• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAPER ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

N/A
N/A
Ni Made Fiera Lidya Nirmala

Academic year: 2024

Membagikan "PAPER ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Paper ini Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Isu Akuntansi Publik Dosen Pengampu : Dr. Ana Sopanah, SE., M.Si., Ak., CA., CMA

Disusun Oleh :

Ni Made Fiera Lidya Nirmala (201622018152829) Abdul Hannan Firdaus (212622018253815)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

2022

(2)

LATAR BELAKANG

Saat ini isu tentang pencemaran lingkungan, kerusakan alam dan pemanasan global menjadi perhatian serius. Bumi yang sudah tidak lagi sehat menunjukan berbagai macam gejala, seperti kondisi cuaca yang tidak normal dan teratur, bencana alam di berbagai tempat dan semacamnya. Hal tersebut merupakan dampak dari kerusakan lingkungan. Lingkungan kini semakin tercemari oleh limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri dari pabrik, rumah sakit, dan hotel. Namun saat ini perusahaan mulai sadar akan dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasionalnya, hal ini didukung dengan regulasi dari pemerintah seperti Undang-Undang No. No. 23 tahun 1997 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup sehubungan dengan aktivitas usahanya. Sama halnya dengan perusahaan, rumah sakit sebagai organisasi jasa yang bergerak di bidang kesehatan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan juga dapat memberikan dampak negatif yaitu limbah yang berpotensi mencemari lingkungan dan menularkan penyakit. Limbah rumah sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikro organisme patogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik.

Pencemaran lingkungan di indonesia sudah mencapai pada tahap mengkhawatirkan.

Lingkungan ini semakin tercemari oleh limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri dari pabrik, rumah sakit dan hotel. Hal inilah yang selanjutnya menjadi dorongan pembentukan Asosiasi Pengendalian Pencemaran Lingkungan (APPLI) pada tanggal 10 Desember 2008.

Rumah sakit yang merupakan organisasi yang harus dapat memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat, sudah sepantasnya mengendalikan limbahnya yang justru akan berdampak pada penyebaran wabah penyakit. Menciptakan lingkungan yang sehat seharusnya menjadi salah satu misi organisasi yang bergerak di bidang kesehatan. Sehingga penerapan dan manajemen lingkungan menjadi tuntutan penting yang harus dilakukan.

Penerapan Green hospital di tahun 2013 menjadi isu yang marak diperbincangkan.

Konsep rumah sakit yang berwawasan lingkungan di rumah sakit lebih diarahkan pada penggunaan air yang lebih efektif dan efisien, penggunaan energi listrik yang efisien, serta pengelolaan limbah cair dan padat yang berwawasan lingkungan. Di sisi lain, Green Hospital harus memperhatikan adanya pengelolaan limbah pada (sampah) yang baik dan berwawasan lingkungan. Tindakan rumah sakit sebagai upaya pelestarian lingkungan rumah sakit agar lebih baik, sehat dan nyaman, dapat dilakukan melalui penyediaan ruang terbuka hijau dan menjadikan rumah sakit area bebas rokok. Hal ini dapat tercipta melalui manajemen yang berwawasan lingkungan. Isu lingkungan sudah menjadi wacana dunia. Hal ini Menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi atas pengrusakan sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan sehingga harus dilakukan upaya yang terintegrasi antar negara. Komite bisnis

(3)

International Federation of Accountants (IFAC) adalah organisasi Akuntan dunia adalah salah satu organisasi yang banyak memberikan perhatiannya dalam permasalahan lingkungan, IFAC (2011).

Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi lingkungan. Akuntansi lingkungan menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya, selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa. Tujuan utamanya adalah dipatuhinya perundangan perlindungan lingkungan untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan.

Konsep akuntansi lingkungan atau green accounting sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitian-penelitian yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an. Di negara-negara maju seperti yang ada di eropa, Jepang (Djoko, 2006) perhatian akan isu-isu lingkungan ini berkembang pesat baik secara teori maupun praktik. Hal-hal ini dibuktikan dengan banyaknya peraturan terkait dengan lingkungan ini.

Akuntansi lingkungan juga menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi. Akuntansi lingkungan berkaitan dengan dampak lingkungan sebuah bisnis, akuntansi lingkungan nasional berusaha untuk mencapai yang sama pada tingkat internasional.

Di Indonesia, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah menyusun suatu standar pengungkapan akuntansi lingkungan dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No.

32 dan 33. Ketua PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan untuk melaporkan item-item lingkungannya dalam laporan keuangan. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan yakni dengan diterbitkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan revisi peraturan sebelumnya tahun 1982 tentang manajemen lingkungan. Lebih lanjut, suatu noda kesepahaman tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari peraturan Bank Indonesia No 7/2/BI/2005.

Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui PROPER (Program Penilaian Peringkat Perusahaan) adalah tolak ukur mereka. Di sisi lain, di Indonesia terdapat kurang lebih 40 NGO (Non Governmental Organization) yang dibentuk untuk mengendalikan dampak lingkungan di indonesia.

Meskipun demikian, praktik akuntansi lingkungan di Indonesia sampai saat ini mungkin belum efektif. Cepatnya tingkat pembangunan di masing masing daerah dengan adanya otonomi ini terkadang mengesampingkan aspek lingkungan yang disadari atau tidak pada akhirnya akan menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan lingkungan. Para aktivis lingkungan di Indonesia menilai kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini disebabkan oleh ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkannya.

Selama ini perusahan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang

(4)

dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan dan lain-lain. Karena perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya.

Namun lama kelamaan karena memang perusahaan ini dikenal juga sebagai binatang ekonomi yang mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, akhirnya semakin lama semakin besar dan sukar dikendalikan.

Dalam akuntansi konvensional yang menjadi fokus perhatiannya adalah pencatatan dan pengakuan terhadap kegiatan atau dampak yang timbul akibat hubungan antar perusahaan dengan pelanggan atau lembaga lainnya sedangkan Green Accounting menyoroti aspek lingkungan dan dampak dari kegiatan produksi perusahaan.

Besarnya dampak eksternal ini terhadap kehidupan masyarakat yang menginginkan manfaat perusahaan menyebabkan timbulnya keinginan untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh perusahaan secara sistematis sehingga dampak negatif dari eksternal ini tidak menjadi semakin besar. Dari semacam hal ini kemudian mengilhami sebuah pemikiran untuk mengenbangkan ilmu akuntansi yang bertujuan untuk mengontrol tanggung jawab perusahaan. Adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya menerangkan informasi data keuangan antara pihak perusahaan dengan pihak ketiga namun juga mengatasi hubungan dengan lingkungan. Ilmu akuntansi yang mengatur proses pengukuran, penyajian, pengungkapan, dan pelaporan eksternal disebut dengan akuntansi lingkungan.

Di dalam dunia bisnis dikenal bahwa akuntansi merupakan penyedia informasi dan merupakan alat pertanggungjawaban manajemen yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Di dalam akuntansi konvensional informasi dalam laporan keuangan merupakan hasil transaksi perusahaan dari pertukaran barang dan jasa antara dua atau lebih entitas ekonomi. Pertukaran barang antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya menjadi cenderung diabaikan akibat dari perlakuan akuntansi tersebut yang menyebabkan pengguna laporan keuangan memperoleh informasi yang kurang lengkap terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

Alokasi biaya lingkungan terhadap produk atau proses produksi dapat memberikan manfaat motivasi bagi manajer atau bawahannya untuk menekan polusi sebagai akibat dari proses produksi tersebut. Di dalam akuntansi konvensional, biaya ini dialokasikan pada biaya overhead dan pada akuntansi tradisional dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan dialokasikan ke produk tertentu atau dialokasikan pada kumpulan-kumpulan biaya yang menjadi biaya tertentu sehingga tidak dialokasikan ke produk secara spesifik.

Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan adalah limbah produksi. Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, limbah diartikan sebagai sisa suatu usaha dan atau kegiatan produksi, sedangkan pencemaran diartikan sebagai proses masuknya makhluk hidup atau zat, dan energi maupun komponen lain dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan itu tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya limbah produksi yang dihasilkan oleh operasional perusahaan terdapat kemungkinan bahwa limbah tersebut berbahaya bagi lingkungan sehingga limbah sebagai residu operasional

(5)

perusahaan memerlukan pengelolaan dan penanganan khusus oleh perusahaan agar tidak menyebabkan dampak negatif yang lebih besar terhadap lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Akuntansi lingkungan ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan limbah produksi merupakan salah satu contoh dampak negatif dari operasional perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan pengukuran, penilaian, pengungkapan dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan.

Menurut Permenkes, 1204/Menkes/PerXI/2004, yang mengatur tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat ataupun dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan;

untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Terkait tanggung jawab yang dibebankan kepada rumah sakit atas timbulnya permasalahan lingkungan, seperti kegiatan pengelolaan limbah akibat kegiatan operasionalnya, tentunya rumah sakit harus mengeluarkan biaya lingkungan terkait pengelolaan limbah.

Menurut Gunawan (2012:48), biaya lingkungan adalah biaya yang ditimbulkan akibat adanya kualitas lingkungan yang rendah sebagai akibat dari proses produksi yang dilakukan perusahaan.

Rumah sakit yang merupakan organisasi yang harus dapat memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat, sudah sepantasnya mengendalikan limbahnya. Menciptakan lingkungan yang sehat seharusnya menjadi salah satu misi organisasi yang bergerak di bidang kesehatan. Sehingga penerapan akuntansi dan manajemen lingkungan menjadi tuntutan penting yang harus dilakukan.

Biaya lingkungan perlu dilaporkan secara terpisah berdasarkan klasifikasi biayanya. Hal ini dilakukan supaya laporan biaya lingkungan dapat dijadikan informasi untuk mengevaluasi kinerja operasional perusahaan terutama yang berdampak lingkungan. Elyafei (2012), perusahaan juga harus membuat akun khusus untuk biaya pengelolaan limbah dalam laporan keuangannya, sehingga pihak pengguna laporan keuangan, baik internal maupun eksternal percaya bahwa perusahaan telah mengolah limbahnya dengan baik, ditunjukkan dengan adanya biaya khusus pengolahan limbah. Akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para penggunanya mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan.

Akuntansi seringkali hanya dikaitkan dalam hal bisnis saja, padahal akuntansi juga dapat digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan. Menurut Aniela (2012:15), akuntansi berperan dalam upaya pelestarian lingkungan, yaitu melalui pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan terkait dengan biaya lingkungan atau environmental costs. Sistem akuntansi yang ada didalamnya terdapat akun-akun terkait dengan biaya lingkungan ini disebut sebagai

(6)

green accountingatauenvironmental accounting.

Akuntansi lingkungan merupakan perkembangan dari akuntansi sosial sebagai bentuk tanggung jawab sosial pada bidang ilmu akuntansi yang berfungsi untuk mengidentifikasi, mengakui, mengukur, menyajikan, dan mengungkapkan akuntansi lingkungan. Dalam pengolahan limbah, rumah sakit perlu menerapkan akuntansi lingkungan untuk mendukung kegiatan operasional terutama dalam pengolahan limbah sehingga akuntansi lingkungan ini akan menjadi kontrol terhadap tanggung jawab rumah sakit.

Penerapan akuntansi lingkungan juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar biaya lingkungan yang dikeluarkan dalam mengolah limbah tersebut dengan menggunakan sistem akuntansi sehingga dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan, dapat mengontrol tanggung jawab rumah sakit dalam menjaga lingkungan sekitarnya. Dalam pengelolaan dan penanganan limbah ini memerlukan perhitungan biaya melalui perlakuan akuntansi yang tersistematis dengan baik. Perlakuan akuntansi lingkungan meliputi proses mengidentifikasi, mengakui, mengukur, menyajikan dan mengungkapkan informasi perhitungan biaya pengolahan limbah pada rumah sakit. Hal ini merupakan masalah akuntansi yang menarik untuk dilakukan peneliti karena biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah ini nantinya akan disajikan dalam laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban rumah sakit.

Dari sejumlah penelitian mengenai akuntansi lingkungan, peneliti mengambil banyak ketertarikan pada riset yang dilakukan oleh Fika Erisya Islamey, Ni Made Indrawati dan I Gusti Ayu Intan Saputra Rini, Samsiar, Trisna Sary Lewaru dan Fanny M. Anakotta. Hal tersebut akan dijabarkan dibawah ini. Pada tahun 2016 Fika melakukan riset tentang “Perlakuan Akuntansi Terhadap Pengelolaan Limbah Pada Rumah Sakit Paru Jember”. Fokus penelitian ini mengungkap perlakuan akuntansi terhadap pengelolaan limbah pada Rumah Sakit Paru Jember menyangkut identifikasi, pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapannya. Hasilnya ia menemukan bahwa di Rumah Sakit Paru Jember biaya-biaya terkait pengolahan limbah teridentifikasi atas beberapa biaya, yaitu pada limbah cair terdapat biaya pemeliharaan, biaya bahan habis pakai dan biaya pemeriksaan, pada limbah padat terdapat biaya pengadaan mesin, biaya pemeliharaan, biaya bahan habis pakai dan biaya bahan bakar, sedangkan pada limbah sampah non medis terdapat biaya pengangkutan saja.

Di Indonesia tidak sedikit kasus penemuan limbah medis yang dibuang tanpa adanya pengolahan limbah yang baik. Pada tanggal 30 Juni 2020 silam tumpukan limbah ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Bekasi. Bukan hanya itu saja bahkan limbah medis tersebut ditumpuk menjadi satu dengan sampah rumah tangga. Hal tersebut membuat masyarakat khususnya warga sekitar dan pemulung khawatir atas kebersihan di kawasan pembuangan. Atas kejadian itu masyarakat berharap pemerintah pusat maupun Pemerintah Kota Bekasi bersama Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk bisa mengelola limbah medis secara serius. Dengan mengacu ke dalam peraturan MenLHK No P.56/Menlhk-Setjen/2015 tahun 2015 tentang tata cara pengolahan limbah B3 dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Namun juga banyak rumah sakit di Indonesia yang sudah melakukan pengolahan limbah

(7)

medis dari pengolahan limbah cair, limbah padat dan limbah non medis, seperti Rumah Sakit Paru Jember, Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan, dan Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Kabupaten Kepulauan Aru.

Pada paper kali ini, penulis menemukan perbedaan konteks yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam penerapan akuntansi lingkungan pengelolaan limbah medis, dimulai dari Rumah Sakit Paru Jember, Rumah Sakit Paru Jember dalam mengidentifikasi, mengukur, menilai, menyajikan dan mengungkap mengenai kegiatan pengolahan limbahnya dalam akuntansi menggunakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. Namun secara tidak langsung pihak rumah sakit sudah mengikuti teori dan standar akuntansi keuangan yang ada.

Selanjutnya pada Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan, Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan belum menerapkan perlakuan akuntansi lingkungan karena berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan tidak terdapat perlakuan khusus terhadap pelaporan biaya-biaya lingkungan dan aktivitas yang dilakukan. Serta yang terakhir pada Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Kabupaten Kepulauan Aru, dalam hal penerapan akuntansi lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Kabupaten Kepulauan Aru belum menerapkannya, hal tersebut dibuktikan dengan belum tersedianya laporan biaya lingkungan dan juga pencatatan mengenai biaya-biaya untuk menangani limbah di rumah sakit masih sangat manual yaitu berupa lampiran-lampiran saja.

Oleh sebab itu penulis sangat tertarik untuk meneliti permasalahan pengolahan limbah medis di Indonesia, karena permasalahan pengolahan limbah medis di Indonesia terbilang cukup sistematis untuk dianalisis penerapan akuntansi lingkungannya, sehingga penulis berupaya untuk memaparkan lebih lanjut mengenai kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan rumah sakit terutama dalam bidang lingkungan, khususnya pada pengelolaan limbah medis yang setiap hari dihasilkan dalam setiap aktivitasnya, karena rumah sakit merupakan salah satu lembaga pelayanan publik pada bidang kesehatan yang erat hubungannya dengan masyarakat, diharapkan kedepannya kita sebagai masyarakat dapat mengambil peran dengan ikut memahami dan mengawasi terhadap pembuangan dan pengelolaan limbah yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga pengolahan limbah dapat terus berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku agar nantinya tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan rumah sakit.

(8)

RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan operasional rumah sakit?

2. Kenapa menerapkan akuntansi lingkungan pada rumah sakit sangat penting?

3. Bagaimana cara meningkatkan kinerja akuntansi lingkungan di rumah sakit agar bisa berjalan dengan baik?

4. Bagaimana pertanggungjawaban sosial pihak rumah sakit terhadap masyarakat terkait dengan pengelolaan limbah?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan operasional rumah sakit.

2. Untuk mengetahui pentingnya penerapan akuntansi lingkungan pada rumah sakit.

3. Untuk mengetahui cara meningkatkan kinerja akuntansi lingkungan di rumah sakit.

4. Untuk mengetahui pertanggungjawaban sosial pihak rumah sakit terhadap masyarakat terkait dengan pengelolaan limbah.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan

Lingkungan Menurut ISO 14001 adalah keadaan sekeliling dimana organisasi beroperasi, termasuk udara, air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna, manusia dan interaksinya. Lingkungan di Indonesia sering disebut lingkungan hidup. Menurut Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dampak lingkungan adalah perubahan apapun yang terjadi pada lingkungan, baik yang merugikan maupun yang bermanfaat, yang keseluruhannya atau sebagian disebabkan oleh lingkungan dan organisasi.

B. Pengertian Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan istilah berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (Environmental Cost) ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintahan. Akuntansi lingkungan didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut. (Arfan Ikhsan, 2008:14). Akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Akuntansi adalah istilah yang luas yang digunakan dalam jumlah konteks yang berbeda (Arfan Ikhsan, 2009:16), seperti:

a. Penilaian dan pengungkapan lingkungan terkait informasi keuangan dalam konteks akuntansi keuangan dan pelaporan.

b. Penilaian dan penggunaan lingkungan terkait informasi fisik dan keuangan dalam konteks Akuntansi Manajemen Lingkungan.

c. Estimasi atas dampak eksternal lingkungan dan biaya-biaya, sering mengacu pada Full Cost Accounting (FCA). Akuntansi lingkungan dapat selanjutnya digambarkan dalam dua area utama, yaitu (Arfan Ikhsan, 2009:84) :

i. Akuntansi lingkungan keuangan ii. Akuntansi manajerial

C. Tujuan Penerapan Akuntansi Lingkungan

Tujuan akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya. Tujuan

(10)

lain dari pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Menurut Arfan Ikhsan (2009:21) tujuan dan maksud dikembangkannya akuntansi lingkungan yaitu sebagai berikut :

a. Akuntansi lingkungan merupakan alat manajemen lingkungan, sebagai alat manajemen lingkungan. Akuntansi lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi lingkungan. Data akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya keseluruhan konservasi lingkungan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan.

b. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat, sebagai alat komunikasi publik, akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan pandangan masyarakat digunakan sebagai umpan balik untuk mengubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan lingkungan

D. Fungsi dan Peranan Akuntansi Lingkungan

Pentingnya penggunaan akuntansi lingkungan bagi perusahaan atau organisasi lainnya dijelaskan dalam fungsi dan peran akuntansi lingkungan. Fungsi dan peran tersebut dibagi kedalam dua bentuk. Fungsi pertama disebut dengan fungsi internal dan fungsi kedua disebut fungsi eksternal (Arfan Ikhsan, 2009:32). Masing-masing fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi Internal Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan. Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan setiap kebijakan internal perusahaan.

b. Fungsi Eksternal Fungsi eksternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. Fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan merupakan hasil yang diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk didalamnya adalah informasi tentang sumber sumber ekonomi suatu perusahaan.

Fungsi eksternal memberikan kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholder, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi.

(11)

E. Tahapan Perlakuan Alokasi Biaya Lingkungan

Sebelum mengalokasikan pembiayaan untuk pengelolaan dampak lingkungan seperti pengelolaan limbah, pencemaran lingkungan, pencemaran udara, pencemaran suara dan efek sosial lainnya, perusahaan perlu merencanakan tahap pencatatan pembiayaan tersebut. Tahap-tahap ini dilakukan agar dalam pengalokasian anggaran yang telah direncanakan untuk satu periode akuntansi dapat diterapkan dengan efektif dan efisien (Mulyani, 2013). Pencatatan untuk mengelola segala macam yang berkaitan dengan limbah sebuah perusahaan didahului dengan perencanaan yang akan dikelompokkan dalam pos-pos tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan riil setiap tahunnya. Pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tahun 2009 antara lain sebagai berikut:

a. Identifikasi

Pertama kali perusahaan akan menentukan biaya untuk pengelolaan biaya penanggulangan eksternalitas yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional usahanya adalah dengan mengidentifikasi dampak negatif tersebut. Misalkan sebuah Rumah Sakit yang diperkirakan akan menghasilkan limbah berbahaya sehingga memerlukan penanganan khusus untuk hal tersebut mengidentifikasi limbah yang mungkin ditimbulkan antara lain : limbah padat, cair, maupun radioaktif yang berasal dari kegiatan instalasi rumah sakit atau kegiatan karyawan maupun pasien (Hadi, 2012).

b. Pengakuan

Apabila sudah diidentifikasi selanjutnya diakui sebagai akun atau rekening biaya pada saat penerimaan manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan. Biaya yang digunakan oleh perusahaan setiap bulannya untuk mengelola limbah perusahaan dengan cara mengambil dari biaya yang sudah dicadangkan (dianggarkan) sebelumnya yakni melalui pembiayaan dibayar dimuka. (Cahya Ningsih, 2016).

c. Pengukuran

Pengukuran (measurement) adalah penentuan angka atau satuan pengukur terhadap suatu objek untuk menunjukkan makna tertentu dari objek tersebut (Suwardjono dalam Mulyani, 2013). Pada umumnya, perusahaan mengukur biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pengelolaan lingkungan dengan menggunakan satuan moneter yang sudah ditetapkan sebelumnya dan sebesar yang dikeluarkan. Diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil perusahaan setiap periode.

d. Pengungkapan

Pengungkapan (disclosure) berkaitan cara pembebanan atau penjelasan

(12)

hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan. Menurut standar akuntansi yang berisi tentang informasi atau objek harus disajikan secara terpisah dan statemen utama, apakah suatu pos perlu dirinci atau apakah suatu informasi cukup disajikan dalam bentuk catatan kaki (footnote) (Suwardjono, 2013).

F. Biaya Lingkungan

Biaya lingkungan adalah dampak, baik moneter atau non-moneter yang terjadi oleh hasil aktivitas perusahaan yang berpengaruh pada kualitas lingkungan (Arfan Ikhsan, 2009:82). Definisi biaya lingkungan mencakup seluruh biaya-biaya paling nyata (seperti limbah buangan), untuk mengukur ketidakpastian (Arfan Ikhsan, 2009:103).

Biaya lingkungan pada dasarnya berhubungan dengan biaya produksi, proses, sistem atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan manajemen yang lebih baik. Biaya lingkungan meliputi biaya internal dan eksternal dan berhubungan dengan seluruh biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan kerusakan lingkungan dan perlindungan (Arfan Ikhsan, 2009:104). Sebelum informasi biaya lingkungan dapat diberikan kepada manajemen, biaya lingkungan harus didefinisikan. Biaya lingkungan dapat disebut sebagai biaya kualitas lingkungan. Sama halnya dengan biaya kualitas, biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi. Biaya lingkungan menurut Hansen dan Mowen (2009: 403):

a. Biaya pencegahan (environmental prevention costs) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan/atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Contoh aktivitas-aktivitas pencegahan adalah evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk mengurangi atau menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan, audit risiko lingkungan, pelaksanaan penelitian lingkungan, pengembangan sistem manajemen lingkungan, daur ulang produk, serta pemerolehan sertifikat ISO 14001.

b. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs) adalah biaya-biaya untuk aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Contoh aktivitas deteksi lingkungan adalah audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses (agar ramah lingkungan), pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, serta pengukuran tingkat pencemaran.

c. Biaya kegagalan internal (environmental internal failure cost) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Contoh aktivitas kegagalan internal adalah

(13)

pengoperasioan peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur ulang sisa bahan.

d. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure costs) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah kedalam lingkungan. Contoh aktivitas kegagalan eksternal adalah membersihkan tanah yang tercemar, menyelesaikan klaim kecelakaan pribadi (yang berhubungan dengan lingkungan), merestorasi tanah ke keadaan alamiah, hilangnya penjualan karena reputasi lingkungan yang buruk, menggunakan bahan baku dan listrik secara tidak efisien, menerima perawatan medis karena polusi, hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran, hilangnya manfaat danau sebagai tempat rekreasi, dan rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat.

G. Corporate Social Responsibility(CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai tanggung jawab sosial suatu perusahaan kepada para stakeholders, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja operasinya (Hamdani, 2016: 170). Penerapan CSR di perusahaan, khususnya rumah sakit akan menciptakan suatu hubungan harmonis antara perusahaan dan masyarakat. Salah satu tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukakan oleh Elkington di atas adalah dengan menjaga kelestarian alam maupun lingkungan. Apabila rumah sakit menerapkan akuntansi lingkungan dalam kegiatan operasinya, artinya juga secara tidak langsung rumah sakit telah menjalankanCorporate Social Responsibility (CSR) dengan baik. Kedisiplinan tersebut dapat dilihat dari pengungkapan segala kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan melalui akuntansi lingkungan.

H. Limbah Rumah Sakit

Pengertian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit ada dua jenis yaitu:

a. Limbah Padat

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu:

(14)

1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.

Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik hitam.

2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari :

Limbah padat medis dapat dikelola dengan menggunakan Incinerator. Incinerator adalah suatu alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran suhu tertentu, sehingga sampah dapat terbakar habis sampai menjadi debu. Incinerator merupakan sebuah alat khusus menyerupai tungku yang digunakan untuk membakar limbah padat dengan suhu tinggi. Limbah-limbah padat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Incinerator dan dibakar selama dua jam dengan suhu 1.200° Celcius dan menghabiskan 30 liter minyak tanah tiap kali pembakaran.

b. Limbah Cair

Limbah cair rumah sakit adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radioaktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah bangunan air yang berfungsi untuk mengolah air buangan yang berasal dari kegiatan yang ada di fasilitasi pelayanan kesehatan. Salah satu sistem IPAL yang telah banyak digunakan pada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan adalah IPAL dengan sistem biofilter anaerob aerob.

1. Proses Biofilter.

2. Proses Biofilter Aerob

3. Proses Biofilter Anaerob Aerob

(15)

METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Jenis analisis yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendalami suatu kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan dari berbagai sumber informasi terkait. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggali informasi secara terperinci serta mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data dan informasi.

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dengan melakukan kajian pustaka seperti jurnal, makalah ilmiah, hasil penelitian dan sebagainya. Data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian adalah jurnal yang memuat teori yang akurat dan relevan dengan penelitian yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilengkapi dengan data atau pendapat para pakar dalam literatur tersebut, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, makalah ilmiah dan hasil dari penelitian terdahulu.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit Di Indonesia 1. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit Paru Jember

Rumah sakit paru jember dalam melaksanakan kegiatan pengolahan limbah mengacu pada standar operasional prosedur rumah sakit paru jember dan berada dalam pengawasan dinas kesehatan. Pengolahan limbah dilaksanakan sebagai upaya untuk mewujudkan wilayah rumah sakit yang sehat agar tidak menjadi sumber penularan rumah sakit. Kegiatan pengelolaan limbah pada rumah sakit paru jember dibagi atas pengelolaan limbah cair melalui IPAL, pengolahan limbah padat melalui mesin incinerator dan limbah sampah non medis dilakukan pengangkutan oleh dinas pekerjaan umum.

Biaya- biaya yang timbul selama kegiatan pengelolaan limbah terdiri atas biaya pemeliharaan. Biaya pengelolaan dan biaya pemeriksaan. Biaya tersebut merupakan biaya yang timbul atas kegiatan transaksi selama proses pengolahan limbah, sebagai bentuk perlindungan dan penyehatan terhadap lingkungan. Karena belum adanya standar yang mengatur mengenai pelaporan biaya lingkungan maka rumah sakit paru jember melaporkan dan mengklasifikasi biaya berdasarkan kebijakan rumah sakit.

Berdasarkan penjabaran diatas diketahui bahwa rumah sakit paru jember dalam mengklasifikasikan biaya adalah berdasarkan pada jenis limbah dan transaksi yang terjadi selama pengolahan limbah berlangsung. Pengklasifikasian tersebut memang sesuai dengan PSAK No 33 (IAI, 2011) Tentang Pertambangan Umum yang berisi Biaya pengelolaan lingkungan hidup adalah biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya.

Dengan demikian biaya yang timbul untuk mencegah dan mengatasi terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan operasional Rumah Sakit Paru Jember yang biasa disebut dengan biaya pengolahan limbah juga dapat dikategorikan sebagai biaya pengelolaan lingkungan.

2. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Badan Rumah Sakit Umum Tabanan

Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSU) Tabanan sebagai lembaga pelayanan kesehatan masyarakat yang melakukan berbagai macam aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan. Aktivitas pengelolaan limbah yang dilakukan oleh Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan seperti limbah padat (medis dan non medis) dan limbah cair. Limbah yang dihasilkan Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan sebelum diolah dilakukan pemisahan sesuai dengan jenis limbah. Pengolahan limbah dilakukan dengan beberapa metode sesuai jenis limbahnya.

Metode pengelolaan limbah Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan yaitu:

(17)

1) Metode Pengelolaan Limbah Padat Medis

Pengelolaan limbah padat medis Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan dilakukan dalam 3 langkah pengelolaan. Adapun langkah-langkah pengelolaan limbah padat medis sebagai berikut:

a) Pengumpulan Semua jenis limbah medis dibuang pada tempat sampah berupa ember plastik berwarna merah tertutup yang telah dialasi dengan kantong plastik warna kuning, khusus limbah medis traumatic (jarum, ampul, benda-benda tajam) terlebih dahulu dimasukkan ke dalam jerigen, setelah jerigen berisi 2/3 dapat ditutup kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampah medis yang telah tersedia di masing-masing ruangan.

Kegiatan pengumpulan limbah medis dilaksanakan setiap hari oleh petugas masing-masing ruangan penghasil limbah medis.

b) Pengangkutan

Jika ada ruangan yang menghasilkan sampah gangren (jaringan tubuh mati) lewat dari jam 10.00 segera dilakukan pengambilan oleh petugas khusus limbah medis dibawa ke tempat penampungan sementara limbah B3. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kereta sampah kemudian dilakukan penimbangan.

c) Pemusnahan

Pemusnahan limbah medis dengan menggunakan incinerator pada suhu 1000° C dan menghabiskan 27 liter solar tiap kali pembakaran. Limbah medis yang terkumpul dimasukkan ke dalam incinerator dan dibakar setiap hari dari pukul 10.00 sampai selesai. Pembakaran limbah tersebut dilakukan 2 kali dalam sehari sebanyak 200 kilogram limbah padat.

Setelah pembakaran selesai, abu yang dihasilkan dipindahkan ke dalam wadah, kemudian diangkut dibawa ke bak sanitary landfill.

2) Metode Penanganan Limbah Padat Non Medis

Penanganan limbah padat non medis Badan Rumah Sakit Umum Daerah (BRSUD) Tabanan ada 2 langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Pengumpulan

Sampah yang dihasilkan setiap ruangan yang telah dikumpulkan pada tempat sampah yang dialasi dengan kantong plastik berwarna hitam.

Sampah yang telah dikumpulkan akan dibuang sementara di TPS.

b) Pengangkutan ke TPA

Pengangkutan ke TPA dilakukan oleh DKP Kota Tabanan yang akan dibuang ke TPA di Desa Sembung Gede Kecamatan Kerambitan dengan frekuensi 2 x 1 hari.

3) Metode Penanganan Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan tiap unit pelayanan disalurkan melalui saluran IPAL

(18)

yang tertutup termasuk resapan dari septic tank, terpisah dengan jalur pembuangan air hujan. Pengumpulan limbah B3 harus menggunakan container yang kuat dan tidak mudah dibuka dan diberi label. Limbah yang berasal dari laboratorium didekontaminasi terlebih dahulu dan air sisa pembuangannya disalurkan ke saluran IPAL. Limbah cair yang berasal dari dapur (instalasi gizi) sebelum dibuang ke saluran IPAL dipasang bak penangkap lemak. Pihak rumah sakit melakukan pemeriksaan kualitas air hasil pengolahan secara bertahap 1 bulan sekali. Air hasil pengolahan IPAL juga ditampung di dalam kolam ikan.

Apabila ikan-ikan dalam kolam tetap hidup, maka dapat dipastikan air hasil olahan IPAL tersebut tidak mengandung zat berbahaya sehingga dapat digunakan lagi untuk keperluan lain seperti menyiram tanaman di lingkungan rumah sakit.

3. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Kabupaten Kepulauan Aru dikelola sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi yang terkait. Dengan pembagian waktu dan ruang kerja berdasarkan pada penggambaran tabel dibawah ini.

(19)

B. Pentingnya Akuntansi Lingkungan Bagi Rumah Sakit

Akuntansi lingkungan menjadi hal yang penting untuk dapat dipertimbangkan dengan sebaik mungkin karena akuntansi lingkungan merupakan bagian akuntansi atau sub akuntansi. Alasan yang mendasari adalah mengarah pada keterlibatannya dalam konsep ekonomi dan informasi lingkungan. Akuntansi lingkungan juga merupakan suatu bidang yang terus berkembang dalam mengidentifikasi pengukuran-pengukuran dan mengkomunikasikan biaya-biaya aktual perusahaan atau dampak potensial lingkungannya (Arfan Ikhsan, 2009: 26). Selain itu dengan adanya laporan biaya lingkungan rumah sakit dapat membantu memberikan informasi kepada para stakeholders bahwasanya rumah sakit dapat mempertanggung jawabkan kepercayaan stakeholders.

C. Cara Meningkatkan Kinerja Akuntansi Lingkungan Di Rumah Sakit

Pentingnya akuntansi lingkungan yang dikenal dengan SR, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerapannya. Berikut ini beberapa usaha meningkatkan pelaporan akuntansi lingkungan:

1. Menyusun standar akuntansi lingkungan.

Dalam upaya untuk memiliki pedoman SR, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diharapkan menyusun pedoman SR. Adanya standar yang baku dan bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan pelaporan SR untuk perusahaan yang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.

Kebutuhan standar dalam menganalisis dan mengukur sustainability dan memberikan petunjuk model yang lengkap mengenai implikasi distribusi dan dikembangkan menjadi model yang dapat dioperasionalkan. Kebutuhan standar pelaporan juga terkait dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur upaya dan kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Usaha ini mungkin akan menemukan kendala terkait dengan pengukuran dan hambatan dalam proses penyusunannya karena standar akuntansi lingkungan berkaitan dengan konsekuensi ekonomi perusahaan.

Masalah pengukuran dapat diatasi dengan pelaporan non keuangan.

2. Mewajibkan untuk menerapkan pedoman pelaporan yang sudah ada.

Pelaporan akuntansi triple bottom Global Reporting Initiative (GRI) telah diwajibkan di negara Eropa. Indonesia mungkin dapat mewajibkan pelaporan GRI untuk perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan aktivitasnya berdampak terhadap lingkungan di sekitar perusahaan.

3. Memberikan penghargaan atas perusahaan yang telah menyelenggarakan Sustainability Reporting(SR).

(20)

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen telah menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA), yaitu penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Dampak dari penghargaan ini diharapkan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah yang berdampak pada lingkungan.

4. Melakukan audit lingkungan.

Adanya pelaporan lingkungan harus disertai dengan audit lingkungan.

Tujuan audit adalah untuk meningkatkan kredibilitas SR. Pelaksana audit dapat diserahkan kepada akuntan independen.

5. Mengembangkan mekanisme Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan penerapan kewajiban lingkungan.

Untuk memastikan penerapan tanggung jawab lingkungan diperlukan mekanisme GCG. Mekanisme GCG yang selama ini hanya melindungi investor khususnya, di pasar modal. Mekanisme GCG dapat diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan misalnya pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya peran komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi kepentingan pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi lingkungan kepada seluruh pemangku kepentingan melalui media massa, sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin kredibilitas laporan akuntansi lingkungan, laporan perlu diaudit oleh akuntan.

D. Pertanggungjawaban Sosial Pihak Rumah Sakit Terhadap Masyarakat Terkait Dengan Pengelolaan Limbah

Dalam kegiatan rutinitas rumah sakit yang sangat kompleks memberikan dampak yang positif bagi masyarakat tetapi juga memungkinkan dampak negatif berupa pencemaran limbah yang belum dikelola dengan baik. Limbah padat, limbah cair, dan limbah gas yang dihasilkan oleh rumah sakit dapat terjadi media penyebaran gangguan atau penyakit, berupa pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah. Dalam pengelolaan limbah rumah sakit harus ditangani dengan baik dan benar, jika tidak baik dimungkinkan akan memicu resiko terjadinya penularan penyakit dari pasien ke pasien, pasien ke petugas, dan berlanjut ke masyarakat yang bermukim di sekitar rumah sakit.

Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomis yang tugasnya memberikan pelayanan berupa kesehatan kepada masyarakat harus bisa bertanggung jawab tentang pengelolaan limbah yang dihasilkan.

(21)

Pemerintah telah mengambil langkah dengan menyiapkan peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkup rumah sakit termasuk pengelolaan limbah rumah sakit. Untuk kedepannya pengelolaan limbah terus ditingkatkan lagi, sehingga bagaimana rumah sakit bisa mengelola limbah yang semula menjadi sumber penyakit menjadi bahan yang bisa didaur ulang, misalnya pupuk atau energi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

(22)

PENUTUP A. Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya akuntansi lingkungan dan kegiatan pengelolaan limbah medis yang dilakukan rumah sakit terutama dalam bidang lingkungan, serta upaya untuk meningkatkan kinerja akuntansi lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntansi lingkungan merupakan bagian akuntansi atau sub akuntansi, selain itu dengan adanya laporan biaya lingkungan rumah sakit dapat membantu memberikan informasi kepada para stakeholders bahwasanya rumah sakit dapat mempertanggung jawabkan kepercayaan stakeholders. Dalam pengelolaan limbah medis, rumah sakit memisahkan limbah dan menggunakan metode pengelolaan sesuai dengan jenisnya. Disamping itu ada beberapa upaya untuk meningkatkan kinerja akuntansi lingkungan dengan cara menyusun standar akuntansi lingkungan, mewajibkan untuk menerapkan pedoman pelaporan yang sudah ada, memberikan penghargaan atas perusahaan yang telah menyelenggarakan SR, melakukan audit lingkungan, serta mengembangkan mekanisme GCG untuk memastikan penerapan kewajiban lingkungan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas diharapkan kedepannya kita sebagai masyarakat dapat mengambil peran dengan ikut memahami dan mengawasi terhadap pembuangan dan pengelolaan limbah yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga pengolahan limbah dapat terus berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku agar nantinya tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan rumah sakit.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Islamey, F.E. 2016.PERLAKUAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH PADA RUMAH SAKIT PARU JEMBER. 1 (1):1-20.

http://repository.unmuhjember.ac.id/69/.

Samsiar, Lewaru, T.S. dan Anakotta, F.M. 2020. Analisis Penerapan Akuntansi Lingkungan Pada RSUD Cendrawasih Kabupaten Kepulauan Aru (Studi Kualitatif). 1 (1):1-12.

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/mutiara/article/view/3712.

Indrawati, N.M. dan Rini, I.G.A.I.S. 2018. ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN PADA BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (BRSUD) TABANAN.

9 (2):85-95.https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/krisna/article/view/480.

Carolina, V., Martusa, R. dan Meythi. 2011. Akuntansi Lingkungan: Solusi untuk Problematika Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia.

https://www.neliti.com/id/publications/220037/akuntansi-lingkungan-solusi-untuk-probl ematika-penerapan-corporate-social-respon#cite.

Referensi

Dokumen terkait

Mojosari Kabupaten Mojokerto pada umumnya di dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya, penulis sangat tertarik untuk meneliti keterampilan berbicara siswa

MANAJEMEN LINGKUNGAN PADA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA ”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti menganalisis tentang pelaksanaan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengolahan limbah medis di RSUD Bung Karno Surakarta serta mengetahui

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti menganalisis tentang pelaksanaan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan

Permasalahan yang akan dibatasi dalam penyusunan penelitian akuntansi lingkungan pada RSUD Brebes adalah data yang dianalisis adalah catatan akuntansi RSUD

Dengan adanya lembaga pengelola limbah di rumah sakit, sistem pewadaan limbah padat medis yang telah terpisah dan ketersediaan lahan yang cukup untuk pengadaan

Berdasarkan permasalahan – permasalahan tersebut, maka cukup relavan peneliti tertarik untuk meneliti dengan mengangkat judul: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi