Project Base Learning Bioteknologi Perairan 26 Mei – 3 Juni 2025
PENGUJIAN PRODUK YOGURT DENGAN PENAMBAHAN SPIRULINA
Satrio Hadi Pratama 4443230044
Nunik Elpana Anisa 4443230045
Daffa Ramadiansyah 4443230054
Kevin Arya Ananta Rahman 4443230056 Noel Aditya Jonathan Samosir 4443230061
Nanda Darojatun 4443230065
Yusuf Ahsanul Amal 4443230071
Resal Abdi Alhaqi 4443230072
Fani Abel Meitasya 4443230076
Kelompok 1
PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2025
ABSTRAK
Praktikum ini bertujuan mengkaji pengaruh penambahan spirulina terhadap sifat organoleptik, pH, total asam, dan padatan terlarut yogurt. Yogurt dibuat dari susu Greenfield dan starter biokul, dengan penambahan spirulina 0g, 0,3g, 0,4g, dan 0,5 g. Setiap sampel diuji organoleptik oleh 30 panelis, serta dianalisis pH, total asam, dan padatan terlarut. Perlakuan terbaik terdapat pada penambahan spirulina 0,3 g (P2) dengan pH 4,8, total asam (0,126%), dan skor organoleptik tertinggi.
Nilai pH berkisar 4,6–4,8, total asam 0,108–0,99%, dan padatan terlarut stabil di 100 °Brix. Penambahan spirulina tidak menurunkan mutu yogurt dan dapat digunakan sebagai bahan pengayaan produk, terutama pada dosis 0,3 g.
Kata kunci: Organoleptik, Padatan Terlarut, pH, Spirulina, Total Asam, Yogurt
PENDAHULUAN
Yogurt merupakan salah satu produk hasil olahan susu fermentasi yang dibuat dengan cara menambahkan bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Yogurt dapat dijadikan sebagai salah satu produk pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada usia remaja atau dewasa (Mustika et al. 2019). Yogurt telah menjadi bagian dari makanan manusia selama berabad-abad dan dikenal dengan berbagai nama di seluruh dunia. Kata “yogurt”
sendiri diyakini berasal dari bahasa Turki yoğurmak, yang berarti mengentalkan, menggumpalkan, atau mengental. Produk olahan susu ini memiliki peran penting dalam pola makan manusia karena kandungan nutrisinya yang tinggi, seperti protein, laktosa, mineral, dan vitamin yang larut dalam air (Ozturkoglu-Budak et al. 2016). Susu dan produk turunannya diproduksi serta dikonsumsi secara luas di berbagai negara (Caleja et al. 2016). Meskipun memberikan banyak manfaat bagi kesehatan, produk susu umumnya belum dianggap sebagai sumber utama senyawa bioaktif (Gahruie, Eskandari, Mesbahi, & Hanifpour, 2015). Baru-baru ini, para ahli gizi mengemukakan bahwa fortifikasi produk susu dengan bahan alami merupakan salah satu cara terbaik untuk meningkatkan asupan gizi secara keseluruhan dengan efek samping yang minimal (Gahruie et al. 2015). Sejalan dengan hal tersebut, yogurt semakin menarik perhatian konsumen karena teksturnya yang lembut serta meningkatnya manfaat kesehatan yang ditawarkannya.
Susu adalah suatu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi, karena pada susu terdapat kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin dan mineral (Wilujeng & Mustikowati, 2018). Salah satu minuman dengan bahan baku susu yang di fermentasi adalah yoghurt. Fermentasi yang ada pada pembuatan yogurt berasal dari hasil kerja bakteri yang membuat asam laktat sehingga bermanfaat untuk kesehatan usus, misalnya bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermopillus. Fermentasi mempunyai hakikat dalam proses metabolisme mikroba untuk mendapatkan hasil dari suatu produk yang memiliki nilai jual yang tinggi, seperti asam organik, protein sel tunggal, antibiotik dan biopolimer (Sari et al. 2020). Kandungan lain yang terdapat pada yoghurt diantaranya yaitu mineral seperti kalsium, fosfor, natrium dan kalium, serta memiliki vitamin yang lengkap seperti vitamin A, vitamin B kompleks, B1
(thiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalamin), vitamin B, vitamin D, vitamin E (Maharani & Ayuningtyas, 2018).
Yoghurt yang termasuk kedalam salah satu produk minuman fermentasi berbahan dasar susu sapi memiliki berbagai manfaat seperti menyehatkan saluran pencernaan, membantu mengatasi diare, mencegah terjadinya osteoporosis, dan memiliki berbagai macam zat gizi yang berguna untuk mencegah terjadinya kanker (Tangapo & Mambu, 2019). Umumnya yoghurt terbuat dari susu sapi namun saat ini banyak inovasi yoghurt yang terbuat dari susu nabati antaralain dari kacang kedelai, santan kelapa dan jagung (Mufidah et al. 2021). Dalam industri agri- pangan, berbagai aditif sintetis telah digunakan untuk memperkaya, memberi warna, menambah rasa, serta memperpanjang masa simpan yogurt (Caleja et al.
2016). Oleh karena itu, muncul kebutuhan untuk mengembangkan aditif yang lebih aman, yakni dari sumber alami, yang dinilai lebih sesuai untuk diaplikasikan pada produk olahan susu (Donmez et al. 2017).
Spirulina merupakan mikroalga autotrof berwarna hijau kebiruan (blue- green algae) yang menyebar secara luas di alam dan dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, seperti perairan tawar, payau, dan tawar (Buwono & Nurhasanah, 2018). Spirulina sp. digunakan sebagai sumber protein dengan kadar protein hingga 70%, selain itu Spirulina sp. mengandung vitamin terutama vitamin B12 dan pro- vitamin A (β-karoten), serta mineral, terutama zat besi. Spirulina sp. juga kaya akan tokoferol, asam fenolat, dan asam γ-linolenat, dimana semua kandungan tersebut mempunyai manfaat yang beragam bagi kehidupan manusia (Kamaludin et al.
2022). Pada skala laboratorium, kultur Spirulina umumnya menggunakan pupuk walne sebagai nutrisi sel Spirulina. Spirulina memiliki potensi sebagai sediaan bahan aktif dalam pangan fungsional seperti protein, flavonoid, dan senyawa fitokimia lainnya (Deamici et al. 2018; Notonegoro et al. 2018). Spirulina juga memiliki nilai nutrisi seperti 55-70% protein, 6-10% lipid, 20% karbohidrat (Borowitzka et al. 2016), mineral, vitamin, dan pigmen (Vernes et al. 2015).
Kandungan nutrisi yang tinggi ini menyebabkan Spirulina banyak dibudidayakan atau dikultivasi di dunia dan ditambahkan pada banyak makanan untuk meningkatkan nilai nutrisi, terutama meningkatkan protein dan senyawa aktif makanan, serta suplemen kesehatan (Wells et al. 2017).
METODE PRAKTIKUM Waktu dan tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 26 Mei 2025 – 3 Juni 2025, yang bertempatan di Laboratorium Teknologi Hasil Perairan Jurusan Ilmu Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan digital, gelas ukur, pH meter, labu ukur, labu erlenmeyer, gelas kimia, tabung reaksi, buret, pipet, NaOH, Fenolftalein, akuades, DPPH, kompor, panci, gas, cawan porselen, refractometer, batang pengaduk, lemari es, botol kaca, susu greenfield, biokul yogurt, bubuk spirulina, kain hitam.
Prosedur kerja
Praktikum kali ini dilakukan untuk membuat produk yogurt. Langkah pertama yaitu memanaskan susu sebanyak 500 mL di atas api kecil sambil terus diaduk, tanpa membiarkannya mendidih (cukup hingga suhu 70–85°C), lalu kompor dimatikan. Setelah itu, susu didinginkan hingga mencapai suhu sekitar 43–
46°C. Ketika suhu sudah sesuai, satu sendok starter yogurt ditambahkan dan diaduk merata menggunakan sendok yang telah disterilkan dengan air panas.
Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol, dibungkus dengan tiga lapis kain, dan disimpan di dalam lemari laboratorium untuk proses inkubasi selama 24–48 jam. Setelah yogurt mengental, produk disimpan dalam lemari pendingin. Yogurt yang telah jadi kemudian dibagi menjadi empat wadah masing- masing 100 mL, lalu ditambahkan bubuk Spirulina sesuai perlakuan. Seluruh proses dilakukan secara steril agar produk tidak gagal.
1. Pengujian organoleptik
Pengujian organoleptik dengan parameter tekstur, kenampakan, aroma, warna dan rasa. Uji Organoleptik dilakukan pada empat sampel produk yogurt dengan menggunakan 30 panelis. Uji organoleptik perlu dilakukan untuk menilai daya terima atau tingkat kesukaan konsumen terhadap yogurt. Empat sampel yang diujikan merupakan produk yogurt dengan perlakuan kontrol tidak ditambahkan bubuk spirulina, perlakuan 2 yogurt dengan pembahan 0,3gr bubuk spirulina,
perlakuan 3 yogurt dengan penambahan 0,4gr bubuk spirulina, perlakuan 4 yogurt dengan pembahan 0,5gr bubuk spirulina.
Gambar 1. Diagram alir Uji Organoleptik 2. Pengujian Total asam
Pengujian total asam. Timbang NaOH 40gr, campurkan sampel yogurt 10 ml dan akuades 90 ml ke dalam gelas ukur, pisahkan kedalam labu ukur 100 ml dan homogenkan, lalu ambil 10ml sampel ke dalam labu erlenmeyer, masukan 1 tetes fenolftalein, lalu lakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah warna nya menjadi merah muda.
Gambar 2. Diagram alir Uji Total Asam
3. Pengujian pH
Uji pH dilakukan menggunakan pH ukur. Sampel yogurt dimasukkan pada gelas kimia sebanyak 5ml, kalibrasi pH menggunakan aquades, lakukan pengecekan menggunakan pH meter, tunggu angka hingga berhenti lalu catat hasilnya. Lakukan berulang hingga 4 perlakuan.
Gambar 3. Diagram alir Uji pH
4. Pengujian Total Padatan Terlarut
Uji Pengukuran total padatan terlarut menggunakan refractometer menurut SNI 01-3546-2004. Lakukan kalibrasi menggunakan aquades pada refractometer dan lap menggunakan tisu, teteskan sampel yogurt pada refractometer sebanyak 1- 2 tetes, lihat hasil refractometer menggunakan indera penglihatan dengan diarahkan ke sinar matahari. Lakukan berulang hingga 4 perlakuan, lihat hasil dan catat.
Gambar 4. Diagram alir Uji Total Padatan Terlarut
HASIL PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik
Uji organoleptik atau uji sensori adalah metode penilaian mutu produk pangan dengan memanfaatkan indera manusia sebagai alat utama untuk mengevaluasi daya terima konsumen. Uji ini penting karena dapat mendeteksi indikasi kebusukan, penurunan mutu, dan kerusakan produk. Penilaian organoleptik mencakup pengamatan terhadap sifat-sifat indrawi seperti warna, kilap, tekstur, aroma, dan rasa, yang melibatkan indera penglihatan, peraba, pencium, dan pengecap. Setiap indera memiliki peran spesifik, misalnya penglihatan untuk menilai warna dan bentuk, peraba untuk tekstur dan konsistensi, pencium untuk mendeteksi aroma kerusakan, serta pengecap untuk membedakan rasa manis, asin, asam, dan pahit pada bagian lidah tertentu.
Kenampakan
Tabel 1. Nilai mean parameter kenampakan
Parameter Nilai Mean dan Standar deviasi sampel Yogurt
1 2 3 4
Kenampakan 6,56±2,261ᵃ 6,47±1,890ᵃ 6,31±1,737ᵃ 6,28±1,951ᵃ
Gambar 5. Grafik uji Kenampakan
Hasil uji organoleptik terhadap kenampakan yogurt menunjukkan bahwa keempat sampel memiliki nilai rata-rata antara 6,28 hingga 6,56 dengan standar deviasi yang cukup besar, namun seluruhnya berada dalam kategori cukup disukai hingga disukai. Tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik (ditunjukkan dengan
6,56±2,261ᵃ
6,47±1,890ᵃ
6,31±1,737ᵃ 6,28±1,951ᵃ
6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6
1 2 3 4
Uji Organoleptik
Kenampakan
Kenampakan
huruf yang sama), sehingga dapat disimpulkan bahwa kenampakan keempat sampel dinilai relatif serupa oleh panelis.
Penampilan atau kenampakan produk merupakan aspek penting yang sangat diperhatikan konsumen, karena produk dengan penampilan yang menarik sering diasosiasikan dengan rasa yang lezat serta kualitas yang baik (Hidayat et al. 2020).
Kenampakan yang baik dapat memberikan kesan positif dan meningkatkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Jika kesan visualnya memuaskan, panelis cenderung lebih memperhatikan parameter organoleptik lainnya seperti aroma, tekstur, dan rasa (Rochima et al. 2015). Dengan demikian, penampilan menjadi faktor awal yang memengaruhi persepsi dan penerimaan keseluruhan terhadap produk yogurt
Warna
Tabel 2. Nilai mean parameter warna
Parameter Nilai Mean dan Standar deviasi sampel Yogurt
1 2 3 4
Warna 6,86±2,392ᵃ 6,94±2,042ᵃ 6,61±1,946ᵃ 6,56±2,273ᵃ
Gambar 6. Grafik uji Warna
Hasil uji organoleptik terhadap warna yogurt menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki nilai rata-rata antara 6,56 hingga 6,94 dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Semua sampel diberi notasi huruf yang sama (ᵃ), yang menandakan tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik antar perlakuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa warna yogurt dari keempat sampel dinilai relatif serupa dan berada dalam kategori cukup disukai hingga disukai oleh panelis.
Warna yogurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan merupakan sumber beta karoten yang baik, dan pigmen kuning dari karoten tersebut akan tersimpan dalam lemak susu. Hal ini menjelaskan mengapa yogurt yang dibuat dari susu skim cenderung lebih putih, karena kandungan lemak (dan karoten) yang rendah. Selain itu, warna plain yogurt juga sangat tidak stabil (Tamime & Robison, 2007), karena riboflavin sangat peka terhadap cahaya (Mirdhayati et al. 2010). Yogurt yang terpapar cahaya fluoresen putih selama 96 jam dapat mengalami penurunan kadar riboflavin sebesar 0,3 µg/ml (Tamime & Robison, 2007), yang turut memengaruhi kestabilan warnanya.
6,86±2,392ᵃ 6,94±2,042ᵃ
6,61±1,946ᵃ 6,56±2,273ᵃ
6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7
1 2 3 4
Uji Organoleptik
Warna
Warna
Aroma
Tabel 3. Nilai mean parameter aroma
Parameter Nilai Mean dan Standar deviasi sampel Yogurt
1 2 3 4
Aroma 6,83±2,131ᵃ 6,92±1,730ᵃ 6,28±1,907ᵃ 6,50±1,828ᵃ
Gambar 7. Grafik uji Aroma
Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata keempat sampel berkisar antara 6,28 hingga 6,92 dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Seluruh sampel memiliki notasi huruf yang sama (ᵃ), yang menandakan tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik antar perlakuan.
Artinya, keempat sampel yogurt memiliki aroma yang dinilai relatif serupa oleh panelis, dan secara umum berada dalam kategori cukup disukai hingga disukai.
Aroma pada yogurt dipengaruhi oleh kandungan asam laktat, sisa-sisa asetaldehid, diasetil, asam asetat, dan senyawa mudah menguap lainnya yang terbentuk setelah proses fermentasi. Pada awal fermentasi Streptococcus thermophilus tumbuh dengan cepat dan menghasilkan akumulasi asam laktat, asam asetat, asetaldehida, diasetil, serta asam format. Kehadiran senyawa-senyawa tersebut, disertai dengan perubahan potensial oksidasi-reduksi pada medium yogurt, akan merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang berperan penting dalam pembentukan aroma khas yogurt.
6,83±2,131ᵃ 6,92±1,730ᵃ
6,28±1,907ᵃ
6,50±1,828ᵃ
5,8 6 6,2 6,4 6,6 6,8 7
1 2 3 4
Uji Organoleptik
Aroma
Aroma
Tekstur
Tabel 4. Nilai mean parameter tekstur
Parameter Nilai Mean dan Standar deviasi sampel Yogurt
1 2 3 4
Tekstur 7,00±1,897ᵃ 6,17±1,828ᵃ 6,22±2,085ᵃ 6,42±2,048ᵃ
Gambar 8. Grafik uji Tekstur
Hasil uji organoleptik pada parameter tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata keempat sampel berkisar antara 6,17 hingga 7,00 dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Seluruh sampel memiliki notasi huruf yang sama (ᵃ), yang menandakan tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik antar perlakuan. Ini menunjukkan bahwa tekstur yogurt dari keempat sampel dinilai relatif serupa oleh panelis, dengan tingkat kesukaan yang berada pada kategori cukup disukai hingga disukai.
Tekstur dari yogurt sangat menentukan kualitas produk akhir. Yoghurt yang baik seharusnya memiliki tekstur lembut seperti bubur, tidak terlalu encer, dan tidak terlalu padat. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tekstur yogurt, antara lain perlakuan terhadap susu sebelum diinokulasikan, ketersediaan nutrisi, bahan- bahan pendorong, produksi metabolit oleh lactobacilli, interaksi dengan bakteri starter lainnya, penanganan bakteri sebelum digunakan, serta ada atau tidaknya antibiotika dalam susu.
7,00±1,897ᵃ
6,17±1,828ᵃ 6,22±2,085ᵃ
6,42±2,048ᵃ
5,6 5,8 6 6,2 6,4 6,6 6,8 7 7,2
1 2 3 4
Uji Organoleptik
Tekstur
Tekstur
Rasa
Tabel 5. Nilai mean parameter rasa
Parameter Nilai Mean dan Standar deviasi sampel Yogurt
1 2 3 4
Rasa 6,47±2,049ᵃ 5,75±1,977ᵃ 5,47±1,949ᵃ 5,39±2,220ᵃ
Gambar 9. Grafik uji Rasa
Hasil uji organoleptik terhadap parameter rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata keempat sampel berkisar antara 5,39 hingga 6,47 dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Seluruh sampel memiliki notasi huruf yang sama (ᵃ), yang berarti tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik antar perlakuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keempat sampel memiliki rasa yang dinilai relatif serupa oleh panelis, meskipun nilai rata-rata cenderung menurun dari sampel 1 ke sampel 4. Secara umum, rasa yogurt masih berada dalam kategori cukup disukai, meskipun mendekati ambang bawah penerimaan.
Rasa sendiri merupakan sensasi yang diterima oleh indera pengecap, khususnya lidah, dan menjadi salah satu indikator utama dalam menilai mutu suatu produk pangan. Secara umum, rasa diklasifikasikan ke dalam empat kategori dasar, yaitu manis, pahit, asam, dan asin, yang kemudian dapat berkembang menjadi beragam persepsi rasa lainnya melalui proses modifikasi (Kustyatiyah et al. 2015).
B. Uji pH
Uji pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan suatu produk pangan, karena pH merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu, kestabilan, serta keamanan produk selama penyimpanan. Nilai
5.88 ±2.027a
6.38 ±1.596a
5.68 ±1.646a
6.35 ±1.686a
5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 6,4 6,6
Sosro Famous Sariwangi Poci
Uji Organoleptik
Rasa
Rasa
pH yang sesuai dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mendukung cita rasa produk. Meskipun tidak semua produk pangan memiliki standar pH baku seperti pada kosmetik, beberapa produk memiliki rentang pH ideal yang dianjurkan oleh SNI atau pedoman mutu pangan tertentu. Seluruh data hasil pengukuran pH akan dianalisis menggunakan metode analisis ragam (ANOVA) dua faktor dengan replikasi (Two Factor with Replication) untuk mengetahui pengaruh perlakuan, seperti penambahan ekstrak atau bahan tambahan lainnya, serta lama penyimpanan terhadap nilai pH produk.
Tabel 6. Nilai pengujian pH
Yogurt Nilai pH
P1 4,8
P2 4,8
P3 4,6
P4 4,7
Gambar 10. Grafik uji pH
Berdasarkan hasil pengujian, nilai pH yogurt pada perlakuan P1 dan P2 adalah 4,8, P3 sebesar 4,6, dan P4 sebesar 4,7. Seluruh nilai pH tersebut berada dalam kisaran asam ringan, yang sesuai dengan karakteristik produk yogurt fermentasi. Menurut (Suhiman 2012), semakin tinggi kandungan asam suatu bahan, maka nilai pH-nya akan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh zat-zat asam yang terlarut dan melepaskan proton (H⁺), sehingga menurunkan pH.
Yogurt dengan pH rendah umumnya memiliki kandungan asam laktat yang tinggi, hasil dari fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. P3 (pH 4,6) menunjukkan tingkat
4,8 4,8
4,6
4,7
4,5 4,55 4,6 4,65 4,7 4,75 4,8 4,85
P1 P2 P3 P4
Nilai pH
keasaman tertinggi, menandakan proses fermentasi paling optimal di antara perlakuan lainnya. Sebaliknya, P1 dan P2 (pH 4,8) memiliki keasaman lebih rendah, yang bisa menunjukkan fermentasi belum mencapai puncaknya. Sementara P4 (pH 4,7) berada di tengah dan masih tergolong dalam batas ideal untuk yogurt.
Nilai pH yang relatif stabil dan berada dalam kisaran asam ringan penting untuk menjaga kesegaran rasa dan kestabilan mikrobiologis yogurt. pH yang terlalu rendah dapat menghasilkan rasa terlalu asam dan berpotensi memengaruhi tekstur, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat memperpendek masa simpan karena risiko kontaminasi mikroorganisme pembusuk. Dengan demikian, keempat sampel yogurt ini masih berada dalam rentang pH yang aman, stabil, dan dapat diterima oleh konsumen.
C. Uji Total Asam
Tabel 7. Nilai pengujian Total Asam
Yogurt Nilai Uji (%)
P1 0,99
P2 0,126
P3 0,108
P4 0,99
Berdasarkan hasil pengujian total asam pada empat sampel yogurt (P1, P2, P3, dan P4), diperoleh nilai total asam berturut-turut sebesar 0,99%; 0,126%;
0,108%; dan 0,99%. Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh sampel yogurt yang diuji masih berada dalam rentang standar SNI untuk yogurt, yaitu 0,5–2,0% asam laktat.
Variasi nilai total asam antar sampel dapat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi spirulina, proses fermentasi, jenis starter, serta kandungan gula pada masing-masing sampel. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian (Adrianto et al. 2020) yang melaporkan bahwa total asam yogurt umumnya berkisar antara 0,95–1,26% pada berbagai perlakuan fermentasi.
Nilai Total Asam yang dihasilkan berkisar 0,95-1,26%.Sesuai dengan SNI 2981:2009 tentang standar yoghurt.nilai total asam ini masih masuk dalam kisaran 0,5-2%. Pada perlakuan P2 dihasilkan Total Asam paling tinggi. Diindikasikan BAL yang mampu tumbuh optimal pada suhu inkubasi tersebut merupakan jenis bakteri thermofilik dengan pH 4-5. S. thermophilusdan L. bulgaricuspada yogurt akan
saling mendukung dalam menghasilkan asam laktat dan aroma. S. Thermophilus menghasilkan asam laktat, asam piruvat, asam format serta asam folat yang menstimulir pertumbuhan L. Bulgaricus. Bakteri asam laktat dan total asam yang meningkat akan menyebabkan viskositas yoghurt naik. Meningkatnya asam laktat tersebut menyebabkan kasein mengalami koagulasi pembentuk gel. (Harjiyanti MD, Pramono YB, & Mulyani 2013) menyatakan bahwa nilai viskositas yang meningkat disebabkan oleh gel yang terbentuk selama proses fermentasi yang berdampak tekstur semi padat. Adapun juga, kandungan laktosa didalam susu skim juga berperan dalam menurunkan pH yoghurt.
D. Uji Total Padatan Terlarut
Tabel 8. Nilai pengujian Total Padatan Terlarut
Yogurt Nilai
TPT (oBrix)
Efek terhadap TPT
P1 100 -
P2 100 -
P3 100 -
P4 100 -
Keterangan : Positif (+), Negatif (-)
Berdasarkan hasil uji total padatan terlarut (TPT) pada yoghurt dengan penambahan bubuk Spirulina sp. seluruh perlakuan (P1 hingga P4) menunjukkan nilai yang identik, yaitu sebesar 100 °Brix. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bubuk Spirulina dalam kisaran 0,3–0,5 gram tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kadar padatan terlarut pada yoghurt.
Dengan kata lain, baik yoghurt tanpa Spirulina (P1) maupun yang mengandung Spirulina (P2–P4) memiliki kadar padatan terlarut yang relatif sama.
Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, jumlah Spirulina yang ditambahkan tergolong kecil dibandingkan dengan volume yoghurt, sehingga kontribusinya terhadap total padatan terlarut tidak cukup besar untuk terdeteksi oleh alat pengukur seperti refraktometer. Kedua, meskipun Spirulina mengandung senyawa seperti protein dan polisakarida, sebagian besar dari senyawa tersebut kemungkinan tidak sepenuhnya larut dalam medium yoghurt, sehingga tidak berpengaruh terhadap indeks bias larutan. Selain itu, proses homogenisasi dan
fermentasi yang konsisten pada seluruh perlakuan dapat menghasilkan distribusi padatan yang merata, sehingga tidak terjadi perbedaan yang nyata antara masing- masing perlakuan.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa meskipun Spirulina sp. mengandung senyawa bioaktif seperti protein, fikobiliprotein, dan polisakarida, sebagian besar senyawa tersebut tidak larut sempurna dalam air dan lebih berperan dalam aktivitas fungsional daripada dalam peningkatan kadar padatan terlarut (Kamaludin & Holik 2022).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penambahan spirulina pada pembuatan yoghurt dengan menganalisis organoleptik, pH, total asam, dan total padatan, maka diperoleh hasil bahwa penambahan spirulina dapat meningkatkan populasi terhadap hasil total bakteri asam laktat, meningkatkan total asam dengan nilai 0,95-1,26%.
menurunkan nilai pH akan tetapi masih rentang ph yang stabil, padatan terlarut (TPT), dan sifat organoleptik (rasa, tekstur, warna dan aroma) yang baik dan disukai penelis. Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan, perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan P2 (penambahan 0,3 gram Spirulina) yang menunjukkan keseimbangan terbaik antara pH, total asam, dan nilai organoleptik. Oleh karena itu, penambahan Spirulina pada dosis tersebut dapat direkomendasikan untuk pengayaan yoghurt tanpa menurunkan mutu sensori produk.
SARAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar lebih memanfaatkan waktu seefisien mungkin dan lebih teliti kembali dalam proses praktikum. Disarankan agar penelitian lanjutan dilakukan dengan variasi dosis Spirulina yang lebih luas untuk mendapatkan titik optimalnya secara statistik.
Selain itu, diperlukan pengujian lanjutan terhadap aktivitas antioksidan dan komposisi nutrisi mikro guna memastikan manfaat kesehatan dari Spirulina dapat dimaksimalkan. Dalam pelaksanaan praktikum, penting untuk memanfaatkan waktu secara efisien, menjaga suhu dan kebersihan alat secara konsisten, serta meningkatkan ketelitian dalam pengukuran untuk menghindari kesalahan data yang dapat mempengaruhi hasil analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto R, Wiraputra D, Jyoti MD, dan Andaningrum AZ. 2020. Total Bacteria of Lactic Acid, Total Acid, pH Value, Syneresis, Total Dissolved Solids and Organoleptic Properties of Yoghurt Back Slooping Method. Jurnal Agritechno, 13(2), 105–111. https://doi.org/10.70124/at.v13i2.358
Barkallah M, Dammak M, Louati I, Hentati F, Hadrich B, Mechichi T, dan Abdelkafi S. 2017. Effect of Spirulina platensis fortification on physicochemical, textural, antioxidant and sensory properties of yogurt during fermentation and storage. Lwt, 84, 323-330.
Borowitzka MA, dan Moheimani NR. 2016. Algae For Biofuels and Energy. In Algae for Biofuels and Energy (pp. 1–15). Springer.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-5479-9_1
Buwono NR, dan Nurhasanah RQ. 2018. Studi Pertumbuhan Populasi Spirulina sp.
Pada Skala Kultur yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 10(1), 26-33.
Deamici KM, Pineli LDLDO, dan Zandonadi RP. 2018. Microalgae in the development of functional foods: A systematic review of the literature.
Trends in Food Science & Technology, 82, 93–102.
https://doi.org/10.1016/j.tifs.2018.10.001
Harjiyanti MD, Pramono YB, dan Mulyani S. 2013. Total Asam, Viskositas, dan Kesukaan Pada Yoghurt Drink Dengan Sari Buah Mangga (Mangifera indica) Sebagai Perisa Alami. Aplikasi Teknologi Pangan, 2(2), 104–107.
Kamaludin AM, dan Holik HA. 2022. Chemical Content and Pharmacological Activities of Spirulina sp. Indonesian Journal of Biological Pharmacy, 2(2): 59–66.
Kamaludin RMA, dan Holi AH. 2022. Review Article: Chemical Content and Pharmacological Activities of Spirulina. Indonesian Journal of Biological Pharmacy. Volume 2 No. 2 Pages 59-66.
L Mufidah, E Rachmawati, and RCAS Mayang. 2021. “Kajian Pustaka Jenis Starter , Lama Fermentasi , Dan Sifat Organoleptik Yoghurt Susu Kedelai,”
J. Socia Akad., vol. 7, no. 1, pp. 17–23.
Maharani F, dan Ayuningtyas RD. 2018. Pelatihan Pembuatan Yoghurt Di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Abdimas Unwahas, 3(2), 5–9.
Mansoreh Ghaeni, Laleh Roomiani, "Review for Application and Medicine Effects of Spirulina, Spirulina platensis Microalgae," Journal of Advanced Agricultural Technologies, Vol. 3, No. 2, pp. 114-117, June 2016. Doi:
10.18178/joaat.3.2.114-117
Mustika S, Yasni S, Suliantari. 2019. Pembuatan Yogurt Susu Sapi Segar dengan Penambahan Puree Ubi Jalar Ungu. Jurnal Pendidikan Teknologi Kejuruan.
2(3): 97‒101. https://doi.org/10.24036/ jptk.v2i3.5923.
Notonegoro A, Kristina D, dan Subali N. 2018. The potential of Spirulina as an additive in food products: Nutritional content and health benefits. Journal of Functional Foods and Nutrition, 9(3), 44–51.
Rohkyani I, dan Suryani T. 2015. Aktivitas Antioksidan dan Uji Organoleptik Teh Celup Batang dan Bunga Kecombrang pada Variasi Suhu Pengeringan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Rohman E, dan Maharani S. 2020. Peranan Warna, Viskositas, dan Sineresis Terhadap Produk Yoghurt. Edufortech, 5(2), 108-117.
Sari AIC, Karlina E, dan Cahyo A. 2020. Pemanfaatan Susu Menjadi OlahanYogurt Dan Pemasaran Online Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Pendapatan.
Jurnal PKM: Pengabdian Kepada Masyarakat, 03(02), 136–143.
Syainah E, dan Novita S. 2014. Kajian Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu dan Inkubasi yang Berbeda Terhadap Mutu dan Daya Terima. Jurnal Skala Kesehatan, 5(1).
Tangapo AM, dan Mambu SM. 2019. Edukasi Mengenai Pentingnya Konsumsi Probiotik Untuk Peningkatan Kesehatan Pada Kelompok Wanita di Kelurahan Banjer Kecamatan Tikala Kota Manado. VIVABIO Jurnal Pengabdian Multidisiplin, 1(3), 13–17.
Vernes L, Palos Ladeiro M, dan Charpy L. 2015. Cyanobacteria and Microalgae as Sources of Functional Foods, Nutraceuticals, and Food Supplements: An
Overview. Algal Research, 10, 109–116.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2015.04.003
Wells ML, Potin P, Craigie JS, Raven JA, Merchant SS, Helliwell KE, dan Brawley SH. 2017. Algae as Nutritional and Functional Food Sources: Revisiting our Understanding. Trends in Plant Science, 22(7), 535–548.
https://doi.org/10.1016/j.tplants.2017.02.016.
Wilujeng S, dan Mustikowati RI. 2018. Pendekatan Marketing Mix Dalam Upaya Meningkatkan Penjualan Rumah Olahan Susu Kelurahan Songgokerto Kota Batu. Jurnal Ilmiah Pangabdhi, 3(1), 1–6.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
Gambar 11. Pembuatan Yogurt Gambar 12. Yogurt dimasukkan ke dalam lemari es
Gambar 13. Pengujian pH Gambar 14. Hasil Uji Total Asam
Gambar 15. Pengujian Total Padatan Larutan
Gambar 16. Pengujian Organoleptik
Lampiran 2. Sumber Pustaka
Lampiran 3. Pembagian Tugas
Nama Tugas
Satrio Hadi Pratama Hasil dan Pembahasan
Nunik Elpana Anisa Pendahuluan, Metode
Daffa Ramadiansyah Hasil dan Pembahasan Kevin Arya Ananta Mengolah data, Abstrak
Noel Aditya Hasil dan Pembahasan
Nanda Darojatun Kesimpulan
Yusuf Ahsanul Amal Saran
Resal Abdi Alhaqi Menyusun Laprak, Pendahuluan, Hasil dan Pembahasan
Fani Abel Meitasya Pendahuluan, Metode, Lampiran