1 BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2015).
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan data WHO (World Health Organisation), hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahunnya yang disebabkan epidemik global penyakit degeneratif. Perubahan pola hidup yang yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik diperkirakan akan menjadi salah satu penyebab tingginya kematian di tahun 2020 yang diakibatkan oleh penyakit degeneratif (Hunjani et al, 2009: 2). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) kementerian kesehatan Republik Indonesia menyatakan telah menyelesaikan analisis awal survey penyebab
kematian berskala nasional. Data yang dikumpulkan meliputi 41.590 kematian sepanjang tahun 2014. Menurut Tjandra Yoga, data tersebut menunjukkan adanya peningkatan peringkat penyakit tidak menular (PTM) atau sering disebut dengan penyakit degeneratif sebagai penyebab kematian di Indonesia (Widiowati, 2015).
Penyakit degeneratif adalah penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua (Suiraoka, 2012). Sedikitnya ada 50 jenis penyakit yang termasuk penyakit degeneratif tujuh diantaranya adalah diabetes, stroke, hipertensi, jantung koroner, kardiovaskuler, obesitas, asam urat dan sebagainya (Khasanah, 2011). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkat darah dari jantung dan memompa darah ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus lebih dari satu periode (Irianto, 2014).
Secara global, prevalensi hipertensi pada orang dewasa berusia 25 tahun ke atas adalah sekitar 40% pada tahun 2008. Di seluruh dunia, hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian (WHO, 2012). Pada tahun 2016, Kementerian Kesehatan RI melakukan Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) dan diperoleh data bahwa prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia telah meningkat menjadi sebesar 32,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan, Provinsi Jawa Barat berada di peringkat keempat sebagai wilayah dengan prevalensi hipertensi tertinggi
di Indonesia yaitu sebesar 29,4%. Laporan Dinas Kesehatan Kota Bandung pada tahun 2016 menyatakan bahwa penyakit hipertensi merupakan penyebab kematian utama di Kota Bandung selain penyakit stroke.
Persentasi penduduk yang menderita hipertensi semakin meningkat setiap tahun dan pada tahun 2016 sebanyak 12,4% penduduk di Kota Bandung berusia lebih dari 18 tahun telah didiagnosis hipertensi.
Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya. Kemenkes membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrinning)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian penyakit tidak menular melalui peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang professional dan kompeten dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular khususnya tatalaksananya di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas , peningkatan manajemen pelayanan pengendalian penyakit tidak menular secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik serta peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikelola dengan mematuhi empat pilar penaalaksanaan diabetes meliputi pendidikan kesehatan, perencanaan makan atau diet, latihan fisik teratur dan minum obat insulin seumur hidup. Mematuhi peraturan ini seumur hidup tentunya menjadi stressor berat bagi pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya (Purba, 2008).
Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menempati urutan yang ke-7 untuk jumlah kasus penderita Diabetes Melitus (DM) dari usia 20-79 tahun terbanyak di dunia yaitu berjumlah 8,554 juta orang. Berdasarkan data Internasional Diabetic Federation (IDF) tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-9 terbanyak di dunia. Berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi diabetes di Jawa Barat mengalami peningkatan dari 1,1% tahun 2007 menjadi 2,1% dari jumlah penduduk pada tahun 2013. Sebagai ibu kota dari Jawa Barat, Bandung merupakan salah satu ibukota dimana tedapat 10% penduduknya mengidap penyakit diabetes (Tjandra, 2008). Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Bandung (2011), penyakit diabetes juga menempati sepuluh terbesar pola penyakit di kota Bandung, pasien yang menjalani rawat jalan dengan diagnosa DM dengan tipe tidak spesifik adalah sebanyak 10.575 orang.
Problem ketidakpatuhan umum dijumpai dalam pengobatan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang seperti hipertensi dan diabetes melitus. Obat-obat antihipertensi yang ada saat ini telah terbukti dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi, dan juga sangat berperan dalam menurunkan risiko berkembangnya komplikasi kardiovaskular begitu juga dengan obat-obatan antidiabetes. Namun demikian, penggunaan antihipertensi saja terbukti tidak cukup untuk menghasilkan efek pengontrolan tekanan darah jangka panjang apabila tidak didukung dengan kepatuhan dalam menggunakan antihipertensi tersebut (Saepudin dkk, 2011:247).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hairunisa (2014) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah terkontrol (p=0,000). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Oryza, dkk (2018) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang yang bermakna antara kepatuhan minum obat antidiabetik dengan regulasi kadar gula darah pada pasien diabetes melitus dengan nilai p=0,015 (p<0,05).
Patuh diet juga mempengaruhi, hal tersebut telah dibuktikan dalam penelitian Elizar, dkk (2017) berdsarkan asil uji Chi Square didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet hipertensi dengan persepsi tentang manfaat mengatur diet hipertensi (p=0,000), persepsi tentang hambatan mengatur diet hipertensi (p=0,012), persepsi tentang kemampuan diri untuk mengatur diet hipertensi (p=0,000), sikap
tentang aktivitas mengatur diet hipertensi (p=0,000) dan pengaruh interpersonal (p=0,023).
Berdasarkan data studi pendahuluan pada tanggal 15 Maret 2019 dari Profil Puskesmas Jajaway prevalensi penyakit degenerative (hipertensi dan diabetes) melitus menjadi 20 penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas Jajaway. Penyakit hipertensi menjadi penyakit yang menempati urutan ke dua dengan jumlah 1851 orang, sedangkan diabetes melitus berada di urutan ke dua belas dengan jumlah 100 orang. (Profil Puskesmas Jajaway, 2019)
Tabel 1.1
21 Penyakit Terbanyak Penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Jajaway Tahun 2019
No. Nama Penyakit Jumlah
1. Common cold 2076 orang
2. Hipertensi 1851 orang
3. Myalgia 995 orang
4. Tukak lambung 708 orang
5. Sakit kepala 669 orang
6. Farimgitis 533 orang
7. Penyakit kulit lain 522 orang
8. Penyakit pencernaan 513 orang
9. Demam 314 orang
10. Diare 273 orang
11. Tonsillitis 208 orang
12. Dermatitis 108 orang
13. Diabetes melitus 100 orang
14. Konjungtivitis 94 orang
15. OMP 55 orang
16. Penyakit mata 47 orang
17. Sistitis 38 orang
18. Varicella 22 orang
19. Br. Pneumonia 17 orang
20. Scabies 10 orang
Sumber data : Puskesmas Jajaway, tahun 2018
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 6 pasien yang berobat ke Puskesmas Jajaway, 3 pasien hipertensi dan 3 pasien diabetes melitus. Ternyata alasan pasien tidak minum obat diantaranya 4 orang mengatakan bosan minum obat secara terus-menerus dan penyakitnya tidak kunjung sembuh, 1 orang terkadang lupa untuk meminum obat yang diberikan oleh petugas kesehatan serta 1 orang merasa kesehatannya membaik dan tidak ada keluhan. Padahal petugas kesehatan setempat telah memberikan beberapa informasi tentang kepatuhan minum obat anti hipertensi dan anti diabetes. Manfaat dan akibatnya jika tidak patuh, informasi yang diberikan seperti penyuluhan serta rutin mengontrol penyakit yang diderita pasien.
Berdasarkan data yang diuraikan sebelumnya penulis tertarik meneliti hubungan derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) dengan kesadaran masyarakat dalam program pengobatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa patuh dalam program pengobatan menjadi salah satu indikator pendukung penurunan derajat penyakit degeneratif dan kesadaran masyarakat menjadi jaminannya. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti: “Bagaimana hubungan derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) dengan kesadaran masyarakat dalam program pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Jajaway Kota Bandung?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kesadaran masyarakat dalam program pengobatan yang mempengaruhi derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus).
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kesadaran masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Jajaway berdasarkan tingkat pengetahuan, patuh obat, dukungan keluarga, motivasi berobat serta patuh diet.
b. Mengetahui derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) di wilayah kerja Puskesmas Jajaway
c. Mengetahui hubungan derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) dengan kesadaran masyarakat dalam program pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Jajaway.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharpakan dapat memberikan manfaat, yaitu : 1. Bagi puskesmas
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif terhadap petugas kesehatan, agar lebih giat dalam memberikan penyuluhan pentingnya program pengobatan bagi penderita hipertensi dan diabetes melitus. Sehingga msyarakat dapat mengecek status
kesehatannya secara rutin serta patuh menjalankan program pengobatan.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan pertimbangan untuk di jadikan bahan ajar dan literature tentang pentingnya kesadaran dan pentingnya program pengobatan dalam upaya untuk menurunkan derajat penyakit degenerative terhadap kesadaran masyarakat.
3. Bagi peneliti
Untuk memperoleh pengalaman dan wawasan penelitian khususnya terhadap Hubungan derajat penyakit degeneratif dengan kesadaran masyarakat dalam program pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Jajaway.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup materi
Penelitian ini dibatasi pada materi mengenai derajat penyakit degeneratif (hipertensi dan diabetes melitus) dengan kesadaran masyarakat pada program pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Jajaway.
2. Ruang lingkup keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ilmu manajemen keperawatan, keperawatan komunitas dan keperawatan medical bedah.
3. Ruang lingkup waktu dan tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan April 2019 yang bertempat di Puskesmas Jajaway.
4. Ruang lingkup metodologi
Penelitian ini menggunakan rancangan korelatif, dengan populasi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Jajaway.