• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Convolutional Neural Network NASNetLarge Menggunakan Augmentasi Data untuk Klasifikasi Citra Penyakit Daun Padi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Optimasi Convolutional Neural Network NASNetLarge Menggunakan Augmentasi Data untuk Klasifikasi Citra Penyakit Daun Padi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Convolutional Neural Network NASNetLarge Menggunakan Augmentasi Data untuk Klasifikasi Citra Penyakit Daun Padi

Afiana Nabilla Zulfa, Jasril*, Muhammad Irsyad, Febi Yanto, Suwanto Sanjaya

Fakultas Sains dan Teknologi, Teknik Informatika, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru, Indonesia Email: 111950121666@students.uin-suska.ac.id, 2,*jasril@uin-suska.ac.id, 3irsyadtech @uin-suska.ac.id, 4febiyanto@uin-

suska.ac.id , 5suwantosanjaya@uin-suska.ac.id Email Penulis Korespondensi: jasril@uin-suska.ac.id

Abstrak−Penyakit yang menyerang padi adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan hasil produksi padi. Penyakit padi diantaranya Blast, Brown Spot, Leaf Smut, dan penyakit padi lainnya. Membedakan penyakit padi dengan penglihatan memiliki kelemahan karena penyakit padi memiliki gejala dan ciri-ciri yang mirip. Petani kurang memiliki pengetahuan dalam mengidentifikasi jenis penyakit padi sehingga dibutuhkan teknologi yang dapat membantu untuk membedakan penyakit padi.

Metode yang digunakan untuk klasifikasi citra padi pada penelitian ini adalah Convolutional Neural Network arsitektur NASNetLarge. Terdapat dua proses klasifikasi yaitu proses klasifikasi menggunakan augmentasi data dan tanpa augmentasi data. Data terdiri atas 4 kelas, yaitu Healthy, Leaf Smut, Blast, dan Brown Spot dengan jumlah data 440 citra asli dan 1320 citra augmentasi. Penelitian ini menggunakan augmentasi data yaitu Horizontal Flips, Vertical Flips, dan Contrast. Hasil penelitian untuk proses klasifikasi tanpa augmentasi data mendapatkan akurasi tertinggi yaitu 94.31%, 100% precision, 100%

recall, dan 100% f1-score pada rasio 80:20, learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, dan optimizer Adam. Sedangkan akurasi yang diperoleh pada proses klasifikasi menggunakan augmentasi data adalah 98.73%, 96.11% precision, 100% recall, dan 98.01% f1-score pada rasio 70:30, learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adagrad. Hasil akurasi menunjukkan bahwa dengan augmentasi data dan hyperparameter yang digunakan dapat meningkatkan akurasi dalam klasifikasi citra penyakit daun padi.

Kata Kunci: Augmentasi; CNN; Klasifikasi; Padi; NASNetLarge

Abstract−Diseases that attack rice are one of the elements that can reduce rice production. Rice diseases include Blast, Brown Spot, Leaf Smut, and so on. Distinguishing rice disease from sight has a weakness because rice disease has similar symptoms and characteristics. Farmers lack knowledge in identifying rice disease types so that technology is needed that can help distinguish rice diseases. The method used for rice image classification in this study is the Convolutional Neural Network NASNetLarge architecture. There are two classification processes, namely the classification process using data augmentation and without data augmentation. The data consists of 4 classes, namely Healthy, Leaf Smut, Blast, and Brown Spot with a total of 440 original images and 1320 augmented images. This study uses data augmentation, namely Horizontal Flips, Vertical Flips, and Contrast. The results for the classification process without data augmentation obtained the highest accuracy, namely 94.31%, 100% precision, 100% recall, and 100% f1-score at a ratio of 80:20, learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, and optimizer Adam. While the accuracy obtained in the classification process using data augmentation is 98.73%, 96.11%

precision, 100% recall, and 98.01% f1-score at a ratio of 70:30, learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, and the Adagrad optimizer. The accuracy results show that the data augmentation and hyperparameters used can increase the accuracy in classifying rice leaf disease images.

Keywords: Augmentation; Classification; CNN; Rice; NASNetLarge

1. PENDAHULUAN

Padi atau dalam bahasa latin disebut Oryza sativa merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Padi memiliki kandungan 78.9% karbohidrat, 6.8% protein, 0.7% lemak, dan kandungan lainnya sebesar 0.6%. Menurut data Food and Agricultural Organization (FAO) pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia dengan produksi padi 54.65 juta ton [1]. Selain itu, Indonesia adalah negara yang paling banyak mengonsumsi beras di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa produksi beras meningkat hingga 0.05 juta ton atau 0.08% pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya [2].

Hasil produksi panen padi tidak selalu mengalami peningkatan. Indonesia memproduksi 59.2 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2018. Pada tahun 2019 produksi padi turun menjadi 4.6 juta ton atau 7.76% [3]. Hasil produksi padi yang menurun terjadi di Segintung Kecamatan Seruyan Hilir. Padi yang dimiliki petani terserang hama dan penyakit. Penyakit yang menyerang tanaman padi tersebut mengakibatkan daun padi menguning disertai bercak [4]. Hal ini juga terjadi di Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padang Lawas (Palas).

Padi tampak menguning seperti kekurangan air dan tidak pernah dipupuk. Petani telah melakukan penyemprotan insektisida racun pada padi dan tidak ada perubahan. Petani semakin khawatir karena penyakit pada padi akan terus menyebar sehingga menyebabkan gagal panen [5].

Menurut FAO penyebab utama dalam penurunan hasil panen padi adalah terdapat 20-40% hama dan penyakit pada padi [6]. Hama dan penyakit tanaman padi menyebabkan gagal panen sehingga berpengaruh pada produksi beras. Padi yang dijadikan sebagai makanan pokok di negara-negara seperti Indonesia, saat ini sedang mencari solusi dan inovasi untuk menangani masalah penyakit pada padi [7]. Hal ini dilakukan agar ketersediaan padi menjadi stabil. Penyakit yang sering menyerang tanaman padi yaitu Blast, Brown Spot, Leaf Smut, dan penyakit padi lainnya.

(2)

Secara manual membedakan penyakit tanaman padi dengan penglihatan memiliki banyak kelemahan. Hal ini disebabkan karena penyakit tanaman padi seperti Blast, Brown Spot, dan Leaf Smut memiliki gejala dan ciri- ciri yang mirip yaitu terdapat bercak coklat pada daun padi. Selain itu, juga diakibatkan karena petani kurang memiliki pengetahuan dan profesional dalam mengidentifikasi dan mendiagnosa jenis penyakit padi. Oleh sebab itu, diperlukan teknologi yang bisa membantu dalam membedakan penyakit daun pada tanaman padi. Teknologi yang digunakan adalah pemanfaatan pengolahan citra. Teknologi pengolahan citra disebut juga dengan Artificial Intelligence (AI). Teknologi AI akan memudahkan petani untuk mengambil tindakan dalam penanganan kasus penyakit pada padi. Metode yang termasuk pada teknologi AI seperti Machine Learning dan Deep Learning.

Penelitian tentang pemanfaatan pengolahan citra padi menggunakan Machine Learning telah dilakukan oleh peneliti yaitu Ramesh dan D. Vydeki pada tahun 2019 yang menerapkan metode Artificial Neural Network (ANN) dan K-Nearest Neighbor (KNN). Hasil akurasi diperoleh sebesar 85% untuk KNN dan 99% untuk ANN [8]. Selain itu, Raj Kumar dkk menggunakan metode Decision Tree (DT), Logistic Regression (LR), Naïve Bayes (NB), Random Forest (RF), Support Vector Machine (SVM), Linear Discriminant Analysis (LDA), serta Principal Component Analysis (PCA). Algoritma Random Forest memiliki kinerja terbaik untuk deteksi penyakit blas jamur dengan akurasi 73.12% untuk dataset pengujian dan akurasi 71.28% untuk dataset transfer learning [9]. Selain itu, pada tahun 2021 Muhammad Anwarul Azim dkk mengombinasikan ekstraksi ciri dengan XGBoost dan Support Vector Machine (SVM). Dataset terdiri dari 120 citra RGB dengan kelas hawar daun bakteri, bercak coklat, dan jamur api. Pada akhir penelitian memperoleh akurasi klasifikasi sebesar 86.58% [10].

Terdapat metode baru pada bidang Artificial Intelligence yang digunakan dalam pengolahan citra yaitu Deep Learning yang lebih baik dibandingkan Machine Learning. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait perbandingan Deep Learning dan Machine Learning diataranya oleh Ivana Alhabib dkk yang membandingkan akurasi Deep Learning, Random Forest, dan Naïve Bayes untuk prediksi penyakit jantung. Akurasi terbaik terdapat pada Algoritma Deep Learning yaitu 83.49% dengan kategori Excellent Classification [11]. Penelitian lain oleh Yunfen Lai yang membandingkan SVM dengan Deep Learning untuk menganalisa tulisan tangan yang ditulis secara digital. Model yang menggunakan Deep Learning menghasilkan akurasi 98.85% lebih baik dibandingkan model yang menggunakan SVM mendapatkan akurasi 93.92% [12]. Penelitian selanjutnya oleh Mohammad Farid Naufal menunjukkan bahwa metode Deep Learning menjadi metode terbaik untuk klasifikasi citra daun dengan accuracy 94.2%. Hasil akurasi Deep Learning lebih tinggi daripada algoritma KNN dan SVM [13]. Penelitian- penelitian tersebut membuktikan bahwa dalam pengolahan citra hasil akurasi Deep Learning lebih tinggi daripada Machine Learning.

Ada banyak arsitektur pada algoritma CNN, seperti AlexNet, NASNet, ResNet, VGGNet, XCeption, dan arsitektur lainnya. Pada tahun 2021 telah dilakukan penelitian tentang klasifikasi tanaman padi oleh Vimal K.

Shrivastava dkk menggunakan NASNetLarge dengan hyperparameter learning rate 0.01, batch size 8, dan Optimizer Adam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa NASNetLarge menjadi model tertinggi nomor 2 dengan akurasi 85.9% mengungguli AlexNet, MobileNet, NASNetMobile, dan arsitektur lainnya [14]. Penelitian berikutnya tentang klasifikasi lesi kulit yang dilakukan oleh Sara Atito dkk menunjukkan bahwa NASNetLarge termasuk pada 3 model terbaik dengan akurasi validasi sebesar 90% [15]. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat akurasi yang diperoleh menggunakan NASNetLarge lebih baik dari beberapa arsitektur CNN lainnya. Penelitian ini menerapkan arsitektur NASNetLarge untuk membangun model klasifikasi.

Salah satu cara untuk meningkatkan akurasi dapat dilakukan dengan penggabungan CNN dan augmentasi data. Pernyataan ini dibuktikan dengan penelitian Ulfah Nur Oktaviana dkk yang melakukan klasifikasi penyakit padi menggunakan augmentasi data yaitu rotasi, zoom, serta horizontal flip. Teknik augmentasi data pada penelitian ini berhasil meningkatkan akurasi model CNN. Hasil performa accuracy dengan data validasi sebesar 100% dan nilai validation loss rendah 5.61% [7]. Selain itu, penelitian dilakukan oleh Shivali Amit Wagle dkk menggunakan metode CNN arsitektur ResNet50, ResNet18, dan ResNet101 untuk klasifikasi daun dan validasi penyakit tanaman tomat. Augmentasi data yang digunakan yaitu position augmentation meliputi rotation, scaling, dan flipping. Selain itu, juga menggunakan color augmentation meliputi Hue, saturation, dan contrast. Augmentasi data yang diterapkan berpengaruh terhadap klasifikasi daun tomat dengan akurasi pengujian 99.99% dan akurasi validasi 95.83% [16]. Penelitian selanjutnya Pradnya dan Agita yang menerapkan augmentasi rescale, shift, share range, rotation range, dan fill mode. Hasil menunjukkan bahwa augmentasi data pada penelitian ini dapat meningkatkan akurasi yaitu 80% dengan augmentasi data sedangkan tanpa augmentasi data sebesar 54% [17].

Penelitian ini menggunakan augmentasi data yaitu Horizontal Flips, Vertical Flips, dan Color Augmentation yaitu Contrast serta hyperparameter optimization untuk klasifikasi citra penyakit daun pada tanaman padi. Penelitian terkait penggunaan hyperparameter optimization telah dilakukan oleh Jia Wu dkk. Hasil penelitian menujukkan bahwa dengan hyperparameter optimization hasil akurasi model akan meningkat [18]. Pada penelitian ini menggunakan hyperparameter optimization berupa learning rate, dense, batch size, serta Optimizer Adam dan Adagrad agar memperoleh hasil maksimum.

Tujuan penelitian adalah membandingkan tingkat akurasi menggunakan CNN arsitektur NASNetLarge serta hyperparameter untuk klasifikasi citra penyakit daun pada tanaman padi menggunakan augmentasi data dan tanpa augmentasi data.

(3)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan penelitian untuk klasifikasi citra penyakit daun tanaman padi ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Terdapat dua proses klasifikasi pada penelitian ini, yaitu proses klasifikasi menggunakan augmentasi data dan proses klasifikasi tanpa augmentasi data (citra asli). Tahap augmentasi data tidak digunakan pada proses klasifikasi citra asli.

2.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada tahap pengumpulan data adalah citra daun padi yang sehat dan daun padi penyakit Blast, Borwn Spot, dan Leaf Smut. Data yang digunakan yaitu data sekunder. 440 citra dikumpulkan dari website penyedia data Kaggle [19], [20] dan UCI Machine Learning [21]. Data dibagi atas 4 kelas, yaitu Blast, Brown Spot, Leaf Smut, dan Healty.

2.2 Preprocessing

Tahap preprocessing adalah tahapan yang bertujuan untuk memperoleh citra yang lebih bagus. Preprocessing yang digunakan yaitu crop dan resize.

a. Crop

Tujuan dilakukan crop adalah untuk mengambil citra penyakit pada daun yang ingin dideteksi [22]. Proses crop dilakukan dengan menjalankan kodingan python library.

b. Resize

Selanjutnya setelah citra di crop dilakukan resize. Resize digunakan untuk mengganti ukuran citra. Ukuran citra diperkecil untuk arah horizontal dan vertikal sebesar 331 × 331 piksel. Resize dilakukan dengan tujuan mempermudah dan mempercepat proses perhitungan [23]. Sampel citra asli dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Citra Asli 2.3 Augmentasi Data

Tahapan augmentasi data tidak digunakan pada proses klasifikasi citra asli. Teknik augmentasi ini digunakan untuk memperbanyak jumlah citra melalui proses modifikasi citra. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi model CNN. Teknik augmentasi dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi adanya overfitting yang menjadi kelemahan dari CNN [24]. Jenis augmentasi yang diterapkan yaitu horizontal flips, vertical flips, dan color augmentation yaitu contrast. Sampel citra augmentasi dapat dilihat pada gambar 3.

(4)

Gambar 3. Citra Augmentasi 2.4 Deep Learning

Setelah dilakukan tahap augmentasi, data tersebut dipecah menjadi data train dan test. Pembagian data terdiri atas 3 jenis yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rasio Data

Kelas Blast Brown Spot Leaf Smut Healty

Data Train 90% 90% 90% 90%

Data Test 10% 10% 10% 10%

Data Train 80% 80% 80% 80%

Data Test 20% 20% 20% 20%

Data Train 70% 70% 70% 70%

Data Test 30% 30% 30% 30%

a. Convolutional Neural Network

Setelah citra selesai diproses pada tahap augmentasi data, selanjutnya dilakukan penerapan Deep Learning.

Penerapan Deep Learning menggunakan metode CNN. Metode CNN memiliki keunggulan dalam memproses pengolahan citra gambar dan video [23]. CNN memiliki filter dua dimensi atau lebih yang membungkus input dari lapisannya. Lapisan pada CNN berguna untuk menjelajahi pola pada data multimedia [25]. Lapisan pada CNN terdiri dari input layer, output layer, dan hidden layers. Hidden layers berisi convolutional layer, pooling layer, dan fully connected layer [26].

b. NASNetLarge

NASNet merupakan arsitektur yang cara kerjanya menemukan blok terbaik dalam data yang kecil.

NASNetLarge dalam klasifikasi citra ImageNet berhasil memperoleh performa state-of-the-art mendapatkan akurasi top-1 yaitu 82.70% [27]. Gambar 4 menunjukkan struktur arsitektur NASNet.

Gambar 4. Struktur Arsitektur NASNet

Ada dua blok utama dalam arsitektur NASNetLarge, yang masing-masing terdiri dari 6 normal cell dan reduction cell. Gambar kedua cell pada arsitektur NASNet dapat dilihat pada gambar 5.

(5)

Gambar 5. Cell pada NASNet c. Hyperparameter Optimization

Hyperparameter optimization adalah proses yang digunakan untuk pengoptimalan algoritma dengan cara menggabungkan beberapa hyperparameter agar dapat memperoleh hasil akurasi maksimum [18]. Penelitian ini menggunakan hyperparameter optimization dengan batch size, dense, learning rate, serta Optimizer Adam dan Adagrad.

2.5 Evaluasi

Hasil eksperimen yang didapatkan dari beberapa skenario pengujian akan dievaluasi. Pengujian dalam model klasifikasi dilakukan menggunakan Confusion Matrix dengan matriks berukuran N × N. N yaitu jumlah kelas target. Rumus menghitung matriks dapat dilihat pada nomor 1, 2, 3, dan 4.

Accuracy (%) = ( TP+TN

TP+TN+FP+FN) × 100% (1)

Precision (%) = ( TP

TP+FP) × 100% (2)

Recall (%) = ( TP

TP+FN) × 100% (3)

F1 Score (%) = (2×Precision×Recall

Precision+Recall ) × 100% (4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen pada penelitian ini diimplementasikan dengan Google Colab, Python 3.8.16, library Keras, Tensorflow, MXNet, dan sebagainya. Spesifikasi perangkat yang digunakan yaitu processor AMD Ryzen 5 2500U

@ 2.00GHz dan memori RAM 8GB. Penelitian ini menerapkan metode CNN arsitektur NASNetLarge serta dengan beberapa kombinasi hyperparameter optimization. Parameter yang digunakan yaitu learning rate dengan nilai 0.1, 0.01, 0.001, 0.0001, dense dengan nilai 16 dan 256, batch size dengan nilai 32 dan 128, serta Optimizer Adam dan Adagrad. Penelitian dilakukan dengan 3 rasio data yaitu 90:10, 80:20, 70:30 dengan jumlah eksperimen yaitu 192 eksperimen untuk keseluruhan citra asli dan citra augmentasi. Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian citra asli dan citra augmentasi.

Tabel 2. Hasil Pengujian Citra Asli dan Citra Augmentasi

Rasio Data No Learning Rate Dense Batch Size Optimizer Accuracy

Citra Asli Citra Augmentasi

90:10:00 1

0.1

16

128 Adam 77.27% 95.45%

2 Adagrad 90.90% 96.96%

3 32 Adam 93.18% 95.45%

4 Adagrad 88.63% 94.69%

5

256

128 Adam 88.63% 94.69%

6 Adagrad 90.90% 96.21%

7 32 Adam 88.63% 92.42%

8 Adagrad 90.90% 93.93%

9 0.01 16 128 Adam 90.90% 93.18%

10 Adagrad 90.90% 94.69%

(6)

Rasio Data No Learning Rate Dense Batch Size Optimizer Accuracy

Citra Asli Citra Augmentasi

11 32 Adam 88.63% 96.21%

12 Adagrad 90.90% 96.21%

13

256

128 Adam 90.90% 94.69%

14 Adagrad 90.90% 93.93%

15 32 Adam 90.90% 95.45%

16 Adagrad 90.90% 93.18%

17

0.001

16

128 Adam 90.90% 94.69%

18 Adagrad 88.63% 93.18%

19 32 Adam 90.90% 96.21%

20 Adagrad 90.90% 92.42%

21

256

128 Adam 90.90% 92.42%

22 Adagrad 88.63% 90.90%

23 32 Adam 88.63% 91.66%

24 Adagrad 90.90% 94.69%

25

0.0001

16

128 Adam 90.90% 96.21%

26 Adagrad 90.90% 89.39%

27 32 Adam 90.90% 92.42%

28 Adagrad 84.09% 90.15%

29

256

128 Adam 90.90% 96.96%

30 Adagrad 84.09% 90.15%

31 32 Adam 90.90% 93.93%

32 Adagrad 88.63% 92.42%

80:20:00 1

0.1

16

128 Adam 89.77% 98.48%

2 Adagrad 93.18% 96.21%

3 32 Adam 93.18% 96.21%

4 Adagrad 93.18% 97.72%

5

256

128 Adam 90.90% 97.72%

6 Adagrad 93.18% 96.59%

7 32 Adam 94.31% 95.83%

8 Adagrad 94.31% 96.96%

9

0.01 16

128 Adam 90.90% 97.72%

10 Adagrad 90.90% 96.21%

11 32 Adam 94.31% 95.59%

12 Adagrad 92.04% 97.72%

80:20:00 13

0.01 256

128 Adam 90.90% 92.72%

14 Adagrad 94.31% 98.48%

15 32 Adam 94.31% 95.67%

16 Adagrad 90.90% 96.21%

17

0.001

16

128 Adam 87.50% 94.69%

18 Adagrad 85.22% 95.45%

19 32 Adam 93.18% 97.72%

20 Adagrad 90.90% 96.96%

21

256

128 Adam 90.90% 95.45%

22 Adagrad 90.90% 96.59%

23 32 Adam 93.18% 97.34%

24 Adagrad 94.31% 96.96%

25

0.0001

16

128 Adam 89.77% 95.07%

26 Adagrad 80.68% 90.90%

27 32 Adam 94.31% 98.10%

28 Adagrad 87.50% 92.42%

29

256

128 Adam 92.04% 98.10%

30 Adagrad 92.04% 93.56%

31 32 Adam 92.04% 97.72%

32 Adagrad 86.36% 95.07%

70:30:00 1

0.1 16

128 Adam 88.64% 96.96%

2 Adagrad 90.15% 98.73%

3 32 Adam 92.42% 98.73%

4 Adagrad 93.18% 97.72%

5 256 128 Adam 88.63% 98.48%

(7)

Rasio Data No Learning Rate Dense Batch Size Optimizer Accuracy

Citra Asli Citra Augmentasi

6 Adagrad 86.36% 98.48%

7 32 Adam 91.66% 98.23%

8 Adagrad 93.93% 97.47%

9

0.01

16

128 Adam 87.12% 96.96%

10 Adagrad 89.39% 97.22%

11 32 Adam 90.90% 97.47%

12 Adagrad 91.66% 98.48%

13

256

128 Adam 89.39% 97.47%

14 Adagrad 90.15% 97.72%

15 32 Adam 90.15% 97.97%

16 Adagrad 92.42% 98.73%

17

0.001

16

128 Adam 88.63% 98.73%

18 Adagrad 86.36% 93.39%

19 32 Adam 90.90% 98.48%

20 Adagrad 89.39% 97.47%

21

256

128 Adam 89.39% 97.97%

22 Adagrad 89.39% 98.23%

23 32 Adam 90.90% 98.73%

24 Adagrad 90.15% 98.48%

25

0.0001

16

128 Adam 86.36% 97.22%

26 Adagrad 84.84% 89.14%

27 32 Adam 90.15% 98.23%

28 Adagrad 87.87% 91.41%

29

256

128 Adam 88.63% 98.23%

30 Adagrad 86.36% 95.45%

31 32 Adam 92.42% 98.48%

32 Adagrad 84.09% 96.21%

Berdasarkan tabel 2, eksperimen ke-7 pada data rasio 80:20, learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, serta optimizer Adam menghasilkan akurasi tertinggi untuk citra asli. Accuracy yang diperoleh adalah 94.31%, 100% precision, 100% recall, dan 100% f1-score. Sedangkan eksperimen tertinggi untuk citra augmentasi terdapat pada data rasio 70:30 eksperimen ke-2 dengan learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adagrad.

Accuracy yang diperoleh adalah 98.73%, 96.11% precision, 100% recall, dan 98.01% f1-score.

Gambar 6. Grafik Hasil Pengujian Data Rasio 90:10

Gambar 6 menunjukkan perkembangan akurasi yang diperoleh dari pengujian data rasio 90:10 pada citra asli dan citra augmentasi. Akurasi yang diperoleh tidak selalu mengalami peningkatan pada tiap-tiap eksperimen.

Pada learning rate 0.1, dense 16, batch size 32, serta optimizer Adam, eksperimen ke-3 menghasilkan nilai akurasi tertinggi untuk citra aslinya. Accuracy yang diperoleh adalah 93.18%, 100% precision, 100% recall, dan 100% f1- score. Sedangkan nilai akurasi tertinggi untuk untuk citra augmentasi terdapat pada eksperimen ke-2 dengan learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adagrad. Accuracy yang diperoleh adalah 96.96%,

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

100,00%

0,1 0,01 0,001 0,0001

Accuracy

Learning Rate

Hasil Pengujian Data Rasio 90:10

Citra Asli Citra Augmentasi

(8)

89.18% precision, 100% recall, dan 94.28% f1-score. Hasil akurasi yang menggunakan citra augmentasi data lebih tinggi dibandingkan tanpa augmentasi data. Hasil akurasi meningkat sebesar 3.78%.

Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian Data Rasio 80:20

Gambar 7 menunjukkan perkembangan akurasi yang diperoleh dari pengujian data rasio 80:20 pada citra asli dan citra augmentasi. Akurasi yang diperoleh tidak selalu mengalami peningkatan pada tiap-tiap eksperimen.

Pada learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, serta optimizer Adam, eksperimen ke-7 menghasilkan nilai akurasi tertinggi untuk citra aslinya. Accuracy yang diperoleh adalah 94.31%, 100% precision, 100% recall, dan 100% f1- score. Sedangkan nilai akurasi tertinggi untuk untuk citra augmentasi terdapat pada eksperimen ke-1 dengan learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adam. Accuracy yang diperoleh adalah 98.48%, 94.28%

precision, 100% recall, dan 97.05% f1-score. Hasil akurasi yang menggunakan citra augmentasi data lebih tinggi dibandingkan tanpa augmentasi data. Hasil akurasi meningkat sebesar 4.17%.

Gambar 8. Grafik Hasil Pengujian Data Rasio 70:30

Gambar 8 menunjukkan perkembangan akurasi yang diperoleh dari pengujian data rasio 70:30 pada citra asli dan citra augmentasi. Akurasi yang diperoleh tidak selalu mengalami peningkatan pada tiap-tiap eksperimen.

Pada learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, serta optimizer Adagrad, eksperimen ke-8 menghasilkan nilai akurasi tertinggi untuk citra aslinya. Accuracy yang diperoleh adalah 93.93%, 97.05% precision, 100% recall, dan 98.50% f1-score. Sedangkan nilai akurasi tertinggi untuk untuk citra augmentasi terdapat pada eksperimen ke-2 dengan learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adagrad. Accuracy yang diperoleh adalah 98.73%, 96.11% precision, 100% recall, dan 98.01% f1-score. Hasil akurasi yang menggunakan citra augmentasi data lebih tinggi dibandingkan tanpa augmentasi data. Hasil akurasi meningkat sebesar 4.8%.

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

100,00%

0,1 0,01 0,001 0,0001

Accuracy

Learning Rate

Hasil Pengujian Data Rasio 80:20

Citra Asli Citra Augmentasi

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

100,00%

0,1 0,01 0,001 0,0001

Accuracy

Learning Rate

Hasil Pengujian Data Rasio 70:30

Citra Asli Citra Augmentasi

(9)

Gambar 9. Grafik Model Accuracy Pelatihan Pada Citra Asli Eksperimen 7 Data Rasio 80:20

Gambar 9 merupakan grafik model accuracy pada eksperimen ke-7 data rasio 80:20. Citra asli dengan learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, serta optimizer Adam menghasilkan hasil akurasi terbaik. Accuracy yang diperoleh adalah 94.31%, 100% precision, 100% recall, dan 100% f1-score. Nilai val_accuracy yang diperoleh pada grafik naik pada titik tertentu dan turun hingga epoch 50 yaitu 0.8676. Hasil menunjukkan bahwa grafik dengan learning rate 0.1 memperoleh akurasi mendekati angka 1 yang berarti model menghasilkan akurasi yang cukup bagus.

Gambar 10. Grafik Model Loss Pelatihan Pada Citra Asli Eksperimen 7 Data Rasio 80:20

Gambar 10 merupakan grafik model loss pada eksperimen ke-7 data rasio 80:20. Nilai loss yang diperoleh pada grafik turun dan naik hingga epoch 50 yaitu 8.0076. Hasil menunjukkan bahwa nilai loss semakin tinggi dan jauh dari nol yang berarti model mendapatkan nilai loss yang tidak bagus.

Gambar 11. Grafik Model Accuracy Pelatihan Pada Citra Augmentasi Eksperimen 2 Data Rasio 70:30

(10)

Gambar 11 merupakan grafik model accuracy pada eksperimen ke-2 data rasio 70:30. Citra asli dengan learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, serta optimizer Adagrad menghasilkan hasil akurasi terbaik. Accuracy yang diperoleh adalah 98.73%, 96.11% precision, 100% recall, dan 98.01% f1-score. Nilai val_accuracy yang diperoleh pada grafik terus meningkat hingga epoch 50 yaitu 0.9891. Hasil menunjukkan bahwa grafik dengan learning rate 0.1 memperoleh akurasi mendekati angka 1 yang berarti model menghasilkan akurasi yang bagus.

Gambar 12. Grafik Model Loss Pelatihan Pada Citra Augmentasi Eksperimen 2 Data Rasio 70:30 Gambar 12 merupakan grafik model loss pada eksperimen ke-2 data rasio 70:30. Nilai loss yang diperoleh pada grafik terus menurun hingga epoch 50 yaitu 0.0332. Hasil menunjukkan bahwa nilai loss rendah dan sudah mendekati nol yang berarti model yang dihasilkan cukup bagus.

Berdasarkan seluruh hasil eksperimen yang telah dilakukan, hyperparamaeter yang paling berpengaruh adalah learning rate 0.1 yang menghasilkan akurasi tertinggi untuk klasifikasi citra penyakit daun padi menggunakan citra asli dan citra augmentasi. Hasil menunjukkan semakin tinggi learning rate maka akan semakin tinggi pula nilai akurasi. Selain itu, hyperparameter yang paling berpengaruh pada citra asli yaitu menggunakan batch size 32 yang berarti semakin rendah nilai batch size pada citra asli maka akan semakin tinggi nilai akurasi model. Selanjutnya, hyperparameter yang paling berpengaruh pada citra augmentasi menggunakan dense 16, batch size 128 yang berarti semakin rendah nilai dense dan semakin tinggi nilai batch size maka akan memperoleh akurasi yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa hyperparameter tersebut memengaruhi model CNN yang telah dibangun.

4. KESIMPULAN

Penelitian klasifikasi citra penyakit daun pada tanaman padi menggunakan CNN dengan arsitektur NASNetLarge.

Terdapat dua proses klasifikasi yaitu proses klasifikasi menggunakan augmentasi data dan tanpa augmentasi data.

Data terdiri atas 4 kelas, yaitu Healthy, Leaf Smut, Blast, dan Brown Spot dengan jumlah data 440 citra asli dan 1320 citra augmentasi. Augmentasi yang digunakan yaitu Horizontal Flips, Vertical Flips, dan Contrast. Hasil penelitian untuk proses klasifikasi tanpa augmentasi data mendapatkan akurasi tertinggi yaitu 94.31%, 100%

precision, 100% recall, dan 100% f1-score pada rasio 80:20, learning rate 0.1, dense 256, batch size 32, dan optimizer Adam. Sedangkan akurasi yang diperoleh pada proses klasifikasi menggunakan augmentasi data adalah 98.73%, 96.11% precision, 100% recall, dan 98.01% f1-score pada rasio 70:30, learning rate 0.1, dense 16, batch size 128, dan optimizer Adagrad. Berdasarkan seluruh hasil eksperimen yang telah dilakukan, hyperparamaeter yang paling berpengaruh adalah learning rate dengan nilai 0.1 yang berarti semakin tinggi learning rate maka akurasi yang dihasilkan juga semakin tinggi. Selain itu, hyperparameter yang paling berpengaruh pada citra asli yaitu batch size 32 yang berarti semakin rendah nilai batch size maka semakin tinggi nilai akurasi. Hyperparameter yang paling berpengaruh pada citra augmentasi yaitu dense 16, batch size 128 yang berarti semakin rendah nilai dense dan semakin tinggi nilai batch size maka akan memperoleh akurasi yang tinggi. Hasil akurasi tersebut menunjukkan bahwa dengan augmentasi data dan hyperparameter tersebut dapat meningkatkan akurasi dalam klasifikasi citra penyakit daun tanaman padi. Penelitian selanjutnya, dapat menambahkan data citra dengan kelas penyakit padi lainnya sehingga klasifikasi jenis penyakit daun pada padi semakin beragam dan mengikuti perkembangan penyakit padi agar sistem dapat mengenali citra penyakit daun padi lebih baik lagi.

REFERENCES

[1] Baheramsyah, “Indonesia Peringkat Ketiga Penghasil Beras Terbesar di Dunia,” InfoPublik, Mar. 26, 2021.

https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/521429/indonesia-peringkat-ketiga-penghasil-beras-terbesar-di- dunia (accessed Oct. 17, 2022).

[2] Badan Pusat Statistik, “Luas panen padi pada tahun 2020 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019 sebesar 0,19 persen dan produksi padi pada tahun 2020 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2019 sebesar 0,08 persen,” Badan

(11)

Pusat Statistik, Mar. 01, 2021. https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/03/01/1855/luas-panen-padi-pada-tahun-2020- mengalami-penurunan-dibandingkan-tahun-2019-sebesar-0-19-persen-dan-produksi-padi-pada-tahun-2020-

mengalami-kenaikan-dibandingkan-tahun-2019-sebesar-0-08-persen.html (accessed Oct. 17, 2022).

[3] Badan Pusat Statistik, “Luas panen dan produksi padi pada tahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018 masing-masing sebesar 6,15 dan 7,76 persen,” Badan Pusat Statistik, Feb. 04, 2020.

https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/04/1752/luas-panen-dan-produksi-padi-pada-tahun-2019-mengalami- penurunan-dibandingkan-tahun-2018-masing-masing-sebesar-6-15-dan-7-76-persen.html (accessed Oct. 17, 2022).

[4] F. Haidi, “Tanaman Padi di Segintung Terserang Penyakit,” borneonews.co.id, Mar. 02, 2020.

https://www.borneonews.co.id/berita/158888-tanaman-padi-di-segintung-terserang-penyakit (accessed Oct. 17, 2022).

[5] Admin Berita Merdeka Online, “Daun Padi Menguning di Ulu Barumun Diduga Serangan Jamur Resahkan Petani,”

beritamerdekaonline.com. beritamerdekaonline.com, Padang Lawas, 2020. Accessed: Oct. 17, 2022. [Online].

Available: https://www.beritamerdekaonline.com/2020/06/daun-padi-menguning-di-ulu-barumun-diduga-serangan- jamur-resahkan-petani/

[6] M. Khoiruddin, A. Junaidi, and W. A. Saputra, “Klasifikasi Penyakit Daun Padi Menggunakan Convolutional Neural Network,” Data Institut Teknologi Telkom Purwokerto, vol. 2, no. 1, pp. 37–45, Feb. 2022, [Online]. Available:

https://www.kaggle.com/tedisetiady/leaf-rice-disease-

[7] Ulfah Nur Oktaviana, Ricky Hendrawan, Alfian Dwi Khoirul Annas, and Galih Wasis Wicaksono, “Klasifikasi Penyakit Padi berdasarkan Citra Daun Menggunakan Model Terlatih Resnet101,” Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem dan Teknologi Informasi), vol. 5, no. 6, pp. 1216–1222, Dec. 2021, doi: 10.29207/resti.v5i6.3607.

[8] S. Ramesh and D. Vydeki, “Application of machine learning in detection of blast disease in south indian rice crops,”

Journal of Phytology, vol. 11, pp. 31–37, Apr. 2019, doi: 10.25081/jp.2019.v11.5476.

[9] R. Kumar, G. Baloch, A. Baseer Buriro, and J. Bhatti, “Fungal Blast Disease Detection in Rice Seed using Machine Learning,” IJACSA) International Journal of Advanced Computer Science and Applications, vol. 12, no. 2, 2021, [Online]. Available: www.ijacsa.thesai.org

[10] M. A. Azim, M. K. Islam, M. M. Rahman, and F. Jahan, “An effective feature extraction method for rice leaf disease classification,” Telkomnika (Telecommunication Computing Electronics and Control), vol. 19, no. 2, pp. 463–470, Oct.

2021, doi: 10.12928/TELKOMNIKA.v19i2.16488.

[11] I. Alhabib, A. Faqih, and F. Dikananda, “Komparasi Metode Deep Learning, Naïve Bayes dan Random Forest untuk Prediksi Penyakit Jantung,” Informatics for Educators and Professionals, vol. 6, no. 2, pp. 176–185, Jun. 2022.

[12] Y. Lai, “A Comparison of Traditional Machine Learning and Deep Learning in Image Recognition,” in Journal of Physics: Conference Series, Nov. 2019, vol. 1314, no. 1. doi: 10.1088/1742-6596/1314/1/012148.

[13] M. F. Naufal, “Analisis Perbandingan Algoritma SVM, KNN, dan CNN untuk Klasifikasi Citra Cuaca,” Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, vol. 8, no. 2, pp. 311–318, Mar. 2021, doi: 10.25126/jtiik.202184553.

[14] V. K. Shrivastava, M. K. Pradhan, and M. P. Thakur, “Application of Pre-Trained Deep Convolutional Neural Networks for Rice Plant Disease Classification,” Proceedings - International Conference on Artificial Intelligence and Smart Systems, ICAIS 2021, pp. 1023–1030, Mar. 2021, doi: 10.1109/ICAIS50930.2021.9395813.

[15] S. A. A. Ahmed, B. Yanikoglu, O. Goksu, and E. Aptoula, “Skin Lesion Classification with Deep CNN Ensembles,”

2020 28th Signal Processing and Communications Applications Conference, SIU 2020 - Proceedings, Oct. 2020, doi:

10.1109/SIU49456.2020.9302125.

[16] S. A. Wagle, R. Harikrishnan, J. Sampe, F. Mohammad, and S. H. Md Ali, “Effect of Data Augmentation in the Classification and Validation of Tomato Plant Disease with Deep Learning Methods,” Traitement du Signal, vol. 38, no. 6, pp. 1657–1670, Dec. 2021, doi: 10.18280/ts.380609.

[17] W. M. Pradnya D and A. P. Kusumaningtyas, “Analisis Pengaruh Data Augmentasi Pada Klasifikasi Bumbu Dapur Menggunakan Convolutional Neural Network,” Jurnal Media Informatika Budidarma, vol. 6, no. 4, p. 2022, Oct. 2022, doi: 10.30865/mib.v6i4.4201.

[18] J. Wu, X. Y. Chen, H. Zhang, L. D. Xiong, H. Lei, and S. H. Deng, “Hyperparameter optimization for machine learning models based on Bayesian optimization,” Journal of Electronic Science and Technology, vol. 17, no. 1, pp. 26–40, Mar.

2019, doi: 10.11989/JEST.1674-862X.80904120.

[19] Shayan Riyaz, “Rice Leafs,” Kaggle, 2020. https://www.kaggle.com/datasets/shayanriyaz/riceleafs (accessed Oct. 19, 2022).

[20] Vbookshelf, “Rice Leaf Diseases Dataset,” Kaggle, 2020. https://www.kaggle.com/datasets/vbookshelf/rice-leaf- diseases (accessed Oct. 19, 2022).

[21] J. P. Shah, H. B. Prajapati, and V. K. Dabhi, “Rice Leaf Diseases Data Set,” 2017.

https://archive.ics.uci.edu/ml/datasets/rice+leaf+diseases (accessed Oct. 19, 2022).

[22] D. Efendi, Jasril, S. Sanjaya, F. Syafria, and E. Budianita, “Penerapan Algoritma Convolutional Neural Network Arsitektur ResNet-50 untuk Klasifikasi Citra Daging Sapi dan Babi,” Jurnal Riset Komputer, vol. 9, no. 3, Jun. 2022.

[23] G. Y. Alhafis, Jasril, S. Sanjaya, F. Syafria, and E. Budianita, “Klasifikasi Citra Daging Sapi dan Daging Babi Menggunakan EkstraksiCiri dan Convolutional Neural Network,” Jurnal Riset Komputer, vol. 9, no. 3, Jun. 2022.

[24] H. Prayoga Angjaya, K. Gunadi, and R. Adipranata, “Pengenalan Penyakit Pada Tanaman Pokok di Indonesia Dengan Metode Convolutional Neural Network,” JURNAL INFRA, vol. 9, no. 2, 2021.

[25] S. Khan, H. Rahmani, S. Afaq, A. Shah, and M. Bennamoun, A Guide to Convolutional Neural Networks for Computer Vision, vol. 8, no. 1. Australia: Morgan & Claypool, 2018.

[26] Suyanto, Machine Learning Tingkat Dasar dan Lanjut. Bandung: Informatika Bandung, 2018.

[27] D. Hindarto and H. Santoso, “Plat Nomor Kendaraan dengan Convolution Neural Network,” Jurnal Inovasi Informatika Universitas Pradita, vol. 6, no. 2, pp. 1–12, Sep. 2021.

Referensi

Dokumen terkait

Metode Convolutional Neural Network yang dikembangkan dalam penelitian ini, telah berhasil mencapai akurasi klasifikasi kelas Hate Speech dan Abusive Language