• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

46

3.1 Kepemilikan Atas Virtual Property di Dalam Game Online PlayerUnknown’s Battleground

Menurut Richard A. Bartle, ada lima pendapat dari para pemain permainan online, yang melandasi kepemilikan atas virtual property, yaitu:

1. Pemain merasa memiliki suatu Virtual Property karena telah membelinya Pendapat ini mengatakan bahwa jika seseorang membeli sesuatu dengan itikad baik, maka ia berhak untuk memilikinya. Contoh klasik dari pemikiran ini adalah berdasarkan pada aturan hukum klasik yang mengatur mengenai membeli barang hasil curian: Jika seseorang mengetahui suatu barang merupakan hasil curian dan tetap membelinya, maka orang tersebut dinyatakan bersalah karena telah membeli barang hasil curian. Lain halnya, jika orang tersebut tidak mengetahui bahwa barang yang di belinya merupakan barang hasil curian, orang tersebut membeli suatu barang dengan itikad baik, maka orang tersebut berhak memiliki barang tersebut dan tidak melepaskannya tanpa adanya imbalan yang pantas.

2. Pemain merasa memiliki suatu Virtual Property karena telah mencurinya Hal ini didasarkan pada pemikiran yang mengatakan bahwa jika seseorang menguasai suatu benda untuk jangka waktu tertentu, maka seseorang akan menjadi pemilik dari benda tersebut. Sehingga, tidak dipermasalahkan bagaimana cara seseorang memperoleh benda tersebut, termasuk dengan cara mencurinya, apabila telah sampai pada jangka waktu tertentu, maka otomatis benda tersebut akan menjadi miliknya.

3. Pemain merasa memiliki suatu Virtual Property karena merupakan hasil kerja kerasnya Pemikiran ini berasal dari Filsuf John Locke , yang mengatakan bahwa jika seseorang menghasilkan atau menciptakan sesuatu dari hasil kerja kerasnya, maka orang tersebut berhak untuk memilikinya. Seorang pemain, ketika memulai suatu permainan online tidak serta merta langsung memainkan karakter yang memiliki level tinggi serta memiliki perlengkapan yang mumpuni.

Pemain akan memainkan suatu karakter dari level terendah dan bertahap mendapatkan perlengkapan yang mumpuni selama ia memainkan permainan online tersebut. Hal inilah, yang kemudian membuat pemain permainan online merasa bahwa Virtual Property yang diperolehnya selama permainan adalah miliknya, karena merupakan hasil dari kerja kerasnya.

4. Pemain merasa memiliki suatu Virtual Property karena telah menjual waktunya Pendapat ini pada awalnya digunakan oleh sebuah perusahaan yang bernama

(2)

Black Snow yang kemudian di banned oleh Mythic Entertainment (selaku developer dari permainan online Dark Age of Camelot). Black Snow mempekerjakan para pekerja dengan bayaran murah di Mexico untuk bermain dan mengumpulkan benda-benda virtual di dalam permainan online tersebut yang akan dijual kembali kepada pemain lainnya. EULA yang dibuat oleh Mythic Entertainment, melarang aktivitas jual beli benda-benda virtual di dalam permainan onlinenya. Namun, pihak Black Snow berkilah dan mengatakan, bahwa apa yang dijual oleh mereka sebenarnya adalah waktu dan usaha dalam memperoleh benda- benda virtual tersebut, bukan benda virtualnya

5. Pemain merasa memiliki suatu Virtual Property karena merasa bahwa pihak pengembang atau pengelola permainan online telah membuat mereka membeli Virtual Property tersebut Pendapat ini mengatakan bahwa desain dari dunia virtual itu sendiri telah memaksa para pemainnya untuk melakukan jual beli terhadap bendabenda virtual di dunia nyata. Dunia virtual di dalam permainan online dirancang sedemikian rupa sehingga menguntungkan pemain yang memiliki banyak waktu untuk memainkannya. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mencapai suatu tingkatan tertentu dan mengumpulkan berbagai bendabenda virtual yang menunjang permainan. Bagi para pemain yang memiliki banyak waktu untuk yang memainkannya, tentulah semua itu sangat menguntungkan, lain halnya dengan pemain yang memiliki waktu terbatas.

Oleh karena itu, bagi pemain yang memiliki waktu terbatas, namun memiliki uang yang banyak, tentunya bukan menjadi masalah jika mereka berpikiran untuk membeli saja benda-benda virtual di dalam permainan online yang dimainkannya guna menunjang permainannya. Jika mereka tidak membeli benda-benda virtual tersebut, maka permainan merka akan tertinggal jauh dari para pemain yang memiliki banyak waktu.

3.2 Perlindungan Hukum Permainan PUBG MOBILE Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Undang-Undang Hak Cipta melindungi permainan video, dan permainan PUBG MOBILE termasuk sebagai salah satu objek karya cipta seseorang yang dilindungi.

Namun dalam kenyataannya ketentuan penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf tidak penjelasan lebih lanjut terkait dengan pengertian permainan video, melainkan hanya terdapat frasa “Cukup jelas” saja tanpa adanya keterangan-keterangan lebih lanjut.

Hal ini tentu saja membuat praktisipraktisi hukum maupun praktisi-praktisi di bidang ilmu teknologi dan informasi merasa kurang jelas. Selain itu, Undang-Undang Hak Cipta maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya masih tidak

(3)

mengatur lebih lanjut dan secara mendetail tentang definisi, klasifikasi, jenis dan hal- hal lain yang masih berkaitan dengan permainan video. Jika dilihat dari bentuknya, permainan video ini biasa disajikan dalam bentuk software. Software atau yang dapat disebut sebagai perangkat lunak merupakan suatu program yang berfungsi untuk meberkian perintah kepada komputer untuk mengontrol, mendukung dan mengolah data.Apabila dilihat dari definisinya, software ini dekat dengan definisi dari program komputer. Program komputer sendiri telah didefinisikan oleh Undang-Undang Hak Cipta melalui ketentuan pasal 1 ayat 9 yang menytakan bahwa “Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu”. Namun apabila kita telaah lagi lebih lanjut, kita dapat berpendapat bahwa permainan video yang berbentuk software yang disediakan pada perangkat komputer ini dapat dimasukkan ke dalam katagori program kumputer. Namun tidaklah relevan jika permainan video yang terdapat dalam perangkat lain juga dimasukkan ke dalam kategori program komputer. Selain itu, jika kita lihat dari proses pembuatannya, permainan video dapat dikategorikan sebagai suatu karya cipta yang sangat kompleks. Hal ini dikarenakan pembuatan permainan video tidak hanya berdasarkan atas membuat software yang berupa kodekode tertentu saja, melainkan permainan video juga terdiri atas ciptaan lain yang berupa desain, gambar-gambar animasi, musik, tokoh, dan lain sebagainya. Apabila dilihat dari sejarah pembuatan suatu permainan, sebenarnya permainan video yang awalnya hanya disediakan dalam bentuk program komputer saja, dengan disertai adanya perkembangan jaman, perkembangan ilmu pengetahuan serta perkembangan teknologi, permainan video tidak lagi hanya diperuntukkan untuk komputer saja, melainkan dapat pula diperuntukkan untuk perangkat lain seperti smartphone (telepon pintar), atau bahkan tersedia dalam bentuk konsol permainan video PUBG MOBILE.

Sehingga dapat dikatakan permainan video ini juga dapat diklasifikasikan ke dalam pasal 40 ayat (1) huruf p Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan “kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya”. Maka hal ini akan menimbulkan suatu ketidakjelasan terhadap penormaan terkait dengan ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf p, huruf r dan huruf s pada Undang-Undang Hak Cipta yang akan menyebabkan para praktisipraktisi hukum maupun praktisi-praktisi pada bidang teknologi informasi merasa kurang jelas terkait dengan permainan video ini.

(4)

3.3 Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Virtual Property Dalam Game PUBG MOBILE

Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (1) diatas dapat diketahui bahwa suatu ciptaan dapat dilindungi hak ciptanya secara otomatis.Hak cipta ini bersifat eksklusif dan mendapat suatu perlindungan hukum. Hak eksklusif ini berlaku apabila seorang pencipta telah mampu untuk mewujudkan hasil olah pikirnya dan telah menunjukkan keaslian ciptaannya tersebut. Hak cipta ini diberikan atas dasar bahwa semua orang mempunyai kemampuan untuk mengolah pikirannya, namun tidak semua orang dapat mengolah otaknya semaksimal mungkin untuk menghasilkan suatu karya intelektual yang bernilai sangat tinggi. Maka daripada hal tersebut diatas, perlindungan terhadap suatu hasil ciptaan dari seseorang sebagai pencipta ini menjadi sangat penting. Selain dengan diberikannya perlindungan hukum, pencipta ini diberikan suatu penghargaan dan juga pengakuan oleh pemerintah.Permainan video merupakan salah satu objek ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta.

Permainan video berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Suatu permainan video secara otomatis mendapatkan perlindungan hak cipta setelah permainan video tersebut diumumkan bahwa telah diwujudkan dalam bentuk nyata. Berkaitan dengan permasalahan adanya pengunduhan permainan video PUBG MOBILE di internet secara tidak sah oleh pengguna permainan video, ini merupakan salah satu tindak pelanggaran atas hak cipta permainan video dimana pengguna permainan video mengurangi pemanfaatan hak ekonomi dari pencipta yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1 angka (21) Undang-Undang Hak Cipta yaitu Royalti yang berupa sejumlah imbalan berupa uang. Pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta ini dapat diajukan tuntutannya oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau oleh ahli warisnya melalui Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Hak Cipta. Pelanggaran hak cipta oleh pengguna permainan video dapat di mintai ganti kerugian oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau ahli warisnya.

3.4 Kewajiban Tencent Terhadap Konsumen Sebagai Pemilik Game PUBG MOBILE

Barang Virtual dalam game online dapat diperoleh dengan cara menukarkan dengan mata uang yang berlaku dalam game online tersebut. Cara mendapatkan mata uang dalam game online tersebut adalah dengan melakukan pembelian dengan mata

(5)

uang asli (rupiah). Mata uang game online biasanya dapat dibeli pada e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan sebagainya. Pemahaman terkait dengan istilah benda sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti bahwa benda merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki atau dikuasai dengan menjadi objek hak seseorang.

Dalam sebuah transaksi jual beli yang dilakukan dalam game online tentu melibatkan pemain game online yang berkedudukan sebagai konsumen dan penyedia atau pengembang game online tersebut berkedudukan sebagai pelaku usaha atau produsen. Hak dan kewajiban masing-masing pihak telah diatur dalam UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hak dan kewajiban terkait konsumen mempunyai aspek keperdataan sebagaimana dalam Buku III KUHPerdata. Hak dan kewajiban tersebut timbul dari perjanjian yang berlaku dalam game online tersebut.

Sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban konsumen dalam hal ini pemain game online dapat dilihat berdasarkan ketentuan dalam pasal 4 dan Pasal 5 UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kedua pasal tersebut secara garis besar menjelaskan bahwa sebelum konsumen memberikan kesepakatan, maka konsumen tersebut harus beritikad baik dalam melakukan transaksi, yaitu membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati. Setelah pemenuhan kewajiban tersebut maka konsumen mempunyai hak-hak yaitu hak untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan, hak untuk memilih serta mendapatkan jasa tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan, hak informasi yang benar dan jujur, hak dengan pendapat dan keluhannya, hak mendapatkan advokasi mengenai sengketa perlindungan konsumen, hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak dilayani secara benar tanpa diskriminatif, hak mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, dan hak- hak lainnya sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain.

Berdasarkan hak-hak konsumen tersebut, pemain game online selaku konsumen dari pembelian barang virtual dalam game online, mempunyai hak-hak seutuhnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jika hak- hak konsumen tersebut tidak dipenuhi karena kelalaian pelaku usaha maka pelaku usaha dalam hal ini adalah penyedia atau pengembang layanan game online wajib melakukan ganti rugi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Secara garis besar Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa pelaku usaha mempunyai tanggung jawab untuk melakukan penggantian kerugian yang dialami konsumen atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkannya. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian dana atau penggantian barang dan/atau jasa.

Penggantian kerugian tersebut harus diberikan dalam tenggang waktu tujuh hari sejak tanggal terjadinya transaksi. Penggantian kerugian tersebut tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana. Transaksi jual beli barang virtual dalam game

(6)

online melahirkan lebih dari satu perikatan yang dimana terdapat kewajiban berprestasi dari masing-masing pihak. Konsumen dalam hal ini adalah pemain game online membeli suatu nilai mata uang

Jadi, pelaku usaha dalam hal ini penyedia atau pengembang layanan game online mempunyai suatu kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penjelasan secara garis besar dari pasal tersebut bahwa pelaku usaha wajib untuk beritikad baik dalam melakukan usahanya, memberikan informasi yang benar dan jujur atas barang dan/atau jasa, melayani konsumen dengan benar, menjamin mutu barang dan/atau jasa dan memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan atas kelalaian pelaku usaha. Dari pasal tersebut juga jelas bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melakukan penggantian kerugian. Sebagai contoh masalah adalah, pada awal kemunculan Virus Corona, Server Game Online PUBG mengalami masalah dikarenakan banyaknya pemain yang mengakses game tersebut sehingga mengakibatkan game tersebut tidak dapat dimainkan. Banyak pemain yang mengeluhkan tidak bisa login ke dalam Game. Menanggapi hal tersebut, Tencent selaku pengembang layanan Game Online PUBG langsung mengambil tindakan yakni meningkatkan kapasitas pada server game online tersebut. Terkait kerugian yang dialami oleh para pemain Game Online PUBG, maka Tencent memberi ganti kerugian berupa hadiah item virtual dalam game.

3.5 Perlindungan Serta Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Jika Pemain Game Dirugikan Karena Tutupnya Server Game Online

Pemain game online di Indonesia baik pada platform PC, Console, maupun Mobile memang tergolong banyak. Akan tetapi tidak sedikit pula game online di Indonesia yang tutup server sehingga game online tersebut tidak dapat dimainkan kembali di kemudian hari. Hal tersebut biasanya dikarenakan game online tersebut sepi peminat yang mengakibatkan penyedia atau pengembang layanan game online tersebut mengalami kerugian.

Berikut lembaga-lembaga terkait dengan penyelesaian sengketa konsumen.

1. BPKN dibentuk dengan tujuan mengembangkan upaya perlindungan konsumen yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden. BPKN memiliki fungsi yaitu untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka pengembangan perlindungan terhadap konsumen di Indonesia.

2. LPKSM merupakan suatu lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang kegiatannya mengurusi perlindungan konsumen.

3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

(7)

BPSK merupakan suatu badan yang bertugas menangani serta menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen yang dibentuk oleh pemerintah di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota) untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, maka putusan BPSK tersebut bersifat final serta mengikat dan tanpa upaya banding serta kasasi.

Terkait dengan sengketa konsumen dalam hal ini pemain game online yang dirugikan karena tutupnya server game online di Indonesia berdasarkan Pasal 45 sampai Pasal 48 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan dua macam opsi dalam hal upaya penyelesaian sengketa konsumen yakni upaya penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur pengadilan atau biasa disebut litigasi dan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan atau biasa disebut dengan non litigasi.

3.5.1 Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Jalur Pengadilan (Litigasi) Terkait dengan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan atau litigasi mengacu pada ketentuan peradilan umum yang menggunakan hukum acara HIR/RBg.23 Dalam pasal 45 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara garis besar bahwa konsumen yang merasa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha kepada lembaga yang mempunyai tugas dalam hal penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha atau dapat melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Hasil akhir dalam proses penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur pengadilan adalah salah satu menang dan pihak lain kalah. Proses penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur litigasi memiliki kekurangan karena memaksa para pihak dalam posisi yang ekstrem sehingga memerlukan pembelaan yang tentunya dapat mempengaruhi keputusan. Pada proses litigasi mengangkat persoalan materi dan prosedur dari para pihak dalam melakukan penyelidikan fakta.

Oleh karena itu, proses penyelesaian secara litigasi dianggap kurang efisien baik pada biaya, waktu, dan tenaga. Meski begitu, penyelesaian melalui litigasi merupakan cara terakhir apabila penyelesaian melalui non litigasi tidak mencapai kesepakatan. Terkait dengan siapa yang berhak mengajukan suatu gugatan atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 46 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang secara garis besar mengatur sebagai berikut:

1. Konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya;

2. Sekelompok konsumen yang punya kepentingan yang sama;

3. LPKSM yang memenuhi syarat yakni harus berbentuk badan hukum atau yayasan yang pada anggaran dasar (AD) memuat mengenai tugas bahwa

(8)

tujuan didirikannya untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melakukan kegiatan yang sesuai dengan AD.

4. Pemerintah dan/atau instansi terkait. Gugatan terkait dengan sengketa konsumen melalui pengadilan (litigasi) hanya dapat dilakukan apabila upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan (non-litigasi) tidak berhasil. Hal tersebut berarti bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur luar pengadilan (non-litigasi) sangat menjadi prioritas jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui pengadilan.

3.5.2 Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan (Non-Litigasi) Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam hal ini adalah pemain game online yang merasa dirugikan dengan melaui jalur pengadilan atau litigasi mempunyai banyak kekurangan seperti biaya yang relatif mahal. Jika pihak yang bersengketa membawa sengketanya kepada pengadilan maka hasil akhirnya adalah salah satu pihak menang dan pihak yang lain kalah.

Berdasarkan kekurangan penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi maka proses penyelesaian sengketa konsumen melalui proses non – litigasi dinilai lebih efektif baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses penyelesaian sengketa. Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen secara non-litigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Konsultasi adalah suatu tindakan yang sifatnya personal atau pribadi antara pihak tertentu yang kemudian disebut dengan istilah klien dan pihak lain yang disebut sebagai konsultan yang memberikan pendapatnya kepada kliennya tersebut.

Klien tersebut tidak wajib untuk mengikuti pendapat yang telah diberikan oleh konsultan. Klien tersebut memiliki kehendak yang bebas mau mengikuti pendapat konsultan tersebut atau tidak dan klien dapat mengambil keputusannya sendiri. Negosiasi merupakan suatu musyawarah atau perundingan dimana pihak yang mengadakan suatu negosiasi disebut negoisator. Jadi, negosiasi adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh masing-masing pihak terkait secara sendiri tanpa adanya pihak ketiga. Negosiasi dilakukan secara musyawarah atau dengan cara melakukan perundingan dengan para pihak terkait guna mencapai suatu pemecahan masalah. Hasil dari perundingan dalam suatu negoisasi bersifat tidak mengikat secara hukum. Mediasi merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang disebut mediator yang tidak memihak yang turut memberikan masukan guna tercapainya suatu kesepakatan. Akan tetapi mediator tidak berhak untuk

(9)

mengambil suatu keputusan. Sehingga tercapainya kesepakatan merupakan suatu kompromi dari para pihak terkait

Konsiliasi merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dalam hal ini adalah sengketa konsumen dimana adanya intervensi dari pihak ketiga yaitu konsiliator. Konsiliator bersifat aktif sehingga dapat merumuskan langkah penyelesaian sengketa. Selanjutnya rumusan penyelesaian tersebut diberikan kepada para pihak yang sedang bersengketa. Jika para pihak yang bersengketa tersebut tidak menemukan jalan kelur dari masalah maka konsiliator memberikan suatu usulan. Konsiliator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan tetapi hanya dapat memberikan suatu usulan berupa rekomendasi penyelesaian masalah. Pada intinya tujuan dari konsiliasi adalah untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian bahwa dalam penyelesaian sengketa konsumen dalam hal ini antara pemain game online yang merasa dirugikan karena kehilangan aset barang virtual yang disebabkan oleh tutupnya server game online di Indonesia dapat dilakukan melalui proses litigasi maupun non-litigasi. Akan tetapi, proses non-litigasi tentu dinilai lebih efektif baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan proses penyelesaian litigasi. Oleh karena itu bagi pemain game online yang telah mengeluarkan uang ratusan bahkan jutaan rupiah untuk membeli sebuah barang virtual dalam game online, sebelum melakukan gugatan, alangkah lebih baiknya jika menghubungi terlebih dahulu kepada perusahaan layanan game online tersebut untuk meminta ganti kerugian ataupun mencari solusi atas permasalahan tersebut. Cara tersebut dapat dilakukan dengan cara negoisasi antara pemain game online yang dirugikan dengan perusahaan penyedia atau pengembang layanan game online tersebut.

3.6 Virtual Property sebagai Objek Jaminan Fidusia

Dalam hal ini virtual property tidak memiliki wujud yang dapat dirasakan oleh panca indra manusia karena virtual property hanya terdapat didunia siber. Tetapi meskipun virtual property tidah berwujud nyata tetapi kenyataannya virtual property banyak digunakan manusia dan memiliki nilai ekonomis. Virtual property itu termasuk sebuah objek ciptaan sehingga si pencipta berhak untuk memperoleh hak milik atas objek ciptaanya. Virtual property juga termasuk objek yang bisa dijaminkan yaitu objek jaminan fidusia yang merujuk pada Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan KUHPerdata.

Virtual property dikatakan sebagai objek jaminan fidusia karena merupakan segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat dialihkan, virtual property merupakan benda tidak berwujud sehingga berdasarkan pasal 1 angka 4 UUJF benda sebagai

(10)

objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, berupa benda tidak memiliki wujud ataupun yang tidak berwujud. Benda tidak berwujud ini tidak menutup kemungkinan terhadap benda lain yang tidak berwujud selain hak.

Selain itu juga virtual property ini banyak digunakan oleh orang dalam kehidupan sehari-hari maka virtual property ini memiliki nilai ekonomis sehingga termasuk kedalam unsur jaminan fidusia.

Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.

Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah “Fidusia”. Dengan demikian istilah “Fidusia” sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum kita.

Akan tetapi, Fidusia sering disebut juga dengan istilah “ Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Pada prinsipnya jaminan Fidusia adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan, baik utang yang telah ada maupun utang yang akan ada, deengan pada prinsipnya memberikan barang bergerak sebagai jaminnya, tetapi dapat juga diperluas terhadap barang-barang tidak bergerak, dengan memberikan pengusaan dan penikmatan atas obyek benda obyek jaminan tersebut kepada kreditor, dan kemudian pihak kreditor menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas benda tersebut kepada debiturnya secara kepercayaan (Fidusiary). Dalam hal ini, manakala utang yang dijamin dengan jaminan Fidusia tersebut sudah dibayar lunas sesuai yang diperjanjikan, maka titel kepemilikan atas benda tersebut diserahkan kembali oleh kreditor kepada debitur. Sebaliknya, manakala utang tidak dibayar lunas, maka benda obyek jaminan Fidusia tersebut harus dijual, dan harga penjualan tersebut akan diambil untuk dan sebesar pelunasan utang sesuai perjanjian, sedangkan kelebihannya (jika ada) dikembalikan kepada debiturnya. Sebaliknya, jika hasil penjualan benda obyek jaminan Fidusia ternyata tidak menutupi utang yang ada, maka debitur masih berkewajiban membayar sisa utang yang belum dibayarkan tersebut.

Di dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia pasal 1 angka 1 yang dimaksud dengan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jika diuraikan dari ketentuan tersebut, maka terlihat unsur perumusannya, yaitu:

1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan Doktrin para sarjana mengemukakan bahwa dalam Fidusia, “pengalihan hak milik atas dasar Kepercayaan”, tidak benar-benar menjadikan kreditur sebagai pemilik atas benda yang telah dijaminkan, tetapi hanya memberikan hak jaminan saja pada kreditur sebagaimana tujuan dari kata “pengalihan” tersebut tidak lain hanyalah untuk memberikan jaminan atas suatu pemenuhan hak tagihan atas eksekusi terhadap jaminan.

(11)

Begitu pula apabila berpegang pada kata-kata “atas dasar kepercayaan”. Dapat ditafsirkan bahwa dengan pengalihan itu, kreditur tidak dengan benar-benar menjadi pemilik atas benda jaminan, karena berpegang pada penafsiran yang selama ini berlaku (doktrin di atas), berarti pemberi jaminan percaya bahwa jika nanti hutangnya yang telah diberikan jaminan Fidusia dilunasi, maka hak milik atas benda jaminan akan kembali pada pemberi jaminan, dan dalam praktiknya hak demikianlah yang berlaku.

2. Benda itu Tetap Berada dalam Penguasaan Pemilik Benda Unsur yang kedua ini telah ditafsirkan pula oleh doktrik para sarjana yang ada, meskipun alas hak (titel) dari benda itu diserahkan melalui perjanjian, namun bendanya secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan. Jadi secara yuridis, hak terhadap benda tersebut telah diserahkan, namun pemberi jaminan masih mempunyai hak untuk menikmati atau memanfaatkan benda yang telah dibebani jaminan tersebut, meskipun dengan sendirinya atas hak yang diserahkan tersebut bukan hak kepemilikan suatu benda sepenuhnya, melainkan hak milik terhadap jaminan atas benda sebagaimana dijelaskan di atas. Terhadap apa yang dikemukakan di atas, maka dipertegas kembali dalam pasal 1 Angka (2) yang dimaksud jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yan dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang berada tetap dalam penguasaan pemberi Fidusia sebagai pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dari ketentuan tersebut, maka unsur-unsur jaminan Fidusia adalah:

1. Adanya hak jaminan;

2. Adanya obyek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun;

3. Benda menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia;

dan

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur. Sifat dan Ciri-ciri Jaminan Fidusia

a. Perjanjan Fidusia Merupakan Perjanjian Obligatoir Ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) Undang-undang Fidusia menyebutkan yang dimaksud dengan jaminan Fidusia sebagai berikut: Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yan dapat

(12)

dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang berada tetap dalam penguasaan pemberi Fidusia sebagai angunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Berdasarkan pengertian di atas, jaminan Fidusia merupakan lembaga hak jaminan (angunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk zekerheid, security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulukan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Sebagai hak kebendaan (yang memberikan jaminan), dengan sendirinya sifat dan ciri-ciri hak kebendaan juga melekat pada jaminan fidusia. Dia bukan perjanjian obligatoir yang bersifat perorangan (persoonlijk).

Perjanjian fidusia bersifat oblligator, berarti hak yang diperoleh penerima Fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatas oleh hal-hal yang diterapkan bersama dalam perjanjian. Akan tetapi, pembatasan demikian hanya bersifat pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik yang sepenuhnya, ia bebas untuk menentukan cara pemenuhan piutangnya, terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia.

b. Sifat accessoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia Undang-undang Fidusia menyatakan, bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai angunan bagi pelunasan utangnya debitur (pemberi fidusia), yang berarti perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan, buntut atau ekor dari perjanjian pokoknya.

Ketentuan dalam pasal 4 Undang-Undang Fidusia beserta penjelasannya menegaskan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.

Dengan demikian itu berarti, bahwa kelahiran dan keberadann perjanjian jaminan fidusia ditentukan oleh adanya perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban dan sekaligus tanggung jawab para pihak untuk memenuhi suatu prestasi sebagai akibat terjadinya suatu perikatan.

c. Sifat Droit de Suite dari Fidusia: Fidusia sebagai hak Kebendaan Sifat Droit de Suite, juga dianut dalam jaminan fidusia, di samping jaminan hipotik dan hak tanggungan. Hal ini ditegaskan oleh ketentuan dalam pasal 20 Undang-Undang Fidusia. pasal 20 Undang- Undang Fidusia menentukan: Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek

(13)

jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan Fidusia.

Penjelasan atas Pasal 20 Undang-Undang Fidusia menyatakan: Ketentuan ini mengaku prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang- undangan Indonesia dalam kaitanya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem). Pemberian sifat kebendaan di sini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegan hak kebendaan. Dengan memberikan sifat droit pada fidusia, maka hak kreditor tetap mengikuti bendanya ke dalam siapa pun ia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang berkedudukan sebagai pihak ketiga pemberi jaminan Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan (Sifat Droit de Preference) Sifat droit de preference, atau diterjemahkan sebagai hak (mendahului atau diutamakan) juga melekat pada Jaminan Fidusia. Sifat Droit de preference ini dapat kita baca dari perumusan pengertian yurisdis Jaminan Fidusia yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Fidusia dan lebih lanjut diatur dalam Pasal 27 dan pasal 28 Undang- Undang Fidusia.

Ketentuan dalam pasal 27 Undang-Undang Fidusia menyatakan:

1. Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya 2. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak

penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.

3. Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi Pemberi Fidusia. Dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Fidusia di atas, dapat diketahui bahwa Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya, yaitu hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.99 Pasal 28 Undang-Undang Fidusia memberikan kemungkinan, bahwa atas benda yang sama dapat dibebani lebih dari satu perjanjian Jaminan Fidusia, sehingga terdapat Penerima Fidusia peringkat pertama, Penerima Fidusia peringkat kedua, Penerima Fidusia peringkat ketiga, dan seterusnya. Dengan kata lain berdasarkan ketentuan pasal 28 Undang-Undang Fidusia dimungkinkan terjadinya fidusia ulang oleh kreditor Pemberi Fidusianya.

Ketentuan dalam Pasal 28 Undang-Undang Fidusia menyatakan: Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27, diberkan kepada

(14)

pihak yang lebih dahulu mendaftarkan pada kantor pendaftaran Fidusia. Jadi bila atas benda yang sama dibebani pada lebih dari satu Jaminan Fidusia, dengan merujuk ketentuan dalam pasal 28 Undang-Undang Fidusia tersebut, hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkan Jaminan Fidusianya pada Kantor Pendaftaran Fidusia. pertama mempunyai hak lebih dahulu mengambil pelunasan daripada Penerima Fidusaia peringkat kedua.

Objek Jaminan Fidusia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan adalah benda bergerak yang terdiri dari persediaan (barang inventaris), barang dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor (Penjelasan Umum Butir 3 UUJF).Penjelasan umum butir 3 UUJF ini menyatakan: oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang maka menurut undang- undang ini objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.103 Dalam pasal 1 angka 4 UUJF diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut:“Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki, dan dialihkan, baik berwujud maupun tdak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibeban hak tanggungan atau hipotek.”

Dari bunyi perumusan benda dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Fidusia di atas, objek jaminan Fidusia itu meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek, dengan syarat bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki dan dialihkan”, sehingga dengan demikian obyek Jaminan Fidusia meliputi:

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;

2. Dapat atas benda berwujud;

3. Dapat atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;

4. Dapat atas benda yang terdaftar;

5. Dapat atas benda yang tidak terdaftar;

6. Benda bergerak;

7. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan;

8. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Hipotek.

Mengenai peralihan (levering) sebagaimana dalam Pasal 503 KUHPerdata yang berbunyi “tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tidak bergerak satu sama lain menurut ketentuan- ketentuan dalam kedua bagian berikut:

a. Levering benda bergerak Dalam KUHPerdata benda bergerak dibagi

(15)

menjadi dua macam, yaitu benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Adapun benda bergerak mempunyai sifat atau ciri-ciri dapat dipindah atau dipindahkan. Sebagaimana Pasal 509 KUHPerdata yang berbunyi “kebendaan bergerak karena sifatnya adalah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan.

1) Benda bergerak berwujud Untuk benda bergerak yang berwujud, levering dilakukan dengan cara penyerahan bendanya kepada orang yang berhak menerima, yang disebut “penyerahan nyata” (ferlejke levering) atau dengan menyerahkan kunci di mana benda disimpan.

Hal ini berdasarkan pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:

2) Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan tu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.

3) Benda bergerak tidak berwujud Dalam KUHPerdata yang termasuk benda bergerak tidak berwujud adalah berupa hak-hak piutang.

Menurut pasal 613 KUHPerdata yang berbunyi: Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu; penyerahan tiap tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan endosemen. Pembedaan cara penyerahan tersebut dilakukan karena hakikatnya benda tidak berwujud tentunya tidak memiliki wujud tertentu sementara penyerahannya tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama dengan beda tak bergerak. Dengan latar belakang seperti itu bisa dibayangan, baha untuk adanya peralihan benda atas benda yang tidak ada wujudnya, tentunya perlu tanda, yang bisa nampak keluar, bahwa disana ada tindakan peyerahan, maka dalam dalam pasal 613 disyaratkan bahwa cessie itu dinyatakan melalui suatu akta, bisa akta otentik di bawah tangan. Sejak lahirnya, jaminan Fidusia ini sangat kental dengan rekayasa (dalam arti positif).

Sebab dalam sistem hukum Belanda tempo dulu, oleh karenanya juga di Indonesia, untuk jaminan barang bergerak dikenal gada (pand), dalam hal ni barang obyek jaminan utang diserahkan kepada kreditor, sedangkan jaminan untuk barang tidak bergerak hanya dikenal dengan hipotek, yang barang obyek jaminan uang tidak

(16)

diserahkan ke dalam kekuasaan kreditor. Jadi, tidak dikenal jaminan untuk barang bergerak yang bukan gadai, padahal dalam praktik dibutuhkan jaminan berang bergerak dengan tidak menyerahkan benda obyek jaminan utang kepada kreditor.

Jadi, Ada kebutuhan dalam praktik menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik, untuk memenuhi praktik tersebur dibuatlah pemberian jaminan Fidusia atau yang disebut sebagai “Constitutum Posessorium” (penyerahan kepemilikan benda tanpa penyerahan fisik benda sama sekali). Bentuk rincian dari Constitutum Posessorium tersebut dalam hal Fidusia ini pada prinsipnya dilakukan melalui proses tiga fase sebagai berikut:

1. FASE I : fase perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenskommst) Dari segi hukum dan dokumentasi hukum, maka proses jaminan Fidusia diawali oleh adanya suatu perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenskommst). Perjanjian Overeenskommst tersebut berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan Fidusia di antara pihak pemberi Fidusia (debitur) dengan pihak penerima Fidusia (kreditor).

2. FASE II : fase perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenskomst) Selanjutnya, diikuti oleh suatu perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenskomst). Perjanjian kebendaan tersebut berupa penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur, dalam hal ini dilakukan secara Constitutum Posessorium. Yakni penyerahan hak milik tanpa menyerahkan fisik benda.

3. FASE III : Fase perjanjian pinjam pakai Dalam fase ketiga ini dilakukan perjanjian pinjam pakai, dalam ini benda obyek Fidusia yang hak miiknya sudah berpindah kepada pihak kreditor dipinjampakaikan kepada pihak debitur, sehingga praktis benda tersebut, setelah diikat dengan jaminan Fidusia tetap saja dikuasai secara fisik oleh pihak debitur.

Referensi

Dokumen terkait

Dan dengan mengembangkan sistem informasi informasi penggajian yang berbasis destop dapat mempermudah untuk proses pengolahan data yang efisien dan akurat demi mencegah

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

Berdasarkan pengaturan dalam Pasal 1 butir 2 dan butir 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia maka benda tak bergerak yang dapat menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda tak

Pengajuan serta pembayaran klaim asuransi kecelakaan lalu lintas jalan raya oleh korban atau ahli waris korban terhadap Jasa Raharja mengacuh kepada Undang-undang Nomor

Kelebihan dari hidrolisa asam adalah, laju reaksi yang cepat, pretreatment yang sederhana, murah, katalisnya mudah didapat, dan reaksi pada temperature yang relative rendah

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor

Penjelasan lebih lanjut dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan atas Benda yang sama menjadi objek

Sebagai suatu bentuk hubungan yang ditimbulkan dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua belah pihak, Pemberi Fidusia dengan Penerima Fidusia dalam bentuk Perjanjian