• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

N/A
N/A
maysita

Academic year: 2024

Membagikan "MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER "

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

(Kasus : Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur)

ETIS SUNANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Spasial Bayes dalam Pendugaan Area Kecil dengan Peubah Respon Biner (Kasus : Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011 Etis Sunandi NIM G151090081

(3)

ABSTRACT

ETIS SUNANDI. Spatial Bayesian Model in Small Area Estimation with Binary Response (Case: Estimation of Poor Families Proportion in Jember, East Java).

Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and ANIK DJURAIDAH.

Small area estimation is a method to estimate parameters in a subpopulation with small sample size. The method is based on indirect estimation using the strength of the surrounding area and data sources outside the area to obtain statistic with adequate precision. Generally, the models in small area estimation assumes that the influence of random errors are independent area.

However in somecases, this assumption is often violated. This is due to the variance of area which is affected by its neighborhood, so that spatial effect can be incorporated into random area effects. Rao (2003) stated that Logit-Normal model was one of the model in small area estimation which was affected by the spatial effect. It was used to estimate the proportion using Hierarchical Bayes (HB) method. The first objective of this research is to develope Bayesian method for binary response variable data by adding spatial effects. The second objective is to Study the parameter estimator of proportion properties based on HB method.

The last objective is to apply small area estimation method using HB approach to determine the proportion of poor families in Jember district. The result has shown that direct estimation and indirect estimation of proportion obtained 10 villages in the poor families more than 50%. Furthermore, the result of the HB model based on Jember Susenas data, HB Logit-Normal model with nearest neighbour spatial weighted was the best model. The model estimated percentage of poor families in Jember was 40.93%.

Keywords: proportion of Hierarchical Bayes, the proportion of poor families, spatial weighted, Logit-Normal model, small area estimation

(4)

RINGKASAN

ETIS SUNANDI. Model Spasial Bayes dalam Pendugaan Area Kecil dengan Peubah Respon Biner (Kasus : Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur). Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO dan ANIK DJURAIDAH.

Pendugaan area kecil merupakan suatu metode untuk menduga parameter pada suatu subpopulasi dengan ukuran contoh kecil. Metode yang dikembangkan dalam pendugaan area kecil adalah metode pendugaan tidak langsung dengan memanfaatkan kekuatan area di sekitarnya dan sumber data di luar area. Tujuan dari metode pendugaan ini adalah untuk meningkatkan keefektifan ukuran contoh dan menurunkan keragaman dugaan parameter.

Model-model dalam pendugaan area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Pelanggaran asumsi ini disebabkan oleh keragaman suatu area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga efek spasial dapat dimasukkan ke dalam pengaruh acak. Efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area lainnya. Dalam statistika, model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu area dengan area sekitarnya adalah model spasial.

Topik utama penelitian ini adalah membentuk model spasial Bayes pada pendugaan area kecil dengan model Logit-Normal yang akan diterapkan pada data kemiskinan. Tema yang diusung dalam penelitian ini yaitu pendugaan proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini akan menggunakan peubah respon yang menyebar menurut Binomial (Logit) dan pengaruh area yang menyebar menurut distribusi Normal. Hal ini yang mendasari pemakaian Model Logit-Normal.

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) Mengembangkan metode Bayes berhirarki khusus untuk data peubah respon biner dengan menambahkan pengaruh spasial, (2) mengkaji sifat statistik/penduga parameter proporsi berdasarkan metode Bayes berhirarki, dan (3) menerapkan metode pendugaan area kecil melalui pendekatan Bayes berhirarki untuk menentukan proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur.

Studi kasus dilakukan pada dua sumber data, yaitu simulasi dan Susenas Kabupaten Jember Jawa Timur. Data simulasi digunakan untuk mengetahui berbagai karakteristik pendugaan pada beberapa pembobot spasial yang berbeda pada model Logit-Normal Bayes berhirarki berdasarkan pendugaan area kecil.

Data kedua adalah data proporsi keluarga miskin untuk desa/kelurahan di Kabupaten Jember Jawa Timur. Data ini merupakan data Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) 2008 yang berbasis rumah tangga serta data Potensi Desa (PODES) 2008 sebagai sumber data pendukung.

Hasil simulasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada model Logit- Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat dan pembobot spasial korelasi merupakan model terbaik bila dibandingkan dengan model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial jarak dan tanpa pembobot spasial. Hal ini ditunjukkan dengan nila rata-rata RMSE dan persentase bias relatif masing-masing model tersebut kecil.

(5)

Sedangkan dari hasil pendugaan proporsi Bayes berhirarki pada data Susenas Kabupaten Jember, model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat, secara umum memiliki dugaan ragam yang terkecil jika dibandingkan dengan model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial korelasi. Sedangkan bila dilihat perbandingan antara ragam PL dan pBB, secara umum nilai dugaan ragam pBB lebih kecil dugaan ragam PL.

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendugaan proporsi menggunakan model Logit-Normal Bayes berhirarki lebih baik dari pendugaan langsung proporsi.

Pendugaan langsung dan Bayes berhirarki proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur menduga terdapat 10 desa/kelurahan yang memiliki proporsi keluarga miskin lebih dari 50%. Model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial korelasi menduga persentase keluarga miskin di Jember pada tahun 2008 sebesar 41.26% . Sementara itu, model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat menduga persentase keluarga miskin di Indonesia sebesar 40.93%.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

(Kasus : Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur)

ETIS SUNANDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Kusman Sadik, M.Si.

(9)

Judul Tesis : Model Spasial Bayes dalam Pendugaan Area Kecil dengan Peubah Respon Biner (Kasus: Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur)

Nama : Etis Sunandi

NRP : G151090081

Program Studi : Statistika

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Ketua

Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dr. Ir. Erfiani, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 13 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Model Spasial Bayes dalam Pendugaan Area Kecil dengan Peubah Respon Biner (Kasus: Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur)”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A.

Notodiputro, MS selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, saran dan waktunya. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Kusman Sadik, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Bakrie Center Foundation (BCF) yang telah memberikan materi dan dorongan yang luar biasa, dan tim hibah Geoinformatika yang selalu memberikan semangat, serta seluruh staf Program Studi Statistika.

Ungkapan terima kasih pula disampaikan kepada papa (Sunandi, M.Si), mama (Sulistini), adik-adikku (Fande Prima Putri dan Yusdan Syamil Phasayef), dan masku (Mulad Subagio), serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih pula kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan atas bantuan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

Etis Sunandi

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu Utara, Bengkulu pada tanggal 17 Desember 1987 dari pasangan Bapak Sunandi, M.Si dan Ibu Sulistini. Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara

Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMAN 1 Putri Hijau pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama melanjutkan perkuliahan di jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu dan lulus pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Statistika pada Sekolah Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi asisten dosen pada mata kuliah Teori Statistika pada tahun 2010/2011. Pada tahun yang sama penulis memperoleh beasiswa pendidikan dari Bakrie Center Foundation (BCF) selama satu tahun.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………xii

DAFTAR GAMBAR………...….xiii

DAFTAR LAMPIRAN………...xiv

PENDAHULUAN ... 16

Latar Belakang ... 16

Tujuan Penelitian ... 19

TINJAUAN PUSTAKA... 20

Pendugaan Area Kecil ... 20

Model Spasial Otoregresif Bersyarat (Conditional Autoregressive/ CAR)... 22

Pendugaan Area Kecil dengan Model CAR ... 23

Model Logit-Normal dengan Pengaruh Spasial ... 24

DATA DAN METODE ... 28

Data ... 28

Algoritma Simulasi ... 30

Metode ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Deskripsi Data ... 34

Sifat-Sifat Statistik Model Logit-Normal ... 37

Pendugaan Langsung Proporsi Keluarga Miskin di Jember ... 38

Pendugaan Proporsi Bayes Berhirarki Keluarga Miskin di Jember ... 39

SIMPULAN DAN SARAN ... 44

Simpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN………...35

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Statistik deskriptif peubah penyerta………... 20 Tabel 2. Rata-rata statistik penduga proporsi simulasi model Logit-

Normal Bayes berhirarki ………. 22

Tabel 3. Nilai-Nilai Statistik Penduga Langsung Proporsi Keluarga

Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur………... 24

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram alur tahapan analisis data………. 16

Gambar 2. Peta Kabupaten Jember………... 19

Gambar 3. Perbandingan antara nilai penduga Bayes berhirarki (pBB1 dan pBB2) dan Penduga langsung (PL) proporsi keluarga

miskin di Kabupaten Jember Jawa timur……… 25 Gambar 4.Diagram kotak selisih antara penduga proporsi Bayes

berhirarki (pBB1 dan pBB2) dan penduga langsung proporsi 26 Gambar 5. Perbandingan antar nilai-nilai dugaan ragam proporsi Bayes

berhirarki (pBB) dan penduga langsung proporsi (PL)

proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa timur... 28

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Program simulasi………. 37

Lampiran 2. Program pendugaan proporsi Bayes berhirarki data

Susenas……… 46

Lampiran 3. Uji signifikansi parameter dan multikolinieritas peubah

penyerta……… 55

Lampiran 4. Uji signifikansi parameter dan multikolinieritas peubah penyerta hasil transformasi proporsi…………...………… 55 Lampiran 5. Plot antara peubah respon dan peubah penyerta hasil

tranformasi proporsi……… 56

Lampiran 6. Uji signifikansi parameter dan multikolinieritas peubah penyerta hasil transformasi akar pangkat tiga………. 56 Lampiran 7. Hasil pendugaan langsung proporsi keluarga miskin……. 57 Lampiran 8. Hasil pendugaan Bayes berhirarki proporsi keluarga

miskin……….. 58

Lampiran 9. Signifikansi pendugaan proporsi Bayes berhirarki………. 59 Lampiran 10. Pendugaan jumlah keluarga miskin di Kabupaten Jember. 60

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pendugaan area kecil merupakan suatu metode statistika untuk menduga parameter pada suatu subpopulasi dengan jumlah contohnya berukuran kecil atau bahkan tidak ada. Metode ini memanfaatkan data dari domain besar untuk menduga peubah yang menjadi perhatian pada domain yang lebih kecil. Statistik area kecil (small area statistic) telah menjadi perhatian para statistisi dunia secara serius sejak sepuluh tahun terakhir ini. Berbagai metode pendugaan area kecil telah dikembangkan khususnya menyangkut metode yang berbasis model (model- based area estimation). Perhatian yang besar ini terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan pemerintah dan para pengguna statistik (termasuk dunia bisnis) terhadap informasi yang lebih rinci, cepat, dan handal, tidak saja untuk lingkup negara tetapi juga pada lingkup yang lebih kecil seperti provinsi, kabupaten, bahkan kecamatan atau desa/kelurahan (Rahman 2008).

Menurut Russo et al. (2005) pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil didasarkan pada aplikasi model desain penarikan contoh dan dikenal sebagai metode pendugaan langsung. Kelemahan metode ini pada subpopulasi adalah tidak memiliki presisi yang memadai yang disebabkan oleh kecilnya jumlah contoh yang digunakan untuk memperoleh dugaan tersebut. Permasalahan yang ditimbulkan oleh metode pendugaan ini adalah penduga yang dihasilkan merupakan penduga tak bias tetapi memiliki ragam yang besar dan apabila pada suatu area kecil ke-i tidak terwakili di dalam survei, maka tidak memungkinkan dilakukan pendugaan secara langsung. Oleh karena itu, dikembangkan metode pendugaan secara tidak langsung. Tujuan metode pendugaan ini adalah untuk meningkatkan keefektifan ukuran contoh dan menurunkan keragaman sehingga lebih akurat.

Menurut Lahiri (2008) dalam Sadik (2009), metode pendugaan tidak langsung pada area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan area sekitar dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh. Dalam hal ini, model dikembangkan dengan asumsi bahwa keragaman di area kecil peubah respon dapat diterangkan oleh hubungan keragamaan yang bersesuain pada informasi penyerta (auxiliary) yang berupa pengaruh tetap, sedangkan keragaman spesifik

(17)

area kecil diasumsikan dapat diterangkan oleh informasi tambahan yang berupa pengaruh acak area.

Model pendugaan area kecil bila dapat dilihat dari peubah responnya dapat berupa peubah kontinu atau diskret. Peubah kontinu yang digunakan biasanya menyebar menurut sebaran Normal. Beberapa penelitian yang menggunakan peubah kontinu adalah Kurnia dan Notodiputro (2006) mengaplikasikan metode Prediksi Takbias Linier Terbaik Empirik (Empirical Best Linear Unbiased Prediction/EBLUP) untuk menduga pengeluaran rumah tangga di propinsi Jawa Barat. Sadik (2009) mengaplikasikan metode Prediksi Takbias Linier Terbaik (Best Linear Unbiased Prediction/BLUP) dan Bayes berhirarki pada data deret waktu tingkat pengeluaran perkapita perbulan Susenas wilayah kota Bogor.

Pengembangan model pendugaan area kecil untuk peubah diskret, seperti data biner atau data cacah. Pada umumnya model campuran ini mengasumsikan bahwa faktor acak tersebut diasumsikan mempunyai sebaran Normal. Akan tetapi, dalam praktiknya sering juga ditemukan bahwa asumsi kenormalan ini tidak terpenuhi sehingga harus dicarikan model pendugaan area kecil yang lebih fleksibel yang mampu mengatasi masalah ketidaknormalam dari faktor acak tersebut. Peubah diskret yang sering digunakan menyebar menurut sebaran Binomial atau Poisson. Beberapa penelitian yang menggunakan peubah respon diskret adalah Vogt (2010) tentang pendugaan jumlah penduduk Jerman tahun 2011, Cadwell et al. (2010) mengenai pendugaan banyaknya penderita diabetes pada data sensus Amerika Serikat, Kismiantini (2007) membahas tentang pendugaan jumlah penderita demam berdarah di Bekasi Indonesia, dan Erhardt (2003) mengenai pemetaan angka kematian di Amerika Serikat menggunakan interval simultan Bayes.

Model-model dalam pendugaan area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Pelanggaran asumsi ini disebabkan oleh keragaman suatu area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga efek spasial dapat dimasukkan ke dalam pengaruh acak. Efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area

(18)

lainnya. Dalam statistika, model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu area dengan area sekitarnya adalah model spasial.

Analisis spasial telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti di Indonesia diantaranya, Meilisa (2011) menganalisis mengenai faktor-faktor kemiskinan pada Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model spasial otoregresif. Rahmawati (2010) menyimpulkan bahwa model regresi terboboti geografis lebih baik digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan desa atau kelurahan di Kabupaten Jember Jawa Timur bila dibandingkan analisis regresi. Model regresi terboboti geografis merupakan bagian dari analisis spasial dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak satu lokasi pengamatan dengan lokasi pengamatan yang lain. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model otoregresif lag spasial lebih baik dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibandingkan regresi linier klasik. Ketiga penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan spasial berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk.

Pada tahun 2010, Vogt dalam disertasinya membahas mengenai pemodelan spasial Bayes yaitu dengan sifat dan aplikasinya dalam pendugaan area kecil pada Sensus 2011 di Jerman. Vogt menduga proporsi pengangguran di setiap negara bagian di Jerman yang menyebar menurut sebaran Bernoulli. Model pendugaan area kecil yang digunakan adalah model yang berbasis level unit yang diperkenalkan oleh Battase-Harter-Fuller (1988).

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan dibentuk model spasial Bayes pada pendugaan area kecil dengan model Logit-Normal yang akan diterapkan pada data kemiskinan. Tema yang diusung dalam penelitian ini yaitu pendugaan proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur.

Penelitian ini akan menggunakan peubah respon yang menyebar menurut Binomial (Logit) dan pengaruh area yang menyebar menurut sebaran Normal. Hal ini yang mendasari pemakaian model Logit-Normal.

Sebelum pembahasan yang lebih lanjut, harus dimengerti tentang kemiskinan terlebih dahulu. Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari, seringkali dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan sumber daya dalam pengertian yang luas.

(19)

Menurut BPS, miskin adalah kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2100 kalori perhari. Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin. Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi area pedesaan dan perkotaan (Criswardani 2005).

Hingga saat ini, kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2010 menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia masih sebanyak 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari total jumlah penduduk.

Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk memberikan suatu alternatif kepada pemerhati dan pengguna statistika yang tertarik pada analisis pendugaan area kecil yang menghasilkan suatu penduga dengan otoritas domain kecil, khusus untuk data peubah respon biner. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengembangkan metode Bayes berhirarki khusus untuk data peubah respon biner dengan menambahkan pengaruh spasial.

2. Mengkaji sifat statistik/penduga parameter proporsi berdasarkan metode Bayes berhirarki.

3. Menerapkan metode pendugaan area kecil melalui pendekatan Bayes berhirarki untuk menentukan proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Area Kecil

Area kecil didefinisikan sebagai himpunan bagian dari populasi yang ukuran contohnya kecil dengan suatu peubah menjadi perhatian. Pendugaan parameter pada area kecil dapat dilakukan dengan pendugaan secara langsung maupun tidak langsung. Pendugaan secara langsung merupakan pendugaan berdasarkan data contoh dari area tersebut. Hasil pendugaan langsung pada suatu area kecil merupakan penduga takbias walaupun memiliki ragam yang besar. Hal ini disebabkan dugaan parameternya diperoleh dari contoh yang ukurannya kecil.

Oleh karena itu, metode pendugaan secara tidak langsung lebih tepat digunakan yaitu dengan memanfaatkan kekuatan area disekitarnya dan sumber data di dalam atau di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Model pendugaan area terkecil memiliki ide dasar bahwa terdapat dua jenis keragaman yaitu : 1) keragaman peubah respon di dalam area kecil dapat diterangkan seluruhnya oleh hubungan peubah respon dengan peubah tambahan yang disebut model pengaruh tetap dan 2) keragaman spesifik area kecil yang tidak dapat diterangkan oleh peubah tambahan merupakan pengaruh acak area kecil, sehingga model pendugaan area kecil mengandung dua komponen galat yaitu galat karena model dan galat karena pendugaan parameter secara langsung.

Berdasarkan model dasar, menurut Rao (2003) model area kecil terdiri atas dua jenis yaitu berbasis level area (basic area level) dan berbasis level unit (basic unit level). Model berbasis level area adalah model linier campuran ( general mixed linear model) yang dikenalkan oleh Fay-Herriot (1979) dan merupakan model yang didasari pada ketersedian data pendukung yang hanya ada untuk level area tertentu, misalkan = , , … , dan parameter yang akan diduga , diasumsikan mempunyai hubungan linier dengan . Data pendukung tersebut digunakan untuk membangun model = + , untuk = 1, . . . , dengan

~ (0, ) sebagai pengaruh acak galat area-i yang diasumsikan menyebar Normal. Sedangkan dapat diketahui dengan mengasumsikan bahwa penduga langsung tersedia yaitu = + dengan galat penarikan contoh

~ (0, ) dan diketahui.

(21)

Model yang pertama kali dikenalkan oleh Battase-Harter-Fuller (1988) yaitu model berbasis level unit merupakan model dengan data pendukung yang tersedia bersesuaian secara individu dengan respon, misalkan = , , … , , sehingga dapat dibentuk suatu model regresi tersarang = + + ; untuk = 1, . . . , dan = 1, . . . , dengan ~ (0, ) dan ~ (0, ) , sedangkan menunjukkan peubah respon area ke-i pada individu ke-j.

Metode pendugaan parameter untuk model dasar pendugaan area kecil yang sering digunakan adalah BLUP. Metode BLUP meminimumkan kuadrat tengah galat (Mean Square Error/MSE) penduga parameter dan tidak bergantung pada kenormalan tetapi bergantung pada ragam atau ragam peragam pengaruh acak.

Kurnia dan Notodiputro (2006) mengaplikasikan metode EBLUP untuk menduga pengeluaran rumah tangga di propinsi Jawa Barat. Ranalli, et al.(2007) melakukan pendugaan angka pengangguran pada subprovinsi di Italia.

Metode BLUP cocok untuk peubah kontinu, tetapi kurang sesuai jika digunakan untuk pemodelan peubah diskret. Menurut Rao (2003), metode Bayes empirik dan Bayes berhirarki merupakan metode yang cocok digunakan dalam menangani data biner dan data cacah pada pendugaan area kecil. Pada pendekatan Bayes, pendugaan dan inferensi didasarkan pada sebaran posterior yang parameternya diduga dari data.

Model yang dapat digunakan untuk data peubah respon biner adalah model dua level yaitu Beta-Binomial dan Logit-Normal. Pada model Logit-Normal

diasumsikan | ~ dan | ~ ( ), untuk

= 1, . . . , ; = 1, … , dengan diasumsikan memiliki model regresi logistik dengan efek acak area, dituliskan ( ) = = + dengan

~ (0, ).

Model pendugaan area kecil untuk respon Binomial telah dikembangkan oleh beberapa peneliti di antaranya adalah Malec et al. (1997), Farrell (2000), Jiang dan Lahiri (2001), Mour dan Migon (2002), Rao (2003). Metode yang digunakan adalah pendekatan Bayes baik empirik maupun berhirarki. Sebaran prior yang digunakan adalah sebaran prior Logit dan Beta.

(22)

Model Spasial Otoregresif Bersyarat (Conditional Autoregressive/ CAR) Model-model dalam pendugaan area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam kenyataannya, asumsi ini sering dilanggar. Hal ini disebabkan area satu mempunyai korelasi dengan area lainnya.

Korelasi ini yang disebut dengan korelasi spasial. Dalam analisis spasial ada beberapa model spasial yang mendasar, salah satunya adalah model otoregresif bersyarat (Conditional Autoregresive/ CAR). Model CAR merupakan model bersyarat yang mengamati peubah acak pada satu lokasi ada apabila peluang pada lokasi lain diketahui (Besag 1974).

Menurut Banerjee et al. (2004), CAR didefinisikan sebagai model spasial yang menyebar Normal. Secara matematis dituliskan sebagai berikut :

|{ : ≠ }~ , ,

(1) dengan adalah pengaruh acak area-i, jika pengaruh acak area-l, untuk ≠ diketahui, adalah korelasi spasial, adalah konstanta yang menunjukkan hubungan area-i dengan area-l, dan , adalah ragam pengaruh acak area-i, serta

adalah himpunan tetangga area-i.

Pada model CAR pengaruh acak bergantung pada pengaruh area lain.

Sebaran bersama = ( , … , ) diperoleh

~ ( , ( − ) ) (2)

dengan merupakan vektor pengaruh acak area, adalah matriks pembobot spasial yang menunjukkan hubungan area-i dengan area-l, dan yaitu Matriks diagonal ragam pengaruh acak area-i = diag , , … , , . Matriks ( − ) bersifat simetriks dan definit positif. Sementara itu, korelasi spasial ( ) diperoleh dari

= 1

; −1 ≤ ≤ 1 (3)

Menurut Rao 2003, merupakan akar ciri terbesar matriks pembobot spasial Q.

Jika = 0, maka model CAR (1) dan (2) diasumsikan pengaruh acak area-i saling bebas.

(23)

Beberapa tipe pola pembentukan matriks pembobot spasial, diantaranya adalah korelasi, tetangga terdekat, dan jarak. Matriks ini mempunyai aturan sebagai berikut :

1. Matriks pembobot spasial korelasi

( ) = (4)

dengan nilai 0 ≤ | | ≤ 1.

2. Matriks pembobot spasial tetangga terdekat

( )= 1, untuk area − yang berkorelasi kuat dengan area −

0, untuk lainnya (5) 3. Matriks pembobot jarak peubah penyerta

( ) = (6)

dengan adalah korelasi antara area-i dan area-l. Ukuran dari korelasi yang kuat antara area-i dan area-l jika | | ≥ 0.5, sedangkan jarak Euclid antara area-i dengan area-l.

Pendugaan Area Kecil dengan Model CAR

Beberapa tahun belakangan ini, telah banyak penelitian yang menggabungkan metode pendugaan area kecil dengan pengaruh spasial. Pada tahun 2002, Moura dan Migon meneliti mengenai model spasial Bayes untuk pendugaan proporsi area kecil. Beliau menggunakan model campuran terampat.

Salveti (2004b) meneliti tentang pendugaan parameter dan MSE pendugaan area kecil melalui metode Prediksi Takbias Linier Terbaik Empirik Spasial (Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction/SEBLUP) dengan model otoregresif simultan (Simultaneously Autoregressive/SAR) dan CAR. Pendugaan dilakukan dengan metode kemungkinan maksimum dan kemungkinan maksimum teretriksi.

Zhou dan You (2008) mengkaji tentang model Fay-Herriot yang dibandingkan dengan Fay-Heriot kombinasi CAR pada kasus pendugaan angka penderita asma di 20 bagian di Kanada. Ada empat model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model Fay-Herriot dengan ragam contoh diketahui, model Fay-Heriot kombinasi CAR dengan ragam contoh diketahui, model Fay-Herriot dengan ragam contoh tidak diketahui, dan model Fay-Heriot kombinasi CAR dengan ragam contoh tidak diketahui. Hasil dari penelitian ini adalah untuk model

(24)

Fay-Heriot kombinasi CAR (ragam contoh diketahui dan tidak diketahui) mempunyai nilai validasi silang (Cross Validation/CV) lebih kecil dibandingkan dengan model Fay-Heriot.

Sedangkan penelitian terbaru dilakukan oleh Vogt (2010). Dalam disertasinya, Vogt meneliti mengenai angka pengangguran di 16 negara bagian di Jerman. Model yang digunakan adalah model Spasial Fay-Herriot dengan respon menyebar menurut sebaran Normal yang dibandingkan dengan model Spasial Battese-Harter-Fuller dengan respon yang menyebar menurut sebaran Bernoulli.

Metode pendugaan yang digunakan adalah Bayes berhirarki, yaitu : Model Spasial Fay-Herriot

~ , ,

= + , ~ (0, ( − ) )

( ) ∝ 1, 1 ~ ( , ) Model Spasial Battase-Harter-Fuller

~ {ℎ( + )},

~ (0, ( − ) )

( | ) ∝ 1

( )

Hasil dari penelitian ini adalah pendugaan dengan metode Bayes berhirarki pada Model Spasial Battese-Harter-Fuller lebih akurat dibandingkan dengan Model Spasial Fay-Herriot. Hal ini ditunjukan dengan nilai akar kuadrat tengah galat relatif (Relative Root Mean Square Error/RAMSE) penduga model spasial Battese-Harter-Fuller lebih kecil.

Model Logit-Normal dengan Pengaruh Spasial

Model yang digunakan dalam pendugaan proporsi keluarga miskin area-i melalui metode Bayes berhirarki adalah model Logit-Normal yang didefinisi sebagai berikut:

| ~ ( , )

= ( ) = + , ~ ( , ( − ) )

, ( ) ∝ 1 1 ~ ( , ) ; ≥ 0, > 0

(25)

Ketika menggunakan metode Bayes berhirarki, maka dibutuhkan perhitungan sebaran posterior. Perhitungan ini biasanya melalui integral multidimensi. Alternatif yang dapat digunakan yaitu menghitung besaran posterior melalui integrasi numerik. Salah satu metode ini adalah Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Ide utama dari MCMC adalah membangun suatu peluang rantai Markov pada akhirnya menuju satu sebaran posterior tertentu. Perhitungan sebaran posterior menghasilkan sampel-sampel besaran posterior. Akhirnya, parameter dari sebaran posterior dapat diduga.

Prosedur MCMC yang terkenal adalah Gibbs bersyarat. Menurut Rao (2003) Gibbs bersyarat untuk model ini adalah

i. [ | , , ]~ [ , (∑ ) ]

ii. [ | , , ]~ + , [( − )( − )] + iii. ( | , , ) ∝ ℎ( | , ) ( )

(7)

Pendugaan parameter dan dibangkitkan secara langsung dari (i) dan (ii). Parameter pada bagian (i) persamaan (7) dinyatakan oleh

= (8)

Sementara itu, bagian (iii) persamaan (7) dinyatakan sebagai

i. ℎ( | , ) = − [ − ]

ii. ( ) = (1 − )

(9) dengan adalah diagonal matriks (( − ) ) pada baris dan kolom ke-i.

Nilai proporsi Bayes berhirarki akan diduga melalui simulasi gibbs sampling Metropolis-Hasting (M-H). Sampel gibbs MCMC dapat dibangkitkan langsung dari (ii) pada persamaan (9). Adapun algoritma M-H adalah sebagai berikut:

1. Diambil sebarang nilai dari sebaran seragam (0,1).

2. Dibangkitkan ~ , (( − ) ) , lalu dicari nilai

( ) = ( ).

3. Dihitung ( ), = ( )

( ) , 1 ; = 0, 1, … , (10) 4. Dibangkitkan dari sebaran seragam (0,1).

(26)

5. Dipilih ( ) = jika ≤ ( ), .

6. Diulangi langkah 3 hingga 5, sampai diperoleh D sampel.

Setelah dilakukan simulasi M-H, diperoleh barisan penduga proporsi sebagai berikut:

( ), … , ( ); = 1, … ,

Kemudian besaran posterior yang sedang diamati dapat dihitung. Penduga proporsi Bayes berhirarki ( ) adalah

≈ 1 ( )

= (.) (11)

Sedangkan ragam penduga proporsi Bayes berhirarki ( ) adalah

( | ̂) = 1 ( )

(.) (12)

Metode pendugaan yang digunakan untuk mengestimasi proporsi Bayes berhirarki adalah dengan menggunakan uji Wald (Agresti 2007). Hipotesis adalah

: =

: ≠ = 1, 2, … ,

(13)

dan statistik ujinya

= −

( ) (14)

dengan ( ) adalah standar eror penduga proporsi Bayes berhirarki yang diaproksimasi dari akar persamaan (12). Criteria penolakan Ho yaitu | | > / .

Di sisi lain, sifat-sifat statistik proporsi Bayes berhirarki yang diduga adalah MSE dan bias. MSE merupakan suatu besaran untuk mengukur keragaman penduga area kecil. Sedangkan, bias merupakan selisih antara penduga dengan parameternya. Semakin kecil nilai MSE dan bias, maka penduga parameter akan semakin baik. Secara matematika dituliskan sebagai berikut:

(27)

( ) = 1 ( )

( ) (15)

( ) = 1 ( )

( ) (16)

Sebagai ukuran akurasi dan validasi pendugaan proporsi Bayes berhirarki digunakan persentase bias relatif dan akar kuadrat tengah galat (Root Mean Square Error/RMSE). RMSE diartikan sebagai akar perbedaan rata-rata jumlah kuadrat proporsi sebenarnya dan pendugnya. Jadi, pendugaan yang paling akurat akan mengarah ke nilai RMSE terkecil menuju nol. Sedangkan persentase bias relatif untuk setiap area diperoleh dari

( ) = ( )

× 100% (17)

= √ (18)

(28)

DATA DAN METODE Data

Studi kasus dilakukan pada dua sumber data, yaitu simulasi dan Susenas Kabupaten Jember Jawa Timur. Data simulasi digunakan untuk mengetahui berbagai karakteristik pendugaan pada beberapa pembobot spasial yang berbeda pada model Logit-Normal Bayes berhirarki berdasarkan pendugaan area kecil.

Pembobot spasial yang digunakan telah dijelaskan pada persamaan (4), (5), dan (6). Oleh karena itu, ada empat model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial korelasi (BB1), model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat (BB2), dan model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial jarak (BB3), serta model Logit-Normal Bayes berhirarki tanpa pembobot spasial (B4).

Dua model terbaik dari hasil simulasi diterapkan pada data Susenas kabupaten Jember Jawa Timur.

Data kedua adalah data proporsi keluarga miskin untuk desa/kelurahan di Kabupaten Jember Jawa Timur. Data ini merupakan data Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) 2008 yang berbasis rumah tangga serta data Potensi Desa (PODES) 2008 sebagai sumber data pendukung. Pemilihan Kabupaten Jember didasari oleh laporan BPS tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah masyarakat miskin terbanyak di Jawa Timur adalah di Kabupaten Jember . Alasan lainnya adalah telah ada penelitian sebelumnya yaitu Arisanti (2010), Meilisa (2011) dan Rahmawati (2011) yang menyatakan bahwa spasial berpengaruh terhadap pola asosiasi yang terbentuk di kabupaten tersebut.

Data Susenas digunakan untuk menduga penduga langsung proporsi keluarga miskin (y), sedangkan data PODES digunakan sebagai peubah penyerta mengenai desa yang diteliti. Adapun peubah penyerta yang diasumsikan mempengaruhi dan menggambarkan proporsi keluarga miskin adalah: Persentase keluarga pertanian ( ), Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun ( ), Jumlah keluarga pengguna listrik PLN ( ), Jumlah sekolah (SD, SMP, SMA, PT) ( ), Jumlah keluarga bertempat tinggal di pemukiman kumuh ( ), Jumlah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) setahun terakhir ( ),

(29)

Jumlah lembaga pendidikan keterampilan lainnya ( ), dan Jumlah Tenaga Kerja Indonesia/TKI ( ).

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan persentase terbesar penduduknya masih bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar petani adalah petani kecil yang berpendapatan rendah dan bertempat tinggal di pedesaan.

Selain pemilik dan atau penggarap lahan sempit, buruh tani juga termasuk dalam kategori petani kecil. Pada umumnya penghasilan petani kecil (juga buruh tani) sangat rendah, sehingga tergolong ke dalam keluarga miskin. Oleh karenanya petani kecil di pedesaan penyumbang sebagian besar angka kemiskinan di pedesaan (Firdaus dan Sunarti 2009). Argumen di atas yang melatarbelakangi pemilihan peubah penyerta persentase keluarga pertanian ( ). Menurut BPS dalam buku pedoman pencacahan mendefinisikan keluarga pertanian adalah keluarga dengan minimal satu anggota keluarga melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan ekonomis, seperti bertani/berkebun, menanam tanaman padi/palawija, menanam tanaman hortikultura, kayu-kayuan, membudidayakan ikan/biota lain di kolam air tawar/sawah, tambak air payau, laut, perairan umum seperti menangkap ikan/biota lain di laut/perairan umum, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian/seluruh hasilnya dijual atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.

Sedangkan pemilihan didasari oleh tujuan pensebaranan ASKESKIN itu sendiri. Semakin banyak ASKESKIN yang disebarankan di suatu desa maka semakin banyak keluarga miskin di desa tersebut. Alasan yang sama pada pemilihan . Sementara itu, hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan. Jumlah sekolah ( ) di suatu desa mempengaruhi proporsi keluarga miskin di desa tersebut. Semakin banyak jumlah sekolah, maka proporsi keluarga miskin haruslah semakin sedikit di desa itu. Hal ini juga melatarbelakangi pemilihan peubah penyerta .

Menurut Rusastra (2008) listrik merupakan indikator utama kondisi perumahan dan akses infrastruktur publik yang berdampak luas terhadap pengembangan potensi dan produktivitas penduduk miskin. Hal ini yang

(30)

mendasari pemilihan peubah penyerta . Idealnya semakin banyak keluarga yang menggunakan listrik PLN di suatu desa, maka proporsi keluarga miskin di desa tersebut kecil. Sedangkan alasan pemilihan peubah penyerta didasari oleh pemikiran alasan utama anggota rumah tangga bila menjadi TKI adalah untuk memberikan pendapatan tambahan bagi keluarganya. Hal ini akan merubah keadaan ekonomi keluarga dari TKI tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah TKI di suatu desa akan berbanding terbalik dengan proporsi keluarga miskin di desa tersebut.

Permasalahan keluarga miskin identik dengan pemukiman kumuh. Sampai saat ini pemukiman kumuh masih merupakan pilihan keluarga miskin untuk bermukim. Hal ini menyebabkan kesehatan keluarga tersebut terancam berbagai penyakit yang bersumber dari pemukiman kumuh, sehingga keadaan keluarga miskin yang bermukim tidak akan menjadi lebih baik, namun akan tetap miskin.

Hal ini yang mendasari pemilihan peubah penyerta ( ).

Algoritma Simulasi

Adapun algoritma simulasi adalah sebagai berikut :

1. Ditentukan V adalah matriks ragam peragam dari sebaran (0, ). Sebaran ini digunakan untuk pembangkitan data untuk setiap area ( ( )).

2. Ditentukan , , , , . Penentuan ( ) disekenariokan bahwa tetangga area terdekat mempunyai korelasi tinggi.

3. Ditentukan dari sebaran seragam(1,2) 4. Dihitung = 1

5. Dibangkitkan ~ ( , ), dengan a,b ditentukan 6. Dibentuk = ( , 35)

7. Selanjutkan dilakukan simulasi sampel gibbs melalui Metropolis-Hasting : a) Diambil sebarang nilai dari sebaran seragam(0,1).

b) Dibangkitkan ~ , (( − ) ) , lalu dicari nilai

( ) = ( ).

(31)

c) Dihitung ( ), = ( )

( ) , 1 ; = 0, 1, … ,

d) Dibangkitkan dari sebaran (0,1).

e) Dipilih ( ) = ( ) jika ≤ ( ), .

f) Diulangi langkah c) sampai e) sehingga diperoleh D sampel.

Metode

Prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terangkum pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Diagram alur tahapan analisis data Mulai

Pendugaan Proporsi Bayes berhirarki

Pengujian

Pendugaan Sifat-Sifat Statistik

Validasi Model

Penarikan Kesimpulan

Selesai

Peubah Penyerta dan Peubah Respon

Perhitungan Pembobot Spasial

(32)

Adapun penjelasan dari analisis data (Gambar 1) yaitu : A. Persiapan peubah respon

1. Menghitung jumlah kalori makanan yang dikonsumsi setiap rumah tangga per anggota rumah tangga per hari. Data kalori diperoleh dari data Susenas 2008.

2. Mengklasifikasikan keluarga miskin (1) dan tidak miskin (0) berdasarkan kebutuhan konsumsi 2100 kalori perhari. Jika rumah tangga mengkonsumsi kurang dari 2100 kalori perhari perorang maka diklasifikasikan keluarga miskin (1), jika sebaliknya (0).

3. Melakukan pendugaan langsung proporsi keluarga miskin di setiap desa yang tersurvei. Penduga langsung proporsi dihitung melalui =

B. Persiapan peubah penyerta

1. Tetapkan peubah-peubah penyerta yang akan digunakan dalam membangun model atau pendugaan proporsi Bayes berhirarki.

C. Persiapan pengaruh spasial

1. Membentuk matriks pembobot spasial berdasarkan persamaan (4), (5), dan (6).

2. Menghitung korelasi spasial berdasarkan persamaan (3).

D. Pendugaan proporsi Bayes berhirarki

1. Menduga dengan membangkitkan persamaan (7) bagian (i).

2. Menduga dengan membangkitkan persamaan (7) bagian (ii).

3. Menduga sebaran posterior proporsi Bayes berhirarki persamaan (7) bagian (iii) dengan memasukkan parameter .

4. Melakukan simulasi Metropolis-Hasting (M-H) melalui persamaan (10).

5. Menduga proporsi Bayes berhirarki menggunakan persamaan (11).

6. Menduga ragam proporsi Bayes berhirarki menggunakan persamaan (12).

E. Menguji proporsi Bayes berhirarki melalui hipotesis (13) dan statistik uji (14).

F. Menduga sifat-sifat statistik proporsi Bayes berhirarki

1. Menduga bias proporsi Bayes berhirarki menggunakan persamaan (15).

2. Menduga MSE proporsi Bayes berhirarki menggunakan persamaan (16).

(33)

G. Validasi model

1. Menghitung bias relatif melalui persamaan (17) 2. Menghitung RMSE melalui persamaan (18) H. Menarik kesimpulan.

Setelah memperoleh penduga proporsi dari berbagai model, dilakukan pendugaan persentase keluarga miskin di Kabupaten Jember melalui data agregasi seluruh desa/kelurahan. Pendugaan ini dihitung melalui rumusan sebagai berikut :

persentase keluarga miskin= jumlah keluarga miskin

jumlah keluarga x100%

dengan

jumlah keluarga miskin=

Penelitian ini menggunakan program R 2.11.2. Makro program pendugaan proporsi data simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan, makro program pendugaan proporsi data Susenas Kabupaten Jember Jawa Timur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

Kabupaten Jember (Gambar 2) merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur, terletak ± 200 km ke arah timur dari Surabaya. Secara geografis terletak pada 113.30º- 113.45º BT dan 8.00º-8.30º LS. Wilayah Kabupaten Jember di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kapubaten Situbondo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.

Jember salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur dengan luas wilayah terbesar ketiga setelah Kabupaten Banyuwangi dan Malang yaitu sebesar 3,293.34 km2 yang terdiri dari 31 kecamatan dan 248 daerah pedesaan/kelurahan. Begitu pula dengan jumlah penduduknya, berdasarkan hasil SP2010 angka sementara (asem) Kabupaten Jember merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Kota Surabaya yaitu sebesar 2,329,929 jiwa (BPS 2010).

Gambar 2. Peta Kabupaten Jember

Secara umum Kabupaten Jember adalah wilayah agraris, terutama persawahan. Namun pada sebagian wilayah Kabupaten Jember di bagian selatan merupakan wilayah pesisir yang masyarakatnya menggantungkan hidup sebagai nelayan.

Tidak semua kecamatan di Kabupaten Jember merupakan blok Sensus BPS.

Kecamatan Semboro, Rambipuji, Sukorambi, Sokowono, dan Nusa Barong merupakan kecamatan yang tidak termasuk blok Sensus. Kecamatan-kecamatan

(35)

yang menjadi blok Sensus BPS dapat dilihat pada Gambar 2 dengan tanda bulatan putih ( ).

Pembentukan model Logit-Normal Bayes berhirarki diawali dengan uji multikolinieritas peubah penyerta. Hasil pemeriksaan multikolinieritas (Lampiran 3) menunjukkan bahwa delapan peubah penyerta yang digunakan merupakan peubah yang saling bebas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai statistik Variance Inflation Factor (VIF) dari semua peubah kurang dari 10. Sebagaimana sesuai dengan pernyataan Myers (1990) bahwa antar peubah dikatakan saling bebas atau tidak terjadinya multikolinieritas apabila nilai VIF kurang dari 10.

Tabel 1 Statistik deskriptif peubah penyerta

Peubah Jangkauan Minimum Maksimum Rata- rata

Simpangan Baku Persen kel.tani ( ) 77 5 82 60.86 20.445

ASKESKIN( ) 1716 215 1931 1033.17 444.499

Listrik PLN( ) 7420 829 8249 2813.37 1527.899

Sekolah ( ) 18 4 22 9.37 4.596

Kumuh ( ) 3 0 3 0.26 0.741

SKTM ( ) 613 5 618 86.97 116.765

Keterampilan ( ) 14 0 14 0.83 2.514

TKI ( ) 200 0 200 45.14 39.808

Tabel 1 memperlihatkan statistik deskriptif delapan peubah penyerta.

Keragaman data yang besar terdapat pada peubah penyerta (jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun), (jumlah keluarga yang menggunakan listrik PLN), dan (jumlah SKTM dalam setahun terakhir).

Besarnya jumlah keluarga yang menggunakan listrik PLN menurut Rusastra (2008) kurang mencerminkan keluarga miskin. Namun sebenarnya data pengguna listrik PLN di Jember tidak sebanyak hasil pencatatan data PODES. Hal ini disebabkan tercampurnya data keluarga pengguna listrik PLN resmi dan tidak resmi. Pengguna listrik PLN resmi adalah keluarga yang mempunyai meteran listrik PLN secara pribadi. Sedangkan pengguna listrik tidak resmi adalah keluarga yang hanya menyalur listrik dari tetangganya yang mempunya meteran listrik PLN. Sehingga seolah-olah data pengguna listrik PLN di desa/kelurahan di Kabupaten Jember banyak. Sedangkan nilai keragaman data terkecil terdapat pada

(36)

peubah (jumlah keluarga yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh).

Kecilnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh dapat dikarenakan masih banyak lahan yang dapat dijadikan tempat tinggal di kawasan Pedesaan.

Pendugaan area kecil efisien bila peubah penyerta mempunyai hubungan yang signifikan (alpha = 5%) dengan peubah respon. Oleh karena itu, sebelum melakukan pendugaan proporsi Bayes berhirarki, dilakukan analisis regresi untuk melihat hubungan antara peubah penyerta dan peubah respon. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa semua peubah penyerta tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peubah respon. Hasil analisis ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selanjutnya dilakukan pencarian model terbaik, yaitu dengan mentransformasi peubah penyerta. Tranformasi yang digunakan adalah proporsi peubah penyerta. Contohnya: peubah Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun ( ), ditranformasi menjadi proporsi keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun. Alasan pemilihan transformasi ini karena simpangan baku antar peubah penyerta sangat beragam. Hal ini dimungkinkan dapat menyebabkan parameter regresi menjadi tidak signifikan.

Kemudian dilakukan pengujian signifikansi parameter. Hasilnya menunjukkan bahwa semua peubah penyerta tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peubah respon. Hasil analisis ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Alternatif pencarian model terbaik lain yang diterapkan pada data peubah penyerta, yaitu mentransformasi kembali peubah penyerta hasil transformasi proporsi. Tranformasi yang digunakan adalah akar pangkat tiga. Peubah-peubah penyerta yang ditransformasi adalah proporsi pengguna listrik PLN ( ), proporsi penerima ASKESKIN ( ), dan proporsi TKI ( ). Alasan pemilihan transformasi ini adalah karena plot antara peubah penyerta dan peubah respon mempunyai kecendrungan membentuk pola polinomial tingkat tiga (kubik). Plot dari setiap peubah penyerta dan peubah respon dapat dilihat pada Lampiran 5.

Setelah itu dilakukan pengujian signifikansi parameter. Hasilnya menunjukkan

(37)

bahwa semua peubah penyerta tetap tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peubah respon. Hasil analisis ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dari ketiga uji signifikansi parameter (Lampiran 3, 4, dan 6) menunjukkan pencarian model terbaik tidak berhasil dilakukan. Namun bila dilihat dari nilai standar baku model regresi, model yang menggunakan data peubah penyerta asli (bukan hasil transformasi) mempunyai nilai terkecil (S = 0.53) bila dibandingkan dengan model regresi dengan peubah penyerta hasil transformasi. Oleh karena itu, untuk pendugaan proporsi Bayes berhirarki digunakan data peubah penyerta asli.

Peubah penyerta diasumsikan mempunyai hubungan dengan peubah respon.

Sifat-Sifat Statistik Model Logit-Normal

Simulasi dirancang untuk mengetahui dan mengevaluasi sifat-sifat statistik penduga parameter dengan beberapa pembobot spasial yang berbeda pada model Logit-Normal Bayes berhirarki. Simulasi diulang sampai 100 kali dengan pembangkitan sampel Metropolis-Hasting sebanyak 500 sampel. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 2. Model BB1, BB2, dan BB3 memiliki rata-rata RMSE sama yaitu sebesar 0.29. Nilai rata-rata RMSE BB1, BB2, dan BB3 cenderung mengecil dibandingkan dengan rata-rata RMSE BB4. Artinya, pengaruh spasial dapat memperbaiki pendugaan parameter pada area kecil yang diindikasikan dengan menurunnya nilai RMSE tersebut.

Tabel 2 Rata-rata statistik penduga proporsi simulasi model Logit-Normal Bayes berhirarki

Model Rata-rata

Bias Ragam RMSE Rbias(%)

BB1 0.08 0.07 0.29 38.44

BB2 0.06 0.07 0.29 33.36

BB3 0.08 0.06 0.29 40.38

BB4 0.09 0.07 0.30 44.54

Bila dilihat dari rata-rata persentase bias relatif (Rbias), BB2 memiliki nilai Rbias terkecil yaitu sebesar 33.36%, kemudian diikuti dengan BB1 sebesar 38.44%. Artinya, jika menggunakan BB2 rata-rata penduga 33.36% lebih besar dari parameternya. Sedangkan jika menggunakan BB1 rata-rata penduga 38.44%

lebih besar dari parameternya.

(38)

Dua model terbaik dipilih untuk diterapkan pada data Susenas. Pemilihan model terbaik berdasarkan nila rata-rata RMSE dan Rbias yang kecil. Berdasarkan hasil simulasi, BB1 dan BB2 merupakan model Logit-Normal terbaik. Hal ini ditunjukkan dengan nila rata-rata RMSE dan Rbias masing-masing model kecil jika dibandingkan dengan BB3 dan BB4.

Dalam simulasi ini juga dibandingkan antara ragam penduga proporsi langsung dengan ragam penduga proporsi Bayes berhirarki. Hasilnya menunjukkan bahwa pada kondisi nilai proporsi berada pada median, maka penduga Bayes berhirarki lebih baik dari pada penduga langsung. Sedangkan pada kondisi nilai proporsi merupakan nilai ekstrim, maka penduga langsung lebih baik daripada penduga Bayes berhirarki.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa BB1 dan BB2 merupakan model Logit- Normal terbaik. Dengan demikian, model-model tersebut diterapkan pada data Susenas proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur.

Pendugaan Langsung Proporsi Keluarga Miskin di Jember

Pendugaan langsung proporsi keluarga miskin dilakukan pada 35 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Jember. Jumlah sampel yang diambil di setiap desa bervariasi yaitu sebanyak 14-16 rumah tangga. Hasil pendugaan langsung menunjukkan bahwa proporsi keluarga miskin pada desa-desa yang disurvei beragam. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien keragaman yang cukup besar yaitu 53.86%. Beberapa nilai statistik penduga langsung tersaji pada Tabel 3.

Terdapat 10 desa yang memiliki proporsi keluarga miskin lebih dari setengah. Bahkan, terdapat satu desa yang memiliki proporsi keluarga miskin cukup tinggi sebesar 0.933 yaitu Desa Karang Semanding. Sebaliknya, terdapat dua desa yaitu Desa Arjasa dan Desa Tegal Besar memiliki proporsi keluarga miskin cukup kecil yaitu sebesar 0.063. Hasil pendugaan langsung selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

(39)

Tabel 3 Nilai-Nilai Statistik Penduga Langsung Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur

Statistik Penduga Langsung Proporsi

Rata-rata 0.42

Simpangan Baku 0.22

Koefesien Keragaman (%) 53.86

Minimum 0.06

Kuartil 1 0.27

Median 0.38

Kuartil 3 0.56

Maksimum 0.93

Pendugaan Proporsi Bayes Berhirarki Keluarga Miskin di Jember

Metode Bayes berhirarki (BB) pada pendugaan area kecil digunakan untuk pendugaan tidak langsung dengan memasukkan pengaruh spasial. Metode ini dapat diterapkan pada data Susenas yang memang memiliki persoalan ukuran contoh yang terlalu kecil pada tingkat desa/kelurahan.

Pendugaan proporsi Bayes berhirarki (pBB) dari data Susenas, model terbaik dipilih hanya berdasarkan nilai dugaan ragam pBB. Rbias dan RMSE tidak dapat diduga dari data Susenas, hal ini disebabkan proporsi sebenarnya keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur tidak diketahui.

Penggunaan metode BB pada model Logit-Normal dengan pembangkitan Metropolis-Hasting sebanyak 1000 sampel menghasilkan nilai proporsi (pBB1 dan pBB2) yang berbeda dengan hasil dari pendugaan langsung (PL). Hasil pBB selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil tersebut, terdapat 10 desa yang memiliki proporsi keluarga miskin lebih dari setengah. Bahkan, ada beberapa desa yang memiliki proporsi kemiskinan yang cukup besar yaitu lebih dari 0.7 seperti Desa Karang Semanding, Pringgowirawan, Wringin Agung, dan Sukorejo. Pada Desa Karang Semanding pBB1 keluarga miskin sebesar 0.887 yang dapat diartikan terdapat 1950 keluarga miskin dari 2199 keluarga yang tinggal di desa tersebut. Sedangkan pBB2 keluarga miskin di Desa Karang Semanding sebesar 0.875 ini berarti terdapat 1924 keluarga miskin dari 2199 keluarga yang tinggal di desa tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa pendugaan dengan menggunakan BB1 dan BB2 menghasilkan dugaan proporsi

(40)

yang cukup berbeda. Perbandingan nilai proporsi dugaan BB dan PL dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan antara nilai penduga Bayes berhirarki (pBB1 dan pBB2) dan penduga langsung (PL) proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa timur.

Nilai penduga proporsi Bayes berhirarki mempunyai kecendrungan yang sama dengan penduga proporsi langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00

Arjasa Tegal Besar Sumbersari Tembokrejo Kemuning Lor Paseban Sidodadi Garahan Ampel Mrawan Sumber Pinang Kesilir Sabrang Sempolan Serot Kalisat Sukamakmur Gumukmas Balung Kidul karangrejo Wringin Telu Gadingrejo Pace Kemuningsari Kidul Gambirono Wirowongso Jember Lor Jatiroto Randu Agung Sumber Jambe Pringgowirawan Sukorejo Wringin Agung Karang Semanding

PL pBB2 pBB1

(41)

pendugaan BB menghasilkan penduga proporsi yang konsisten. Gambar 3 menunjukkan bahwa secara umum penduga proporsi Bayes berhirarki mempunyai nilai yang lebih besar daripada penduga langsung proporsi. Hal ini sesuai pula dengan diagram kotak pada Gambar 4. Nilai minimum penduga Bayes berhirarki selalu positif. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penduga peroporsi Bayes berhirarki adalah penduga yang overestimate. Informasi lain yang dapat diperoleh dari Gambar 3 yaitu penduga pBB1 secara umum memiliki nilai penduga yang lebih besar dari pBB2. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduga pBB1 merupakan penduga yang overestimate pula.

Selisih nilai proporsi dugaan langsung dan dugaan Bayes berhirarki (pBB1 dan pBB2) dalam diagram kotak dapat dilihat pada Gambar 4. Pada diagram tersebut, terlihat bahwa ukuran pemusatan dan penyebaran data selisih pBB1 dengan PL berbeda dengan selisih pBB2 dengan PL. Selisih pBB1 dengan PL mempunyai nilai maksimum 0.062. Sedangkan nilai maksimum selisih pBB2 dengan PL sebesar 0.058.

selisih proporsi

s e lis ih p B B 2 d e n g a n P L s e lis ih p B B 1 d e n g a n P L

0 . 0 7 0 . 0 6 0 . 0 5 0 . 0 4 0 . 0 3 0 . 0 2 0 . 0 1 0 . 0 0

Gambar 4. Diagram kotak selisih antara penduga proporsi Bayes berhirarki (pBB1 dan pBB2) dan penduga langsung proporsi

Selain penduga proporsi metode Bayes berhirarki juga menduga ragam dari penduga proporsinya. Walaupun rata-rata ragam pBB1 dan pBB2 mempunyai nilai yang sama, namun jika dilihat dari ragam penduga proporsi Bayes berhirarki per area, terdapat 24 area yang memiliki nilai ragam pBB1 lebih besar dari pBB2.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa BB2 lebih baik dari BB1.

Perbandingan nilai-nilai dugaan ragam proporsi Bayes berhirarki disajikan pada

(42)

Gambar 5. Nilai-nilai dugaan ragam pBB dengan kedua metode ini secara lengkap disajikan dalam Lampiran 8. Sedangkan bila dilihat perbandingan antara dugaan ragam PL dan pBB, Desa Karang Semanding, Arjasa, dan Tegal Besar memiliki nilai dugaan ragam pBB2 lebih besar dari nilai dugaan ragam PL. Begitu pula bila dilihat perbandingan ragam pBB1 dengan PL ada beberapa desa/kelurahan memiliki penduga ragam pBB1 lebih besar dari dugaan ragam PL. Desa/

kelurahan tersebut adalah Randu Agung, Kemuning Lor, Sumbersari, Karang Semanding, Arjasa, dan Tegal Besar. Hal ini dimungkinkan terjadi karena peubah penyerta dimasukkan ke dalam model kurang efisien dan tidak signifikan.

Walaupun demikian, secara umum nilai dugaan ragam pBB lebih kecil dugaan ragam PL. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendugaan proporsi menggunakan model Logit-Normal Bayes berhirarki lebih baik dari pendugaan langsung proporsi.

Setelah melakukan pendugaan pBB dan ragam pBB, dilakukan pengujian signifikansi pBB. Hasil pengujian signifikansi pBB secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Hasil pengujian tersebut, menunjukkan bahwa secara umum hipotesis nol ditolak. Artinya, bahwa pBB benar lebih besar nol. Namun, pengujian pBB pada Desa Tegal Besar dan Arjasa menarik kesimpulan bahwa pBB pada desa tersebut sama dengan nol.

Agregasi persentase keluarga miskin di Kabupaten Jember diduga melalui model-model yang digunakan dalam penelitian ini. Pendugaan langsung menduga bahwa persentase keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur sebesar 39.99%. Model BB1 menduga persentase keluarga miskin di Jember pada tahun 2008 sebesar 41.26% . Selanjutnya, BB2 menduga persentase keluarga miskin di Jember sebesar 40.93%. Perhitungan dugaan keluarga miskin untuk setiap desa/kelurahan sampel di Kabupaten Jember Jawa Timur secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa hampir 50% keluarga di Jember merupakan keluarga miskin pada tahun 2008.

Dalam tesis ini, dikemukakan permasalahan kekonvergenan sampel gibbs yang dihasilkan melalui algoritma Metropolis-Hasting. Sebagaimana telah disampaikan oleh Liu dan Lawrence (1999) sampel gibbs dari proses MCMC mempunyai kelemahan yaitu kesulitan dalam mendeteksi dan mencapai

(43)

konvergensi. Hal ini dikarenakan, pembangkitan sampel gibbs berasal dari sebaran posterior yang bersifat acak. Sehingga, peluang munculnya sampel- sampel pada waktu yang berbeda tidak dapat dikontrol.

Gambar 5. Perbandingan antar nilai-nilai dugaan ragam proporsi Bayes berhirarki (pBB) dan penduga langsung proporsi (PL) proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa timur.

0.000 0.005 0.010 0.015 0.020

Tegal Besar Arjasa Karang Semanding Sumbersari Tembokrejo Wringin Agung Kemuning Lor Paseban Garahan Pringgowirawan Sidodadi Sukorejo Sumber pinang Ampel Mrawan Sumberjambe Randu Agung Kalisat Kesilir Sempolan Sabrang Serot Jember Lor Balung Kidul Gumukmas Karangrejo Sukamakmur Gadingrejo Jatiroto Wringin Telu Wirowongso Suren Kemuningsari Kidul Pace Gambirono

Ragam PL Ragam BB2 RagamBB1

(44)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil simulasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada model Logit- Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat dan pembobot spasial korelasi merupakan model terbaik bila dibandingkan dengan model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial jarak dan tanpa pembobot spasial. Hal ini ditunjukkan dengan nila rata-rata RMSE dan persentase bias relatif masing-masing model tersebut kecil.

Sedangkan dari hasil pendugaan proporsi Bayes berhirarki pada data Susenas Kabupaten Jember, model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat, secara umum memiliki dugaan ragam yang terkecil jika dibandingkan dengan model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial korelasi. Sedangkan bila dilihat perbandingan antara ragam penduga langsung proporsi dan proporsi Bayes berhirarki, secara umum nilai dugaan ragam proporsi Bayes berhirarki lebih kecil dugaan ragam penduga langsung. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendugaan proporsi menggunakan model Logit-Normal Bayes berhirarki lebih baik dari pendugaan langsung proporsi.

Pendugaan langsung dan Bayes berhirarki proporsi keluarga miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur menduga terdapat 10 desa/kelurahan yang memiliki proporsi keluarga miskin lebih dari 50%. Model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial korelasi menduga persentase keluarga miskin di Jember pada tahun 2008 sebesar 41.26% . Sementara itu, model Logit-Normal Bayes berhirarki dengan pembobot spasial tetangga terdekat menduga persentase keluarga miskin di Indonesia sebesar 40.93%. Dengan demikian, hampir 50%

keluarga di Jember merupakan keluarga miskin pada tahun 2008.

Saran

Dalam tesis ini, dikemukakan permasalahan kekonvergenan sampel gibbs yang dihasilkan melalui algoritma Metropolis-Hasting. Penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis dan kajian teori mengenai kekonvergenan simulasi MCMC, khususnya algoritma Metropolis-Hasting. Selain itu, perlu dilakukan

(45)

kajian lebih lanjut mengenai pendugaan MSE proporsi Bayes berhirarki dari model Logit-Normal untuk pendugaan area kecil. Saran berikutnya, pemilihan peubah penyerta pada pendugaan Bayes berhirarki sebaiknya berkaitan erat dengan peubah respon sehingga dapat menggambarkan peubah respon dengan lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu metode pendugaan area kecil yang dikembangkan berdasarkan penarikan contoh informatif yaitu dengan menyertakan model peluang penarikan contoh dalam bentuk fungsi

Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan analisis regresi logistik biner dan metode CART untuk melihat hubungan antara peubah respon status desa dan peubah

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode pendugaan area kecil menggunakan sebaran prior logit normal melalui pendekatan Bayes empirik yang dikembangkan dengan memperhitungkan

Dalam hal ini, dua ide utama digunakan untuk mengembangkan model untuk pendugaan parameter area kecil yaitu (1) asumsi bahwa keragaman didalam area kecil peubah respon

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ‘Metode Prediksi Tak-bias Linear Terbaik dan Bayes Berhirarki untuk Pendugaan Area Kecil Berdasarkan Model State Space’