• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Superiority Alfred Adler dalam Mengatasi Stagnasi Motivasi Belajar di Kalangan Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pandangan Superiority Alfred Adler dalam Mengatasi Stagnasi Motivasi Belajar di Kalangan Mahasiswa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN. (Online); ISSN. Print) DOI:

Homepage: https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/jps

PANDANGAN SUPERIORITY ALFRED ADLER DALAM MENGATASI STAGNASI MOTIVASI BELAJAR DI KALANGAN MAHASISWA

1*Nurfigita Pratama, 2Mutia Aini Ahmad

1Psikologi Islam, Ushuluddin Adab dan Dakwah, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

2UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

*E-mail: nurfigita28@gmail.com

Received: 10 Februari 2023 Revised: 12 April 2023 Accepted: 30 Juni 2023

Abstract

Motivation to study among students is a very crucial matter, it is often encountered by students who prefer to stop studying for various reasons that lead to a lack or loss of motivation in taking lectures.

It can be understood that they do not have or may not even have an achievement or goal for them to realize. This paper aims to examine Alfred Adler's view of superiority in overcoming the stagnation of learning motivation among students. This study uses a type of library research (Library Research) by obtaining data by collecting data through secondary data sources, be it from books, journals, or related sources. Superiority or success is the final form of individual fighting power. Even though in the process of achieving success, fighting power is an innate aspect of the individual, but in its application the individual must develop this potential in his own way, with goals or objectives that will make direction and guidance to obtain superiority. This view is expected to be able to provide solutions for students to be able to feel more empowered in fulfilling learning motivation to achieve an achievement or goals in their life.

Keywords: Superiority, Motivation, Stagnation, College Student

Abstrak

Motivasi belajar dikalangan mahasiswa merupakan suatu hal yang sangat krusial, sering di jumpai mahasiswa yang lebih memilih berhenti berkuliah dengan beragam alasan yang menjurus pada kurang atau hilangnya motivasi dalam menempuh bangku perkuliahan. Dapat dipahami bahwasannya mereka tidak memiliki atau bahkan mungkin belum memiliki suatu capaian atau goal untuk mereka realisasikan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tentang pandangan superiority Alfred Adler dalam mengatasi stagnasi motivasi belajar di kalangan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan memperoleh data dengan cara mengumpulkan data melalui sumber data sekunder, baik itu dari buku, jurnal, atau sumber-sumber terkait. Superioritas atau keberhasilan merupakan bentuk akhir dari daya juang individu. Meskipun dalam proses meraih keberhasilan, daya juang merupakan aspek bawaan individu, tetapi dalam pengaplikasiannya individu harus mengembangkan potensi tersebut dengan caranya sendiri, dengan adanya goals atau tujuan akan menjadikan arah dan panduan untuk memperoleh superioritas. Pandangan ini diharapkan mampu untuk memberikan solusi bagi para mahasiswa untuk dapat lebih memiliki rasa berdaya dalam

(2)

Pendahuluan

Motivasi belajar di kalangan mahasiswa merupakan suatu hal yang patut untuk menjadi perhatian, belajar merupakan suatu kegiatan yang menjadikan mahasiswa menjadi pribadi yang berkembang. Dengan belajar, mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya menjadi pibadi yang berdaya. Di tengah beragam nya mata kuliah yang di hadapi membuat mahasiswa rentan mengalami stagnasi dalam memotivasi diri untuk belajar, hal ini dapat dilihat dari bagaimana mahasiswa tersebut melakukan solving terhadap masalah tugas perkuliahan yang digeluti, mengerjakan rentetan tugas dengan tepat waktu dan lain sebagainya. Ketika ia memiliki motivasi yang baik dalam belajar, ia akan mencari solusi apapun yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dengan upaya ia mampu mengerjakan tugas sebaik mungkin sehingganya ia memperoleh prestasi akademik berupa nilai yang memuaskan.

Tercetus pemikiran – pemikiran atau pandangan terkait bagaimana orang sakit menjadi orang yang sehat dan sukses? mengapa beberapa anak berhasil dan yang lain tidak berhasil, normal ataukah tidak? Apakah keinginan dan hasrat yang membuat sesuatu, atau ada hal lain yang tersembunyi dalam diri kita masing-masing? Apakah semangat dan keinginan yang membuat seseorang istimewa? Pertanyaan seperti ini menarik perhatian fisikawan Wina Alfred Adler, yang kemudian menjadi pendorong untuk mengembangkan teorinya yang disebut psikologi individual. (Boeree, 2010)

Adler menjelaskan bahwa individu didorong oleh harapan untuk masa depan daripada pengalaman masa lalu. Tujuan dari hal ini tidak ada di masa depan hanya sebagai bagian dari rencana, tetapi sebagai keinginan atau ambisi yang nantinya akan mempengaruhi perilaku. (Suryabrata, 2000). Dengan adanya goals yang akan direalisasikan akan menjadi pemicu nyata dari upaya manusia untuk menghadapi semua kesulitan dan sebagai bahan bakar motivasi untuk segala tindakannya.

Sementara itu terdapat beragam kemungkinan-kemungkinan terburuk mahasiswa dengan motivasi yang stagnasi, diantaranya seperti, tidak dapat memahami materi perkuliahan dengan baik, menunda dalam pengerjaan tugas, atau bahkan kemungkinan paling terburuknya ialah putus kuliah dengan tidak adanya persiapan atau planning yang dicanangkan. Menurut Kemenristekdikti (2018) indikator angka putus sekolah di perguruan tinggi Indonesia ditunjukkan oleh data statistik perguruan tinggi tahun 2018, sekitar proporsi mahasiswa yang putus sekolah secara nasional adalah 3% (245.810 dari 8.043.480 mahasiswa). Sedangkan di tahun 2019 angka putus sekolah untuk siswa adalah dan persen pada tahun 2019 (698.261 dari 8.314.120 siswa). (Kemenristekdikti, 2019). Keputusan putus kuliah lebih bersifat karena adanya perbedaan individu, dipengaruhi oleh sifat psikologis individu. Mutadin (dalam Chandra, 2017) menyatakan bahwasannya kesulitan- kesulitan yang dialami mahasiswa, seperti; kesulitan mengerjakan tugas yang banyak, jenuh dengan semua tugas yang didapatkan, kesulitan dalam menentukan judl skripsi atau tugas akhir pada mahasiswa semester akhir, kesulitan dalam menemukan referensi tugas dan ketakutan saat menemui dosen, hal-hal inilah yang pada akhirnya mengakibatkan mahasiswa menjadi stress dan depresi serta kehilangan motivasi untuk belajar.

(3)

Pola pikir pada individu yang berkembang, pendidikan cenderung sangat dihargai dengan bentuk aksi atas kerja keras dan ketekunan. Pola pikir berkembang adalah pengakuan kapasitas sebagai keterampilan lunak itu terbentuk. Sedangkan di sisi lain kepercayaan pada kecerdasan itu unik dan tidak bisa diubah (stereotype). Mahasiswa dengan keterampilan bertahan di perguruan tinggi cenderung bekerja keras untuk mengatasi tantangan dan kesulitan konfrontasi (Hochanadel & Finamore dalam Moesarofah, 2021). Di sisi lain, ketika mahasiswa percaya kemampuan adalah stereotip informasi awal atau tren masalah diakui sebagai jangkar mencegah kemungkinan berpikir kontrafaktual.

Berdasarkan hal tersebut beragam fakta menyelimuti sebab kurangnya minat belajar mahasiswa diantaranya fasilitas belajar yang kurang memadai, tidak adanya support atau dukungan baik itu dari keluarga, dosen ataupun lingkungan pergaulan. Mahasiswa akan merasa dihargai, disayangi, dan dipedulikan saat ia mendapatkan dukungan sosial serta ia merasa ditemani saat mengahadapi permasalahan dalam lingkup pembelajaran ataupun di luar dari lingkup pembelajaran, dukungan sosial berdampak penting pada semangat mahasiswa dalam menghadapi dunia perkuliahan. (Sarafino dalam Suciani &

Safitri, 2014) dan yang tidak kalah penting diantara semuanya ialah belum adanya capaian atau set goals yang akan di realisasikan. Menurut Adler (dalam Feist & Feist, 2017) ditengah perasaan inferior atau rasa lemah yang dirasakan individu, terselip daya juang untuk meraih superioritas (superiority) atau keberhasilan.

Selain itu, setiap individu memiliki definisi keberhasilannya masing-masing.

Kreativitas dan daya juang akan membentuk kepribadian seseorang, tidak hanya itu, beragam faktor yang dapat mempengaruhi dan berperan penting terhadap perkembangan minat sosial dan keteguhan. Adler beranggapan bahwasannya suatu daya juang individu telah terbawa dari saat ia lahir dan itu akan berlanjut sampai akhir usia nya (Hall & Lindzey, 1993). Misalnya seorang mahasiswa yang termotivasi karena adanya perasaan inferioritas ia akan berjuang untuk memperoleh tahapan pekembangan yang lebih tinggi, ketika ia mencapai tahapan inferior lagi nantinya maka ia akan berusaha untuk mencapai puncak superioritas kembali. (Feist & Feist, 2017) Dapat dipahami bahwasannya anggapan Adler mengenai inferioritas merupakan suatu hal yang dapat membantu seseorang untuk bangkit dan berjuang untuk menyempurnakan kehidupannya. (Suryabrata, 2000)

Superioritas atau keberhasilan merupakan bentuk akhir dari daya juang individu, entah itu dalam bentuk superioritas individu atau suatu kelompok (Adler dalam Feist &

Feist, 2017). Meskipun dalam proses meraih keberhasilan, daya juang merupakan aspek bawaan individu, tetapi dalam pengaplikasiannya individu harus mengembangkan potensi tersebut dengan caranya sendiri, dengan adanya goals atau tujuan akan menjadikan arah dan panduan untuk memperoleh superioritas. Sehingga menjadikan individu tersebut mampu mengembangkan potensinya dan mampu menghindarkan diri dari perilaku stagnasi.

Maka dari itu sikap stagnasi motivasi belajar pada mahasiswa akan dapat di hindari ketika ia mampu memiliki motivasi atau daya juang untuk meraih suatu superioritas atau keberhasilan, keinginan untuk mencapai apa yang dicita-citakan dan mampu melakukan

(4)

pemecahan masalah terhadap kendala di bangku perkuliahan yang dimana itu menjadi bahan penelitian dan novelty daripada jurnal artikel ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang dimana peneliti mengumpulkan secara sistematis, pengolahan data dan penarikan kesimpulan menerapkan metode serta teknik untuk menemukan jawaban masalah yang dihadapi dengan penelitian perpustakaan (Khatibah, 2011). Terdapat beberapa pengertian mengenai penelitian kepustakaan, diantaranya penelitian kepustakaan dari pendapat ahli, yang dirangkum oleh Mirzaqon dan Purwoko (2017) yaitu sebagai berikut, penelitian literatur adalah penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan data dengan menggunakan berbagai bahan di perpustakaan seperti dokumen, buku, jurnal, dan cerita sejarah. (Mardalis, 1999) Tinjauan pustaka atau kajian kepustakaan meliputi kajian teoretis, referensi, dan literatur ilmiah lainnya, terkait budaya, nilai, dan norma yang berkembang dalam konteks sosial. (Sugiyono, 2012) Tinjauan Pustaka atau penelitian kepustakaan adalah penelitian yang mengkaji berbagai rujukan dan penelitian sejenis sebelumnya untuk membantu memberikan landasan teori terhadap masalah yang diteliti.

(Sarwono, 2006)

Jadi, penelitian kepustakaan ialah penelitian atau kajian yang dilakukan dalam cara untuk mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai rujukan bahan di perpustakaan seperti buku referensi, penelitian serupa sebelumnya, artikel, catatan, berbagai Jurnal dan lain sebagainya yang menunjang permasalahan untuk dapat diselesaikan, mengumpulkan dan mengolah data dan secara sistematis melakukan kegiatan untuk menyelesaikan dan menggunakan cara atau metode tertentu yang nantinya akan mendapatkan jawaban atas masalah yang dijumpai.

Dalam hal ini, peneliti hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data dan satu sumber data yaitu sumber data sekunder. Data sekunder ialah suatu data yang di peroleh seorang peneliti dari pihak yang terlibat langsung pada objek (Sugiyono, 2008). Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode terdokumentasi. Artinya, melacak berbagai sumber seperti jurnal, artikel, buku, dan catatan khusus yang terkait dengan topik penelitian baik dari media cetak maupun elektronik.

Hasil dan Pembahasan

Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu keadaan dimana individu memiliki suatu dorongan atau kemauan untuk melakukan sesuatu dengan motif untuk mencapai tujuan. Motivasi berasal dari kata motif dan dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai keadaan internal

(5)

(kesiapan). Perubahan energi seseorang ditandai dengan munculnya emosi yang didahului oleh rangsangan untuk mencapai tujuan. (Masni, 2017) Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak bagi mahasiswa yang diharapkan dapat menciptakan kegiatan belajar, menjamin kesinambungan, memberikan arah kegiatan belajar, dan mencapai tujuan.

Menurut Hamalik (2002) motivasi adalah apa yang mendorong tindakan terjadi, mengarahkan tindakan menuju pencapaian tujuan yang diinginkan, dan menentukan kecepatan tindakan. Motivasi harus dianggap berkaitan dengan kebutuhan. Artinya, individu didorong untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut individu berupaya untuk merealisasikan langkah-langkah apa yang akan di lakukan, yang nantinya akan menjadi suatu panduan untuk motivasi agar terealisasikan.

Sedangkan Sardirman (2011) menjelaskan yang dimaksud dengan motivasi belajar ialah beberapa upaya untuk memenuhi kondisi – kondisi tertetu, yang dimana nantinya seseorang dapat melakukan sesuatu, dan bila ia tidak berkenan terhadap suatu kondisi tersebut ia bisa menolaknya. Sementara itu motivasi belajar menurut Djamarah (2008, dalam Tampubolon, 2020) Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik, artinya motivasi untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas tidak memerlukan rangsangan dari luar. Karena pada setiap orang mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi dari luar disebut motivasi ekstrinsik, tetapi motivasi yang aktif dan berfungsi melalui rangsangan dari luar. Nasution (1982) menjabarkan terdapat tiga fungsi motivasi yakni: pertama, mendorong manusia untuk melakukan sesuatu. Kedua, menjadikan arah tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, memilah dan memlih aksi nyata dan perbuatan apa yang digunakan untuk membantu merealisasikan tujuan yang ingin dicapai sehingga tidak berfokus pada hal-hal yang membuang-buang waktu dan tidak ada kebermanfaatan di dalamnya.

Dari penjabaran pendapat ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang mendorong seseorang untuk bertindak guna mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar mahasiswa dipahami sebagai jumlah total daya juang penggerak mahasiswa yang memicu suatu kegiatan pembelajaran atau proses penyajian yang menjamin kesinambungan, dan kegiatan belajar memberikan arahan sehingga tujuan materi pembelajaran yang diinginkan dapat dicapai.

Terdapat dua tipe mahasiswa, mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi dan ada mahasiswa dengan motivasi belajar rendah. Mahasiswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki keinginan untuk berhasil, keinginan kuat yang benar-benar datang dari diri mereka sendiri mahasiswa bersaing dengan orang lain atau bekerja sendiri sedangkan mahasiswa dengan motivasi belajar rendah lebih cenderung takut gagal, tidak mau mengambil risiko, berkinerja tinggi, dan tidak tertarik terhadap materi pembelajaran di kelas. (Chandra, 2017)

Anggraini (2016) berpendapat bahwasannya lulusan universitas tidak lagi dinilai dari gelar sarjananya yang diperoleh saja tetapi dari bagaimana konsep atau kemampuan berfikirnya. Jika lulusan perguruan tinggi lebih mengutamakan ilmu yang didapatkan bukan lagi hanya gelar sarjana maka hanya individu yang benar benar ingin menguasai

(6)

pemahaman terhadap ilmu tertentu saja yang akan mampu berjuang untuk melanjutkan tahap pendidikan yang lebih tinggi. Dapat terlihat bahwasannya mahasiswa yang berkulitas ialah mahasiswa yang mampu memahami dan menguasai bidang-bidang ilmu pengetahuan tersebut, bukan hanya pengharapan sebatas gelar dan ini cukup menjanjikan untuk menjadi tolak ukur atas kinerja suatu institusi pendidikan.

Syah (dalam Asiyah dan Jazuli 2022) menjabarkan ada dua jenis motivasi, pertama, motivasi Intrinsik yaitu keinginan untuk bertindak yang disebabkan oleh motif internal individu dan tidak perlu dirangsang dari luar. Karena pada setiap orang memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertindak menuju tujuan tertentu tanpa adanya faktor eksternal, seperti hal nya antusias dalam menyelesaikan dan mengumpulkan tugas kuliah dari dosen tanpa kompromi. mahasiswa tersebut memiliki prinsip belajar untuk mencapai tujuannya. Kedua, motivasi ekstrinsik yaitu terjadi Ketika mahasiswa menempatkan tujuan belajar di luar faktor konteks pembelajaran. Ini mengarahkan mahasiswa untuk belajar dengan tujuan mendapatkan nilai, gelar, kehormatan, dan penghargaan yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa motivasi ekstrinsik berkonotasi negatif, tetapi sebenarnya membutuhkan semangat untuk mempelajari apa yang ingin dicapai oleh mahasiswa yang salah satunya dengan belajar.

Berdasarkan hal tersebut Maulidia (2009) mencetuskan bahwasannya belajar adalah kegiatan yang kompleks, seringkali tidak langsung dapat diamati. Masalah umum dalam kegiatan belajar adalah kemalasan. Sifat malas ini terutama banyak terjadi pada remaja, dan mereka harus cerdas dan bijaksana, bukan hanya untuk mencari solusi.

Pendekatan psikologis menjelaskan bahwa malas belajar dapat disebabkan oleh faktor internal seperti kondisi fisik, kepribadian, motivasi, dan emosi. Faktor eksternal tidak sedikit berpengaruh terhadap malas belajar. Dalam hal ini, dari sudut pandang teori Brofenbrenner, paradigma lingkungan (ekologis) ditemukan sebagai efek interaksi antara manusia dan lingkungan eksternal individu.

Terdapat beberapa penyebab dari menurunnya motivasi belajar dari mahasiswa, yang dirangkum oleh Anggraini (2016), yakni diantaranya:

1. Kehilangan self esteem

Pengaruh self esteem atau harga diri bagi mahasiswa merupakan hal yang krusial, jika mahasiswa kehilangan perasaan keberhargaan dirinya maka ini akan mempengaruhi motivasi belajarnya, jika ia mendapat tekanan dan merasa tidak nyaman untuk berada dikelas atau mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari lingkungan kampus, baik itu teman ataupun dari dosen, maka ini akan berdampak pada motivasi belajarnya.

2. Fisik yang tidak nyaman

Mahasiswa akan selalu memperhatikan segala bentuk perubahan yang terjadi pada fisiknya, jika ia mendapati suatu ketidaknyamanan pada fisiknya ini akan berdampak pada menurunnya motivasi belajar dari mahasiswa tersebut serta menggangu fokus mahasiswa untuk fokus belajar.

3. Rasa frustasi

Frustasi merupakan suatu perasaan kekecewaan yang dirasa pada satu hal yang diharapkan tidak sejalan dengan realita. Jika mahasiswa merasa frustasi ini akan

(7)

menggangu proses pembelajarannya karena pikiran nya akan fokus pada permasalahan yang dihadapi.

4. Materi yang terlalu sulit atau terlalu mudah

Tentunya mahasiswa akan merasa senang jika diberikan materi yang mudah, namun hal ini tidak menutup kemungkinan nantinya mahasiswa akan merasa bosan. Untuk menanggulangi hal ini dapat dilakukan dengan memberikan materi dengan metode belaja yang berbeda dan fresh sehingga mahasiswa tidak merasa jenuh. Materi yang terlampau sulit akan membuat mahasiswa stress dan frustasi, materi yang sulit sebaiknya diberikan dengan metode yang sederhana dan mudah dipahami agar mahasiswa tetap mampu menerima materi tersebut dengan baik.

Menurut Frandsen (dalam Bella & Ratna, 2018) menyatakan bahwasannya kaingintahuan yang tinggi untuk membuka pengetahuan akan dunia, berfikir kreatif untuk bisa selalu maju, keinginan yang baik untuk mendapatkan kasih sayang baik itu dari orang tua, dosen, dan teman-teman, keinginan yang besar untuk dapat mengupgrade diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi, serta mendapat perasaan aman saat memahami suatu ilmu merupakan suatu hal-hal yang dapat mendorong mahasiswa untuk belajar. Dengan belajar mampu menjadikan individu tersebut unggul dalam bidang yang ia kuasai dan dengan begitu mampu menjadikan individu tersebut menjadi individu yang superior untuk dirinya sendiri. Circle atau lingkup pertemanan yang gemar belajar akan membantu mahasiswa untuk semangat belajar, tidak hanya sampai disitu, mahasiswa bisa mengikuti komunitas atau membuat grup belajar untuk menambah semangat belajar mereka karena pada hakikatnya semangat belajar itu akan membara dan menular dari satu individu ke individu lain. Mahasiswa juga dapat bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap optimistik yang tinggi serta memiliki positive mindset untuk bekal menjalani hari dengan semangat berani.

Sementara Winkel (dalam Chandra, 2017) menyatakan bahwasannya proses belajar membutuhkan motivasi. Karena dengan Motivasi, belajar menjadi sedikit lebih menyenangkan. Motivasi memainkan peran strategis dalam kegiatan belajar seseorang dan tidak ada yang belajar tanpa motivasi. Motivasi belajar adalah dorongan psikologis menyeluruh dari diri sendiri yang menghasilkan aktivitas belajar, menjamin kesinambungan dalam aktivitas belajar, dan mengarahkan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.

Individu memiliki tujuan yang sama, keunggulan, tetapi ada banyak cara untuk mengejar tujuan ini. Satu berusaha untuk mengembangkan kecerdasan dan menjadi superior, yang lain berusaha untuk menyempurnakan individu. Gaya hidup seorang yang tengah menjalani pandidikan berbeda dari seorang atlet. Seorang mahasiswa ia membaca, belajar, dan berpikir. Hidup lebih di belakang meja dan lebih jauh daripada orang yang aktif.

Akademisi menyesuaikan detail kehidupan mereka, kebiasaan rumah, rekreasi, rutinitas sehari-hari, hubungan dengan keluarga, teman dan kenalan, dan aktivitas sosial sesuai dengan tujuan keunggulan intelektual mereka. Segala sesuatu terjadi dalam kerangka tujuan tertinggi ini. Perilaku setiap orang dikaitkan dengan gaya hidup mereka. Orang- orang mengenali, belajar, dan mengingat apa yang sesuai dengan gaya hidup mereka, dan mengabaikan sisanya.

(8)

Berjuang untuk meraih keberhasilan atau superioritas merupakan prinsip pertama dari pemikiran adler atau bisa disebut juga dengan teori Adlerian. Adler mengurangi semua motif menjadi satu dorongan: mengejar kesuksesan atau keunggulan. Masa kecil Adler sendiri ditandai dengan kelemahan fisik dan rasa persaingan yang kuat dengan kakak laki- lakinya. Psikologi individual Adler mengajarkan bahwa setiap orang memulai hidup dengan kelemahan fisik yang menciptakan rasa rendah diri atau inferioritas. Orang yang tidak sehat mental berjuang untuk supremasi pribadi, sementara orang yang sehat mental berjuang untuk kesuksesan universal. (Feist & Feist, 2017). Selanjutnya, Adler menggambarkan kekuatan individu sebagai perjuangan untuk superioritas. Namun, dalam teori terakhirnya, ia membatasi istilah itu pada mereka yang berjuang untuk keunggulan pribadi atas orang lain, memperkenalkan istilah perjuangan untuk sukses, menggambarkan orang yang dimotivasi oleh minat (Adler dalam Feist & Feist, 2017). Setiap individu didorong oleh tujuan akhir, terlepas dari motivasi usahanya. Dalam berjuang untuk tujuan akhir, seseorang menciptakan dan mengejar banyak tujuan awal. Meskipun sub-tujuan ini sering dikenali, hubungan antara sub-tujuan dan tujuan akhir biasanya tetap tidak jelas. Selain itu, hubungan antara sub-tujuan itu sendiri jarang terwujud. Namun, dari perspektif tujuan akhir, subtujuan sesuai dengan pola konsistensi diri. Adler (1956) menggunakan analogi fitur dan subplot pembuat naskah drama sesuai dengan tujuan akhir dari drama tersebut.

Begitu kita mengetahui adegan terakhir, setiap dialog dan subplot memiliki makna baru.

Setelah mengetahui tujuan akhir, setiap tindakan menjadi jelas dan setiap sub-tujuan menjadi penting.

Dengan demikian dari penjabaran di atas terdapat korelasi antara motivasi terhadap superioritas atau keberhasilan yang tampak nyata adanya, dimana seseorang atau individu akan berjuang untuk merealisasikan apa yang menjadi tujuan nya, semakin tinggi tujuan yang di inginkan maka mustilah disertai dengan effort yang tinggi pula.

Menurut Uno (2008) antara motivasi dan belajar merupakan dua indikator yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sementara itu Mediawati (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang termotivasi didorong untuk terus belajar untuk mencapai hasil belajar yang baik. Oleh sebab itu, seorang mahasiswa mustilah memiliki suatu goals atau cita-cita yang nantinya harapan tersebut akan membantu mahasiswa untuk menata motivasi yang prima. Motivasi yang prima akan menuntun mahasiswa untuk lebih produktif menjalani hari, mampu terhindar dari sikap prokrastinasi, membantu fokus mahasiswa, dan yang terpenting ialah terhindar dari yang namanya stagnasi motivasi. Jika sudah memiliki visi dan life goals, kemampuan daya juang yang mumpuni serta kemauan motivasi yang tinggi, pada akhirnya mahasiswa tersebut bukan tidak mungkin dapat mencapai superioritasnya.

(9)

Penutup

Teori Adlerian superioritas merupakan teori tentang bagaimana seorang individu mampu berjuang atau memiliki daya juang yang tinggi untuk mencapai tahapan superiotitas, untuk mencapai tahapan superioritas mahasiswa dapat mencanangkan tujuan-tujuan atau life goals yang akan di capai nantinya. Dengan adanya tujuan tersebut mampu memicu daya juang dan memotivasi mahasiswa, menjadikan mahasiswa lebih bersemangat dalam mencapai tujuan akhirnya. Untuk menghindari motivasi yang stagnasi mahasiswa dapat bergaul dengan teman-teman yang memiliki semangat belajar yang tinggi, menerapkan growth mindset yakni keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan yang dimiliki untuk dapat dikembangkan. Satu hal yang tidak boleh luput dari mahasiswa, yaitu mahasiswa juga harus ingat bahwasannya ia juga memerlukan rehat dari ragamnya kesibukan kuliah, atau memanjakan diri dengan memberikan self reward sederhana terhadap segala capaian yang telah diperoleh. Perilaku ini dapat meningkatkan semangat untuk menyelesaikan segala deadline yang tersisa, seperti hal nya mendapatkan tidur yang cukup atau tidur lebih cepat setelah begadang mengerjakan tugas di malam sebelumnya, mengudap snack favorit atau melakukan hal-hal yang mampu membangkitkan semangat mahasiswa dalam misi menyelesaikan segala tugas-tugas yang ada. Jika seorang mahasiswa memiliki motivasi dan perjuangan untuk mencapai keunggulan dan keberhasilan, memiliki keinginan untuk mencapai apa yang dicita-citakannya, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah terhadap hambatan dalam perkuliahan, maka akan dapat dihindari terjadinya stagnasi motivasi belajar mahasiswa. Hal-hal ini dapat membantu untuk merangsang produktivitas mahasiswa, mahasiswa dengan produktivitas yang tinggi bukan tidak mungkin untuk mampu menjadi pribadi yang berkualitas. Pribadi berkualitas ialah pribadi yang peranannya bermanfaat untuk lingkungan dan masyarakat serta ikut berkontribusi dalam kemajuan bangsa di masa depan.

Daftar Pustaka

Anggraini, I. S. (2016). Motivasi belajar dan faktor-faktor yang berpengaruh: sebuah kajian pada interaksi pembelajaran mahasiswa. Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran, 1(02).

Asiyah, O. M., & Jazuli, M. F. (2022). Meningkatkan Motivasi Belajar Sebagai Solusi Terhadap Problem Malas Kuliah. Arus Jurnal Pendidikan, 2(1), 16-20.

Bella, M. M., & Ratna, L. W. (2018). Perilaku malas belajar mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Trunojoyo Madura. Competence: Journal of Management Studies,

(10)

Boeree, C. G (2010). Personality Theories. Yogyakarta: Prismaophie.

Chandra, A. (2017). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa. PSIKOLOGI KONSELING, 10(1).

Feist, J., Feist, G (2017). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Hall, C. S & Lindzey, G (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

KBBI, (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Kemerinstekdikti. (2018). Indonesia Higher Education Statistical Year Book 2018. Chemistry –A European Journal, 15(21), 1–7. Retrieved from https://pddikti.ristekdikti.go.id/asset/data/p ublikasi/Statistik Pendidikan Tinggi Indonesia 2018.pdf

Kemenristekdikti. (2019). Statistik Pendidikan Tinggi (Higher Education Statistics) 2019.

Pusdatin Kemenristekdikti. Retrieved from

http://www.mohe.gov.my/web_statistik/

Khatibah, K. (2011). Penelitian Kepustakaan. Iqra': Jurnal Perpustakaan dan Informasi.

5(01), 36-39.

Masni, H. (2017). Strategi meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 5(1), 34-45.

Maulidia, R. (2009). Problem Malas belajar pada remaja (sebuah analisis psikologis). At- Ta'dib, 4(2).

Mediawati, E. (2010). Pengaruh Motivasi Belajar Mahasiswa dan Kompetensi Dosen Terhadap Prestasi Belajar. Jurnal Dinamika Pendidikan.

Mirzaqon. T, A dan Budi Purwoko. (2017). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling Expressive Writing. Jurnal BK Unesa, 8(1).

Moesarofah, M. (2021). MENGAPA MAHASISWA PUTUS KULIAH SEBELUM LULUS? In PROSIDING SEMINAR NASIONAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG.

(11)

Sardiman, A. M. (2007). Interaksi dan Motifasi Belajar Mangajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suciani, D., & Safitri, S. (2014). Hubungan dukungan sosial dengan motivasi belajar pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Esa Unggul, 12(02), 126710.

Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Suryabrata, S. (2000). Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Tampubolon, B. (2020). Motivasi belajar dan tingkat belajar mandiri dalam kaitannya dengan prestasi belajar mahasiswa. Jurnal PIPSI (Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia), 5(2), 34-41.

Uno, H. B. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan menurut ayat-ayat al-Qur’an (QS. Al- Fath/48: 4, 18, dan 26), sakinah atau kedamaian ini datang dari Allah pada dalam hati