• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Dalam hal terjadi penarikan paksa objek jaminan fidusia, maka debt collector harus menunjukkan kartu identitas dan surat kuasa yang diberikan oleh kreditur sebagai bukti keabsahan dalam proses penitipan kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia. Jaminan Perwalian harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Perwalian, dimana permohonan pendaftarannya sesuai dengan Pasal 11 UUJF. Permohonan pendaftaran diajukan oleh wali amanat dengan memperhatikan persyaratan Pasal 13 Undang-Undang Penjaminan Keuangan.

Berdasarkan hukum fidusia, akta jaminan fidusia mempunyai status hukum sebagai dasar penerimaan barang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam skripsi ini penulis akan membahas: “PENILAIAN HUKUM TERHADAP KEKUATAN HUKUM PENARIKAN PAKSA JAMINAN FIDUSIA DENGAN CARA MENYEWAKAN MELALUI DEBT COLLECTOR YANG BERWENANG MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019. " Apa akibat hukum dari tindakan pihak leasing dan penagihan yang mencabut paksa jaminan fidusia?

Bagaimana melakukan penarikan paksa jaminan fidusia dengan cara menyewakan melalui debt collector sesuai putusan Mahkamah Konstitusi no. Untuk mengetahui akibat hukum dari tindakan pihak leasing dan debt collector dalam pelaksanaan penyitaan jaminan fidusia 2. Secara teori, semoga pembahasan ini dapat membawa manfaat dan kegunaan dalam ilmu pengetahuan serta menambah wawasan bagi para pembaca khususnya yang berkaitan dengan tindakan pencabutan paksa jaminan fidusia dengan cara menyewakan melalui debt collector Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi no.

Manfaat bagi penulis adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dan memahami lebih dalam permasalahan seputar penarikan paksa jaminan fidusia sewa melalui debt collector.

Isi Perjanjian Leasing

4815/MD/1983 tentang Ketentuan Perpanjangan Izin Usaha Perusahaan Penyewaan dan Perluasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing pada Perusahaan Penyewaan. 4815/MD/1983 tanggal 1 September 1983 tentang Tata Cara dan Tata Cara Pendirian Cabang dan Kantor Perwakilan Perusahaan Penyewaan. Dalam bukunya “Sewa Guna Usaha (Teori dan Praktek)”, Komar Andasasmita menyatakan bahwa isi kontrak sewa guna usaha adalah: 11.

Jadi, suatu perjanjian sewa-menyewa hendaknya memuat hal-hal di atas dan apabila hal-hal tersebut terpenuhi maka lessor dan lessee dapat menandatangani kontrak sewa-menyewa dengan baik.

Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Pengertian Wanprestasi

Dalam pengertian lain, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur karena kelalaian atau kesalahannya tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian dan tidak berada dalam keadaan terpaksa. Yahya Harahap mengatakan bahwa “wanprestasi adalah pelaksanaan suatu kewajiban yang tidak dilaksanakan tepat pada waktunya atau dilaksanakan secara kurang baik, yang akibatnya debitur wajib memberikan atau membayar ganti rugi (schadervergoeding)” atau apabila salah satu pihak lalai dalam melaksanakan kewajiban tersebut. . , pihak lain dapat meminta pembatalan kontrak.15. Wirjono Prodjodikoro mengatakan wanprestasi adalah tidak adanya pelaksanaan dalam hukum kontrak, artinya sesuatu yang harus dilakukan sebagaimana isi kontrak.

Dalam bahasa Indonesia istilahnya adalah “pelaksanaan suatu janji untuk dilaksanakan, sedangkan tidak adanya pelaksanaan adalah janji untuk tidak dibayar”. Oleh karena itu, dalam setiap pelaksanaan perjanjian, kinerja merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan dan dipenuhi dalam setiap perjanjian.

Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan: “Debitur lalai, apabila ia dinyatakan lalai karena perintah atau perbuatan yang serupa itu, atau karena persetujuannya masing-masing. jika hal ini menentukan bahwa debitur harus dianggap lalai sampai lewat waktu yang ditentukan.” Dari ketentuan pasal ini dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila telah dilakukan pemanggilan (in glecte). Dengan surat penetapan ini , juru sita memberitahukan dengan memberitahukan kepada debitur kapan ia harus melaksanakannya selambat-lambatnya.

Dalam perkembangannya, surat panggilan atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat diucapkan secara lisan, melainkan untuk. Dalam keadaan tertentu tidak perlu ditetapkan dalam panggilan pengadilan bahwa debitur telah melakukan penundaan, yaitu dalam hal batas waktu dalam kontrak (batas waktu yang fatal), pelaksanaan dalam kontrak berupa non- kinerjanya, debitur mengaku terlambat.

Tinjauan Umum Mengenai Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan

  • Pengertian Jaminan Fidusia
  • Objek dan Subjek Jaminan Fidusia
  • Sifat Jaminan Fidusia
  • Asas-Asas Jaminan Fidusia

Menurut pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah peralihan hak milik atas suatu barang berdasarkan kepercayaan, dengan ketentuan barang yang kepadanya hak itu telah dialihkan kepemilikannya tetap ada. berada di bawah kendali pemiliknya. dari objek tersebut.26. Istilah jaminan fidusia dikenal dalam pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia “hak tanggungan atas benda bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud serta benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah, yang tetap berada dalam penguasaan pemegang fidusia, sebagai jaminan pelunasan utang-utang tertentu, yang memberikan kedudukan lebih utama kepada pemegang fidusia dari pada kreditur-kreditur lainnya.” Penjamin berkeyakinan bahwa hak milik atas agunan akan kembali kepada penjamin apabila hutang penjamin telah dilunasi.

29 Vivi Lia Falini Tanjung, Penerapan Asas-asas Umum Hukum Properti dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, De Lega Lata, Jilid 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017, halaman 218. Droit de suite, artinya jaminan Fidusia selalu mengikuti subjek asuransi yang memegang subjek asuransi (Pasal 20 UU No. 42 Tahun 1999). Dalam undang-undang no. 42 Tahun 1999 juga menyebutkan bahwa perjanjian fidusia sebenarnya dimaksudkan untuk menjamin suatu kontrak utang dan tagihan antara para pihak (debitur dan kreditur).

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, objek jaminan fidusia adalah benda bergerak. Namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka subjek agunan diberikan definisi yang luas. Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang tidak dibebani hak tanggungan adalah bangunan rumah susun, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 16 tahun 1985 tentang bangunan rumah susun.

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Pasal 1 angka 6 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, subjek jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau badan hukum yang memiliki suatu benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, dan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai piutang yang pelunasannya dijamin dengan jaminan fidusia.32 . 42 Tahun 1999 pada pasal 4 dengan tegas menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah suatu perjanjian atas putusan akad pokok yang menimbulkan kewajiban para pihak untuk melakukan suatu prestasi yang dapat dinilai dengan uang.34.

Jaminan fidusia bersifat prioritas (Droit de Preference). Sifat keutamaan (Droit de Preference) atau hak yang mendapat prioritas dalam suatu jaminan fidusia adalah hak penerima fidusia untuk menagih penggantian tagihannya atas hasil pelaksanaan benda yang menjadi subyek jaminan fidusia. Sekalipun pemegang fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak prioritas penerima fidusia tidak hilang karena benda yang dijadikan jaminan fidusia tidak termasuk dalam harta pailit pemegang fidusia. Surat berharga fidusia tetap menjadi benda yang menjadi subyek jaminan fidusia di tangan siapapun benda itu berada, kecuali pemindahtanganan benda persediaan yang menjadi subyek jaminan fidusia.36.

Menurut Tan Kamelo, asas-asas penjaminan sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut37: Pertama, bahwa kreditur penerima fidusia mempunyai kedudukan sebagai kreditur yang mempunyai keutamaan di atas kreditur-kreditur lainnya; Kedua, bahwa jaminan perwalian itu tetap pada benda yang menjadi subyek jaminan perwalian itu, di tempat di mana benda itu berada; Ketiga, jaminan kepercayaan ini merupakan perjanjian subsider, yang biasa disebut asas asesoris; Keempat, jaminan kepercayaan dapat diberikan pada utang-utang baru yang sudah ada; Kelima, bahwa amanah dapat dibebankan pada obyek yang akan ada; Keenam, dapat dikenakan jaminan perwalian terhadap bangunan/rumah yang terletak di atas tanah milik orang lain; Ketujuh, bahwa jaminan perwalian memuat uraian rinci mengenai objek dan subjek jaminan perwalian38; Kedelapan, bahwa pemberi jaminan perwalian haruslah orang yang mempunyai kewenangan hukum atas pokok permasalahan jaminan perwalian; Kesembilan, bahwa jaminan perwalian harus didaftarkan pada kantor pendaftaran perwalian39; Kesepuluh, bahwa benda yang dijadikan obyek jaminan perwalian tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan perwalian; Kesebelas, bahwa jaminan perwalian mengutamakan kreditor yang menerima wali yang terlebih dahulu datang ke kantor administrasi dibandingkan kreditur yang mendaftar belakangan40; Kedua belas, bahwa wali amanat yang tetap memegang kendali harus mempunyai itikad baik; Ketigabelas, bahwa jaminan kepercayaan mudah untuk dieksekusi.41.

Tinjauan Umum Mengenai Debt Collector 1. Pengertian Debt Collector

Metode penelitian adalah bagian dari suatu metodologi yang bertujuan untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu43. Ruang lingkup penelitian digunakan secara aktif, sungguh-sungguh, logis dan sistematis untuk memecahkan rumusan masalah yang ada. Ruang lingkup penelitian ini adalah akibat hukum penarikan paksa jaminan fidusia dengan menyewa melalui debt collector dan bagaimana pelaksanaan pencabutan paksa jaminan fidusia dengan menyewa melalui debt collector dievaluasi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 18/PUU. -XVII/. 2019.

Jenis Penelitian

Metode Pendekatan

Pendekatan ini dilakukan dengan mengkaji perkara-perkara yang berkaitan dengan permasalahan yang ada yang telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang akan penulis analisa adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.

Sumber Data

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini erat kaitannya dengan bahan hukum primer yaitu. Bahan penelitian terdiri dari buku teks non hukum, yang berkaitan dengan penelitian untuk memberikan penjelasan tentang Bahan Hukum Primer dan Sekunder.

Metode Teknik Pengumpulan Data

Metode Analisis Bahan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya keberadaan praktek fidusia di Indonesia dilandaskan kepada yurisprudensi dari Hoge Raad Belanda yang dikenal sebagai putusan Bier Brouwerij Arrest, di mana hakim untuk

Eksekusi jaminan fidusia benda bergerak kendaraan bermotor beroda empat dalam lembaga pembiayaan leasing di PT Indomobile Finance dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999