NAGARI LAKITAN DARI DESA KE NAGARI TAHUN 2001-2010 Oriza Elvida1
Ahmad Nurhuda2 Refni Yulia3
Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
This Thesis examines about tow the polemic changes in the government system in Nagari Lakitan. In this thesis will look at tow the development of Nagari Lakitan after returning to the Nagari system government based to economic and social culture development community Nagari Lakitan.this paperalms to how the systems government in the Nagari Lakitan and then how development Nagari Lkitan after return into Nagari administration system of government Nagari Lakitan progress. This research includes the study of history therefore research on Nagari Lakitan from village to Nagari 2001-2010 history methode with steps likes: 1. Heuristic, the collection of data from primary data through interview with thw actors and secondary sources from books relevan bodes anf anything to do with this paper (literature study), 2. Source critic, 3. Analysis synthesis and interprestation,4. Historiography that write history data so that itbecomes a scientific paper. From the discussion done can be see that, the Nagari Lakitan is village in the coastal district subdistrict Lengayang, south pesisi. With issuance of law no 22 1999, the local government of west Sumatra restore the system to the village government administration system to village or better known as back to Nagari. Back to the some system of government as government village trustee who headed village and assited by traditional leaders village wich has been handed down since the former to return to the village government system makes Nagari LAakitan move flexibillityin promoting their area. With the return to the village in Lakitan system of government the impact of the case on the progress of economic educational and social culture society Nagari Lakitan.
Keyword : Place, Village
1 Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat
2 Dosen Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat
3 Dosen Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Sumatera Barat semenjak masa kolonial banyak mengalami perubahan-perubahan terutama akibat perluasan kekuasaan. Berbagai perubahan yang berulang-rulang di nagari selalu berkaitan dengan bidang politik, pemerintahan, sosial, ataupun budaya.
Tindakan yang sangat menentukan melawan struktur asli dari kontrol sosial di Sumatera Barat adalah re- organisasi pemerintahan yang terjadi pada tingkat bawah dari pemerintahan. Ini mencakup pengertian nagari sebagai suatu administrasi yang lebih kecil yang serupa dengan desa di Jawa.4
Lahirnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.5 Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yaitu pemerintahan yang menyangkut kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tersebut maka Pemerintahan Daerah Sumatera Barat mengembalikan Sistem Pemerintahan Desa menjadi Sistem Pemerintahan Nagari yang dikenal dengan istilah’’kembali ke nagari’’.
Kembali ke Sistem Pemerintahan Nagari sama seperti pemerintahan nagari sebelum berubah menjadi pemerintahan desa, Yakni Wali Nagari yang memimpin nagari tetap menjalankan adat istiadat sebagaimana telah berlaku secara turun temurun, layaknya pemerintahan nagari dibawah Republik sebalumnya, yakni pemerintahan nagari adalah Wali Nagari dan DPRN (Dewan Perwakilan Rakyat Nagari).
Sampai saat ini, terutama masyarakat awam yang cenderung bingung memaknai konsep kembali ke nagari. Di satu sisi kembali ke nagari diartikan sebagai upaya beralih dari sistem pemerintahan desa kepada sistem pemerintahan nagari seperti ketika sebelum adanya pemerintahan desa. Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa kembali ke nagari adalah kembali kepada nilai-nilai budaya dan adat
4 Audrey Kahin, 2008, Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 406.
5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
Minangkabau yang sejak adanya pemerintahan desa telah terabaikan bahkan dihancurkan.6
Selanjutnya, ada juga yang berpendapat bahwa kembali kenagari adalah kembali kepada nilai-nilai budaya adat Minangkabau dimaksudkan sebagai upaya untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai budaya dan adat Minangkabau yang terkandung dalam empat macam adat: adat nan sabana adat,adat nan diadatkan,adat nan taradat dan adat istiadat.7 Setelah Lakitan memakai Sistem Pemerintahan Nagari, Nagari Lakitan lebih leluasa untuk mengembangkan dirinya dan secara bertahap menampakan kemajuannya. Perubahan-perubahan di Nagari Lakitan ini tidak hanya pada bidang ekonomi saja tetapi juga pada bidang sosial dan budayanya.
Dalam menjalankan roda Pemerintahan Nagari tersebut diperlukan perangkat Pemerintahan Nagari yang direkrut dari warga masyarakat yang memiliki tiap-tiap unsur yang ada di dalamnya, pengisian perangkat Pemerintahan Nagari melalui suatu sistem rekrutmen supaya orang-orang yang direkrut nantinya merukan wakil masyarakat yang dipercaya untuk mengemban tugas-tugas yang diamanahkan kepadanya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kajian ini merupakan suatukajian yang menarik untuk meneliti kembali tentang sejarah”Nagari Lakitan Dari Desa ke Nagari tahun 2001-2010”.
Batasan dan Rumusan Masalah
Penulisan ini membatasi ruang lingkup kajian yakni batasan Spatialnya adalah Nagari Lakitan, sedangkan batasan Temporalnya adalah tahun 2001- 2010. Pemilihan tahun 2001 sebagai batasan awal karena Lakitan menjadi nagari sendiri. Sedangkan tahun 2010 sebagai batasan akhir karena pada tahun tersebut melihat perkembangan yang terjadi pada Nagari Lakitan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat diajuka rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan Nagari Lakitan setelah kembali ke sistem Pemerintahan Nagari ?
2. Bagaimana dampak Sistem Pemerintahan Nagari terhadap perkembangan ekonomi dan sosial budaya masyarakat Nagari Lakitan?
6 Zenwen Pador, dkk. Kembali Kenagari:
Batuka Baruak jo Cigak? (Padang: Lembaga Bantuan Hukum, 2002), hlm.21.
7 Ibid…, hlm. 21
Tujuan Penelitian
1.
Mendeskripsikan bagaimana perkembangan Nagari Lakitan setelah kembali ke sistem Nagari?
2.
Mendeskripsikan bagaimana dampak Sistem Pemerintahan Nagari terhadap perkembangan ekonomi dan sosial budaya masyarakat Nagari Lakitan?Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khusussnya dan dapat menjadi bahan wawasan tentang sistem pemerintahan Nagari Di Lakitan 2. Dapat menambah bahan referensi diperpustakaan,
serta memperkaya khasanah ke ilmuan di bidang sosial, khususnya ilmu sejarah.
Kajian Pustaka
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka konsep yang perlu untuk di jelaskan di sini yaitu, konsep Nagari. Menurut Zainudin, bahwa khusus di Minangkabau Pemerintahan Nagari terkenal dengan sebutan republik-republik kecil, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang merupakan tatanam masyarakat berdasarkan adat Minangkabau yang demokratis, karena Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut.8 Setelah Indonesia merdeka pun Pemerintahan Nagari ini tetap berlanjut yang mendapat legalitas Undang-undang Dasar 1945 yakni setingkat di bawah Camat, akan tetapi sudah banyak dipengaruhi oleh pemerintah yang lebih di atas.
Asal kata Nagari berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Negara” yang dibawa oleh bangsa Hindu yang menetap di tengah-tengah masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, kemungkinan bangsa Hindu itulah yang menciptakan pembagian serta pengelompokan mereka ke dalam suku-suku. Nagari-nagari yang kecil itu merupakan bentuk Negara yang berpemerintahan sendiri (Otonom).
Nagari adalah bentuk desa tradisional orang Minangkabau, sebagaimana bentuk-bentuk desa tradisional di wilayah lainya di Indonesia, merupakan perwujudan dari satu unit geografis dan kultural
8. Zainudin Musyair, Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal Usul Adat Minangkabau (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm.
56.
masyarakat Minangkabau.9 Proses pembentukan nagari berawal dengan terbentuknya taratak (daerah pertanian), kemudian berkembang menjadi dusun sejalan dengan bertambahnya penduduk di taratak.
Kekuasaan sangat erat hubunganya dengan wewenag, tetapi konsep ini harus dibedakan.
Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupanya lebih sempit. wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya, karena posisi menejer tersebut telah memberikan wewenang untuk memerintah secara sah.
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapainya tujuan tertentu. Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan factor kritis bagi efektifitas organisasi.
Peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana menejer menggunakanya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.
Studi Relevan
Ada beberapa tulisan yang dianggap relevan dengan tulisan ini, yaitu tulisan yang ditulis oleh Nurida tentang “Birokrasi Kepemimpinan Pemerintah (studi kasus: Kelurahan Lubuk Lintah) 1979-2000.dalam tulisan ini Nurida mengatakan bahwa birokrasi kepemimpinan dilakukan melalui legal rasional, namun dalam pelaksanaanya lurah menganut sistem kekeluargaan dan dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat lebih berdanpak pada kelengkapan sarana sosial, administrasi, komunikasi dan partisipasi masyarakat.
Selain itu tulisan Herisnawati tentang
“Problematika Pemerintahan Nagari, Studi Kasus:
Kenagarian Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam”. Dalam tulisan ini dia menjelaskan bahwa perubahan pelaksanaan dari tingkat pemerintah pusat dan provinsi.
Metode Penelitian
Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka penilitian dan penulisan tentang Proses Pelaksanaan Program Kembali ke Nagari di Nagari Lakitan Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan
9 Etmi Hardi, Buku Ajar Sejarah Minangkabau, (Padang: FIS UNP.2006), hlm. 16
tahun 1999-2000, secara umum menggunakan metode penelitian sejarah, penelitian ini berusaha mengikuti prosedur dan kaidah dalam penelitian sejarah yang tersusun dalam empat tahap, yaitu:
Heuristik yaitu kegiatan pengumpulan data dari berbagai sumber yang berhubungan dengan berbagai objek penelitian. Pengumpulan sumber-sumber penelitian dilakukan melalui studi pustaka. Studi pustaka yang dilakukan yaitu keperpustakaan FIS UNP, perpustakaan UNAND dan perpustakaan STKIP PGRI yang dapat membantu dalam pengumpulan sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan dan penelitian ini. Sumber primer di dapatkan dari data informan yang menjadi saksi pada saat itu, seperti wawancara yang di lakukan dengan masyarakat Lakitan. Yaitu bapak Ramli selaku wali nagari di nagari Lakitan dan para anggota kantor wali nagari lainya. Kepada tokoh-tokoh masyarakat, ketua KAN dan masyarakat Lakitan lainya yang memiliki pengetahuan tentang sumber yang penulis perlukan dalam penelitian ini. Salain itu sumber sekunder di dapatkan dari buku-buku sejarah yang menceritakan tentang pemerintahan nagari di minangkabau, dan arsip-arsip yang penulis dapat di kantor wali Nagari di lakitan
Kritik sumber yaitu penyeleksian terhadap sumber yang telah didapatkan. Disini pengolahan data atau analisis data di bedakan dua tingkat yaitu:
(a), kritik ekstern yaitu pengujian keaslian material data, (b), kritik intern yaitu menguji keaslian isi data.
Jadi kedua jenis data yang telah ditemukan, kemudian dikritik melalui kritik intern dan ekstern.
Jadi karena penelitian ini lebih bertumpu pada penelitia lisan maka kritik intern yang dipakai disini.
Interprestasi data merupakan proses memberikan makna dari data yang telah di peroleh dengan mengabungkan beberapa fakta. Atau dengan kata lain interpretasi data ini adalah dimana penulis menghubungkan data dan sumber yang telah di peroleh sesuia dengan fakta dan kenyataan yang ada sebelum melanjutkan ketahap penulisan.
Historiografi atau tahap penulisan sejarah,yaitu dimana penulis menulis laporan penelitian dengan cara mendeskripsikan terhadap kelompok fakta sehingga menjadi uraian yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang sesuia dengan kaidah-kaidah penelitian sejarah.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam membaca bab tulisan ini, maka skripsi ini penulis tulis dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis menjelaskan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang gambaran umum daerah penelitian, dalam bab ini penulis menjelaskan:
kondisi geografis dan topografis, keadaan demografis, asal-usul penduduk, system pemerintahan tradisional nagari lakitan, system kemasyarakatan dan mata pencarian penduduk nagari Lakitan.
Bab III berisi tentang proses kembali kenagari di nagari Lakitan, dimana dalam bab ini dijelaskan:
Lakitan pada masa Pemerintahan Desa (1999), kembali kepemerintahan Nagari tahun 2001 dan tokoh-tokoh yang berperan dalam proses kembali kepemerintahan nagari.
Bab IV berisikan tentang dampak kembali ke sistem Pemerintahan Nagari di Lakitan, pada bab ini dampak yang dilihat yaitu dampak pada bidang sosial, ekonomi, dan budaya.
Bab V, dalam bab ini merupukan penutup dari hasil penulisan peneliti yang akan menjelaskan pada kesimpulan dari hasil penelitia
PEMBAHASAN
Kondisi Geografis Nagari Lakitan
Lakitan merupakan sebuah Kenagarian yang ada di Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.
Secara geografis terletak pada 100° 40,38’-101°50’
Bujur Timur dan 1°23,51’-1"45,54’ Lintang Selatan, dengan tercatat sebesar 590,60 Km² atau 7,40 % dari luas Kabupaten Pesisir Selatan.10 Nagari Lakitan mempunyai empat buah desa, diantaranya desa Karang Tangah, desa Koto Raya, desa Lubuk Begalung, dan desa Seberang Tarok. Luas nagari Lakitan 1700 HA.
Batas administrasi Nagari Lakitan adalah, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sutera, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Linggo Tanah Pesisir, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Samudera Indonesia.
Kondisi Demografis
Masyarakat Lakitan banyak yang merantau, ada di Jakarta, Medan dan lain-lain, bermata pencaharian sebagai pedagang, sedangkan yang ada di Lakitan bermata pencaharian sabagai petani diantaranya sebagai petani ladang, petani sawah, perdagangan dan perikanan. Sementara sumber daya potensial lainya adalah pertambangan, perkebunan dan
10 BPS Kabupaten Pesisir Selatan dalam Angka 2002, hal 15
parawisata. Karena negara Indonesia adalah negara agraris, karena itu sumber utama kehidupan rakyat adalah pertanian dan perkebunan.11
Mata pencaharian Penduduk Nagari Lakitan Menurut statistik Nagari tahun 2000, jumlah penduduk tercatat 3.514 jiwa terdiri dari laki-laki 1.757 orang dan perempuan 1.757 orang, dengan kepadatan penduduk 46 jiwa/Km terdiri dari beberapa dusun.12 Nagari Lakitan dipimpin oleh seorang kepala desa.13
Sebelum tahun 2000 penduduk Lakitan bermata pencaharian sebagai petani sawah dan masih sedikit yang mempunyai ladang perkebunan, tapi seiring perkembangan masyarakat Lakitan sudah ada yang menanami karet, kopi walaupun hanya masih sedikit yang memiliki perkebunan sendiri. Namun sektor pertanianlah yang menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat Lakitan.
Dilihat dari segi mata pencaharian masyarakat Lakitan ada yang terdiri dari pegawai negeri, pedagang, tukang, karyawan, petani, pensiunan dan nelayan, namun masyarakat lebih suka bertani sebagai usaha sampingan untuk menambah pendapatan keluarga mereka.14
Pendidikan
Sekolah dalam suatu masyarakat merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena sekolah merupakan syarat dalam menunjang suatu pembangunan yang akan dilaksanakan dalam suatu daerah, agar pembangunan yang dilakukan sesuai, dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, begitu juga dengan pendidikan di Lakitan, walaupun nagari ini jauh dari pusat kota dan kurangnya fasilitas yang ada ketentraman masyarakat terganggu oleh gerakan yang menakutkan bagai masyarakat sekitar, namun untuk menuntut ilmu tidak mereka hentikan dan berjalan dengan sangat baik.
Pada masa pemerintahan desa pendidikan masyarakat memang tidak begitu berjalan dengan baik, namun semangat dalam diri pemuda saat itu sangat tinggi. Untuk mendapatkan pendidikan yang
11 Sumarsono Mestoko. Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka, 1986, Hal 38
12 BPS Kecamatan Dalam angka 2002, hal 23
13 Laporan Kependudukan Nagari Lakitan, 2
14 Wawancara, dengan Suna, Lakitan, tanggal 7 Mei 2014
layak mereka bertekad untuk pergi keluar kampung agar mereka lebih tinngi lagi ilmu pengetahuanya.15 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Lakitan Secara administartif daerah Lakitan berada di bawah Kecamatan Lengayang. Secara pemerintahan Nagari Lakitan dikepalai oleh wali nagari. Nagari Lakitan terdiri dari empat desa yaitu: Desa Karang Tangah, Desa Koto Raya, Desa Lubuk Begalung dan Desa Suberang Tarok.
Kehidupan masyarakat tidak terlihat adanya perbedaan kelas, sikap saling menghargai sudah dipupuk sejak dahulu, semangat gotongroyong yang tinggi dikalangan masyarakat, membuat masyarakat menyelesaikan beban yang berat secara bersama. Tak ada satu masalahpun yang tidak diselesaikan secara bersama-sama atau secara bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Penduduk nagari Lakitan melakukan musyawarah secara bersama-sama. Ninik mamak dan pemungka masyarakat sangat berperan dalam memajukan nagari. Biasanya untuk mengadakan musyawarah mereka menggunakan mereka menggunakan surau, selain untuk tempat ibadah dan menyiarkan agama islam, surau juga berfungsi sebagai tempat anak-anak mengaji, tempat pembinaan mental dan keterampilan para pemuda.16 Lakitan Pada Masa Pemerintahan Desa (2001- 2010)
Setelah Orde Baru berkuasa melalui pemerintahan Presiden Soeharto, kembali pemerintahan Nagari di utak-atik melalui kebijakan pemerintah pusat pada akhir periode tahun 1970 an, yaitu keluarnya peraturan pemerintah tentang struktur pemerintah terendah. dampaknya pemerintah daerah tingkat propinsi Sumatera Barat harus menerima dan menjalankan peraturan tersebut.
Setelah di berlakukanya UU No. 5 tahun 1979, seluruh pemerintahan terendah di Indonesia di seragamkan menjadai pemerintahan desa. untuk daerah Sumatera Barat pemberlakuan UU itu baru terlaksana pada tahun 1983 melalui SK Gubernur kepala daerah TK.1 Sumatera Barat pada tanggal 28 Juli 1983 No. 162/GSB/1983. Nagari yang semula sebagai unit pemerintahan dinyatakan tidak berlaku lagi.17
15 Wawancara dengan Suna, di Lakitan tanggal 8 Mei 2014
16. Ibid.
17. Imran Manan, Birokrasi Moderden dan otoritas Tradisional di Minangkabau. Padang:
Yayasan Pengkasian Kebudayaan Minang Kabau.
1995. Hlm. 105
Pada tanggal 1 Agustus di Lakitan dilakukan pemelihan kepala desa. langkah awal dilaksanakan oleh desa pasar Lakitan, setelah itu disusul oleh desa lainya di surantih, hingga akhir tahun 1983 pelaksanaan pemelihan kepala desa telah selesai.
sehingga kampung-kampung di nagari Lakitan telah berubah menjadi desa. hal ini sekaligus sebagai tanda berakhirnya pemerintahan nagari Lakitan.18
Selanjuntnya dalam menjalankan roda pemerintahan, Kepala Desa dibantu oleh sebuah lembaga yaitu lembaga musyawarah desa (LMD) yang mempunyai fungsi sebagai wadah penyalur pendapat masyarakat di desa. LMD sebagai wadah penyalur pendapat aspirasi masyarakat tiap dusun di Desa Lakitan, tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal itu disebabkan beberapa faktor antara lain, tunjangan bagi anggota LMD tidak ada, dan Pemerintahan Desa juga tidak mengusahakan tunjangan tersebut. Keadaan itu menyebabkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya LMD terkesan lamban. Hubungan dengan Kepala Desa dan LMD baru terjadi apabila ada agenda penting yang harus yang dilakukan.19
Lembaga lain yang dibentuk pemerintah adalah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
LKMD adalah lembaga non struktural dan merupakan organisasi kemasyarakatan di bawah kelurahan. Lembaga itu dibentuk berdasarkan keputusan Mentri Dalam Negri No. 225 tahun 1980 tentang susunan organisasi dan tata cara kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Antara LMD dan LKMD terdapat beberapa perbedaan antara lain, LMD secara struktural adalah bagian dari pemerintahan desa.20
Kembali ke Pemerintahan Nagari 1. Perubahan dari Desa ke Nagari
Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.21 Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yaitu pemerintahan menyangkut kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut.
18. Ibid, hlm. 106
19. Wawancara dengan Rinal Staf Wali Nagari. Di Lakitan, Rabu, 23 Juli 2014
20 Wawancara dengan Rinal Staf Wali Nagari. Di Lakitan, Rabu, 23 Juli 2014
21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa
Setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tersebut maka Pemerintahan Daerah Sumatera Barat mengembalikan sistem Pemerintaha Desa menjadi sistem Pemerintahan Nagari yang dikenal dengan istilah "kembali ke nagari".
Peran Pemungka Adat Pada Masa Pemerintahan Nagari di Lakitan
1. Ninik Mamak
Dalam sistem pemerintahan nagari di Minangkabau, terdapat tigo unsur pimpinan nagari yang disebut tungku tigo sajarangan, unsur itu terdiri dari penghulu (ninik mamak), alim ulama dan cadiak pandai. Ninik mamak di Lakitan berfungsi sebagai pemimpin atau hakim dan pendamai dalam kaumnya.
jabatan penghulu turun temurun, dari ninik turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan. setiap calon penghulu akan dinilai kebaikan dan keburukannya oleh warga Lakitan.
Ninik Mamak adalah pemimpin dari sukunya yang berfungsi sebagai kepala pemerintah yang menjadi hakim dari kaumnya dan sekaligus sebagai pembela bagi kaumnya yang mengurus kesejahteraan dan keselamatan kemenakannya. Seorang Ninik mamak di Minangkabau adalah lantai yang merupakan tempat berpijak.
Upacara perkawinan di Lakitan peranan Ninik Mamak masih tetap ada walaupun dalam bentuk peran Ninik Mamak yang biasanya menentukan jodoh kepada kemanakan telah digantikan oleh faktor orang tua, yaitu orang tua laki-laki mamak hanya berperan dalam memberikan restu kepada kemanakan dan hanya sebagai simbol sebagai kemanakan.
Dampak Kembali Kesistem Pemerintahan Nagari di Lakitan
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu daerah merupakan usuha untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Pertambahan penduduk membawa dampak perkembangan terhadap wilayah tertentu. Semakin padat penduduk suatu daerah semakin banyak pula perubahan-perubahan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik fasilitas prasarana maupun fasilitas lainya.
1. Dampak Bidang Sosial
Tingkat pendidikan masyarakat Kotokaciak pada masa pemerintahan desa telah memiliki beberapa lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan di Lakitan yang paling terendah adalah Sekolah Dasar ( SD ).
Pada waktu itu masyarakat hanya sekolah dengan seadanya, karena selain segi ekonomi, juga pemikiran masyarakat pada waktu itu belum memperhatikan dan mengetahui pentingnya pendidikan bagi
mereka. Dalam artian anak-anak Nagari Lakitan pada saat itu belum belajar secara efektif.
2. Dampak Bidang Ekonomi
Mata pencarian penduduk Nagari Lakitan umumnya adalah bercocok tanam, masyarakat Lakitan sangat bergantung pada hasil pertanian mereka. Bertani merupakan mata pencaharian utama dari rakyat Lakitan. Rakyat Lakitan merupakan pekerja keras. Mereka menanami sawah dengan padi, sedengkan di pingir-pinggir sawah di Tanami dengan jagung atau kacang-kacangan. Mereka tidak membiarkan ada lahan yang kosong. Begitupun dengan lahan di sekitar rumah ditanami dengan cabe dan sayur-sayuran untuk keperluan sehari-hari. Hasil dari ladang seperti cabe, kacang, ubi dan lain sebagainya sangat laku di pasaran pada waktu itu. Di samping bertani dan berladang, sector perternakan juga merupakan mata pencarian penduduk Lakitan.
3. Dampak Bidang Politik
Secara adminisstrasi daerah Lakitan bereda dibawah Kecamatan Lengayang, secara pemerintahan Nagari Lakitan dikepalai oleh Seorang Wali Nagari. Masyarakat Lakitan hidup rukun dan tidak adanya perbedaan kelas. Sikap saling menghargai sudah di pupuk sejak dahulu, semangat gotongroyong yang tinggi antar sesama, sehingga di Nagari ini selalu menyelesaikan mesalah secara musyawarah dan mufakat.
Sistem pemerintahan di Nagari Lakitan, tidak jauh berubah dengan sekarang, dimana pada saat ini, Lakitan masih berada dibawah Kecamatan Lengayang , yang dipimpin oleh seorang wali, Walaupun pemimpin berbeda-beda pergenerasi, tetpi tujuan pemerintahan tetap satu dan sesuia dengan harapan masyarakat setempat.
KESIMPULAN
Setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tersebut maka Pemerintahan Daerah Sumatera Barat mengembalikan sistem Pemerintaha Desa menjadi sistem Pemerintahan Nagari yang dikenal dengan istilah "kembali ke nagari". Pada dasarnya nagari diperintah oleh kumpulan penghulu- penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya dan tergabung dalam sebuah kerapatan. Setiap keputusan yang menyangkut masalah nagari dimusyawarahkan dalam kerapatan nagari yang bermacam-macam namanya pada setiap nagari.
Kembali ke sistem Pemerintahan Nagari sama seperti pemerintahan nagari sebelum berubah
menjadi pemerintahan desa, yakni Wali Nagari yang memimpin nagari tetap menjalankan adat istiadat sebagaimana telah berlaku secara turun temurun, layaknya pemerintah nagari dibawah Republik Indonesia sebelumnya, yakni pemerintahan nagari adalah Wali Nagari dan DPRN (Dewan Perwakilan Rakyat Nagari). sedangkan lembaga adat sudah ada secara turun temurun pula yakni himpunan para penghulu/ datuak/ ninik mamak sebagai pemimpin suku masing terhimpun dalam kerapatan ninik mamak.
DAFTAR PUSTAKA
A. ARSIP
BPS Kabupaten Pesisir Selatan Dalam Angka 2002
Laporan Nagari Lakitan Tahun 2004-2009
B. BUKU
Audrey Kahin. 2008. Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Yayasan Obor Indonesia.
Etmi Hardi. 2006. Buku Ajar Sejarah Minangkabau. Padang: FIS UNP.
Imran Manan. 1995 Birokrasi Moderden dan otoritas Tradisional di Minangkabau.
Padang: Yayasan Pengkasian Kebudayaan Minang Kabau.
Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 17 tahun 2001 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari Sumarsono Mestoko. 1986. Pendidikan di
Indonesia dari Jaman ke Jaman.
Jakarta: Balai Pustaka,
Undang-undang No. 5. Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa
Waitlem. 2006. Surau. Jakarta: Media Pustaka Zainudin Musyair. 2008. Implementasi
Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal Usul Adat Minangkabau.
Yogyakarta: Ombak
Zenwen Pador, dkk. 2002. Kembali Kenagari:
Batuka Baruak jo Cigak?. Jakarta:
Lembaga Bantuan Hukum
C. SKRIPSI
Nurida. 2004. Birokrasi Kepemimpinan Pemerintah (study kasus: Kelurahan Lubuk Lintah) 1979-2000. FIS: UNP.
Padang
Heriznawati. 2006. Problematika Pemerintahan Nagari, Studi Kasus: Kenagarian Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. FIS: UNP.
Padang
Haroza Lupinta. 2006. Tapan Pada Masa Pemerintahan Desa (1983-1999).
Program Studi Pendidikan Sejarah:
STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang Afriliana. 2010. Transformasi Nagari ke
Pemerintah Desa dan Gerakan Kembali ke Nagari kasus: Nagari Selayo Kecamatn Kubung Kab.Solok (1983-2010).
Verawati. 2010. Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bamus Nagari sebagai Mitra Pemerintahan Nagari (Studi di Kenagarian Pauh Kabupaten Pasaman). FIS: UNP. Padang