KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH TEGAL
Disusun Oleh:
Nama : Moh Fatkhul Muin
Nim : E0021068
Kelas : 3B
Dosen Pengampu :
LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI S1 UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
SEMESTER IV 2024
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat.
Meningkatknya taraf hidup masyarakat berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Hal tersebut mendorong penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat, sehingga menuntut penyedia pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup serta kepuasan pasien (Depkes RI, 1988).
Kepuasan pasien adalah salah satu unsur yang dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga hal ini mendorong setiap rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit agar memberikan kepuasan pelayanan kepada pasien (Rengga, 2014).
Tingkat kepuasan pasien tidak hanya tergantung kepada fasilitas atau manufaktur yang diberikan, namun juga tergantung pada jasa pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit (Putri, 2017). Kepuasan pasien merupakan satu indikator penting bagi kualitas pelayanan dan memiliki dampak bagi penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Pelayanan kefarmasian memiliki tanggung jawab kepada pasien suatu sediaan farmasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang pasti dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian merupakan tuntutan petugas farmasi masyarakat yang memerlukan perluasan dari paradigma lama berorientasi produk (drug oriented) ke paradigma baru berorientasi pasien yang disebut filosofi pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Tahir & Asis, 2022).
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (sumber daya manusia, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penyimpanan resep(Biyanda Eninurkhayatun, Antono Suryoputro, 2017). Pelayanan resep merupakan salah satu aspek pelayanan farmasi klinik yang meliputi penerimaan resep, pemeriksaan administrasi resep, kesesuaian kefarmasian, pertimbangan klinis, peracikan dan pengemasan obat serta penyerahan obat kepada pasien. Proses pelayanan resep harus memperhatikan kualitas pelayanan yang baik (Laeliyah &Subekti, 2017).
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian antara lain menyebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Tenaga kesehatan yang kompeten dalam pekerjaan kefarmasian adalah apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK). PP 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Fasilitas
pelayanan kefarmasian mencakup apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama/klinik.1 Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 menyatakan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.2 Sedangkan dalam Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 dinyatakan pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi di instalasi farmasi rawat jalan di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Tegal?
2. Bagaimanakah persepsi pasien terhadap pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi rawat jalan di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Tegal?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pasien dalam pelayanan instalasi kefarmasian rawat jalan di di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Tegal. Informasi yang didapat diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak Rumah Sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian kepada pasien rawat jalan.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit
Informasi yang didapat diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak Rumah Sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian kepada pasien rawat jalan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan petugas kefarmasian maupun tenaga Kesehatan lainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Gambar 2.1
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (RI, 2009). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisai sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut American Hospital Association (1974) dalam Azrul Azwar (1996), rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang terorganisir serta sana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/MEN.KES/PER/II/1988 disebutkan bahwa Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
2.1.2 Fungsi Rumah Sakit
Adapun untuk menjalankan tugasnya rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (RI, 2009)
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan keseharan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagi berikut:
A. Klasifikasi berdasarkan pengelolaannya, terdiri dari:
1. Rumah sakit publik ialah sebagaimana yang dimaksud rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
2. Rumah sakit privat ialah sebagaimana yang dimaksud yang dikelola oleh swasta
B. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari:
1. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialis dan subspesialis yang mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus sebagaimana yang dimaksud adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
C. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari:
2.1 Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelnggarakan program latihan untuk berbagai profesi kesehatan.2.
2.2 Rumah sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama rumah sakit dengan institusi pendidikan.3
2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit Umum A. Rumah Sakit tipe A
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. Pada umumnya dengan kapasitas tempat tidur minimal 400 buah. Oleh pemerintah, rumah sakit tipe A ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (Top Referral Hosipal) atau disebut juga rumah sakit pusat.
B. Rumah sakit Tipe B
Rumah Sakit umum yang mempunyai sekurang-kurangnya sebelas pelayanan medis spesialistik dan subspesialistik terbatas, dengan kapasitas tempat tidur minimal 200 buah. Dalam perencanaannya, rumah sakit tipe B didirikan di ibu kota provinsi yang menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.
C. Rumah Sakit tipe C
Rumah sakit umum yang memiliki pelayanan medis spesialistik dasar, kapasitas tempat tidur minimal 100 buah. Rumah sakit umum tipe C ini minimal harus mempunyai pelayanan spesialis terbatas, yaitu spesialis penyakit dalam, bedah, pelayanan kesehatan anak dan spesialis kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe ini didirikan di setiap ibu kota (Regency Hospital) yang menampung rujukan dari puskesmas.
D. Rumah Sakit tipe D
Rumah sakit tipe D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada saatnya akan ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C. Kemampuan yang bisa diberikan oleh rumah sakit tipe ini adalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit ini menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
2.1.5 Klasifikasi Rumah Sakit Khusus A. Rumah sakit khusus kelas A
Rumah sakit khusus ini adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan spesialis dan pelayanan medik subspesialis dengan kekhususan yang lengkap.
B. Rumah sakit khusus kelas B
Rumah sakit khusus ini adalah rumah sakit yang mempunyasi fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan spesialis dan pelayanan subspesialis dengan kekhususan yang terbatas.
C. Rumah sakit khusus kelas C
Rumah sakit khusus ini adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan spesialis dan pelayanan subspesialis dengan kekhususan yang minimal.
Klasifikasi rumah sakit khusus ditetapkan berdasarkan Pelayanan, Sumber Daya Manusia, Peralatan, Sarana dan Prasarana dan Administrasi Manajemen. Rumah sakit khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan klasifikasinya berdasarkan kebutuhan.
2.2 Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2
Service atau dalam bahasa Indonesia sering kita artikan sebagai pelayanan, jasa dan servis tergantung pada konteksnya. Dalam konteks industri, istilah pelayanan atau jasa digunakan untuk menggambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, pendidikan, layanan publik dan kesehatan (Tjiptono, 2009). Menurut Tjiptono (2009) jasa atau layanan merupakan aktivitas, manfaat, atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya bengkel reparasi kendaraan, salon kecantikan, restoran, hotel, universitas, rumah sakit, dan lain-lain.
2.2.1 Definisi Pelayanan Kesehatan
Pengertian kualitas pelayanan bersifat multidimensional, yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan (pasien) dan menurut penyedia (organisasi) jasa layanan kesehatan (Azwar, 1996):
a. Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas Rumah Sakit dalam memenuhi kebutuhan pasar dan komunikasi pasien termasuk di dalamnya sifat ramah dan kesungguhan.
b. Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini rumah sakit, kualitas pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu
dan teknologi.
Menilai pentingnya kualitas pelayanan suatu perusahaan merupakan prioritas utama yang perlu diperhatikan, seperti sejauh mana pelayanan itu dapat menciptakan tingkat kepuasan semaksimal mungkin bagi konsumen.
Karena itu pihak pemasar didalam menetapkan suatu kebijakan pelayanan harus mengerti dan memahami setiap dimensi sebagai indikator yang dianggap penting dan diharapkan setiap konsumen, sehingga antara kebijakan pelayanan suatu perusahaan dengan keinginan dan harapan yang dianggap penting oleh konsumen untuk dilaksanakan perusahaan, tidak menimbulkan suatu kesenjangan, dalam arti kualitas pelayanan harus sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh setiap konsumen. Pada tingkat
kesesuaian yang semakin tinggi antara harapan dengan kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan, di situlah tercipta nilai kepuasan yang maksimal (Kalihutu, 2008). Pada prinsipnya, definisi kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.2.2 Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesui dengan yang dibutuhkan dan diharapkan maka pelanggan juga mengharapkan adanya pelayanan yang bermutu, karena dengan pelayanan yang bermutu maka pelanggan akan puas. Sebagimana dimaksudkan dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar pelayanan profesional yang telah ditetapkan (Azwa, 1994). Prioritas peningkatan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, pelayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis. Sehingga kualitas pelayanan adalah suatu
ukuran umum perbedaan antara harapan dan persepsi yang berkaitan erat dengan sikap pelanggan (Parasuraman et al, 1985).
2.2.3 Dimensi Kualitas Pelayanan
Suatu sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil tanpa melakukan pengukuran kepuasan pasien.
Pengukuran kepuasan pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung sistem layanankesehatan dengan memberikan masukan dan umpan balik dalm strategi peningkatan kepuasan pasien (Pohan, 2003).
Adapun dimensi dimensi yang digunakan dalam mengukur kepuasan pasien terhadap suatu kualitas pelayanan adalah sebagai berikut (Parasuraman et al., 1988):
a. Berwujud (tangible)
Tangible, atau bukti fisik yaitu penampilan, kemampuan sarana dan prasaranana fisik perusahaan serta keadaan lingkungan sekitarnya yang merupakan pelayanan dan bukti nyata yang diberikan.
b. Kehandalan (reliabillity)
Reliabillity, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c. Daya Tanggap (responsiveness)
Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan/pasien.
d. Jaminan (assurance)
Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantuanan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
e. Empati (empathy)
Empathy, yaitu memberikan perhatian yang lulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.
2.3 Kepuasan Pasien
Gambar 2.3 2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis” yang artinya cukup baik, memadai dan “facio” yang artinya melakukan atau membuat. Secara ringkas kepuasan dapat diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai” (Tjiptono, 2009).
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) mendefinisikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen does happen”, terlihat
definisi ini sangat sederhana namun dalam perspektif manajemen, istilah ini begitu kompleks. Bahkan menurut Richard L. Oliver (1997) di dalam bukunya menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta mendefinisikannya, kelihatan tak seorangpun yang tahu. Oleh karena itu, dapat di pahami bahwasanya kepuasan pelanggan itu adalah suatu bentuk pernyataan perasaan yang kompleks yang diikuti dengan sebuah respon (baik atau buruk) yang menyangkut fokus tertentu (sarana, fasilitas, pelayanan, dan lain-lain) didalam waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan produk/jasa, setelah pemakaian sarana/fasilitas, dan lain-lain). Ringkasnya kepuasan pelanggan terdiri atas 3 komponen: respon menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu (Giese & cote, 2000).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan (respon) pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan (fokus) yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (waktu). Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapan dan sebaliknya, pasien akan merasa tidak puas atau merasa kecewa apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Kepuasan memang menjadi variabel yang sangat penting untuk mengukur pemasaran pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan hasil akhir dari sebuah pelayanan yang diberikan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pasien (Kotler, 2012).
2.3.2 Pengukuran Kepuasan Pasien
Menurut (Kotler, 2012) ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap lembaga untuk mengukur dan memantau kepuasan pengguna jasa yaitu:
a. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap lembaga yang berorientasi pada pengguna jasa perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para penggunanya untuk menyampaikan kritik dan saran, pendapat serta keluhan mereka.
Kotak saran merupakan salah satu media yang dapat digunakan dengan diletakan di tempat-tempat strategis dengan menyediakan kertas komentar, menyediakan saluran telepon khusus dan lain-lain.
b. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk bersikap atau berperan sebagai pengguna jasa potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian Ghost Shopper menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk masing-masing perusahaan dan pesaing.
c. Lost Custumer Analysis
Perusahaan dapat menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau telah beralih produk dan diharapkan dapat memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut.
d. Survei Kepuasan Pelanggan
Mengukur kepuasan pelanggan dengan metode survei, baik melalui telepon, pos, maupun wawancara pribadi. Dengan melalui survei,
perusahaan akan memperoleh umpan balik dan tanggapan secara langsung dari pengguna jasa.
2.5 Hipotesis
Dari penelitian ini diharapkan dapat menunjukan tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan farmasi rawat jalan di RSI PKU MUHAMMADIYAH TEGAL, yang ditinjau dari 5 dimensi servqual dimensi keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), kepastian (assurance), empati (emphaty), dan berwujud (tangibles).