• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Aufklarung dan Enlightenment

N/A
N/A
Sulaeman Yasir

Academic year: 2024

Membagikan " Munculnya Aufklarung dan Enlightenment"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Zaman Baru, Ide Baru.

Pada abad ke-18 Masehi, terjadi kemajuan signifikan dalam dunia filsafat.

Periode Aufklarung muncul di Jerman dan Enlightenment di Inggris, sering disebut sebagai era pencerahan. Nama ini dipilih karena Aufklarung juga dikenal sebagai zaman rasionalitas, yang merupakan proses pembebasan manusia Barat yang sebenarnya telah dimulai sejak masa Renaisans dan Reformasi.

Setelah periode tersebut, salah satu tokoh yang memainkan peran penting adalah Immanuel Kant, yang bahkan dapat dikatakan melebihi era Aufklarung1 itu sendiri. Kant lahir di Königsberg, Prusia Timur, yang saat ini merupakan bagian dari wilayah Kaliningrad di bekas Uni Soviet pada tahun 1724. Ia tumbuh dalam lingkungan kekristenan yang taat, menyelesaikan pendidikan menengahnya di kota tempatnya lahir sebelum melanjutkan studi di Universitas Königsberg. Kant mengajar di universitas tersebut dan meraih gelar profesor dalam logika dan metafisika pada tahun 1770. Ia menghentikan kegiatan mengajar pada tahun 1796 karena alasan kesehatan dan meninggal dunia pada tahun 1804 dalam kondisi pikun. 2

Sebagai seorang filsuf, evolusi pemikiran Kant dapat diperinci dalam empat fase; 3 fase awal ketika ia masih terpengaruh oleh Leibniz-Wolff hingga tahun 1760, dikenal sebagai era rasionalistik. Fase kedua, dari tahun 1760 hingga 1770, ditandai dengan semangat skeptisisme dan dipengaruhi oleh Hume, menyebabkan pergeseran Kant dari rasionalisme menuju empirisme secara mendasar.4 Fase ketiga, yang sering disebut sebagai 'periode kritik', dimulai ketika karya-karya pentingnya, seperti The Critique of Pure Reason, diterbitkan. Selama fase keempat, dari tahun 1790 hingga 1804, Kant lebih memusatkan perhatiannya pada aspek-aspek agama dan masalah sosial melalui karya-karyanya seperti Religion within The Limits of Pure Reason (1794).

Kritisisme: Artikulasi Filosofis Kant

Kant bertujuan untuk merekonstruksi sifat objektivitas dalam ilmu pengetahuan dengan menggabungkan aspek-aspek rasionalisme dan empirisme.

Rasionalisme dianggap kurang memperhatikan pengalaman, sementara empirisme

1 Immanuel Kant bahkan dijuluki oleh D.W. Hamlyn sebagai the great giant of eighteenth century philosophy, hal ini dapat disesuaikan dengan berbagai peran dan pola pikirnya yang memamng besar dan berpengaruh hingga saat ini. D.W. Hamlyn, The Penguin History of Western Philosophy (London:

The Penguin Group, 1987), 217.

2 Diane Collisin, Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan (terj) Ma’mur Ilzamuddin dkk, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2001), 131.

3 Lihat Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles dampai Daridda (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar cet. 1, 1998, 58. Namun periodesasi pemikira Kant ada jugayg membaginya menjadi dua yaitu masa pra kritis dan pasca kritis, lihat Juhaya S. Praja, Aliran-aliran filsafat dan etika (Jakarta:

Prenada Media, 2003), 115

4 Yusuf Karam, Tarikh al-Falsafah al-Hadithah (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1966), 211.

(2)

lebih menekankan pada pengalaman tetapi tidak memiliki kerangka konseptual yang cukup untuk menggambarkan pengalaman tersebut secara menyeluruh. 5

Usaha Kant adalah untuk menyintesis dan mengatasi perbedaan antara dua aliran tersebut. Di satu sisi, ia mempertahankan ide-ide seperti objektivitas, universalitas, dan kepastian dalam pemahaman. Namun, di sisi lain, ia menerima bahwa pemahaman dimulai dari fenomena yang memiliki batasan-batasannya sendiri.

Pengetahuan, menurutnya, tercapai melalui gabungan konsep dan pengalaman.6 Kant menyebut pendekatan ini sebagai "transendental," yang berarti tidak dapat diamati secara langsung tetapi selalu harus disimpulkan sebagai suatu konsekuensi.

Kritik yang dikemukakan oleh Kant bisa dianggap sebagai usaha untuk mencapai keselarasan antara rasionalisme dan empirisme.7 Rasionalisme menekankan pada unsur a priori dalam pengetahuan yang melebihi pengalaman langsung, seperti yang dinyatakan oleh Descartes, sementara empirisme menyoroti pentingnya pengalaman langsung atau a posteriori, seperti yang dijelaskan oleh David Hume.8 Kant menyatakan bahwa baik rasionalisme maupun empirisme memiliki kelemahan.

Ia menjelaskan bahwa pengalaman manusia melibatkan keduanya dalam suatu sintesis. Namun, berbeda dengan pemikir Abad Pertengahan lainnya, Kant lebih menitikberatkan pada aspek epistemologis daripada metafisika. Fokusnya terletak pada mengkritik keabsahan pengetahuan, menguji keberoperasionalannya, dan menetapkan batas-batas pengetahuan itu sendiri.

Ide-ide Kant berasal dari ketegangan epistemologis antara tradisi rasionalisme Jerman, yang dipelopori oleh Wolff, dan empirisme Inggris yang diprakarsai oleh Hume. Kant berusaha menyelesaikan konflik ini dengan membedakan unsur-unsur dalam pikiran manusia yang berasal dari pengalaman dengan yang timbul dari akalnya.9 Salah satu perdebatan sentral adalah tentang keobjektifan pengetahuan, apakah pengetahuan itu benar-benar objektif dan berasal dari akal manusia atau hanya didasarkan pada pengalaman semata.

Kant menggambarkan filsafatnya sebagai transendental, yang terfokus pada ilmu pengetahuan yang menggunakan metode dan sistem sendiri untuk menyelidiki objek-objek dalam dunia luar.10 Tujuannya adalah untuk memahami cara berpikir yang digunakan dalam memahami realitas eksternal. Prinsip a priori menjadi dasar dalam penyelidikan epistemologisnya. Metodenya melibatkan metode kritis transendental yang mengungkapkan bagaimana realitas dipahami melalui konsep geometri dan fisika matematis.11 Pengertian yang ditekankan oleh Kant bukanlah

5 Joko Siswanto, Sistem-sistem, 60.

6 www.bartleby.com/65ka/Kant-Imm.htm 7 Ibid, 61

8 www.bartleby.com/65ka/Kant-Imm.htm 9 Yusuf Karam, al-Tarikh…,213.

10 Othman Amin, Naqd al-Aql al-Khalis li-Kant (Kairo: Mahragan Qiraah li al-Gami, 1995), 39.

11 www.Encyclopedia _of_ Phylosophy.com/Immanuel_Kant/Metaphysics/Article.htm

(3)

pemahaman empiris sebagai hasil dari kekuatan psikologis pikiran, melainkan sebagai pengertian transendental murni yang merupakan konstruksi intelektual. Kant membedakan antara a priori dan a posteriori, serta antara putusan analitis dan sintetis.

Untuk mencapai suatu putusan, diperlukan dua unsur: unsur materiil yang dapat diindera melalui a posteriori, dan unsur formil yang bersifat a priori.12

Kant pada akhirnya mengidentifikasi tiga tingkatan pengetahuan; indera, akal, dan budi. Indera berkaitan dengan penangkapan kesan dan informasi yang tampak sebagai fenomena. Sementara dalam akal (verstand) dan budi (vernunft), Kant membedakan bahwa akal berfungsi sebagai pengatur atas data inderawi yang kemudian menjadi kategori. Dengan demikian, proses rasionalitas dalam membuat argumen melibatkan kombinasi antara informasi inderawi dan keputusan-keputusan, yang pada akhirnya mengarah pada tiga ide utama; jiwa, dunia, dan Allah.

Berdasarkan fondasi epistemologis yang diperkenalkan oleh Kant, konsep metafisik tentang jiwa, dunia, dan Allah menjadi ide-ide transendental. Ide-ide transendental ini bersifat murni dan memiliki peran regulatif. Namun, mempertimbangkan ide-ide ini bukanlah tindakan sembarangan karena merupakan tanggung jawab untuk berpikir dan merenungkan secara serius.

Sebagai seorang filsuf, Kant berupaya memberikan kontribusi baru yang signifikan dalam dunia filsafat, sehingga membuatnya dikenal sebagai salah satu filsuf terkemuka pada zamannya. Pemikiran yang dikembangkannya membawanya menjadi figur yang dianggap monumental dalam sejarah filsafat. Hal ini tidak terlepas dari keunikan ide-ide yang ia sampaikan, yang menjadikan filsafat kritis sebagai panduan utama, tanpa mengabaikan relevansi unsur-unsur fenomena lainnya. Tidak berlebihan untuk menyebut Kant sebagai "raksasa" pemikiran pada masanya, sejajar dengan Plato dan Aristoteles sebagai salah satu filsuf paling berpengaruh dalam peradaban Barat. Karya-karyanya sangat orisinal dan mencakup beragam topik secara luas, sehingga pengaruhnya yang meluas sulit untuk diprediksi. Ketajaman intelektual dan kebesaran pemikirannya tercermin jelas dalam berbagai karya yang dihasilkannya. Kontribusi filosofisnya memiliki dampak yang monumental dan memengaruhi keyakinan, aspirasi, serta struktur pikiran dalam masyarakat secara keseluruhan. Seperti halnya filsafat, struktur kehidupan manusia juga dapat diatur dengan cermat dan teratur melalui pemikiran yang cemerlang.

12 Yusuf Karam, al-Tarikh., 217

Referensi

Dokumen terkait