PENDAHULUAN
Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
- Permasalahan Penelitian
- Ruang Lingkup Penelitian
Selain itu, operasional bank syariah diatur secara khusus dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pengertian bank syariah sesuai dengan Pasal 1 Angka 7 UU No. 21 Tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari bank umum syariah dan bank keuangan rakyat syariah. Jenis dan kegiatan usaha perbankan syariah di Indonesia diatur dalam Pasal 18 sampai dengan 22 Bab IV UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Prinsip demokrasi ekonomi yang tertuang dalam Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan asas (khusus) hukum perbankan. Demikian pula Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 menyatakan bahwa perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Dari sisi klausula baku, pemerintah Indonesia juga telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tegasnya, Pasal 18 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 memuat ketentuan sanksi yang memuat klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian (kontrak) yang memuat ketentuan yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2). ) UU nomor 8 tahun 1999 adalah "batal demi hukum". Selain itu, Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.
Tujuan dan Kegunaan
- Tujuan Penelitian
- Kegunaan Penelitian
Kerangka Pemikiran
Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan kekuasaan, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945, yang berarti bahwa negara kesatuan republik indonesia adalah negara hukum yang didalamnya tindakan pemerintah dan lembaga-lembaga lain, termasuk warga negara, harus berlandaskan hukum. 10Zulfi Diane Zaini, Kemandirian Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, CV Keni Media, Bandung, 2012, hal. 9 Untuk kegiatan perbankan di Indonesia, kepastian hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 beberapa pasal diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai landasan hukum bagi kegiatan perbankan yang terus berkembang. Lembaga perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya diharapkan dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang bertugas mengatur dan mengawasi bank. Bank Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI), dan terakhir diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memisahkan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagai pelaksanaan ketentuan undang-undang ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Syariah dan nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang perkreditan bankir berdasarkan prinsip syariah dan telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana kepada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah - prinsip sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007.
Akad adalah musyawarah mufakat dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih bahwa benda tersebut mempunyai akibat hukum.13 Sesuai dengan Pasal 1 Angka 13 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa Akad adalah perjanjian tertulis antara bank syariah atau UUS dengan pihak lain yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Asas konsensual adalah jika suatu perjanjian telah dibuat, maka perjanjian itu sah dan mengikat sepenuhnya. Asas obligatoir adalah asas yang menyatakan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak terikat, tetapi pengikatan itu hanya terbatas pada timbulnya hak dan kewajiban.
Dalam kegiatan bisnis modern, para pebisnis secara bertahap mulai meninggalkan bentuk kontrak yang tidak standar dan beralih ke bentuk kontrak standar. Menurut Johannes Gunawan, kontrak baku adalah kontrak yang dari segi isi, bentuk, dan cara penutupannya dirancang, dibuat, diperbaiki, digandakan, dan dikomunikasikan secara sepihak oleh satu pihak, biasanya konsumen. Dalam KUHPerdata terdapat asas-asas hukum yang dapat dijadikan tolok ukur untuk menentukan apakah isi klausula dalam kontrak baku merupakan klausula yang memberatkan pihak lain secara tidak wajar.
Metode penelitian
- Pendekatan Masalah
- Sumber dan Jenis Data
- Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
- Analisa Data
Pasal 1338 KUH Perdata alinea pertama menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian itu, tidak dapat dicabut secara sepihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. UU no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak memuat pengertian kontrak baku dan klausula pengecualian, tetapi membentuk pengertian klausula baku sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 10, yaitu: disiapkan dan ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh perusahaan pelaku, sebagaimana ditentukan dalam suatu dokumen dan/atau kontrak yang mengikat dan harus dilengkapi oleh konsumen”. Memperhatikan isi ayat (1) dan ayat (2) Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, dapat dipahami bahwa ungkapan dan makna klausa baku tidak sama dengan ungkapan dan makna klausa ekskulpatif. .
Dengan kata lain, larangan-larangan yang ditentukan (atau hal-hal yang dilarang) oleh kesusilaan, kebiasaan dan hukum juga merupakan syarat-syarat suatu kontrak. Pengertian perbankan berdasarkan Pasal 1 Nomor 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, meliputi lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pengertian perbankan syariah dijelaskan dalam Pasal 1 Nomor 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank syariah dan badan usaha syariah, termasuk lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut Pasal 1 angka 2 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Pasal 1 angka 2 UU No 21 Tahun 2008 adalah badan usaha yang menghimpun uang. dari masyarakat dalam bentuk Tabungan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain itu, Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Bank Pembiayaan Rakyat Islam adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak menyediakan jasa pembayaran. - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia;
Selain itu, alinea pertama Pasal 26 UU No. 21 Tahun 2008 menegaskan bahwa kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa Syariah harus sesuai dengan prinsip Syariah. Untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, kegiatan operasional lembaga perbankan juga harus didasarkan pada beberapa prinsip hukum (khusus).66 Prinsip-prinsip perbankan syariah tercantum dalam Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 41 Pengertian prinsip syariah menurut Pasal 1 Angka 13 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang dinyatakan sesuai dengan syariah, termasuk pembiayaan dengan prinsip syariah. bagi hasil (mudharabah), pembiayaan menurut prinsip penyertaan pemilikan (musharakah), prinsip jual beli barang dengan menghasilkan keuntungan (murabahah). ), atau pembiayaan investasi barang dengan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan kemungkinan mengalihkan kepemilikan barang yang disewa dari bank kepada orang lain (ijarah wa iqtina).
Sedangkan menurut pasal 1 angka 12 UU No. 21 Tahun 2008, pengertian Prinsip Syariah adalah asas hukum Islam dalam kegiatan perbankan yang didasarkan pada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dalam menetapkan fatwa di bidang syariah. Prinsip ini juga ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang menyatakan: Bahwa Bank Indonesia dalam menjalankan kegiatannya berlandaskan Demokrasi Ekonomi dengan Asas Peduli. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 UU Perbankan yaitu: Bank Indonesia dalam menjalankan usahanya berdasarkan Demokrasi Ekonomi dengan Prinsip Kehati-hatian.
Dilihat dari ilmu hukum perjanjian, substansi Pasal 18, para. 3, dalam UU No. 8 Tahun 1999 penegasan kembali asas kebebasan mengadakan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo. Berkenaan dengan klausul baku dalam kontrak yang tidak sah menurut Pasal 18(1) 3 UU No 8 Tahun 1999, pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UU No 8 Tahun 1999. UU No 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No 3 Tahun 2006 dan terakhir dengan UU No 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama.
71 Undang-undang nomor 23 tahun 1999, yang kemudian beberapa pasal diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2004 dan terakhir diubah dengan undang-undang nomor 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia.