• Tidak ada hasil yang ditemukan

MULYANI SRI UTAMI NIM: 2190202203 - UNISMA Repository

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "MULYANI SRI UTAMI NIM: 2190202203 - UNISMA Repository"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

Selain itu, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Catatan Kependudukan. Bagi kelompok penduduk Eropa dan Cina Timur di luar negeri, dapat digunakan hukum waris perdata berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Pada kenyataannya, sebagaimana disebutkan di atas, perspektif hukum waris berlaku di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam ranah praktis, sangat sulit bagi Pemerintah untuk mengatur penyatuan hukum waris di Indonesia. Hukum waris mendapat pengaturannya dalam buku II KUH Perdata, bersamaan dengan pembahasan tentang barang-barang pada umumnya. Dalam perkembangannya pembuatan surat keterangan waris (SKW) dalam praktek notaris menjadi lebih rumit setelah diundangkannya undang-undang no.

Rumusan Masalah

Oleh karena itu, dalam praktek pembuatan akta waris dalam bidang kenotariatan tentunya menjadi bagian yang penting mengingat ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan tentang dana atau yang hendak dinyatakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, kecuali untuk akta, hibah bruto, salinan-salinan dan potongan-potongan akta, sepanjang pembuatan akta itu tidak ditunjuk atau dikecualikan oleh pejabat lain atau orang lain yang ditunjuk oleh undang-undang. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat judul penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini dengan kata-kata, “Implikasi Hukum Pembuatan Surat Keterangan Waris (SKW) di Indonesia Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 20 13 tentang administrasi kependudukan.

Tujuan Penelitian

Penyelidikan boleh menjadi wawasan tambahan untuk notari sebagai pejabat awam untuk membuat probet yang diperlukan oleh undang-undang mengenai jabatan notari. Penekanan kepada tatacara pengeluaran Sijil Warisan dan akibat undang-undang Undang-undang Tahun No. 12. Penciptaan Surat Keterangan Warisan di bawah Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-undang No. 24 Tahun 2006.

Apa implikasi hukum pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris (SKW) di Indonesia pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang. Penyatuan sertifikat waris yang akan dilaksanakan tidak dapat dipandang terpisah dari hukum waris yang berlaku di Indonesia. Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Catatan Kependudukan dalam rangka penyusunan Surat Keterangan Ahli Waris berimplikasi hukum terhadap.

Mulai berlakunya Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan UU No. 24 tahun 2013 tentang penanggulangan kependudukan. Mengapa penggolongan penduduk sebagaimana diatur dalam Pasal 111(1) Manajemen Kependudukan masih digunakan dalam pembuatan surat keterangan waris sebagai bentuk surat keterangan waris yang dapat digunakan untuk seluruh warga negara Indonesia.

Mulai berlakunya Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan UU No. 24 tahun 2013 tentang penanggulangan kependudukan. Kewarganegaraan Indonesia dan UU No. 24 tahun 2013 tentang pengurusan kependudukan dalam rangka pembuatan surat keterangan waris mempunyai akibat hukum bagi.

Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Interaksi antar warga negara akan menimbulkan hubungan hukum yang mengakibatkan terjadinya peristiwa hukum 12. Dalam suatu hubungan hukum pasti ada subjek hukum yang menciptakan hubungan hukum itu sendiri. Mengenai siapa yang menjadi subjek hukum, Vollmar menulis dalam bukunya bahwa pertama-tama harus diingat bahwa setiap manusia dalam pengertian hukum diakui sebagai pribadi, sebagai pribadi, sebagai subjek hukum.13 Lebih lanjut Subekti menyatakan bahwa dalam hukum kata orang (orang) berarti pembawa hak atau subjek dalam hukum yang menurut Maryulhaile dapat memiliki hak, yang menurut Maryulhaile dapat memiliki hak. dan dapat bertindak menurut hukum, atau dengan kata lain yang cakap menurut hukum mempunyai hak.15. Yahya Harahap17 dalam penjelasan bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa alat bukti adalah sesuatu yang berupa dan jenisnya yang dapat membantu memberikan keterangan dan penjelasan tentang suatu masalah perkara untuk membantu pertimbangan hakim di pengadilan.

Dengan demikian, para pihak yang berperkara hanya dapat membuktikan kebenaran tuduhan dan dalil serta fakta yang dikemukakannya dengan jenis atau bentuk alat bukti tertentu. Alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur dalam KUH Perdata, Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR, sedangkan dalam acara pidana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Aspek keadilan adalah kerangka hukum ideal yang mengacu pada kesamaan hak di hadapan hukum, aspek finalitas (kemanfaatan) yang menentukan isi hukum menunjukkan bahwa tujuan keadilan adalah untuk memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia, sedangkan kepastian hukum mengacu pada jaminan bahwa hukum (yang mengandung keadilan dan norma yang mempromosikan kebaikan) benar-benar berfungsi sebagai aturan yang dianut, sedangkan aspek kepastian adalah kerangka hukum operasional.

Surat keterangan waris adalah surat keterangan yang menyatakan dan dimaksudkan untuk membuktikan bahwa seseorang adalah ahli waris dari ahli waris. Surat ini berisi keterangan dan pernyataan ahli waris bahwa mereka memang ahli waris dari ahli waris. Matrilineal, Menentukan bahwa anak hanya dapat menjadi ahli waris dari ibu, baik harta nafkah maupun warisan (harta).

Ahli waris dalam hukum waris perdata dari perkawinan dan kekerabatan, sah dan tidak sah. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggalnya ahli waris masih ada hubungan darah atau perkawinan dengan ahli waris, beragama Islam dan tidak dihalangi oleh hukum untuk menjadi ahli waris.

Sistematika Penulisan

Tujuan penelitian menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian, yang akan dilakukan sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti. Mengenai manfaat atau kegunaan penelitian, dipaparkan tentang temuan-temuan yang diperoleh dan manfaat/aplikasinya untuk tujuan teoretis dan praktis. Penelitian terdahulu merupakan upaya peneliti untuk mencari pembanding dan menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya.

Metode penelitian adalah cara berpikir dan bertindak yang dipersiapkan dengan baik untuk melakukan penelitian dan mencapai tujuan penelitian. Metode utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas permasalahan yang diajukan.

Kesimpulan

Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan tersebut di atas akan bertentangan dengan aturan pembuatan sertifikat hak waris sebagai bukti pewarisan sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat 1C Angka 4 Peraturan Menteri Negara Pertanian, yang masih berlaku bagi kelompok yang memiliki pendaftaran tanah Eropa19 Nomor 97 yang masih berkaitan dengan pendaftaran penduduk, kelompok e Asing Timur atau kelompok pribumi, karena satu aturan menginginkan perlakuan yang sama untuk setiap Warga Negara Indonesia di bidang hukum dan pemerintahan dan ingin menghilangkan segala bentuk diskriminasi, yaitu tidak melakukan diskriminasi dalam segala hal dalam perlakuan. Certificate of Heritage (CCH) yang berkaitan dengan warga negara berdasarkan suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender. Penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dalam rangka pembuatan Surat Keterangan Waris berimplikasi hukum pada dihapuskannya ketentuan klasifikasi kependudukan, sehingga upaya untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan belum tercapai.

Saran

Merujuk pada ketentuan Surat Direktur Jenderal Pertanian atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 20 Desember 1969 Nomor DPT Tentang Surat Keterangan Waris Dan Bukti Kewarganegaraan dan ketentuan Pasal 111 ayat 1 huruf c Peraturan Menteri Pertanian/Kepala Pertahanan Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang tidak berwenang aries, kepala bendahara dan camat untuk bersaksi sebagai ahli waris, harus segera dicabut dan diganti dengan peraturan lain yang mendukung prinsip persamaan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang menghapus klasifikasi penduduk berdasarkan suku, ras, suku dan agama. Selain mempunyai kekuatan pembuktian penuh, notaris dapat membuat untuk semua orang Indonesia sesuai dengan kuasa notaris untuk membuat akta otentik mengenai segala perbuatan yang diwajibkan oleh undang-undang atau yang dikehendaki oleh para pihak (Pasal 15 ayat 1 UUJN). Perlu adanya penyempurnaan ketentuan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Peradilan Pengesahan (BHP) pasal 3 huruf c atau pasal 3 huruf c Permenkumham No. 7 Tahun 2021, masih dimungkinkan untuk mengubah redaksinya yaitu: Peradilan Pengesahan. BHP) tidak membuat surat keterangan waris (SKW), tetapi mendaftarkan dan membuka surat keterangan waris yang dikirimkan oleh notaris.

Menkumham harus mengeluarkan Permenkumham untuk menetapkan dan mengesahkan notaris sebagai lembaga yang berwenang menetapkan dan mengesahkan surat keterangan waris (SKW) bagi seluruh rakyat Indonesia yang membutuhkan. Perlu adanya penyempurnaan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya terkait dengan rumusan hukum dan/atau pengertian peristiwa penting yang dalam ketentuan Undang-Undang tersebut mendefinisikan bahwa peristiwa penting adalah peristiwa yang dialami seseorang, antara lain kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak kewarganegaraan dan perubahan status. Sehingga proses pewarisan dan materi mengenai Surat Keterangan Waris harus diakomodir dalam revisi Undang-undang tersebut di masa mendatang.

Habib Adjie, Hukum Kenotariatan Indonesia (Penjelasan Tematik UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009). Heru Tunambelaka, “UU Kewarganegaraan No. 12 Tahun 2006 dan Beberapa Masalah”, makalah yang dipresentasikan pada Seminar Nasional di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 20 September 2006. Soeroyo Wongsowidjoyo, Inventarisasi Masalah Hukum Waris Dalam Prakteknya, makalah yang dipresentasikan pada Simposium Nasional Hukum Waris, (Jakarta: BPHN, 1989).

Sudargo Gautama, Berbagai Permasalahan dalam Praktek Reformasi Hukum di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Batu, 1990). Hubungan UU Perkawinan dengan Penyusunan UU Kewarisan, makalah yang disampaikan pada Simposium Nasional Hukum Waris, (Jakarta: BPHN, 1989). Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata - Jilid I, Jakarta: Rajawali Press, 1992).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait