• Tidak ada hasil yang ditemukan

"Modul 2 Bercak Merah pada Kulit"

N/A
N/A
21 045 GEORGE HILMAN Y

Academic year: 2024

Membagikan ""Modul 2 Bercak Merah pada Kulit""

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDOKTERAN TROPIS

“MODUL 2 BERCAK MERAH PADA KULIT”

Tutor : dr. Fauziah Ibrahim Disusun Oleh: KELOMPOK 8

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2023

1. Dewi Maisarah (K1A1 18 110)

2. Chevin Ramadhan Hadiwijaya (K1A1 19 038)

3. Ananda Rizky Fadel Syahhasdad (K1A1 19 097)

4. Yuniar Dwi Putri Welori (K1A1 19 118)

5. Latifah Az-Zahra Hadini (K1A1 20 013)

6. Widya Aulia Astuti (K1A1 20 030)

7. Faruq Athallahi Akhmad (K1A1 20 047)

8. Sarwati Putri Wulandari (K1A1 20 123)

9. Alif (K1A1 20 080)

10. Ghina Nur Latifah (K1A1 20 098)

11. Nurul Rydzky Fadliah (K1A1 20 118)

12. Nur Fitrasari Lairu (K1A1 18 020)

13. Wa Ode Israwati 14. Afifah Hastari Syaf

(K1A1 19 028) (K1A1 19 072)

(2)

2 LAPORAN TUTORIAL 2023

UNIVERSITAS HALU OLEO

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Modul Bercak Merah pada Kulit Nama Anggota Kelompok :

1. Dewi Maisarah (K1A1 18 110)

2. Chevin Ramadhan Hadiwijaya (K1A1 19 038) 3. Ananda Rizky Fadel Syahhasdad (K1A1 19 097) 4. Yuniar Dwi Putri Welori (K1A1 19 118) 5. Latifah Az-Zahra Hadini (K1A1 20 013)

6. Widya Aulia Astuti (K1A1 20 030)

7. Faruq Athallahi Akhmad (K1A1 20 047) 8. Sarwati Putri Wulandari (K1A1 20 123)

9. Alif (K1A1 20 080)

10. Ghina Nur Latifah (K1A1 20 098)

11. Nurul Rydzky Fadliah (K1A1 20 118)

12. Nur Fitrasari Lairu (K1A1 18 020)

13. Wa Ode Israwati 14. Afifah Hastari Syaf

(K1A1 19 028) (K1A1 19 072)

Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh:

Kendari, 22 Mei 2023 Dosen Pembimbing

dr. Fauziah Ibrahim

(3)

3 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sebagai laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter pembimbing Tutorial Modul 2 Bercak Merah pada Kulit. Tidak lupa pula kami sampaikan rasa terima kasih kami kepada teman-teman yang telah mendukung, memotivasi, serta membantu kami dalam menyelesaikan laporan hasil tutorial.

Kami berharap laporan ini dapat bermanfaaat bagi semua pihak. Kami juga menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan maupun kritikan dari semua kalangan demi kesempurnaan laporan yang kami susun ini.

Kendari, 26 Mei 2023

Kelompok 8

(4)

4 DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... 2

KATA PENGANTAR ... 3

DAFTAR ISI ... .4

BAB I PENDAHULUAN ... 5

A. Skenario ... 5

B. Kata Sulit ... 5

C. Kalimat Kunci ... 5

D. Pertanyaan ... 5

BAB II PEMBAHASAN ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... .46

(5)

5 BAB 1

PENDAHULUAN A. Skenario

Seorang ibu rumah tangga berumur 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan kemerahan pada daerah dada yang dialami sejak 1 minggu lalu.

B. Kata Sulit -

C. Kalimat Kunci

1. Seorang ibu rumah tangga berumur 30 tahun 2. Keluhan kemerahan pada daerah dada 3. Dialami sejak 1 minggu yang lalu D. Pertanyaan

1. Sebutkan dan jelaskan efloresensi kulit!

2. Apa saja yang menjadi faktor resiko terjadinya kemerahan pada kulit?

3. Bagaimana hubungan pekerjaan dengan gejala?

4. Jelaskan apa saja penyakit dengan gejala kemerahan pada kulit!

5. Jelaskan patogenesis penyakit dengan gejala bercak merah pada kulit!

6. Bagaiaman langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?

7. Jelaskan DD dan DS pada skenario!

8. Jelaskan tatalaksana farmakologi dan non farmakologi yang dilakukan pada skenario?

9. Bagaimana pencegahan terkait skenario?

(6)

6 BAB II

PEMBAHASAN 1. Sebutkan dan jelaskan efloresensi kulit!

Efloresensi kulit adalah kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan (Widaty, 2017).

a. Primer: Terjadi pada kulit yang semula normal atau kelainan yang pertama 1. Makula: Perubahan warna pada kulit tanpa perubahan bentuk

Contoh: Fixed drug eruption

Gambar 1. Makula

2. Papula: Penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter < 0.5 cm

Gambar 2. Papula

3. Nodul: Penonjolan padat diatas permukaan kulit, diameter > 0.5 cm. Bila diameter < 1 cm disebut nodulus dan bila dikaitkan dengan neoplasma atau malignancy istilah nodus dapat digantikan dengan tumor.

Contoh: Erythema nodosum, Lipoma, Basal sel karsinoma

Gambar 3. Nodul

(7)

7 4. Plakat: Peninggian diatas permukaan kulit seperti dataran tinggi atau mendatar (platen-like) yang biasanya terbentuk dari bersatunya (konfulen) beberapa papul superficial, ukuran besar > 2cm dan kecil < 2 cm.

Gambar 4. Plakat

5. Urtikaria: Penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan.

Gambar 5. Urtikaria

6. Vesikel: lepuh berisi cairan serum, diameter <0.5 cm. Isi cairan bisa berupa serum, cairan limfe, darah (vesikel hemoragik) atau cairan ekstraseluler.

Gambar 6. Vesikel 7. Bula: Vesikel yang berukuran > 0,5 cm

(8)

8 Gambar 7. Bula

8. Pustula: vesikel berisi nanah. Pus tersusun dari leukosit bisa disertai atau tidak dengan debris seluler dan bakteri. Pada psoriasis pustular, bila tidak ada infeksi sekunder, maka pus bersifat steril.

Gambar 8. Pustula

9. Kista: ruangan/ kantong berdinding dan berisi cairan atau material semi solid (sel atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis. Bila terinfeksi atau meradang, akan terisi dengan pus.

Gambar 9. Kista

10. Purpura: warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika ditekan, terjadi karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan

(9)

9 Gambar 10. Purpura

b. Sekunder: Akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer

1. Skuama: Sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.

Terjadi akibat penebalan, peradangan, proses keratinisasi yang terlalu cepat.

Gambar 11. Skuama

2. Krusta: kerak atau keropeng yang menunjukkan adanya cairan serum atau darah yang mengering pada permukaan kulit. Bisa bercampur dengan jaringan nekrotik dan benda asing. Bisa tipis dan mudah terlepas atau tebal dan melekat erat.

Gambar 12. Krusta

(10)

10 3. Erosi: Lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit sebelum

stratum basalis, bisa ditandai dengan keluarnya serum

Gambar 13. Erosi

4. Ekskoriasi: Lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit melampaui stratum basalis (sampai stratum papilare) ditandai adanya bintik perdarahan dan bisa juga serum.

Gambar 14. Ekskoriasi

5. Ulkus: Tukak atau borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar dan isi.

Gambar 15. Ulkus

6. Likenifikasi: Penebalan lapisan epidermis disertai guratan garis kulit yang makin jelas, akibat garukan atau usapan yang bersifat kronis

(11)

11 Gambar 16. Likenifikasi

7. Fisura: Hilangnya epidermis dan dermis yang berbatas tegas berbentuk Linier.

Gambar 17. Fisura 8. Atropi: Penipisan lapisan epidermis ataupun dermis

Gambar 18. Atropi

9. Skar: Digantinya jaringan normal kulit dengan jaringan fibrotic pada tempat penyembuhan luka. Contoh: skar hipertrofi, skar, atrofi, keloid.

Gambar 19. Skar

10. Poikiloderma: kombinasi dari atropi, hiperpigmentasi, hipopigmentasi dan teleangiekstasi, yang memberikan gambaran belang (mottled)

(12)

12 Gambar 20. Poikiloderma

2. Apa saja yang menjadi faktor resiko terjadinya kemerahan pada kulit?

a. Alergi

Bercak merah muncul pada kulit setelah memakai bahan tertentu bisa berupa kosmetik, pakaian, dan sebagainya, bisa juga muncul setelah makan-makanan tertentu atau menggunakan obat-obatan yang dapat memicu reaksi alergi. Jika pemakaian bahan langsung pada kulit maka area kulit itu saja yang terkena, tetapi apabila penyebab alergi dimakan maka bisa muncul bercak merah pada seluruh kulit tubuh.

b. Iritasi

Hampir sama dengan alergi, bedanya kalau iritasi memerlukan beberapa kali kontak dan konsentrasi zat pada taraf tertentu di mana kulit tidak tahan terhadapanya sehingga terjadilah reaksi iritasi yang ditandai dengan kulit kemerahan dan terasa pedih disebut dengan dermatitis kontak iritan.

c. Kondisi Cuaca

Cuaca sangat dingin dan kering dapat menyebabkan bercak pada kulit, terutama pada wajah karena kulit yang tipis dan sering terpapar panas sehingga akan cepat kehilangan kelembaban. Beberapa mengalami bercak muncul di wajah setelah mandi hangat di musim dingin.

d. Kurang Kebersihan

Mengenakan pakaian kotor atau tidak dicuci padahal sudah dipakai untuk aktivitas berat dapat menyebabkan kulit gatal dan timbullah bercak merah. Hal ini terjadi karena pakaian kotor menjadi sarang kuman sehingga dapat menyebebakan iritasi dan peradangan pada kulit yang membuat bercak merah pada kulit bila berlanjut bisa terjadi infeksi berupa bisul atau impetigo.

e. Terpapar Matahari

Jika kulit terkena sinar ultraviolet dari matahari dalam jumlah yang banyak, maka akan dapat menyebabkan kulit menjadi merah dan nyeri atau mengembangkan rasa sakit.

f. Petechiae/Purpura

Timbulnya bercak ungu kemerahan pada kulit yang terjadi ketika pembuluh darah kecil rapuh dan bocor (darah merembes ke kulit). Hal ini merupakan

(13)

13 gejala dari banyak kondisi seperti sindrom rubella kongenital, penyakit autoimun, meiningococcema, obat yang mempengaruhi fungsi trombosit dalam aliran darah, vaskulitis dan lain-lain. Penyakit demam berdarah juga menyebabkan bercak merah pada kulit

g. Ruam Popok

Bercak merah pada kulit yang ditemukan di daerah popok pada bayi kita sebut sebagai ruam popok. Kelembaban, iritasi, alergi, dan infeksi bisa menyebabkan bercak-bercak tersebut muncul.

h. Gigitan Serangga

Nyamuk dan serangga lain seperti kutu, tungau atau semut dapat menyebabkan bercak merah pada kulit setelah digigit. Hal ini juga dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang dapat menyakitkan atau gatal. (Djuanda,2010)

3. Bagaimana hubungan pekerjaan dengan gejala?

Ibu rumah tangga sebagai wanita yang telah menikah dan menjalankan tanggung jawab mengurus kebutuhan-kebutuhan di rumah seperti mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, mencuci baju, mencuci piring dan membersihkan rumah dan lain-lain. Sering kali seorang ibu rumah tangga tidak menyadari pekerjaan rumah bisa menimbulkan sebuah penyakit.

a. Kurang menjaga personal hygiene

Hal tersebut dapat dikaitkan dengan aktivitas sehari-hari ibu rumah tangga saat membersihkan seperti terpapar tungau debu rumah, paparan terhadap iritasi bakteri dan virus. Apabila tidak menjaga kebersihan diri dengan baik seperti rajin mencuci tangan setelah melakukan pekerjaan rumah tangga, memakai APD seperti sarung tangan saat membersihkan, dsb. maka, akan dengan mudah terpapar berbagai penyakit kulit salah satunya adalah gatal (pruritus) dan kemerahan. pekerjaan rumah tangga yang berat sehingga menyebabkan banyak keringat dan pasien jarang mengganti pakaiannya, selain itu pasien sering menggunakan pakaian berlapis-lapis dan tidak menyerap keringat. Sehingga jika kebersihan diri tidak terjaga maka akan mudah terkena penyakit kulit.

b. Stress

Pekerjaan rumah tangga yang berat dapat memicu terjadinya stress pada ibu rumah tangga. Hal ini akibat pelepasan dari hormon adrenalin maupun kortisol dan hormon lainnya sehingga menimbulkan efek gatal di badan.

Pada skenario diketahui seorang ibu rumah tangga dengan keluhan kemerahan pada daerah dada yang dialami sejak 1 minggu yang lalu. Menurut kelompok kami, keluhan yang dirasakan tersebut berhubungan dengan pekerjaan sehari-seharinya yaitu ibu rumah tangga yang tidak menjaga kebersihan dirinya dengan baik maupun akibat stress. (Yuwita,2016)

(14)

14 4. Jelaskan apa saja penyakit dengan gejala kemerahan pada kulit!

Penyakit Dengan Gejala Kemerahan Pada Kulit Infeksi bakteri

1. Pioderma

Merupakan radang kulit yang disebabkan oleh bakteri pembuat nanah, seperti Streptococcus β hemolitycus, Staphylococcus aureus/albus, Corynebacterium minutissimum, dan bakteri gram negatif lainnya. Pada umumnya bakteri ini akan bertumbuh pada kulit yang lembab seperti area inguinal, aksila dan perirektal, begitupun pada mukosa nasal, faring dan rektal. Penularan penyakit ini dapat terjadi akibat kontak langsung dengan penderita atau udara (Harlim, 2019).

2. Impegtigo Krustosa

Penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus. Predileksi dari penyakit ini pada daerah wajah, area sekitar hidung dan mulut. dimulai dengan papul eritem yang menjadi vesikel atau pustul dengan dasar eritem yang dengan mudah pecah sehingga meninggalkan bekas krusta tebal bewarna kuning seperti madu. Apabila krusta tersebut di angkat tampak erosi dibawahnya (Harlim, 2019).

3. Impegtigo Bulosa

Penyakit ini paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus , dengan predileksi di aksila, dada, dan punggung. Kelainan kulit yang tampak adalah eritema, bula berdinding tipis berisikan cairan bewarna kuning jernih yang semakin lama menjadi kuning tua dan keruh (Harlim, 2019).

4. Folikulitis

(15)

15 Peradangan yang mengenai folikel rambut. Penyakit ini disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Harlim, 2019).

5. Furunkel

Penyakit ini disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Furunkel umumnya timbul pada daerah yang lembab dan lipatan seperti leher, wajah, aksila dan bokong.

Keluhan dapat berupa rasa nyeri dengan kelainan kulit berupa nodus eritem berbentuk kerucut dan terdapat pustul dibagian tengahnya yang bila melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik (Harlim, 2019).

6. Ektima

Merupakan ulkus superfisial yang tertutup krusta yang lekat diatasnya. Disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus. Pada umumnya mengenai usia anak-anak dengan predileksi tempat yang mudah terkena trauma, seperti tungkai dan bokong.

Kelainan kulit awalnya berupa vesikopustul yang pecah akan tampak krusta tebal bewarna kuning yang bila diangkat tampak ulkus dangkal berbentuk cawan dengan tepi meninggi (Harlim, 2019).

7. Erisipelas

Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Streptococcus. Kelainan kulit yang ditemukan berupa eritem bewarna merah cerah, berbatas tegas dengan tepi meninggi disertai tanda radang akut. Pada umumnya didahului oleh gejala konstitusi seperti demam, malese dan didahului oleh trauma (Harlim, 2019).

(16)

16 8. Selulitis

Disebabkan oleh Streptococcus, gejala klinis eritem dengan infiltrat yang difus mencapai lapisan subkutan dan teraba keras saat dipalpasi (Harlim, 2019).

Infeksi Virus

1. Herpes Simplex

Merupakan infeksi menular seksual yang dapat disebabkan oleh Herpes Simpleks Virus 1 (HSV 1) atau Herpes Simpleks Virus 2 (HSV 2) yang merupakan virus DNA. Pada umumnya HSV 1 akan bermanifestasi pada daerah sekitar mulut dan HSV 2 pada daerah genital, tetapi keduanya dapat menginfeksi oral ataupun genital.

Keluhan subjektif yang dirasakan pasien adalah rasa gatal dan panas pada daerah lesi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Lesi dapat timbul disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Pada pemeriksaan fisik ditemukan vesikel berisi cairan jernih, seropurulen berkelompok diatas kulit. Bila pecah akan tampak ulserasi dan krusta (Harlim, 2019).

2. Herpes zoster

(17)

17 Penyebab : Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ). Gejala klinis diawali dengan gejala prodromal dimana pasien akan merasakan rasa nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parasetesia pada sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan hingga berat. Setelah gejala prodromal maka akan timbul makula eritem yang akan berkembang menjadi papul kemudian vesikel dalam 3-5 hari. Vesikel akan berubah menjadi vesikel keruh dalam waktu 12-24 jam yang kemudian pecah menjadi krusta dalam waktu 7-10 hari (Harlim, 2019).

3. Varisela

Penyakit ini disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ). Umumnya mengenai anak- anak, diawali dengan gejala prodromal selama 2-3 hari seperti sakit kepala, malaise, nyeri tulang, anoreksia dan demam. Kemudian tampak bercak yang menyebar dari wajah ke daerah kepala, kemudian badan hingga ke ekstremitas. (Harlim.2019)

4. Dermatofitosis A. Tinea korporis

(18)

18 Penyebab : jamur dermofita, yang tersering adalah epidermophyton floccosum Gambaran klnis yang khas adalah lesi annular (ringworm) atau plak serpiginosa dengan skuama. Pada bagian tengahnya tampak berskuama dengan gambaran menyembuh (central healing) dan bagian tepi tampak lebih merah sehingga memberi gambaran tepi aktif. (Harlim.2019)

B. Candidiasis Intertiginosa

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida Sp. Dengan gejala lesi berada pada daerah lipatan dengan gambaran bercak merah yang tegas dikelilingi satelit berupa vesikel dan pustule atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah erosif.

(Harlim.2019) 5. Non Dermatofitosis

A. Pitiriasis Vesikolor

Pitiriasis versikolor atau dalam bahasa awam disebut panu disebabkan oleh Malassesia sp dengan gejala klinis berupa bercak bewarna putih atau kehitaman dapat disertai rasa gatal ataupun tidak. Rasa gatal semakin bertambah apabila sedang berkeringat. Penyakit ini umumnya ditemukan pada leher dada, punggung, lengan atas, jarang ditemukan pada scalp dan perut (Harlim, 2019).

B. Tinea Nigra Palmaris

(19)

19 Penyakit ini disebabkan oleh, Cladosporium werneckii mansoni. Pada pemeriksaan fisik akan tampak makula tengguli hitam yang terkadang bersisik, disertai hiperhidrosis (Harlim, 2019).

C. Pitiriasis Rosea

Penyakit infeksi pada kulit yang ditandai dengan ruam merah atau merah muda, yang bersisik, dan sedikit menonjol (Harlim, 2019).

Infeksi Parasi & Insecta

1. Amubiasis Parasit dan Insekta

Disebabkan oleh Entamuba histolytica. Dapat ditularkan melalui hubugan seksual, disentri, abses hati dan dari usus ke kulit. Gejala klinis pada penyakit ini berupa ulkus dengan bentuk yang tidak teratur, batas tegas, menonjol, tepi menebal, eksudat hemopurulen, ulkus timbul cepat dan dapat verukosa. (Harlim.2019)

2. Trikomoniasis

Trikomoniasis merupakan infeksi urogenital bagian bawah dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, dan dapat mengenai laki-laki atau perempuan. Sebanyak 50% wanita tidak memberikan gejala. Apabila memberikan keluhan dapat berupa sekret vagina seropurulen hingga mukopurlen yang bewarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau tidak enak (malodor). Dinding vagina tampak kemerahan dan pada pemeriksaan inspekulum tampak granulasi bewarna merah pada

(20)

20 serviks (strawberry appearance) disertai dispareuria, perdarahan pasca koitus dan perdarahan intermenstrual Pada laki-laki umumnya akan menyerang uretra, kelenjar prostat, preputium, vesikula seminalis, dan epididimitis. Pada umumnya pria memiliki gambaran klinis yang lebih ringan dibanding wanita. Gambaran klinis menyerupai urethritis non spesifik yaitu disuria, poliuria, disertai sekret uretra mukoid atau mukopurulen sehingga dapat ditemukan benang halus pada urin.

(Harlim.2019) 3. Skabies

Skabies merupakan penyakit kulit yang timbul akibat infestasi dan sensitisasi.

Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularan dapat melalui kontak langsung dan tidak langsung. Kontak langsung umumnya melalui kontak kulit dengan kulit seperti saat berjabat tangan, tidur bersama dna hubungan seksual. Sedangkan kontak tidak langsung melalu benda yang digunakan bersama seperti pakaian, handuk, seprei dan bantal. Untuk dapat menegakkan diagnosis skabies dapat dengan cara mencari 2 dari 4 tanda:

a. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) b. Menyerang sekelompok manusia

c. Ditemukan terowongan (kanalikulus) d. Menemukan tungau .(Harlim.2019)

5. Jelaskan patogenesis penyakit dengan gejala bercak merah pada kulit!

Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi. Proses inflamasi sangat berkaitan erat dengan sistem imunitas tubuh. Secara garis besar imunitas tubuh dibagi atas 2 yaitu sistem imun bawaan/nonspesifik dan sistem imun didapat/spesifik. Nonspesifik akan menyerang semua antigen yang masuk, sedangkan spesifik merupakan pertahanan selanjutnya yang memilih milih antigen yang masuk.

Inflamasi terjadi sebagai respons imunoproteksi secara segera terhadap pajanan antigen di jaringan. Berbagai protein serum yang berasal dari sistem sirkulasi akan teraktivasi di jaringanAktivasi tersebut terdiri atas aktivasi sistem kinin, system pembekuan darah, dan fibrin. Bradikinin dan fibrinopeptida menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Selain itu, aktivasi sistem komplemen menghasilkan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang akan menginduksi terjadinya degranulasi pada sel mast sehingga terjadi sekresi berbagai

(21)

21 mediator, di antaranya histamin yang kemudian memicu vasodilatasi. Selain itu, histamin juga membuat permeabilitas kapiler meningkat sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam pembuluh darah akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang menyebabkan kulit berwarna kemerahan akibat proses inflamasi (Harlim, 2018).

Gambar 1. Sel dan mediator pada respons inflamasi akut lokal.

6. Bagaiaman langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?

A. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan pada pasien tinea kruris dan/atau korporis adalah rasa gatal hingga kadang-kadang disertai nyeri akibat iritasi karena garukan. Rasa gatal terutama dirasakan ketika berkeringat, saat cuaca panas, atau lembap (Irma, 2013).

Pada anamnesis dapat ditanyakan hal-hal berikut :

a. Riwayat penyakit sekarang. Tanyakan tentang hal-hal berikut:

1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan

2. Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul, apakah hilang timbul, menetap, dimana lokasi awalnya dan kemudian muncul dimana.

3. Tanyakanlah apakah disertai demam atau tidak 4. Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak.

5. Tanyakan apakah bercak kulit in ada hubungannya dengan gigitan serangga atau luka (trauma)

6. Tanyakanlah apakah bercak kulit ini disertai kram atau nyeri.

Jika ada tanyakanlah:

(22)

22 1. Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak.

2. Sifat nyeri atau kram: ringan, sedang, berat; intermitten atau terus menerus; lebih tinggi pada pagi, sore atau malam hari; serangan dengan interval tertentu; hanya pada satu tempat atau terasa seperti semut bergerak.

3. Apakah ada sakit tulang-tulang, artralgia, mialgia, anoreksia dan malaise.

4. Nyeri tekan pada lengan dan atau kaki. Luka di telapak tangan atau kaki

a. Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu.

b. Tanyakanlah riwayat penyakit yang lingkungan sekitar tempat tinggal sama dalam lingkup keluarga atau Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama

c. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien tapa resep dokter. (Penuntun CSL, 2023)

B. Pemeriksaan Fisik

1) Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedangatau sakit berat.

2) Tentukanlah status gizi : ukur tinggi dan berat badan (sesuai panduanpenentuan status gizi)

3) Ukur dan menilailah tanda vital pasien: tekanan darah, denyut nadi,pernapasan dan suhu

4) Perhatikanlah seluruh tubuh penderita dari ubun-ubun sampai kaki:

• Apakah ada penipisan rambut kepala dan alis?

• Apakah ada lagophthalmia pada kelopak mata?

• Apakah hidung pasien merosot (sadle nose)?

• Di daerah mana bercak yang dimaksud berada?

5) Periksa ada tidaknya pembesaran hati, edema kaki, luka pada kaki 6) Pemeriksaan bercak kulit : Dimana letak bercak tersebut

7) Perhatikanlah jenis effloresensi: eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,nodul vesikel, bulla, makula papula, skuama, urtika,ulkus, krusta

8) Bila seluruh permukaan lesi rata, perhatikan apakah permukaan kulit kering atau basah, dan ada tidaknya rambut halus.

9) Uji sensitivitas : Menggunakan ujung kapas yang diruncingkan

(23)

23 10) Melakukantusukanringandenganujungjarum

11) Uji sensitivitas : Menggunakan tabung panas dan dingin

12) Pemeriksaansaraftepi:N.Auricularismagnum, Pemeriksaan N.Radialis , Pemeriksaan N. Ulnaris , Pemeriksaan N.Medianus , Pemeriksaan N.

Peroneus Communis (N. Poplitea lateralis) 13) Pemeriksaangangguanfungsisaraf:

a. Periksalah kelopak mata pasien untuk melihat adanya gangguanmotorik dari N. Fasialis Periksalah kaki untuk melihat adanya gangguan motorik dan sensoris.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Penegakkan diagnosis yang lebih pasti harus ditunjang dengan pemeriksaan laboratorik dan pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah:

1. Pemeriksaan darah rutin, feses dan kemih, serta kimia darah,

2. Pemeriksaan sediaan apus basah, sepert pemeriksaan terhadap hifa (dengan KOH 10%),tikomonas (NaCl 0,9%).

3. Pemeriksaan sekret/bahan-bahan dari kulit dengan pewarnaan khusus, seperti Gram (untuk bakteri), Ziehl Nielsen untuk basil tahan asam, gentian violet untuk virus, mikroskop lapangan gelap untuk spiroketa, pemeriksaan cairan gelembung (untuk menghitung eosinofil), dan pemeriksaan sel Tranck.

4. Pemeriksaan serologiK, IgG & IgM 5. Pemeriksaan dengan sinar Wood

6. Pemeriksaan terhadap alergi: uji gores, tetes, tempel, tusuk, dan uji suntik 7. Pemeriksaan histopatologi.

8. Pemeriksaan bakterioskopis

9. Pemeriksaan Imunologis : tes lepromin 7. Jelaskan DD dan DS pada skenario!

HERPES ZOOSTER Definisi

Herpes zoster (HZ) merupakan penyakit neurokutaneus yang disebabkan oleh reaktivasi dan multiplikasi varicella zoster virus (VZV) pada ganglion yang terinfeksi. Karakteristik klinis

(24)

24 HZ berupa ruam unilateral dermatomal yang terasa nyeri. Ruam berupa vesikel berkelompok, makulopapular dengan dasar kemerahan terlokalisasi pada daerah persarafan ganglion. Herpes zoster menjadi penyakit yang umum terjadi dan berpotensi menyebabkan komplikasi serius yang memengaruhi kualitas hidup.

Epidemiologi

Insidensi global HZ rata-rata 3,4-4,82 per 1.000 jiwa setiap tahun, dan insidensinya lebih tinggi hingga 11 per 1.000 jiwa setiap tahun pada orang yang berusia 80 tahun.3 Insidensi HZ di Amerika Serikat dan Eropa sebesar 2,5 per 1.000 jiwa yang berusia 20-50 tahun, 5 per 1.000 jiwa pada rentang usia 51-79 tahun, dan 10 per 1.000 jiwa pada usia lebih dari 80 tahun.4,5 Predisposisi wanita lebih tinggi untuk mengalami kasus ini dibanding pria, dengan rerata umur yang terkena pada usia 70-80 tahun.2 Studi insidensi HZ pada periode 2011-2013 yang dilaporkan dari 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa kelompok yang paling sering mengalami HZ adalah kelompok usia 45-64 tahun, yaitu sebanyak 851 (37,95%

dari total kasus HZ)

Etiologi

Varicella zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human herpesvirus 3 (HHV-3), yakni jenis virus herpes yang menjadi penyebab dari 2 jenis penyakit yaitu cacar air (varicella) dan herpes zoster/HZ (shingles).10 Varicella zoster virus merupakan anggota keluarga herpesviridae, seperti virus herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2, cytomegalovirus (CMV), Epstein-barr virus (EBV), human herpesvirus 6 (HHV-6), human herpesvirus 7 (HHV-7), dan human herpesvirus 8 (HHV-8).

Varicella zoster virus merupakan jenis virus deoxyribonucleic acid (DNA), alphaherpesvirus yang memiliki besar genom 125.000 bp, berselubung, dengan diameter 80-120 nm. Virus ini memberi kode kurang lebih 70-80 protein, salah satunya enzim thymidine kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena memfosforilasi aciclovir, sehingga menghambat replikasi virus DNA.10,6 Selubung protein virus diduga berperan dalam interaksi dengan molekul permukaan sel seperti reseptor mannose-6-phospate atau glikoprotein myelin.

Glikoprotein VZV B (gB), gH dan L berfungsi sebagai kompleks inti dan glikoprotein selubung lain berfungsi sebagai protein tambahan. Tegument protein termasuk immediate-early protein 62 (IE62) sebagai protein utama berfungsi sebagai faktor transkripsi atau disebut transaktivator virus, keluar dan akan dipindahkan ke inti sebelum terjadi sintesis protein

(25)

25 Patogenesis

Perjalanan penyakit HZ meliputi fase viremia dan fase laten. Selama fase viremia, VZV dapat menyerang sel epidermal, menyebabkan terjadinya varicella yang bermanifestasi sebagai vesikel yang tersebar (generalisata), kemudian masuk ke serabut saraf sensorik pada lokasi mukokutan dan berpindah secara retrograde akson ke akar dorsal sensorik ganglion pada spinal cord, di mana virus dapat menetap dalam fase laten di saraf kranial, akar dorsal, dan ganglion otonom, khususnya pada badan sel neuron, karena lokasi tersebut terkait dengan lokasi tersering terkena varicella.11,12 Reaktivasi VZV dalam fase laten dapat muncul spontan maupun diinduksi oleh stress, demam, terapi radiasi, trauma lokal, atau agen immunosuppressant.

Gambar 1. Perbedaan fase infeksi varicella zoster virus (VZV).

Pada fase laten, DNA VZV berbentuk sirkuler dan tidak bereplikasi, namun saat terjadi reaktivasi, virus terus mengalami replikasi pada dasar ganglion dorsalis, menyebabkan ganglion menjadi nekrotik dan hemoragik serta menginduksi ganglionitis yang ditandai dengan rasa nyeri (Gambar 1).5 Pada saat terjadi ganglionitis terjadi regulasi dari MHC kelas I dan protein II, infiltrasi sel T CD4+ dan CD8+. Ganglionitis dan infiltrasi sel T CD8+ dapat menetap setelah terjadi HZ.11 Inflamasi neuronal dan nekrosis dapat menyebabkan neuralgia yang semakin memberat seiring dengan penyebaran virus di sepanjang saraf sensoris. Cairan dari vesikel HZ dapat menyebarkan VZV pada individu seronegatif sehingga terjadi infeksi primer yaitu cacar air (varicella).13 Varicella zoster virus dapat bertahan hidup dalam lingkungan intraseluler di tubuh manusia dengan target utama pada sel limfosit T, sel epitel, dan ganglion, serta berbeda dengan herpes simplex virus (HSV).

(26)

26 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis HZ dapat bervariasi antarindividu. Pada anak dan usia dewasa muda umumnya tidak terjadi manifestasi klinis yang parah.12 Herpes zoster dimulai dengan gejala prodromal yang dapat menyerupai gejala dari penyakit lain yang melibatkan organ viseral seperti infark miokardium, cholecystitis, atau kolik ginjal sehingga dapat menyulitkan penegakan diagnosis dan menunda tata laksana yang tepat.5 Gejala prodromal dapat berupa nyeri kepala, fotofobia, malaise, dan demam. Sensasi tidak nyaman pada kulit menjadi gejala yang paling umum terjadi.

Gejala prodromal tidak umum pada pasien dengan immunocompromised yang berusia di bawah 30 tahun, namun mayoritas terjadi pada penderita yang berusia >60 tahun. Nyeri dan parestesia dapat mendahului ruam HZ dari hari pertama sampai hari ketiga, seminggu, atau lebih lama.9 Nyeri dan parestesia menjadi salah satu manifestasi klinis dari zoster tanpa kelainan kulit (zoster sine herpete) atau neuralgia segmental akut tanpa diikuti erupsi kulit. Rasa tidak nyaman seperti sensasi terbakar, menusuk, kulit menjadi lebih peka, gatal yang tidak tertahankan, dengan intensitas yang bervariasi dapat terasa superfisial sampai dalam.12 Nyeri dapat terasa terus menerus maupun hilang timbul, dan dapat disertai dengan kekakuan atau hiperestesia dari dermatom kulit yang terkena.9 Pada pasien dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening pada area yang terkena.4 Karakteristik HZ yaitu predileksi dapat mengenai bagian tubuh manapun, paling banyak terutama pada daerah torakal, servikal, dan oftalmika.4 Distribusi ruam pada HZ bersifat unilateral dan terbatas pada kulit yang dipersarafi ganglion sensorik tunggal serta tidak melewati garis tengah tubuh. Lesi kulit yang tampak dapat berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem

(27)

27 Gambar 2. Manifestasi ruam herpes zoster.

Diagnostik

Pada tahap awal perkembangan lesi HZ, tampak makula eritem yang berkembang menjadi papul, kemudian dalam 1-2 hari berkembang menjadi vesikel dan akan lebih jelas dalam 3-4 hari. Lesi pustular terjadi mulai satu minggu setelah onset kemerahan dan dalam 3-5 hari menjadi ulkus dan krusta. Krusta selesai dalam kurun waktu 3-4 minggu. Skar, lesi hipopigmentasi dan hiperpigmentasi dapat menetap setelah herpes zoster sembuh.14 Pada kelompok usia lanjut, erupsi lokal kadang menjadi nekrotik, sembuh dalam beberapa minggu, serta diikuti skar yang berat. Membran mukosa yang termasuk dalam area dermatom juga dapat terkena.

Pada anak dan usia dewasa muda dengan imunitas yang baik, HZ umumnya dapat sembuh tanpa gejala sisa. Intensitas rasa nyeri, lesi kulit, dan derajat keparahan komplikasi HZ dapat memberat seiring dengan bertambahnya usia dan jika terdapat gangguan pada imunitas.5 Kekambuhan herpes zoster umumnya jarang terjadi dan terbatas pada pasien immunocompromised.

Diagnosis klinis HZ dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar berwarna kemerahan, unilateral dan tersebar dermatomal. Pada karakteristik dengan ruam yang tidak khas, HZ diseminata, atau dengan lesi yang minimal maupun tidak terdapat kelainan kulit; zosteriform herpes simplex, kemerahan karena enterovirus, poxvirus, zoster tanpa kelainan kulit (zoster sine herpete) namun kadang ditandai adanya paralisis wajah, meningitis, stroke, myelitis, dan infeksi gastrointestinal.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis HZ. Pemeriksaan sederhana menggunakan apusan Tzank dengan pewarnaan Giemsa dapat membantu menegakkan diagnosis secara cepat untuk mengidentifikasi adanya perubahan sitologi sel epitel yang menunjukkan gambaran multinucleated giant sel.

Pemeriksaan vesikel dengan pewarnaan immunofluorescence atau immunoperoxidase untuk mengamati material sel yang terdeteksi VZV lebih signifikan dan lebih cepat dibandingkan kultur.9 Pemeriksaan serum antibodi memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan waktu hingga terbentuk antibodi pada pasien. Serum antibodi anti-IgM VZV umumnya tidak membantu dan tidak spesifik.

Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) yang digunakan untuk mengidentifikasi antigen/ asam nukleat VZV.6,16

(28)

28 Material yang diambil berasal dari vesikel (swab, cairan), saliva pasien yang tidak terdapat gejala manifestasi kulit, dan cairan serebrospinal jika terdapat gejala tanda neurologis.5 Pemeriksaan DNA melalui PCR memiliki sensitivitas dan specificity yang paling tinggi dan merupakan baku emas untuk diagnosis dengan mengetahui genom dari VZV.16,17 Kultur virus merupakan pemeriksaan yang sangat spesifik namun tidak sensitif, selain itu hasilnya baru bisa didapatkan lebih dari 1 minggu.

Pemeriksaan serologis dapat membantu penegakan diagnosis VZV bila di dalam serum convalescence terdapat peningkatan 4 kali lipat titer VZV relatif terhadap serum akut. PCR merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif, relatif cepat, dan mulai banyak digunakan sebagai metode deteksi VZV. PCR juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya resistansi aciclovir

Tinea korporis Definisi

Tinea Korporis, yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut (glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Yang gejala subyektifnya yaitu gatal dan terutama jika berkeringat. Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.

Epidemiologi

Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu daerah tropis dan subtropis memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr mandi, tempat tidur hotel dan lain- lain.Etiologi

Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,

(29)

29 penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.

Patofisiologi

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.

Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.

Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Manifestasi Klinis

Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam effloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi

(30)

30 bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya

Diagnosis

Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar. Effloresensi yang sama yaitu eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya effloresensi merah (coral red). Beberapa kasus memerlukan pemeriksaan menggunakan lampu wood atau dengan sediaan langsung dengan KOH 10-20% untuk menegakkan diagnosis, karena ada beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan tinea korporis.

LEPRA Definisi

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular dan bersifat kronik. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan terjadi pada kulit dan saraf tepi.

Kuman Mycobacterium leprae pertama kali menyerang pada syaraf perifer, yang kemudian mengenai kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotel penderita, mata, otot, tulang dan testis.

Epidemiologi

Penyakit kusta di Indonesia menempati peringkat nomor tiga terbanyak di dunia setelah India dan Brasil serta peringkat teratas di kawasan ASEAN. Penyebaran penyakit kusta merata di Indonesia, tetapi paling banyak ditemukan di Jawa Timur .

(31)

31 Prevalensi rate kusta tahun 2010 di Jawa Timur sebesar 1,64 per 10.000 penduduk sehingga masih di atas target yaitu <1/10.000 penduduk. Kondisi tersebut terutama terjadi pada daerah yang berada di pantai utara pulau Jawa dan pulau Madura.

Etiologi

Kuman penyebab lepra adalah M. leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial.

Mycobacterium leprae berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi pararel dengan kedua ujung bulat dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 μm. Basil ini berbentuk gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa irreguler besar yang disebut globi. Dengan mikroskop elektron, M. leprae terlihat mempunyai dinding yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan peptidoglikan padat pada bagian dalam dan lapisan transparan lipopolisakarida dan kompleks protein lipopolisakarida pada bagian luar. Dinding polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 2 nm. Peptidoglikan terlihat mempunyai sifat spesifik pada M.

lepra, yaitu adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit meliputi bangsa atau ras, sosioekonomi, kebersihan dan keturunan. Pada ras kulit hitam insiden bentuk tuberkuloid lebih tinggi, sedangkan pada kulit putih cenderung tipe lepramatosa. Banyak terjadi pada negaranegara berkembang dan golongan sosioekonomi rendah dan lingkungan yang kurang memenuhi kebersihan. Faktor genetic berperan penting dalam penularan penyakit lepra. Penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang dikandung ibu lepra.

Tanda dan Gejala Penyakit Lepra

Penyakit kusta sangat ditakuti karena dapat menimbulkan cacat tubuh, tetapi gejalanya tidak selalu kelihatan. Harus diwaspadai apabila mempunyai luka yang tidak kunjung sembuh dan tidak sakit ketika ditekan. Tanda gejala tahap awal yang muncul adalah berupa kelainan warna kulit. Biasanya terjadi hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan eritematosa. Gejala-gejala yang tampak dari penderita digunakan untuk menegakkan diagnosa. Menurut WHO, kriteria untuk penegakan diagnosis kusta ada tiga, yaitu :

1. Lesi kulit yang berupa bercak hipopigmentasi atau lesi kulit kemerahan dengan berkurangnya sensasi berbatas tegas

2. Adanya keterlibatan syaraf perifer, seperti tampak pada penebalan berbatas tegas dengan hilangnya sensasi.

(32)

32 3. Ditemukan basil tahan asam (BTA) di lapisan kulit.

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingka atau tipe dari penyakit tersebut yaitu:

1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/ tubuh manusia.

2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama lama semakin melebar dan banyak.

3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus.

4. Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.

5. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit 6. Alis rambut rontok

Untuk gejala-gejala umum yang timbul pada kusta, penderita biasanya merasakan beberapa reaksi, seperti:

1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

2. Anoreksia

3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.

4. Cephalgia

5. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis

6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.

7. Neuritis Patogenesis

Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah karena penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai penyebab imunologik. Kelompok umur terbanyak terkena lepra adalah usia 25-35 tahun.

Onset lepra adalah membahayakan yang dapat mempengaruhi saraf, kulit dan mata. Hal ini juga dapat mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal, otot-otot halus, sistem retikuloendotel dan endotelium pembuluh darah.

Basil masuk kedalam tubuh biasanya melalui sistem pernafasan, memiliki patogenisitas rendah dan hanya sebagian kecil orang yang terinfeksi menimbulkan tanda-tanda penyakit. Masa inkubasi M. leprae biasanya 3-5 tahun. Setelah memasuki tubuh basil bermigrasi kearah jaringan saraf dan masuk kedalam sel Schwann. Bakteri juga dapat ditemukan dalam makrofag, sel-sel

(33)

33 otot dan sel-sel endotelpembuluh darah.

Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada perlawanan dari individu yang terinfeksi. Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar 12-14 hari untuk satu bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan dari sel-sel hancur dan memasuki sel terpengaruh lainnya. Basil berkembang biak, peningkatan beban bakteri dalam tubuh dan infeksi diakui oleh system imunologi serta limfosit dan histiosit (makrofag) menyerang jaringan terinfeksi. Pada tahap ini manifestasi klinis mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf disertai dengan penurunan sensasi dan atau skin patch. Apabila tidak didiagnosis dan diobati pada tahap awal, keadaan lebih lanjut akan ditentukan oleh kekuatan respon imun pasien.

Sitem Imun Seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita lepra. Ketika SIS spesifik efektif dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang secara spontan atau menimbulkan lepra dengan tipe Pausibasilar (PB). Apabila SIS rendah, infeksi menyebar tidak terkendali dan menimbulkan lepra dengan tipe Multibasilar (MB). Kadang- kadang respon imun tiba-tiba berubah baik setelah pengobatan atau karena status imunologi yang menghasilkan peradangan kulit dan atau saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi lepra (tipe 1 dan 2).

(34)

34 Penegakan Diagnosis Penyakit Lepra

Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan didukung dengan pemeriksaan slit skin smear. Diagnosis kusta ditegakkan bila memenuhi satu atau lebih dari tanda kardinal sebagai berikut:

a. Lesi kulit disertai anestesi

Lesi kulit dapat berupa makula atau plak eritema berwarna seperti tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dapat juga berupa infiltrasi atau edema.

Jumlah lesi dapat tunggal atau multipel.

Hilangnya fungsi kelenjar menyebabkan permukaan lesi tampak kering, kasar, berkeringat atau berkilap. Folikel rambut dapat menghilang. Anestesi atau gangguan hingga hilangnya fungsi sensorik terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu dapat ditemukan pada lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf perifer. Pada kusta tipe lepromatosa dapat juga mengenai area di luar persarafan yang terlibat.

b. Penebalan saraf tepi

Pembesaran saraf tepi biasanya baru ditemukan setelah adanya lesi kulit, paling sering mengenai nervus ulnaris dan nervus peroneus komunis. Pembesaran saraf multipel umumnya lebih sering ditemukan pada kusta tipe MB. Pemeriksaan saraf meliputi pemeriksaan nervus supraorbital, nervus aurikularis magnus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus medianus, nevus poplitea lateralis, nervus peroneus, dan nervus tibialis posterior.

c. Pemeriksaan slit skin smear ditemukan basil tahan asam

Pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% dengan sensitivitas lebih rendah sekitar 10-50%. Hapusan kulit dapat diambil dari kedua lobus telinga, lesi kulit, bagian dorsum interfalang digiti III manus, dan bagian dorsum digiti I pedis. Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen.

Berdasarkan pemeriksaan slit skin smear dapat ditentukan IB (indeks bakteriologi) dan indeks morfologis (IM) yang membantu dalam menentukan tipe kusta dan evaluasi terapi. Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi kuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut skala logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang mengandung jumlah bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling banyak pada setiap lapangan pandang.

Klasifikasi Lepra

Klasifikasi kusta sangat penting dalam menentukan regimen pengobatan, prognosis, komplikasi, perencanaan operasional, dan untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Klasifikasi kusta yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan atas Ridley dan Jopling yang membagi kusta menjadi lima spektrum berdasarkan pada kriteria klinis,

(35)

35 bakteriologis, imunologis dan histopatologis. Penyakit kusta menurut para ahli dibedakan menjadi beberapa jenis. Beberapa klasifikasi tersebut antara lain adalah :

a. Klasifikasi Internasional menurut Madrid pada tahun 1953:

1. Interdeterminate ( I )

Kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang berjumlah 1 atau 2, pada pemeriksaan bakteriologis jarang ditemukan hasil yang positif, lesi kulit berbentuk datar yang mana dapat berupa hipopigmentasi ataupun erythematous, dan pada reaksi lepromin dapat memberikan hasil positif ataupun negatif.

2. Tuberkuloid ( T )

Terdapat makula atau bercak tipis bulat tidak teratur dengan jumlah lesi 1 atau beberapa. Permukaan kering, kasar sering dengan penyembuhan di tengah. Tipe Tuberculoid (T) memberikan hasil negatif pada pemeriksaan bakteriologis, banyak pada kasus erythematous skin lession, dan positif terhadap lepromin.

3. Bordeline (B)

Kelainan kulit bercak lebih menebal, tidak teratur dan tersebar. Beberapa kasus timbul dari bentuk tuberculoid sebagai hasil reaksi ulangan. Tipe Borderline hampir selalu memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis dan pada reaksi lepromin umumnya negatif.

4. Lepromatosa ( L )

Kelainan kulit berupa bercak-bercak tebal dan difus, bentuk tidak jelas, berbentuk bintil-bintil (nodule), macula tipis di seluruh badan dan simetris.

Tipe Lepromatous memberikan hasil positif pada pemeriksaan bakteriologis, infiltrasi pada lesi kulit dapat dijumpai pada jumlah banyak atau sedikit, dan negatif pada pemeriksaan terhadap lepromin.

b. Klasifikasi menurut Ridley-Jopling pada tahun 1962 : 1. Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )

2. Bordeline – tuberkuloid ( BT ) 3. Bordeline – bordeline ( BB ) 4. Bordeline – lepramatosa ( BL ) 5. Lepramatosa – lepramatosa ( LL )

(36)

36 Perbedaan masing-masing klasifikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Klasifikasi Kusta Ridley dan Jopling

a. Klasifikasi menurut WHO pada tahun 1982 yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997:

1. Paucibacillary (PB)

(37)

37 Gambar 21. Jenis Kusta Tipe Paucibacilary

2. Multibacillary (MB)

Gambar 22. Kusta Tipe Multibacilary

Klasifikasi dari WHO tersebut digunakan untuk memudahkan petugas lapangan dan berdasarkan dari jumlah lesi kulit, yaitu kusta tipe MB terdiri atas lebih dari 5 lesi kulit serta PB lesi tunggal (single lession paucibacillary atau SLPB), dan PB dua hingga lima lesi kulit. Apabila didapatkan hasil IB yang positif diklasifikasikan menjadi tipe MB tanpa memandang jumlah lesi seperti yang ditunjukkan pada tabel.

(38)

38 Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Kusta Berdasarkan WHO

Tabel 3. Gambaran Klinis Tipe PB

(39)

39 Tabel 4. Gambaran Klinis Tipe MB

PITYRIASIS ROSEA DEFENISI

Pitiriasis rosea adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali dengan timbulnya makula/plak soliter berwarna merah muda dengan skuama halus (“herald patch”), kemudian dalam beberapa hari sampai beberapa minggu timbul lesi serupa dengan ukuran lebih kecil di badan dan ekstremitas proksimal yang tersusun sesuai lipatan kulit (christmas tree pattern).

(Blauvelt, Andrew. 2008) EPIDEMIOLOGI

Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35 tahun. Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun. Namun ada juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun. Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai dengan 83 tahun. Insidensnya meningkat terutama pada

(40)

40 musim semi, musim gugur, dan musim dingin.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang kurang mampu. Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada wanita. Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi dapat juga didapatkan variasi minggu, tapi dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda. (Blauvelt, Andrew. 2008)

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala prodromal yang biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak kemerahan di kulit. Human herpes Human herpes virus 7 virus 7 telah dikemukakan sebagai penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan. Penelitian yang dilakukan akhir akhir ini terfokus pada peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea.

Partikelpartikel virus ini ditemukan dalam j partikel virus ini ditemukan dalam jumlah banyak di umlah banyak diantara serat-serat kolagen dan pembu antara serat-serat kolagen dan pembuluhpembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada selangseling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal. dermal- epidermal.(Blauvelt, Andrew. 2008)

Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan Legionella Legionella pneumonia pneumonia telah dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun belum ada penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan terhadap mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis rosea.(Blauvelt, Andrew. 2008)

PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya penyakit ini belum diketahui secara jelas. Namun, aktivitas limfosit sel B menunjukkan kekebalan yang dimediasi oleh limfosit sel T yang dominan pada penyakit ini. Peningkatan jumlah sel T CD4 dan sel langerhans yang ada di dermis mungkin merupakan pencerminan dari presentasi antigen virus. Keratinosit anti IgM yang ditemukan juga dapat dikaitkan dengan fase exanthem (ruam) dari infeksi virus.(Blauvelt, Andrew. 2008)

GEJALA KLINIS

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan itiriasis rosea didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh

(41)

41 atau leher, yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.(Blauvelt, Andrew. 2008) DIAGNOSA

Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa saja pertama kali dan pengobatan apa saja yang yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengena akukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini:

• Makula berbentuk oval atau sirkuler.

• Skuama menutupi hampir semua lesi.

• Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.

Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan kemungkinan sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan tidak didapatkannya gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap sifilis, biopsi kulit juga mungkin bermanfaat. Evaluasi yang tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat lesi, uji VDRL, atau dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap. (Sterling. 2004)

(42)

42 NO. Kata Kunci Herpes Zooster Tinea

Corporis

Lepra P. ROSEA 1. Seorang Ibu

Rumah Tangga

(+) Predisposisi wanita lebih tinggi untuk mengalami kasus ini dibanding pria

(+/-) Tinea korporis didapatkan lebih banyak

pada Laki- laki pasca pubertas dibanding

wanita

(+) Insedensi pada kasus ini banyak di temukan pada

wanita di banding pria

(+) Insidens pada pria dan wanita

hampir sama, walaupun sedikit lebih

banyak ditemukan pada

wanita

2. Berumur 30 Tahun

(-) kelompok yang

paling sering mengalami HZ adalah kelompok usia 45-64 tahun, yaitu sebanyak 851 (37,95% dari

total kasus HZ)

(+) Tinea korporis dapat terjadi

pada semua usia, paling

sering mengenai usia 18 - 25

tahun serta 40 - 50

tahun.

(+) Kelompok yang

paling sering terkena Lepra adalah kelompok usia

25-35 tahun, dengan 3.971 kasus pertahun

dengan presentase

92,23%

(+) Kurang lebih

75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada

usia antara 10- 35 tahun

3. Keluhan kemerahan

pada daerah dada yang

dialami sejak 1 minggu yang lalu

(+) Karakteristik HZ

yaitu predileksi dapat mengenai bagian tubuh manapun, paling

banyak terutama pada daerah torakal, servikal,

dan oftalmika.

Lesi kulit dalam 1-2 hari tampak dapat berupa

vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan akan lebih jelas dalam

3-4 hari.

(+/-) Tinea corporis menyerang pada daerah

yang tidak berambut seperti wajah, badan, lengan dan tungkai.

Gejala subyektifnya

yaitu gatal terutama jika

berkeringat.

eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit ini

(+) Lesi kulit berupa bercak hipopigmenntasi

atau lesi kulit kemerahan

dengan berkurangnya sensasi berbatas

tegas.

(+) Kurang lebih pada 20-50%

kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea

Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi

soliter berupa makula eritem

atau papul eritem pada batang tubuh

atau leher

(43)

43 Tabel DD DS

8. Jelaskan tatalaksana farmakologi dan non farmakologi yang dilakukan pada skenario?

Tatalaksana farmakologi 1) Pityriasis rosea

1. Topikal

Bila gatal sangat mengganggu:

• Larutan anti pruritus seperti calamine lotion.

• Kortikosteroid topikal.

2. Sistemik

Apabila gatal sangat mengganggu dapat diberikan antihistamin seperti setirizin 1x10 mg per hari.

Kortikosteroid sistemik.

Eritromisin oral 4x250 mg/hari selama 14 hari.

Asiklovir1,4 3x400 mg/hari per oral selama 7 hari diindikasikan sebagai terapi pada awal perjalanan penyakit yang disertai flu-like symptoms atau keterlibatan kulit yang luas.

2) Leprae (morbus hansen)

3) Herpes zoster 1. Pilihan antivirus

Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.

Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari

Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari 2. Simptomatik

Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.

(44)

44

Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan (morfin, kodein)

4) Tinea corporis

Pengobatan infeksi dermatofita biasanya melibatkan penggunaan sediaan topikal atau oral.

Rejimen topikal yang disarankan termasuk salah satu dari yang berikut:

Klotrimazol: krim/salep/larutan 1% dioleskan dua kali sehari

Ketoconazole: krim/sampo/gel/busa 2% dioleskan sekali sehari

Mikonazol: 2% krim/salep/larutan/lotion/bubuk dioleskan dua kali sehari

Naftifine: krim 1%, dioleskan sekali sehari atau gel 1% atau 2% dua kali sehari

Terbinafine: 1% krim/gel/larutan semprot sekali atau dua kali sehari

Rejimen oral yang disarankan termasuk salah satu dari yang berikut (untuk orang dewasa):

Terbinafine: 250 mg per oral sekali sehari selama dua minggu

Itraconazole: 100 mg sekali sehari selama 2 minggu atau 200 mg sekali sehari selama satu minggu; berikan kapsul dengan makanan

Flukonazol: 150 hingga 200 mg sekali seminggu atau 50 hingga 100 mg/hari selama 2 hingga 4 minggu

Griseofulvin: 500 hingga 1000 mg sekali sehari selama 2 hingga 4 minggu

Tatalaksana Non Farmakologi A. Herpes zoster

Adapun terapi non medikamentosa yang dilakukan pada pasien adalah melakukan konseling edukasi melalui media pmaflet dan poster kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit herpes zoster, penularan, komplikasi serta rencana tatalaksananya, melakukan konseling kepada pasien bahwa penyakit yang diderita merupakan penyakit yang dapat menular menjadi cacar air (varisela) pada orang lain yang belum pernah menderita penyakit serupa serta penyakit pasien dapat berulang kembali menjadi herpes zoster, memberikan konseling dan motivasi kepada pasien untuk merawat luka herpes zoster dan menjaga kebersihan diri untuk menghindari infeksi sekunder pada lesi kulit herpes zoster, memberikan konseling dan motivasi mengenai perlunya menjaga kesehatan dan melakukan prilaku hidup bersih dan sehat menerapkan plilaku ber phbs dengan menjaga kebersihan, olahraga, makan makanan bergizi dan memeriksakan diri rutin ke puskesmas untuk menghindari berulang kembalinya penyakit dan timbulnya komplikasi, serta memberikan saran kepada

(45)

45 pasien untuk melakukan vaksinasi vzv agar tidak terjadi keluhan berulang.

Selanjutnya meluruskan presepsi yang salah dari pasien dengan menganjurkan pasien untuk tetap mandi. Pasien juga diberikan konseling mengenai pentingnya melakukan aktifitas fisik dan melakukan pengecekan kesehtan berkala dengan menggikuti kegiatan kegiatan pelayanan kesehatan yang rutin dilakukan di posyandu.

B. Pityriasis rosea

Terapi nonmedikamentosa yang dapat dipertimbangkan pada kasus pityriasis rosea adalah fototerapi ultraviolet b beberapa kali per minggu, yang dilakukan hingga 4 minggu. Fototerapi mengganggu proses imunitas yang terjadi pada kulit. Beberapa penelitian menunjukkan menurunnya pityriasis rosea severity score pada pasien yang mendapatkan fototerapi. Selain itu, fototerapi dapat bermanfaat untuk meredakan rasa gatal pada 12–15% pasien.

Namun hal yang utama, yaitu menjaga kebersihan tubuh dengan mandi secara rutin.

Selain itu, pasien juga dapat melakukan kompres dingin pada bagian kulit yang gatal.

Pastikan kain yang digunakan bersih, dan menggunakan air mengalir. Kompres area yang gatal selama 3–5 menit. Lalu menjaga kulit agar tetap bersih dan terjaga kelembapannya. Menggunakan pelembab 2 kali sehari, menggunakan pakaian yang berbahan dingin dan bertekstur lembut serta mengelola stres dengan baik.

C. Lepra

Terapi non-farmakologi sangatlah penting bagi penderita kusta. Yang pertama yaitu selalu menjaga kebersihan diri, terlebih untuk anggota tubuh yang terkena penyakit kusta seperti penurunan fungsi neurologis. Caranya yaitu dengan merendam tangan atau kaki yang anastetik setiap hari selama 10-15 menit. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan saraf seperti gangguan sensorik, paralisis, dan kontraktur, serta pengobatan untuk memastikan basil kusta dan mencegah perburukan penyakit. Di sekitar ulkus yang terdapat lesi kalus atau kulit yang keras dapat dilakukan abrari oleh tenaga medis dengan bilah skapel. Pada kulit dapat diberikan pelembap topikal yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dan kelembapan yang adekuat. Selanjutnya yang kedua adalah dengan mengistirahatkan anggota tubuh yang terlihat kemerahan atau melepuh, seperti tidak berjalan kaki dalam jangka waktu yang lama, elevasi tungkai saat istirahat, supaya tidak terjadi penekanan yang berlebihan pada lesi. Untuk menghindari komplikasi membutuhkan kerja sama dengan bagian bedah ortopedi, neurologi, oftalmologi, dan rehabilitasi medis.

D. Tinea korporis

(46)

46 Menjaga kondisi tubuh harus tetap bersih dengan mandi setiap hari, menjaga bagian yang terkena jamur agar tetap bersih dan kering. Lalu tidak menggaruk atau menggosok pada daerah yang terinfeksi, tidak berbagi barang pribadi dengan orang lain sepeti handuk, hindari menggunakan kamar mandi di tempat umum, kenakan pakaian yang bersih dan kering. Hindari memakai kain nilon. Serta kenakan pakaian katun atau bahan pakaian yang menyerap keringat.

9. Bagaimana pencegahan terkait skenario?

- Menjaga hygine dengan mandi teratur dan sering mengganti pakaian

- Membersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air bersih untuk menghilangkan sisa – sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh

- Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang yang terinfeksi

- Menempatkan lokasi penjemuran baju di tempat yang cukup terkena sinar matahari dan seluruh pakaian di setrika

- Memakai pakaian yang dapat menyerap keringat

- Hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit selalu basah seperti

Gambar

Gambar 1. Makula
Gambar 3. Nodul
Gambar 6. Vesikel  7.  Bula: Vesikel yang berukuran &gt; 0,5 cm
Gambar 4. Plakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Modul diharapkan dipakai oleh para dosen yang menjadi trainer atau pengajar mata kuliah atau pelatihan kewirausahaan.Perbedaan modul ini dibandingkan modul

Mata kuliah Bahan dan Alat Penangkapan Ikan terdiri dari 1 modul, yang berisi kompetensi : menjelaskan jenis-jenis bahan dalam pembuatan alat penangkapan ikan, menjelaskan

Modul Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar ini berisi kegiatan belajar yang dapat membantu mahasiswa untuk dapat memenuhi Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) pada Program Studi

Modul yang dipakai dalam penelitian ini adalah modul mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa yang berisi materi jurnal penyesuaian dan laporan keuangan perusahaan jasa

Modul tersebut merupakan penunjang mata kuliah Praktikum Otomasi dan Robotika dan berisi materi-materi percobaan atau implementasi antar muka perangkat keras Arduino

Hasil kerja kelompok dipresentasikan dalam kelas pada hari tutorial (lihat jadwal kegiatan pada dokumen RKPS bagian B.2 yang melengkapi Modul Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial dan

Ciri umum modul antara lain: menggunakan bahasa yang sederhana, berisi pengetahuan sesuai dengan mata kuliah atau pelajaran tertentu mengacu pada sasaran pembelajaran,

Laporan praktikum mata kuliah Fisika Agrbisnis dengan judul "Perbedaan Tingkat Kecepatan Perkecambahan Kacang Merah pada Media Tanaman