra- penelitian) mengenai hasil kemampuan berfikir kreatif matematis siswa didapatkan data awal:

Tabel 1. Observasi Pra-Penelitian No Aspek yang

Diamati

Persentase Kriteria 1. Kemampuan

berpikir lancar

60 Sedang

2. Kemampuan berpikir luwes

57 Sedang

3. Kemampuan berpikir orisinil

25 Rendah

4. Kemampuan berpikir elaborasi

53 Sedang

Berdasarkan table 1 di atas, diketahui bahwa hasil penilaian kemampuan berfikir kreatif matematis siswa masih belum ada yang mencapai kriteria tinggi, hal ini perlu dicarikan solusi agar hasil kemampuan berfikir kreatif

matematis siswa bisa mencapai tinggi pada setiap aspeknya.

Hasil penelitian Kadir dan Masi (2014) menyebutkan bahwa untuk membuat siswa menjadi kreatif, guru harus menjadi kreatif terlebih dahulu. Cara mengajar guru merupakan salah satu faktor penyebab mengapa siswa menjadi kurang kreatif (Winda et al., 2018). Pengajuan ide yang kreatif dan inovatif dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa menjadi lebih baik jika pembelajaran dihadapkan dengan proses pemecahan masalah (Hendriana & Fadhillah, 2019). Salah satu model pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berfikir kreatif matematis siswa adalah model Problem Based Learning (PBL).

Rusman (2014 : 229) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang

(4)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 40

menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengetahuan diri (Paul Eggen & Don Kauchak, 2012). Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Prosedur atau langkah- langkah penelitian yang dilakukan terbagi dalam bentuk siklus kegiatan mengacu pada model yang diadopsoi dari Hopkins (1993:48). Setiap siklus terdiri atas empat kegiatan pokok yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Empat kegiatan ini berlangsung secara simultan yang urutannya dapat mengalami modifikasi.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada 3 macam yaitu (1) lembar observasi pengamatan, terdiri dari lembar observasi pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran dan lembar observasi aktivitas siswa, (2) Angket respon siswa, (3) wawancara dan catatan lapangan dan (4) tes hasil belajar berupa kemampuan berfikir kreatif matematik siswa.

Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpilan (Muslich, 2009: 91).

Komponen yang menjadi indikator tercapainya

peningkatan kemampuan berpikir kreatif matemtik siswa adalah:

1. Hasil observasi akan dihitung nilai rata-rata skor setiap butir pertanyaan berdasarkan pedoman penskoran dimana setiap butir pertanyaan telah dikelompokkan sesuai dengan aspek yang diamati. Jumlah total skor pada setiap aspek kemudian dipersentasekan dan dikualifikasikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Cara menghitung persentase adalah:

Persentase (P) =

jumlah skor setiap aspek

jumlah siswa ×banyak indikator× 100%

Adapun kriteria kemampuan berpikir kreatif siswa disajikan pada tabel berikut

Tabel 2. Kualifikasi Kemampuan Berfikir Kreatif Persentase Kriteria P > 70%

40% ≤ P ≤ 70%

P < 40%

Tinggi Sedang Rendah

2. Adapun dari hasil tes siswa pada akhir setiap siklus dihitung nilai rata-ratanya, kemudian dibandingkan hasil tes siklus I dengan hasil tes siklus II. Jika mengalami peningkatan maka diasumsikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. Rata-rata hasi tes siswa dapat

(5)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 41

dihitung dengan menggunakan rumus.

3. Meningkatnya rata-rata hasil tes matematika yang dicapai oleh siswa. Peningkatan terjadi jika rata-rata hasil tes belajar siswa dalam kelas mencapai kriteria minimalnya 75.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siklus Pertama

Siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan selama 4 x 45 menit dan evaluasi tertulis pada pertemuan ke tiga dalam bentuk tes kemampuan berpikir kreatif siswa selama 2 x 45 menit. Adapun rincian tahapannya adalah:

a) Perencanaan tindakan

Kegiatan perencanaan bertujuan untuk merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran pada penelitian tindakan kelas. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini yaitu:

1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

2. Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran.

3. Mempersiapkan pedoman observasi serta lembar catatan lapangan yang digunakan pada setiap pembelajaran.

4. Mempersiapkan soal tes siklus I dan

siklus II untuk siswa serta kisi-kisi soal tes siklus I dan siklus II.

b) Pelaksanaan tindakan dan observasi Pertemuan I dilaksanakan mulai dari pukul 07.15 - 08.45 WIB. Peneliti dibantu oleh dua orang pengamat. Selama kegiatan pembelajaran, pengamat hanya mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran

c) Data Hasil Observasi

Adapun hasil observasi kemampuan berpikir kreatif siswa dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Kemampuan berpikir lancar

Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir lancar sebesar 75% dengan kriteria tinggi.

b. Kemampuan berpikir luwes

Berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir luwes sebesar 60,42 % dengan kriteria sedang.

c. Kemampuan berpikir orisinil

Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir orisinil sebesar 25% dengan kriteria rendah.

d. Kemampuan berpikir elaborasi

Berdasarkan hasil observasi, maka kemampuan berpikir elaborasi

(6)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 42

sebesar 87,5 % dengan kriteria tinggi.

d) Refleksi siklus I

ada beberapa saran sebagai upaya perbaikan dalam pembelajaran pada siklus II, sebagai berikut:

a. Peneliti lebih memperinci alokasi waktu dalam kegiatan pembelajaran, terutama pada kegatan orientasi pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah agar pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dapat berjalan lebih aktif.

b. Siswa diminta untuk mendiskusikan LKS dengan teman sekelompoknya dan jika mengalami kesulitan. Terlebih dahulu berdiskusi dengan teman kelompoknya atau mencari informasi dari buku pegangan sebelum bertanya pada peneliti.

c. Siswa diminta untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya agar pembelajara berjalan lancar dan efektif.

d. Peneliti mengingatkan siswa untuk mencatat materi yang telah dipelajari pada buku catatan masing-masing.

e. Guru menegaskan pada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal cerita disertai langkah-langkah penyelesaian yang lengkap.

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siklus Kedua

a) Perencanaan tindakan

Pada tahap perencanaan siklus II , kegiatan peneliti tidak jauh berbeda dengan siklus I yaitu mulai dari menyiapkan RPP, LKS dan soal evaluasi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Namun terdapat beberapa perbaikan berdasarkan hasil refleksi siklus I, yaitu:

1) Peneliti memerikan arahan kepada siswa tentang pentingnya partisipasi siswa dalam pembelajaran dan bekerja sama dalam kelompok.

2) Peneliti memotivasi siswa untuk berani mengungkapkan pendapat dalam kelompok serta berani untuk presentasi di depan kelas.

3) Peneliti memberi bimbingan yang lebih merata kepada seluruh kelompok.

4) Peneliti memotivasi siswa untuk mendiskuskan LKS terlebih dahulu dengan teman sekelompoknya sebelum bertanya kepada peneliti.

5) Peneliti meminta siswa untuk mencatat materi yang telah dipelajari serta hal-hal yang penting dalam pembelajaran pada buku catatan masing-masing.

b) Pelaksanaan Tindakan dan observasi Analisis hasil observasi kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada siklus

(7)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 43

II. Adapun hasil observasi kemampuan berpikir kreatif siswa dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Kemampuan berpikir lancar

Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir lancar sebesar 80 dengan kriteria tinggi.

b. Kemampuan berpikir luwes

Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir luwes sebesar 83 dengan kriteria rendah.

c. Kemampuan berpikir orisinil

Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa pada aspek berpikir orisinil sebesar 75 dengan kriteria rendah d. Kemampuan berpikir elaborasi

Berdasarkan hasil observasi, maka kemampuan berpikir elaborasi sebesar 78 dengan kriteria tinggi.

Hasil Observasi, Tes dan Wawancara

1. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa dalam Proses Pembelajaran

Dalam melakukan pengamatan selama pembelajaran dilaksanakan, peneliti menggunakan lembar observasi yang memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yaitu: (a) kemampuan berpikir lancar, (b) kemampuan berpikir luwes, (c) kemampuan berpikir orisinil

dan (e) kemampuan berpikir elaborasi.

Data hasil observasi kemudian dihitung persentasenya pada setiap pertemuan dan dikualifikasikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan pedoman observasi diperoleh persentase kemampuan berpikir kreatif matematik pada siklus I dan siklus II sebagai berikut.

Tabel 3. Data Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif

Aspek yang Diamati

Persentase Keterangan Siklus

I

Siklus

II Peningkatan Kemampuan

berpikir lancar 54,4 80 25,6 % Kemampuan

berpikir luwes 60 83 23 %

Kemampuan

berpikir orisinil 50 75 25%

Kemampuan

berpikir elaborasi 60 78 18%

Rata-rata 56,1 79 22,9%

Hasil Tes

Hasil tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

Tes ini dilakukan setelah tindakan pembelajaran pada setiap siklus. Hasil tes siswa pada siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 56,1 pada siklus I dan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 79. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

(8)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 44

Data Hasil Wawancara

Hasil wawancara digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa siswa merespon pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dapat merangsang kemampuan berpikir karena soal yang diberikan berkaitan langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari. Tetapi menjadi kendala bagi siswa ketika diberikan soal yang panjang dan rumit.

Siswa kesulitan merumuskannya dalam model matematika. Siswa juga senang dengan pembelajaran tersebut karena belajar dalam diskusi dapat bertukar pendapat sehingga memudahkan dalam menyelesaikan soal.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan temuan terkait kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pembalajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. besarnya jumlah respon siswa mengajukan dan memecahkan masalah matematika yang berkualifikasi tinggi.

Selain itu, siswa bersikap positif terhadap problem based learning, guru memberikan pandangan yang positif, dan siswa

aktif selama proses pembelajaran berbasis masalah. Dengan kata lain pembelajaran problem based learning berhasil menciptakan suasan belajar yang kondusif dibandingkan dengan pembelajaran biasa dalam hal pengembangan kemampuan pemahaman dan representasi matematik, membangun sikap yang positif, dan pemberian kesempatan siswa yang lebih luas dalam menuangkan ide/ gagasan matematika selama proses pembelajaran berlangsung untuk mengkonstruk pemahamannya. Dari hasil penelitian di atas, karena pembelajaran dengan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalahan, pemahaman dan refresentasi matematis, maka pembelajaran dengan model problem based learning juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran dengan model problem based learning, merupakan suatu kewajaran jika terdapat peningkatan hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa yang diperoleh dari hasil tes siklus I dan II. Problem Based Learning mengawali kegiatan dengan penyajian masalah kontekstual pada siswa. Kemudian melalui diskusi kelompok, siswa mengorganisasi ide-ide dan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan masalah. Siswa mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan masalah. Siswa diberi

(9)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 45

kesempatan untuk untuk menyatakan apa yang dipahahami dan belum dipahami. Guru berkeliling memperhatikan diskusi yang terjadi.

Jika diperlukan, guru sebagai fasilitator dapar memberikan petunjuk. Dalam diskusi kelas, isi- isu yang terkait dengan masalah dibahas bersama, dan siswa mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam konteks dari masalah. Guru juga mengingatkan siswa untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dicapai. Apabila waktu memungkinkan, presentasi dari beberapa kelompok dilakukan disertai tanya jawab.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas X SMAN 1 Kasihan Bantul. Peningkatan tersebut merupakan dampak dari penerapan model pembelajaran problem based leraning. Pembelajaran dengan model problem based learning berjalan dengan baik dan dan dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam problem based learning.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu :

“Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning pada proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan

berpikir reflektif siswa kelas X pada materi Sistem Persamaan Linear dengan kegiatan pembelajarannya adalah memecahkan masalah sehari-hari dengan menggunakan metode grafik, subtitusi, eliminasi dan gabungan subtitusi dan eliminasi. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang menunjukkan adanya peningkatan nilai dari Siklus I dengan rata-rata nilai 56,1 meningkat pada siklus II rata-rata nilainya menjadi 79.

SARAN

Berdasarkan dari kesimpulan dan temuan lainnya terhadap pembelajaran dari penelitian ini maka diperoleh beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan model pembelajaran matematika bahkan untuk penelitian lanjut. Saran atau rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut : a. Siswa sebaiknya tidak lagi dipandang

sebagai pihak yang hanya menerima informasi, tetapi harus dipandang sebagai pihak yang juga bisa menjadi sumber informasi agar pengetahuan yang diperoleh lebih luas dan beragam.

b. Pembelajaran dengan model prblem based learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dan guru dapat berperan sebagai motivator, fasilitator dan manajer di

(10)

Ahmad Lutfi

Model Pembelajaran Problem 46

kelas.

c. Pembelajaran dengan model problem based learning dapat digunakan oleh guru dalam

upaya untuk mengaitkan materi dengan situasi yang nyata dan menunjukkan bahwa matematika banyak kegunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

BSNP. (2006). Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. hlm. 135-144 Downing, J. P. (1997). Creative teaching: Ideas to

boost student interest. Englewood, CO:

Teacher Ideas Press

Hendriana, H., & Fadhillah, F. M. (2019). The students’ mathematical creative thinking ability of junior high school through problem- solving approach. Infinity Journal, 8(1), 11–

19. https://doi.org/10.22460/infinity.v8i1.p11- 20

Hopkins. (1993). Desain Penelitian Tindakan Kelas (Model Ebbut). Yogyakarta : Pustaka Belajar Kadir, K., & Masi, L. (2014). Mathematical creative

thinking skills of students junior high school in Kendari City. International Seminar on Innovation in Mathematics and Mathematics Education 1st ISIM-MED 2014, 295–306.

http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/24314

Lutfi. (2019). Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan problem solving dalam problem posing berbasis pendekatan saintifik. JRPM: 3

Munandar, U. (1987). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta:

Gramedia.

Munthe Bermawy, Desain Pembelajaran.

Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, cet.ke- 10, 2014.

Muslich, M. (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah.

Jakarta: Bumi Aksara.

Paul Eggen & Don Kauchak. (2012). Strategi Dan Model Pembelajaran (Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Ed. 6). hal. 307 Rusman. (2014). Model-model Pembelajaran

(Mengembangkan Profesionalisme Guru).

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Santrock, J. W. (2011). Psikologi pendidikan (2nd ed.). (T. Wibowo BS, Trans.). New York, NY:

McGraw-Hill Company. (Original book published 2004).

Siswanto. J. dan Sohibi, M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa. E. Jurnal: 135-144.

Winda, A., Sufyani, P., & Elah, N. (2018). Analysis of creative mathematical thinking ability by using model eliciting activities (MEAs). Journal of Physics: Conference Series, 1013(1), 1–7.

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1013/1/012106.

Referensi

Dokumen terkait

1) Problem based learning (PBL) pada penelitian ini merupakan model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan pemecahan masalah siswa yang kemudian dikembangkan