• Tidak ada hasil yang ditemukan

NADHIA REVISI PROPOSAL TESIS (24 MEI 2023)

N/A
N/A
Nadia Apriana

Academic year: 2023

Membagikan "NADHIA REVISI PROPOSAL TESIS (24 MEI 2023)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

YOGYAKARTA

Oleh :

Nama Mahasiswa : Nadhia Apriana S.H

No. Pokok Mhs. : 21921023

(2)

2023

(3)

PERALIHAN HAK ATAS TANAH DI YOGYAKARTA

Oleh :

Nama Mahasiswa : Nadhia Apriana S.H No. Pokok Mhs. : 21921023

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diajukan kepada Tim Penguji dalam Seminar Proposal Tesis

Pembimbing 1,

……….

Dr. Winahyu Erwiningsih. S.H,M.Hum. Yogyakarta,

Mengetahui

Ketua Program Studi Kenotariatan Program Magister Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia

i

(4)

Acc Pembimbing 1:

Dr. Winahyu Erwiningsih. S.H,M.Hum.

ii

(5)

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...10

C. Tujuan Penelitian...10

D. Manfaat Penelitian...11

E. Orisinalitas Penelitian...12

F. Tinjauan Pustaka...16

1. Kerangka Teori...16

2. Kerangka Pemikiran...25 iii

(6)

5. Pendekatan Penelitian...31

6. Analisis Penelitian...32

H. Sistematika dan Kerangka Penulisan...33

DAFTAR PUSTAKA...44

iv

(7)

A. Latar Belakang Masalah

Tanah adalah sumber kebutuhan hidup bagi manusia, karena tanah dalam fungsinya baik itu sebagai sarana untuk mencari kehidupan seperti pendukung mata pencarian di berbagai bidang pertanian, perkebunan, pertenakan, perikanan, industri, maupun digunakan sebagai perumahan dengan didirikannya tempat tinggal. Semakin banyaknya jumlah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, maka tanah sangat diperlukan guna sebagai lahan yang akan dibangunkan perumahan untuk tempat tinggal. Bertambahnya perkembangan ekonomi, sosial- budaya, dan teknologi menjadikan manusia memerlukan jumah tanah yang banyak terutama untuk perkantoran, perkebunan, pabrik dan sebagainya.1 Pada dasarnya semua warga negara berhak memiliki hak atas tanah di Indonesia tanpa adanya pembatasan dan pembedaan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Hak atas tanah tetap dipandang sebagai hak kodrati yang harus dihormati oleh semua kalangan termasuk Negara, meskipun tetap ada pembatasan yang berkaitan dengan kepentingan umum, penguasaan dan pemanfaatannya serta luasnya.2

1 Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaya, Hak Anda Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2005), Hlm. 7

2 Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia, (Bandung: Mandar Maju, 2006), Hlm 12

1

(8)

2

(9)

peralihannya cukup disepakati oleh pihak pertama sebagai penjual dengan pihak kedua sebagai pembeli. Disisi lain, di dalam peralihannya juga memiliki unsur publik, yaitu harus melakukan pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan Nasional setempat dimana tanah tersebut berdiri. Tujuan pendaftaran tersebut adalah untuk mengalihkan status kepemilikan tanah tersebut dari pihak pertama kepada pihak kedua.3

Menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) adalah dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak bagi tanah.4 Terkait dengan hal tersebut, jika suatu transaksi belum dapat dibuatkan aktanya oleh PPAT, misalnya karena masih dalam proses pendaftaran tanah atau terkait pengurusan perpajakan, dapat dibuat suatu perikatan yang lazim dibuat dengan perjanjian pengikatan jual beli (selanjutnya disebut PPJB).5

Jual beli adalah suatu perjanjian konsensualisme yang artinya untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus. Unsur-unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah adanya barang dan juga harga. Oleh karena itu, perjanjian jual beli telah lahir pada saat tercapainya kesepakatan oleh kedua belah

3 Yana Sukma Permana, “Perlindungan Hukum Notaris Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah”, Jurnal Ilmu Hukum “The Juris”, Vol. Vi, No. 1, (2022), Hlm. 227.

4 Pasal 39 Ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

5 Op.Cit.

(10)

pihak mengenai harga dan barang.6 Salah satu sifat penting dari jual beli ialah perjanjian jual beli itu sifatnya hanya obligatoris saja, maksudnya jual beli belum memindahkan hak milik. Perjanjian jual beli tersebut hanya sebatas memberikan hak dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual.7 Namun, dalam prakteknya kedua belah pihak yang ingin melakukan perjanjian jual beli seringkali menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu. 8

PPJB adalah sebuah perjanjian yang dalam bentuk jual belinya dibuat secara otentik. 9 PPJB merupakan sebuah perjanjian pendahuluan sebagai perjanjian pengikatan jual beli berfungsi untuk mempersiapkan atau bahkan memperkuat perjanjian utama/pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan awal untuk lahirnya perjanjian pokok. Akta PPJB berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum.10 Sehubungan dengan akta yang dibuat oleh Notaris ini diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) yang menyebutkan bahwa “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk

6 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), Hlm. 2.

7 Ibid, Hlm. 54.

8 Riza Firdaus, “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Yang Masih Berstatus Hak Pengelolaan”, Lamlaj, Vol. 2, No. 1, (2017), Hlm. 114.

9 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Hlm. 75.

10 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2007), Hlm. 272

(11)

yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.11

Di dalam KUH Perdata Pasal 1871 dijelaskan bahwa akta dalam hierarki pembuktian mempunyai kedudukan sebagai alat bukti yang sempurna.12 Untuk itu, di dalam peralihannya perlu adanya perikatan antara pihak pertama dengan pihak kedua yang disebut dengan PPJB dan dibuat serta disahkan oleh Notaris sebagai salah satu pejabat yang berwenang membuat akta otentik. Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan Akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan Akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.13

PPJB tanah tergolong sebagai perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo) yaitu perjanjian dengan mana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya perjanjian pokok yang menjadi tujuan para pihak, yakni perjanjian kebendaan berupa jual beli benda berupa tanah.14 (INI DITAMBAH DENGAN URGENDI PEMAKAIAN

11 Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

12 Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

13 Muhammad Fadli Bachtiar, Implikasi Penjatuhan Sanksi Pidana Kepada Notaris Dalam Menjalankan Jabatannya Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Yang Dibuatnya, Tesis, Makassar: Universitas Hasanuddin, (2013), Hlm. 5.

14 Selamat Lumban Gaol, Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Sebagai Dasar Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Dalam Rangka Peralihan Hak Atas Tanah Dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden), Jurnal Ilmu Hukum Dirgantara, Vol.

11 No. 1, (2020), Hlm.80-106

(12)

PERJANJIAN PENDAHULUAN DAN PERJANJIAN PENDAHULUAN LEBIH DIJABARKAN )

Dasar hukum PPJB diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Pasal tersebut menjelaskan kontrak (perjanjian) dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya. Dalam aturan ini menjelaskan bahwa PPJB merupakan perjanjian dengan syarat tunda. Hal ini terjadi jika pelaksanaan jual beli dengan AJB dihadapan PPAT. Sehingga sesuai syarat Jika Ketentuan Tunai dan Terang Terpenuhi, maka dilaksanakan AJB dihadapan PPAT.

PPJB tanah dalam prakteknya dibuat dalam bentuk akta otentik dihadapan Notaris, sehingga Akta PPJB merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dimaksudkan oleh para pihak untuk lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Karena notaris dalam membuat akta tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak secara obyektif. Dengan bantuan notaris, para pihak yang membuat perjanjian pengikatan jual beli akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang akan diperjanjikan.15 Namun suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal,

15 Wahyu Setiawan, Supriadi, dan Sahrul, “Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah (Studi Kasus Perumahan Griya Bukit Hijau di Kota Palu)”, Legal Opinion, Vol 6, No. 3, (2018), Hlm. 268

(13)

yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan.16

PPJB merupakan salah satu bentuk perjanjian yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman serta Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 9 tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli sebagai lex specialis, dan jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (lex generalis) maka PPJB memenuhi unsur-unsur sebagai suatu perjanjian, yang dapat menimbulkan perikatan yang bersumber dari perjanjian. Meskipun PPJB tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang.17 akan tetapi PPJB tersebut sah sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1). Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian; 2). Tidak dilarang oleh Undang-Undang; 3). Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku; 4). Sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.18

Tujuan utama dibuatnya PPJB adalah untuk mengamankan kepentingan calon penjual dan pembeli sekaligus untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya sengketa antara para pihak yang terkait.19 Oleh karena itu, calon penjual dan pembeli berkewajiban untuk mentaati substansi dari perjanjian yang telah disepakati bersama. Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab

16 Setiawan Rahmat, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Putra Abardin, 2005), Hlm. 5

17 Dewi Kurnia Putri, “Perbedaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tidak Lunas,” Jurnal Akta, Vol. 4, No. 4 (2017), Hlm 633.

18 Ibid, Hlm. 633.

19 Diah Ayu Saraswita, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dalam Praktik Pre Project Selling, Jurnal Media Hukum dan Peradilan, Universitas Sunan Giri Surabaya, (2019), Hlm. 226

(14)

Undang-undang Hukum Perdata yang menjelaskan, bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.20

Jual beli terjadi pada saat penandatanganan akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada dasarnya PPJB tunduk pada hukum perikatan, dengan dilakukannya PPJB, hak atas tanah belum berpindah. Calon penjual dan calon pembeli hanya membuat kesepakatan yang harus dilakukan oleh calon penjual dan calon pembeli sebelum jual beli dilakukan, sedangkan perjanjian jual beli hak atas tanah, tunduk pada hukum tanah nasional. Penandatanganan akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh penjual, pembeli dan para saksi, kepemilikan objek yang diperjanjikan secara sah telah berpindah dari penjual kepada pembeli, sebab jual beli menurut Undang-undang Pokok Agraria ialah jual beli menurut pengertian Hukum Adat yang bersifat tunai yaitu penyerahan tanah beserta bangunan diatasnya selama-lamanya oleh penjual kepada pembeli dan pembayaran harganya oleh pembeli kepada penjual pada saat yang bersamaan, pada saat itu juga hak ikut beralih. Hal ini juga diatur Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.21 (DIHAPUS)

PPJB dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu a. Akta PPJB yang baru merupakan janji-janji karena biasanya harga dari objek tersebut belum sepenuhnya dilunasi oleh pembeli melainkan masih diangsur dalam beberapa kali

20 Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata

21 Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, cet 2, (Bandung: Alumni, 1986), Hlm.217

(15)

pembayaran, disebut sebagai PPJB Belum Lunas.; b. Akta PPJB yang pembayarannya sudah dilakukan secara lunas namun belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya di hadapan PPAT yang berwenang, karena belum terpenuhinya persyaratan dan alasan yang menyebabkan AJB belum bisa dibuat oleh PPAT disebut sebagai PPJB Lunas.38

PPJB tidak lunas merupakan perjanjian yang disusun jika pembeli hanya membayar uang muka/DP PPJB tidak lunas merupakan perjanjian yang disusun jika pembeli hanya membayar uang muka/DP. PPJB tidak lunas menyebutkan besarnya uang muka yang dibayarkan pembeli, kapan pembayaran selanjutnya dilakukan, kapan pelunasan akan dilakukan, dan bagaimana pembeli akan melakukan pembayaran. PPJB tidak lunas juga berisi tentang sanksi-sanksi apa saja yang disepakati jika salah satu pihak baik penjual maupun pembeli berlaku tidak semestinya/wanprestasi (melanggar apa yang telah disepakati dan tertulis dalam perjanjian).22

Proses jual beli tanah dapat menimbulkan sengketa karena adanya perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan atau badan hukum mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu.23 Dalam prakteknya perjanjian pengikatan jual beli dimungkinkan untuk dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak atau atas kesepakatan kedua

22 Dewi Kurnia Putri, Loc.cit, Hlm.625

23 Erna Sri Wibawanti Dan R.Murjiyanto, Hak Atas Tanah Dan Peralihannya, (Yogyakarta:

Liberty, 2013), Hal. 7

(16)

belah pihak. Bahkan perjanjian pengikatan jual beli tanah tersebut dapat pula dibatalkan oleh suatu keputusan pengadilan. Namun, perjanjian jual beli tanah yang masih dalam proses pemecahan sertifikat belum memiliki dasar hukum yang jelas di Indonesia.24

Praktik jual beli tanah yang menggunakan akta Pengikatan Jual Beli (PJB) sebagai perjanjian pendahuluan terkadang mengalami kendala saat akan dilakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Kendala tersebut misalnya penjual meninggal dunia sehingga ahli waris tidak mau menandatangani Akta Jual Beli Tanah, atau pemilik tanah sendiri membatalkan jual beli tanah yang telah dibuat dengan alasan tertentu.25 Pemakaian Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai perjanjian pendahuluan seringkali digunakan agar membantu proses perjanjian jual-beli hak atas tanah, namun terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli sendiri dalam penerapannya hanya memakai asas umum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan tertentu yang mengatur mengenai perjanjian pengikatan jual beli secara mendalam.26 Sehingga dalam beberapa kasus masih terdapat beberapa pihak yang melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang merugikan para pembeli, sering terjadi ingkar janji dan tidak menepati isi perjanjian dalam PPJB yang dibuat antara penjual dan pembeli.

24 Muh. Taufiq Amin, “Konsekuensi Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Dalam Praktek Jual Beli Properti Di Makassar”, Jurisprudentie, Vol. 5, No. 1, (2018), Hlm. 249.

25 Rifky Anggatiastara Cipta, Ngadino, Adra Paramita Prabandari, “Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Sebelum Dibuatnya Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah”, Notarius, Vol. 13, No.3, (2020), Hlm. 892.

26 Ibid, Hlm. 900.

(17)

Sebagai contoh adalah pemegang PPJB pemilik Kios di PT, Saphir Square Yogyakarta, dalam kasus nya para pemegang PPJB pembeli kios Rumah Susun Non Hunian telah melakukan pembayaran secara kredit sampai lunas namun, pihak Owner dan manajeman PT. Saphir Square tersebut belum juga menyerahkan Sertifikat Hak Milik Strata Title atas Kios tersebut, sementara dalam isi PPJB pihak PT. Saphir Square akan menyerahkan Sertifikat Hak Milik kepada pembeli apabila telah melunasi pembayaran kios tersebut. Namun sampai PT.

Saphir Super Yogya Mall tersebut dinyatakan pailit tidak menyerahkan Sertifikat tersebut kepada pembeli.1 Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak PT. Saphir Square terhadap pemegang PPJB pemilik kios Strata Title adalah karena kredit macet PT tersebut kepada Bank Bukopin yang memegang jaminan hipotik atas tanah Hak Guna Bangunan. Pihak PT tersebut menjaminkan HIPOTIK tanah HGB nomor 00131, Surat Ukur Nomor 00440/Bangunan/2005 seluas 13.715 M2 Demangan Yogyakarta ke Bank Bukopin.27

Berdasarkan beberapa penjelasan pada paragraph diatas, maka dapat diketahui bahwa PPJB yang belum lunas masih memiliki permasalahan yang dapat timbul di kemudian hari walaupun sudah menjadi akta otentik. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai penerapan dan pelaksanaan terkait pembuatan PPJB di kantor Notaris/PPAT di Kota Yogyakarta, dengan

27 Antarnews, DPRD DIY minta KPKNI tunda lelang Saphir, (2012), diakses melalui http:jogja.antaranews.com/berita/301269/dprd-diy-minta-kpkni-tunda-lelang-saphir, pada tanggal 23 Mei 2023, pukul 19.18

(18)

judul penelitian yaitu “Implementasi Perjanjian Pendahuluan Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah Di Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimanakah kekuatan hukum dalam perjanjian pendahuluan atas peralihan hak tanah di Yogyakarta?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak pembeli dan penjual yang membuat perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dua poin rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisa dan mengetahui status perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

2. Untuk menganalisa dan mengetahui perlindungan hukum atas para pihak yang terikat dalam perjanjian pendahuluan atas peralihan hak atas tanah.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian tentang Implementasi Perjanjian Pendahuluan Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah di Yogyakarta dari seluruh rangkaian penelitian maupun hasil dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan sumbangsih pemikiran dalam memperbanyak referensi ilmu hukum khususnya bidang hukum keperdataan mengenai implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Pemerintah sebagai pembuat regulasi, agar lebih meningkatkan kepastian hukum terkait penerapan perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta demi meningkatkan kualitas hukum perjanjian pendahuluan.

b. Bagi Notaris, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terkait penerapan perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

c. Masyarakat sebagai subyek hukum dalam dapat bermanfaat dan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam penerapan implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

E. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas merupakan kajian mengenai penelitian-peneitian terdahulu yang terkait (review of related literature). Hal ini yang di lakukan penulis untuk menunjukkan bahwa fokus yang diangkat dalam penelitian ini belum pernah dikaji oleh peneliti lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi

(20)

perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

Selain itu untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini, maka dalam tinjauan pustaka ini peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Arie Widianto (2007), denga judul penelitian “Kajian Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini menjelaskan tentang peranan notaris dalam pembuatan akta perjanjian jual beli terhadap warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang berada di Yogyakarta terlebih dahulu akan memberikan pertimbangan hukum mengenai perjanjian pinjam nama.

Terkait keabsahan perjanjian jual beli yang dibuat notaris/PPAT adalah sah, namun dalam hal ini tanpa melihat adanya perjanjian pinjam nama karena notaris terlah memberikan pertimbangan hukum seputar perjanjian pinjam nama. Adapun perbedaan penerapan peraturan, di Yogyakarta WNI keturunan Tionghoa tidak mempunyai hak milik atas tanah karena masih berlakunya instruksi Kepala Daerah Yogyakarta Nomor K/898/1/A/75, sedangkan di wilayah lain BPN Pusat dapat memproses terjadinya peralihan hak milik terhadap Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa karena berdasarkan pasal 21 UUPA. 28

28 Arie Widianto “Kajian Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis Kenotariatan S2, (Yogyakarta: Ugm, 2007)

(21)

2. Izar Hanif (2017), dengan judu penelitian “Akibat Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Pinjam Nama Atau Nominee”. Penelitian ini menjelaskan: (1) akibat hukum dari akta peralihan Hak Milik atas tanah yang dilakukan dengan cara pinjam nama atau nominee berdasarkan putusan majelis hakim dengan Nomor 124/Pdt.G/2014/PN.Cbi adalah akta jual beli tersebut tetap sah. Penggugat sebagai warga negara asing adalah pemilik dan pembeli sebenarnya atas 2 (dua) bidang tanah tersebut dan Tergugat hanya dipinjam namanya. (2) Majelis hakim tidak memutus dalam putusannya agar tanah tersebut jatuh kepada negara ataupun menyatakan bahwa Tegugat adalah pemilik dan pembeli sah atas 2 (dua) bidang tanah sebagaimana nama Tergugat yang tercantum didalam sertifikat. Namun majelis hakim justru memutus bahwa Penggugat adalah pembeli dan pemilik sah atas 2 (dua) bidang tanah tersebut. Hakim memutus hanya sebatas kepemilikan obyek hak atas tanah tanpa melihat bentuk hak atas tanah maupun status kewarganegaraan.29 3. Vera (2008), dengan judul penelitian “Analisis Peraturan Tentang Peralihan

Hak Atas Tanah Dalam Kawasan Industri Mm2100 Di Bekasi”. Penelitian ini menjelaskan: (1) Tidak semua calon investor dapat membeli tanah dalam kawasan industri di Bekasi. Hanya perusahaan yang memiliki limbah dengan kriteria tertentu saja yang dapat memiliki tanah dalam suatu

29 Izar Hanif, “Akibat Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Pinjam Nama Atau Nominee”, Tesis Magister Kenotariatan, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2017)

(22)

kawasan industri di Bekasi. (2) Selain syarat-syarat peralihan hak secara umum harus dipenuhi, m aka ada persyaratan lainnya yang harus juga dipenuhi jika ingin melakukan peralihan hak atas tanah dalam kawasan indutri di Bekasi khususnya di kawasan MM2100 yaitu jika dalam sertifikat hak atas tanah tercantum kata-kata “jika ingin dialihkan haknya sebagian atau seluruhnya harus mendapat persetujuan dari kanwil BPN” maka untuk peralihan haknya harus mendapat izin terlebih dahulu dari kanwil BPN setempat. (3) Tidak ada perbedaan dalam pembebanan pajak baik bagi pembeli ataupun penjual atas peralihan hak atas tanah didalam ataupun diluar kawasan industri. (4) Peraturan yang ada tentang peralihan hak atas tanah tidak berlaku efektif karena masih ada peraturan peraturan yang lainnya yang dibuat untuk peralihan hak atas tanah dalam kawasan industry walaupun sebenarnya peraturan tentang peralihan dan perdaftaran peralihan haknya sudah ada dan dibuat tapi masih ada peraturan lain yang diberlakukan untuk peralihan hak atas tanah dalam kawasan industri.30 4. Fredrik Mayore Saranaung (2017), dengan judul penelitian “Peralihan Hak

Atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”. Penelitian ini menjelaskan: (1) Proses peralihan hak atas tanah melalui jual beli menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi: pertama, persiapan pembuatan akta jual beli hak atas tanah, terlebih dahulu PPAT wajib melakukan pemeriksaan pada kantor

30 Vera, “Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”, Tesis Magister Kenotariatan, (Jakarta: Universita Indonesia, 2008)

(23)

pertanahan kabupaten/kota mengenai keabsahan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Kedua, pelaksanaan pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan (penjual dan pembeli) atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Ketiga, pendaftaran peralihan hak, PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumendokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang bersangkutan kepada kantor pertanahan kabupaten/kota selambat-lambatnya tujuh hari kerja. Keempat, penyerahan sertifikat. (2) Syarat sahnya peralihan hak atas tanah melalui jual beli yaitu pertama syarat materiil dimana pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan, penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan, dan tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak dalam sengketa.

Kedua syarat formal yaitu ketika semua syarat materil telah dipenuhi maka PPAT akan membuat akta jual belinya.31

5. Christiana Sri Murni (2021), dengan judul penelitian “Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak atas Tanah”.

Penelitian ini menjelaskan Prosedur peralihan hak atas tanah karena jual beli harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diperbaharui dengan PP No.

24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli atas tanah dilakukan oleh para

31 Fredrik Mayore Saranaung, “Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”, Lex Crimen, Vol. 6 No. 1 (2017): 13

(24)

pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat AJB tanah. Jual beli tanah yang dilakukan dihadapan PPAT dibuktikan dengan adanya AJB yang merupakan salah satu akta otentik. Melalui akta otentik ditentukan kewajiban dan hak para pihak, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat menghindari terjadinya sengketa. Dengan demikian, PPAT telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan perannya. PPAT sangat berperan dalam memberikan kepastian dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan.32

F. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori

Sebuah penelitian ilmiah haruslah disertai dengan teori yang berguna sebagai pisau analisis yang nantinya akan membedah tema penelitian yang akan diangkat ini. Penelitian yang akan dilakukan ini nantinya akan dianalisis dengan beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli dan tokoh.33 Teori-teori tersebut yaitu:

a. Teori Perjanjian Hukum

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling

32 Christiana Sri Murni “Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak Atas Tanah” Jurnal Kajian Pembaruan Hukum, Vol. 1 No. 1 (2021): 25-48

33 Hs Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), Hlm.

54

(25)

mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.34

Subekti mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.35 Berlainan dengan subekti, menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.36

Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”. Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.37

Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban yang saling berkaitan. Relevansi teori perjanjian dengan penelitian ini adalah perjanjian

34 Ahmadi Miru Dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 Bw), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), Hlm. 63

35 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberti, 2010), Hlm. 103

36 Wirdjono Prodjodikoro, Wirdjono Azas-Azashukum Perjanjian, Cv. (Bandung: Mandar Maju, 2000), Hlm. 5

37 Salim Hs., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Cet. 1, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), Hlm. 16

(26)

tersebut belum melahirkan suatu perikatan bagi para pihaknya untuk melakukan suatu prestasi dikarenakan belum memuat secara jelas hak dan kewajiban para pihaknya, hal inilah yang akan diteliti di kota Yogyakarta terkait perjanjian pendahuluan peralihak hak atas tanah.

b. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologi.38

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.

38 Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami Dan Memahami Hukum, (Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010), Hlm.59

(27)

Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.39

Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu Negara, sehingga hukum positif harus selalu ditaati.40

Teori Kepastian Hukum berisikan aturan yang bersifat umum yang membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan memberikan keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah, dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.41

Teori kepastian hukum yang terdapat dalam perjanjian adalah penekanan pada sanksi yang jelas sehingga memberikan adanya kesetaraan kedudukan antar subyek hukum yang melakukan perjanjian. Kepastian hukum memberikan kejelasan dalam suatu perbuatan hukum seperti hal nya dalam pelaksanaan perjanjian yang diwujudkan dengan bentuk prestasi dan bahkan dalam hal saat terjadinya wanprestasi.

39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenda Media, 2011), Hlm.158.

40 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, Hlm. 82-83

41 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Hlm.158.

(28)

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam sebuah akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepada pihak, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.42

Berdasarkan penjabaran yang dikemukakan oleh Marzuki mengenai pentingnya kepastian hukum maka teori ini di pergunakan untuk mengetahui dan menganalisis apakah perjanjian pendahuluan atas peralihan hak atas tanah telah memiliki kepastian hukum.

c. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal

42 Habib Adjie, Hukum Notaris Di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap Uu Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2008), Hlm. 37

(29)

dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.43

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.44

Hadirnya hukum dalam kehidupan bermasyarakat adalah untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang biasa bertentangan antara satu dengan yang lain. Maka dari itu, hukum harus bisa mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin. Menurut Soedjono Dirdjosisworo bahwa pengertian hukum dapat dilihat dari delapan arti, yaitu hukum dalam arti penguasa, hukum dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindakan, hukum dalam arti sistem kaidah, hukum dalam arti jalinan

43 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti, 2000), Hlm. 53

44 Ibid, Hlm. 54

(30)

nilai, hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum, hukum dalam arti disiplin hukum. Soedjono Dirdjosisworo juga menggambarkan bahwa hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan tertulis dan aparat penegak hukum seperti yang selama ini dipahami oleh masyarakat umum yang tidak tahu tentang hukum. Tetapi hukum juga meliputi hal-hal yang sebenarnya sudah hidup dalam pergaulan masyarakat.45

Gagasan konstruksi hukum merupakan bagian penting dari pemahaman hukum. Terdapat tiga jenis atau tiga macam konstruksi hukum yaitu, pertama, konstruksi hukum dengan cara memperlawankan. Maksudnya adalah menafsirkan hukum antara aturan-aturan dalam peraturan perundang-undangan dengan kasus atau masalah yang dihadapi. Kedua, konstruksi hukum yang mempersempit adalah membatasi proses penafsiran hukum yang ada di peraturan perundangundangan dengan keadaan yang sebenarnya. Ketiga, konstruksi hukum yang memperluas yaitu konstruksi yang menafsirkan hukum dengan cara memperluas makna yang dihadapi sehingga suatu masalah dapat dijerat dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris disebut dengan protection. Istilah perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting. Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal

45 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm. 25-43

(31)

yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warga negaranya agar hak-haknya sebagai seorang warganegara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.46

Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara menempatkan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.47

Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya

Hukum yang dibuat oleh pemerintah harus mampu untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.

46 Ibid

47 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2009, Hlm. 121.

(32)

2. Jaminan kepastian hukum

Hukum harus mampu memberikan jaminan, kejelasan, tidak boleh menimbulkan multi tafsir, tidak boleh bersifat kontradiktif antar peraturan satu dengan lainnya serta peraturan tersebut dapat dilaksanakan.

3. Berkaitan dengan hak-hak warga negara

Pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga negaranya dalam keadaan apapun baik itu di dalam maupun di luar negeri dan memenuhi hak warga negara mulai dari hak untuk hidup secara layak dan aman, pelayanan dan hak lain yang diatur dalam Undang-Undang.

4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya

Perlindungan hukum secara represif dititik beratkan kepada pemberian sanksi hukum, baik perdata maupun pidana kepada barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perlindungan dan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dikatakan bersumber pada Pancasila, karena pengakuan dan perlindungan terhadapnya secara intrinsik melekat pada Pancasila. Sarana perlindungan hukum terdiri dari dua macam jenis, yaitu:

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif Dalam sarana perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatmya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuan dari hal tersebut adalah agar dapat mencegah terjadinya sengketa.

(33)

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif memiliki tujuan untuk menyelesaikan sengketa. Menurut Paul Scholten yang juga turut memberikan pendapatnya tentang Perlindungan Hukum yaitu, bahwa negara harus memberikan perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil dan sesuai dengan ketentuan.

Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan. Menurut Soedirman Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan hukum adalah mencapai keadilan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau legal protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi.

Perlindungan hukum pada penelitian ini terkait implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta. Karena penggunaan perjanjian pengikatan jual beli justru menimbulkan implikasi tersendiri bagi para pihaknya, padahal dasar hukum penggunaan perjanjian pengikatan jual beli tanah tidak lah jelas dalam hukum positif Indonesia sehingga teori ini diperlukan untuk melihat bagaimana perlindungan pada penerapan proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian yang menggambarkan

(34)

hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti.48 Adapun pengertian dasar dan batasan pengertian guna mengetahui maksud yang terkandung dalam penelitian ini, adalah:

a. Perjanjian Pendahuluan, atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.49

b. Hak Atas Tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.

Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.50 c. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah undang-undang yang

mengatur tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia.51

48 Soerjono Soekanto, Op.Cit. H. 103

49 Paralegal, “Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli“

Diakses Melalui Https://Paralegal.Id/Pengertian/Perjanjian-Pendahuluan-Jual-Beli-Atau- Perjanjian-Pengikatan-Jual-Beli/ Pada Tanggal 21 Februari 2023 Pukul 13:57 Wib

50 Boedi Harsono, Hukum Agrarian Indonesia, Sejarah Pembentukan Undangundang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid 1, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm 24

51 Pinhome “Undang-Undang Pokok Agraria (Uupa)” Diakses Melalui Https://Www.Pinhome.Id/Kamus-Istilah-Properti/Undang-Undang-Pokok-Agraria-Uupa/

Pada Tanggal 21 Februari 2023 Pukul 14:04 Wib

(35)

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang di dasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.52 Metode bagi suatu penelitian merupakan suatu alat didalam pencapaian suatu tujuan untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Sugiyono metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi suatu masalah.53

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah empiris, merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.54 Sebab mengacu kepada judul yang akan diangkat dalam penelitian ini mengenai implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

Selain itu penelitian ini bersifat deskritif analisis yang mana mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek peniliti, demikian juga hukum dalam pelaksanaannya

52 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-10, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2010), Hlm. 52

53 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Penerbitcv Alfabeta, 2018), Hlm. 27

54 Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Radja Persada, 2006), Hlm. 52

(36)

di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.55 maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.56

Penelitian tesis ini juga menggunakan beberapa perangkat penelitian yang sesuai dalam metode penelitian guna memperoleh hasil yang maksimal, antara lain sebagai berikut:

1. Objek dan Subjek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapat jawaban maupun solusi dari permasalahan. Objek adalah tempat penulis melakukan penelitian.57 Objek dalam penelitian ini dilakukan di Kantor Notaris/PPAT di wilayah Kota Yogyakarta.

Moleong mendiskripsikan Subjek Penelitian sebagai informan, yang artinya orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi tempat penelitian.58 Sejalan dengan definisi tersebut, Moeliono mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang diamati sebagai sasaran

55 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke-1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm.105

56 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), Hlm. 27

57 Sugiyono, Op.Cit., Hlm. 13

58 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Pt Remaja Rosdakarya.

2006), Hlm. 23

(37)

penelitian.59 Pada penelitian kualitatif responden atau subjek penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

Adapun subjek dalam penelitian ini adalah 3 Informan yang berprofesi sebagai Notaris/PPAT di Kota Yogyakarta.

2. Data Penelitian atau Bahan Hukum

Penelitian ini akan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari sumbernya langsung yang mengikat melalui kepustakaan dengan melakukan pengkajian secara rinci. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang digunakan sebagai penunjang data primer, selain itu bahan hukum sekunder akan memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen dokumen resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim yang berkaitan dengan pokok permasalahan.60 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah: wawancara dengan 3 informan yang berprofesi sebagai Notaris/PPAT di Yogyakarta.

59 Anton M. Moeliono, Dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke-3, (Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Dan Balai Pustaka, 2002), Hlm. 862

60 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., Hlm. 141

(38)

b. Bahan hukum sekunder (secondary law material) adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media cetak, atau elektronik).61 Bahan hukum yang digunakan berupa buku-buku ataupun jurnal-jurnal perjanjian pendahuluan, proses peralihan hak atas tanah dan penelitian terkait.

c. Bahan hukum tersier (tertiery law material) adalah bahan hukum yang memberikan penunjuk atau informasi terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal Kamus, Ensiklopedia, Glossary.62

4. Teknik Pengumpulan atau Pengolahan Data

Peneliti dalam rangka pelaksanaan pengumpulan data, harus menentukan sumber-sumber data serta lokasi di mana sumber data tersebut dapat ditemukan dan diteliti. Berbeda dengan penelitian lapangan lokasi pengumpulan data untuk penelitian kepustakaan jauh lebih luas bahkan tidak mengenal batas ruang. Setting penelitian merupakan patokan di mana lokasi tersebut dilaksanakan. Sebelum menyebutkan lokasi penelitian, ada baiknya untuk menyebutkan ciri khusus dari penelitian kepustakaan untuk membedakan setting penelitian kepustakaan dengan penelitian lain seperti penelitian lapangan.63

Pada bagian ini peneliti mendapatkan data yang akurat dan otentik karena dilakukan dengan mengumpulkan sumber data baik data primer dan

61 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, (Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti, 2004), Hlm. 82

62 Ibid

63 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), Hlm. 17

(39)

sekunder, yang disesuaikan dengan pendekatan penelitian. Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder yang digunakan adalah:

a. Observasi

Menurut Sugiyono, observasi adalah sebuah proses yang kompleks, yaitu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis atau psikologis.

Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara terjun langsung kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas yang ingin diteliti.

Peneliti dapat terjun langsung menjadi partisipan dalam pengumpulan data atau menjadi nonparsitipan yang hanya mengamati.64 Observasi penelitian ini digunakan untuk melihat implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta

b. Wawancara Langsung

Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden.65 Wawancara langsung dalam pengumpulan fakta sosial sebagai bahan kajian ilmu hukum empiris, dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung dimana semua pertanyaan disusun secara sistematis, jelas dan terarah sesuai dengan isu hukum, yang diangkat dalam penelitian. Wawancara langsung ini dimaksudkan untuk memperoleh

64 Sugiyono, Op.Cit., Hlm. 88

65 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2006), Hlm. 82

(40)

informasi yang benar dan akurat dari sumber yang ditetapkan sebelumnya.

Wawancara tersebut semua keterangan yang diperoleh mengenai apa yang diinginkan dicatat atau direkam dengan baik.66 Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan yaitu mendapatkan informasi yang akurat dari narasumber yang berkompeten.67 c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau gambar berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen pribadi, dan foto yang terkait dengan permasalahan penelitian.68 Dilakukan untuk memperoleh dan memahami konsep dan teori serta ketentuan tentang penerapan perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

5. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komperatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).69 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah

66 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Cv Mandar Maju, 2008), Hlm.167-168

67 Burhan Ashshofa, Op.Cit., Hlm. 95

68 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Hlm. 71

69 Ibid., Hlm. 93

(41)

mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata”.70 Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun langsung ke obyeknya yaitu mengetahui penerapan perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di Yogyakarta.

6. Analisis Penelitian

Analisis data menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji adalah sebuah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar.71 Data sekunder yang telah diperoleh kemudian disistemasikan, diolah dan diteliti dan dianalisis dengan meto deskriptif melalui pendekatan kualitatif.72

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.73

70 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2006), Hlm. 51

71 Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Op.Cit., Hlm. 41.

72 Ibid, Hlm. 42

73 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pt.

Radja Grafindo Persada, 2007), Hlm. 12

(42)

H. Sistematika dan Kerangka Penulisan

Untuk memudahkan dan memahami penelitian ini sehingga peneliti membuat sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab. Adapun sistematika dan kerangka penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini memuat uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah dimana menguraikan alasan yang menjadi dasar diangkatnya permasalah dalam tesis ini. Rumusan masalah sebagai titik sentral atau pedoman yang memberikan solusi, dimana dalam rumusan masalah sebagai pendorong dan pengarah dalam kegiatan penelitian. Tujuan dan manfaat penelitian yang berisikan poin penting dari tujuan dan manfaat yang hendak dicapai pada penelitian ini. Tinjauan Pustaka/ Orisinalisasi penelitian yang berisikan tentang uraian singkat perbedaan penelitian yang serupa dengan penelitian ini. Kerangka teori untuk mengaitkan relevansi teori yang akan dipakai pada penelitian. Metode penelitian yang memuat objek penelitian, subjek penelitian, data penelitian atau bahan hukum, teknik pengumpulan data, pendekatan penelitian dan analisis data.

BAB II STATUS PERJANJIAN PENDAHULUAN DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DI YOGYAKARTA

Dalam bab ini membuat mengenai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. Teori tersebut diperoleh

(43)

dari sumber kepustakaan yang akan dijadikan landasan dasar untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian yang terdiri dari teori kepastian hukum dan negara hukum untuk melihat kepastian hukum atas status dari perjanjian pendahuluan dan negara hukum dalam membuat regulasi undang-undang terkait perjanjian pendahuluan, sub bab yang akan dibahas anatara lain:

A. Alasan Seseorang Melakukan Perjanjian Pendahuluan.

B. Status Perjanjian Pendahuluan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Di Yogyakarta.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PARA PIHAK YANG TERIKAT DALAM PERJANJIAN PENDAHULUAN ATAS PERALIHAN HAK ATAS TANAH

A. Akibat Hukum Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak Atas Tanah Terhadap Hak Dan Kewajiban Untuk Para Pihak Terikat 1. Akibat Hukum Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak

Atas Tanah Terhadap Hak Dan Kewajiban Pihak Penjual 2. Akibat Hukum Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak

Atas Tanah Terhadap Hak Dan Kewajiban Pihak Pembeli B. Perlindungan Hukum Untuk Para Pihak Yang Terikat Dalam

Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak Atas Tanah

1. Perlindungan Hukum Untuk Penjual yang melakukan Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak Atas Tanah

(44)

2. Perlindungan Hukum Untuk Pembeli yang melakukan Perjanjian Pendahuluan Atas Peralihan Hak Atas Tanah BAB IV ASPEK HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI

PERJANJIAN PENDAHULUAN DALAM PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH DI YOGYAKARTA

Sebagai penjabaran dari ciri khas kurikulum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, maka sepanjang relevan dengan topik tesis, aspek keislaman diuraikan dalam sub bagian teori atau menyatu dalam analisis sebagai tambahan perspektif terkait implementasi perjanjian pendahuluan dalam proses peralihan hak atas tanah di yogyakarta

BAB V PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan dari bahasan yang telah diteliti dan saran membangun.

(45)

Aditya Bakti, 2004

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Anton M. Moeliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-3, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2006

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cv Mandar Maju, Bandung, 2008

Boedi Harsono, Hukum agrarian Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, 2003

Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2013

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010

Erna Sri Wibawanti dan R.Murjiyanto, Hak Atas Tanah dan Peralihannya, Yogyakarta: Liberty, 2013

Habib Adjie, Hukum notaris di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008 Harahap, Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, cet 2, Alumni, Bandung, 1986 Kartini Mulyadi & Gunawan widjaya, Hak Anda Atas Tanah, Kencana, Jakarta,

2005

44

(46)

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-10, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenda Media, Jakarta, 2011 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan 2, Jakarta, Kencana

Prenada Media Group, 2009

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2008

Rahmat, Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin, Bandung, 2005

Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2003

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2009 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Radja Persada, Jakarta, 2006

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.

Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2006

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberti,

Yogyakarta, 2010

45

(47)

Wirdjono Prodjodikoro, Wirdjono Azas-AzasHukum Perjanjian, CV, Mandar maju, Bandung, 2000

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-1, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

B. Jurnal

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW), Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011

Amin, Muh. Taufiq, “Konsekuensi Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Dalam Praktek Jual Beli Properti Di Makassar”, Jurisprudentie, Vol. 5, No. 1 (2018)

Arie Widianto “Kajian Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis Kenotariatan S2, UGM, Yogyakarta, 2007

Bachtiar, Muhammad Fadli, “Implikasi Penjatuhan Sanksi Pidana Kepada Notaris Dalam Menjalankan Jabatannya Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Yang Dibuatnya”, Tesis, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2013

Christiana Sri Murni “Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Proses Peralihan Jual Beli Hak atas Tanah” Jurnal Kajian Pembaruan Hukum, Vol. 1 No. 1 (2021)

Cipta, Rifky Anggatiastara, Ngadino, Adra Paramita Prabandari, “Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Sebelum Dibuatnya Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah”, NOTARIUS, Vol. 13, No.3, (2020)

Firdaus, Riza, “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah yang Masih Berstatus Hak Pengelolaan”, LamLaj, Vol. 2, No. 1, (2017)

Fredrik Mayore Saranaung, “Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”, Lex Crimen, Vol.

6 No. 1 (2017)

46

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu banyak data-data lainya yang diperoleh bukan dari hasil penelitian yang digunakan juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang kompleks

Jenis penelitian ini yuridis empiris, yaitu suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan penelitian terhadap data primer di lapangan 10

Metode yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan hukum yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris sendiri merupakan pendekatan yang dipakai guna memecahkan masalah

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang obyektif, valid dan reliabel, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu memecahkan penelitian dengan meneliti data sekunder dahulu kemudian dilanjutkan dengan meneliti dataprimer di

Tujuan Penelitian disusun berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan sehingga bila tujuan penelitian tercapai, maka akan diperoleh solusi bagi pengatasan

Particle Swarm Optimization (PSO) adalah metode optimisasi yang terbukti efektif digunakan untuk memecahkan masalah optimisasi multidimensi dan multiparameter pada pembelajaran

Instrumentasi Variabel Penelitian Karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk menentukan ketepatan model perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang