• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH RIKI INDRA PRATAMA NIM. 10533 7076 12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "OLEH RIKI INDRA PRATAMA NIM. 10533 7076 12"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pedagang asongan merupakan pedagang yang biasa menjual dagangannya di sekitar terminal dan di dalam bus. Lantas apa jadinya jika pengemudi dan kondektur tidak memberikan uang yang tidak sesuai keinginan calo? Yang terjadi selanjutnya adalah teriakan-teriakan tidak senonoh atau kata-kata kasar (sarkasme) yang keluar dari mulut calo kepada sopir dan kondektur.

Setiap partisipan dalam suatu tindak tutur bertanggung jawab atas tindakan dan penyimpangan kaidah kebahasaan dalam interaksi sosial (Agustina i Wijana, 2007: 3). Misalnya tuturan yang diucapkan calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur tidak mengandung unsur kesantunan berbahasa. Melalui penelitian ini akan dilakukan upaya untuk menyelidiki tuturan calo, pedagang asongan, supir dan kondektur di lingkungan terminal yang mengandung bahasa kasar dengan cara memperhatikan tuturan yang diucapkannya.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Kajian Pustaka

  • Penelitian Terdahulu
  • Sosiopragmatik
  • Ragam Bahasa
  • Tindak Tutur
  • Kesantunan
  • Prinsip Kesantunan Leech
  • Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan
  • Skala Kesantunan Leech

Bedanya dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian Febrianti lebih fokus pada aspek penggunaan bahasa yang terjadi pada film yang ditujukan untuk anak-anak, dimana dalam film yang ditujukan untuk anak-anak tidak diperkenankan menggunakan bahasa kasar. Selain penelitian tersebut, ada juga jurnal yang mengulas penggunaan bahasa kasar di jurnal. Dalam jurnal bahasa lain yang ditulis Rudianto, 2008, Unisir Palembang dengan judul Polite Language Skills disebutkan bahwa penggunaan bahasa santun lebih banyak terjadi pada kelompok terpelajar.

Pragmatik dan sosiolinguistik merupakan dua cabang ilmu linguistik yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap perlakuan bahasa yang terlalu formal yang dilakukan oleh kaum strukturalis. Tingkatan bahasa yang digunakan oleh penutur berbeda-beda tergantung pada besar atau kecilnya perhatian yang diberikan terhadap tuturan yang diucapkan. Menurut Kridalaksana, sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dalam interaksi sosial.

Ragam bahasa yang digunakan tergantung pada penggunaan topik yang dibicarakan; misalnya ada yang formal, informal, sopan, tidak sopan, bijak dan tidak bijak, dan sebagainya. Hal ini terlihat dari ragam bahasa yang terdapat pada lingkungan terminal ini, antara lain formal, informal, sopan dan tidak sopan, serta bijak dan tidak bijaksana.

Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN

  • Desain Penelitian
  • Variabel Penelitian
  • Sumber Data dan Data
  • Instrumen Penelitian
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data
  • Definisi Operasional

Ucapan ini termasuk dalam pelanggaran Asas Kebaikan dengan Maksim Hikmah karena telah memperbesar kerugian orang dan mengecilkan keuntungan orang lain. Kisah di atas adalah kisah seorang calo dan sopir (driver Panther) yang sangat kasar. Dari tuturan di atas jelas bahwa tuturan tersebut melanggar maksim hikmah, karena tuturan antara calo dan sopir justru memperbesar kerugian orang lain dan memperkecil keuntungan bagi dirinya sendiri.

Pernyataan tersebut termasuk dalam pelanggaran asas kesantunan dengan maksim kebijaksanaan karena menambah kerugian orang lain dan menurunkan keuntungan orang lain. Hawker 1 merasa tidak dihargai oleh Trader 2, sehingga ia mengucapkan kata-kata kasar. Kalimat di atas merupakan salah satu kata-kata kasar yang tidak baik untuk diucapkan kepada orang lain.

Ucapan ini termasuk dalam pelanggaran Asas Kebaikan dengan Maksim Hikmah karena telah memperbesar kerugian orang dan mengecilkan keuntungan orang lain. Sebaliknya pada pernyataan di atas, pengemudi justru meminimalkan keuntungan orang lain dan meminimalkan kerugiannya sendiri. Pada tuturan di atas terdapat kata kongkong yang dalam bahasa Indonesia berarti anjing.

Pernyataan di atas jelas melanggar maksim belas kasihan karena meminimalkan rasa hormat terhadap orang lain dan memaksimalkan rasa tidak hormat terhadap orang lain. Pada pernyataan di atas jelas melanggar maksim belas kasihan karena meminimalkan rasa hormat terhadap orang lain dan memaksimalkan rasa tidak hormat terhadap orang lain. Selama beberapa hari penulis mengamati kejadian-kejadian di lingkungan terminal.. tuturan yang diucapkan oleh masyarakat di lingkungan terminal khususnya calo, pedagang asongan, kondektur dan supir hanyalah tuturan yang mengandung kategori kekasaran linguistik.

Dari pedoman observasi di atas terlihat jelas bahwa tuturan yang biasa diucapkan oleh sebagian calo, pedagang asongan, kondektur dan pengelola melanggar asas kesantunan Leech.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HasilPenelitian

Dalam tuturan di atas, kata ana suntili merupakan singkatan bahasa Makassar dari ana sundala tiga kali yang berarti anak haram dan tanjaʹkongkong yang berarti muka anjing. Kata-kata dua salesman. melanggar maksim kebijaksanaan karena telah memaksimalkan kerugian orang lain dan meminimalkan keuntungan orang lain. Pada tuturan di atas, kata kaʹkabulamma adalah bahasa Makassar. Dalam bahasa Indonesia artinya tidak tahu malu, asuh artinya anjing, ganrang artinya dipukul, dan kongkong artinya anjing.

Percakapan kedua pedagang kaki lima tersebut melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian pihak lain dan meminimalkan keuntungan pihak lain. Perkataan pengemudi dan pedagang kaki lima melanggar maksim kebijaksanaan karena telah memaksimalkan kerugian orang lain dan meminimalkan keuntungan orang lain. Maksim penerimaan diungkapkan dalam kalimat imperatif dan imperatif, sedangkan pada tuturan di atas justru meminimalkan kerugian pada diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pada diri sendiri.

Maksim belas kasihan, yaitu meminimalkan rasa hormat terhadap orang lain dan memaksimalkan rasa tidak hormat terhadap orang lain. Tuturan tersebut termasuk melanggar asas kesantunan dengan maksim belas kasihan, yaitu meminimalkan rasa hormat terhadap orang lain dan memaksimalkan rasa tidak hormat terhadap orang lain. Dalam tuturan di atas, maksim belas kasihan ini jelas-jelas dilanggar, karena kondekturnya sopan dan berusaha memanfaatkan lawan bicaranya secara maksimal.

Broker dalam pidato di atas hendaknya bersyukur karena dipuji oleh kondektur, bukan mencela kondektur dengan mengatakan bahwa kondektur tidak akan membelinya karena tidak mempunyai uang. Tuturan ini mengandung pelanggaran asas kesantunan dengan maksim belas kasihan, yaitu meminimalkan rasa hormat terhadap orang lain dan memaksimalkan tidak menghormati orang lain. Pada tuturan di atas, penutur menggunakan kata perempuan lale yang dalam bahasa Indonesia berarti penggoda dan perempuan sundala yang berarti pelacur.

Terdapat bahasa kasar dalam tuturan di atas yakni kata suntili yang merupakan kependekan dari sundala tiga kali yang berarti anak haram dan otak doang yang berarti otak belalang.

Pembahasan

Jumlah data sebanyak 8. Dari hasil rekapitulasi data terlihat adanya pelanggaran asas kesantunan dalam “Penerapan kesantunan berbahasa di lingkungan terminal”. itu didominasi oleh maksim kebijaksanaan. Setelah menganalisis pidato langsung di lingkungan terminal, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Kata-kata yang diucapkan tersebut merupakan ucapan mereka sehari-hari di lingkungan terminal, karena apa yang mereka ucapkan sudah menjadi hal yang lumrah di lingkungan mereka, sehingga satu sama lain tidak akan merasa terlalu terganggu dengan kata-kata kasar yang diucapkan teman-temannya.

5 Jika Anda berada di lingkungan dan situasi yang berbeda, apakah ucapan yang Anda ucapkan akan sama dengan ucapan yang Anda ucapkan di terminal? Dari wawancara dengan orang-orang yang bekerja di lingkungan terminal, seperti calo, pedagang asongan, kondektur, dan supir, terlihat bahwa mereka sudah lama menjalankan profesinya. Rata-rata calo, pedagang asongan, kondektur, dan supir bekerja di terminal dari pagi hingga malam.

Kata-kata kasar yang melanggar prinsip sopan santun Leech yang sering diucapkannya kepada sesama teman di lingkungan terminal rupanya sudah menjadi hal yang lumrah. Tuturan yang mereka ucapkan sudah menjadi bahasa sehari-hari karena mereka merasa nyaman dengan tuturan tersebut tanpa memandang apakah tuturan yang mereka sampaikan kasar atau tidak. Namun dari hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap calo, pedagang asongan, kondektur dan supir, sebagian besar mengaku tidak menggunakan kata-kata kasar yang mereka ucapkan sehari-hari di terminal di luar lingkungan terminal.

Misalnya ketika berada di rumah, mereka bisa berbicara dengan sopan karena berhadapan dengan anggota keluarga seperti ibu, ayah, istri atau bahkan anak sendiri. Mereka tidak ingin kata-kata kasar yang biasa mereka ucapkan di lingkungan terminal diketahui atau bahkan ditiru oleh anak-anaknya. Namun ada juga beberapa calo yang mengaku bahwa pidato yang mereka sampaikan sudah seperti itu, sehingga dimanapun mereka berada, pidato mereka bisa sama dengan pidato yang biasa mereka sampaikan di terminal.

Dari hasil rekapitulasi data terlihat adanya pelanggaran asas kesantunan dalam “Terwujudnya Kesantunan Berbahasa di Lingkungan Terminal”.

Tabel Rekapitulasi Data
Tabel Rekapitulasi Data

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pepatah kebijaksanaan ini memerintahkan setiap peserta pembicaraan untuk meminimalkan kerugian bagi orang lain dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Misalnya, calo bekerja selama delapan tahun, pedagang asongan selama tujuh tahun, supir selama enam belas tahun, dan kondektur selama lima tahun. Alasan mereka memilih pekerjaan tersebut adalah karena mereka merasa tidak dapat melakukan pekerjaan lain selain pekerjaan yang sedang mereka jalani.

Bahkan ada pula di antara mereka yang tidur di sekitar terminal karena merasa terminal tersebut sudah ada. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa calo, pedagang asongan, kondektur, dan supir juga dapat menempatkan diri pada tempatnya dan dengan siapa ia berbicara. Diantaranya adalah maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan hati, maksim kerendahan hati, maksim keramahan, dan maksim simpati.

Dari tabel rekapitulasi di atas terlihat bahwa pelanggaran prinsip kesantunan yang paling dominan adalah maksim kebijaksanaan yang berjumlah tiga data dengan persentase 37,5% dan satu lagi hanya satu data per maksim dengan persentase 37,5%. 12,5%. Pepatah ini menguraikan setiap ungkapan untuk meminimalkan kerugian bagi orang lain, atau memaksimalkan manfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah besar jika orang Makassar sendiri yang mengucapkannya, karena kata-kata tersebut sering digunakan saat sedang emosi dan bercanda.

Kata ini merupakan kata yang paling berat dari semua kata terlarang yang ada di makassar karena kata ini berarti anak haram dan sebagainya yang berkaitan dengannya berasal dari bahasa Makassar ana yang berarti anak dan sundal/sundala yang berarti pekerjaan pelacur. Kata ini hampir sama dengan kata terlarang di atas, namun kata ini mempunyai arti vagina atau jenis kelamin perempuan, kata ini biasanya ditujukan untuk kaum hawa. Kata ini merupakan kata terlarang lainnya yang artinya menyebut manusia sebagai binatang yang menakutkan yaitu anjing, jangan pernah mengucapkan kata ini kepada orang dimanapun berada, kata diatas berasal dari tiga bahasa, yang pertama dog dari bahasa indonesia yang artinya anjing, yang kedua adalah kongkong yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti anjing dan terakhir janin berasal dari bahasa bugis yang juga berarti anjing.

Gambar

Tabel Rekapitulasi Data
Tabel Rekapitulasi Data

Referensi

Dokumen terkait

Malainin Lakhal 64 Challenges facing African Leadership on the occasion of Africa Week: Africa’s Decolonisation, Independence and New Forms of Dependence Alvin Botes 67 National and