Pertumbuhan Tanaman
Shorea leprosula Miqdalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
(
Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)
S. Dian Firdaus Nababan
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
Pertumbuhan Tanaman
Shorea leprosula Miqdalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
(
Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)
S. Dian Firdaus Nababan
E44050110
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
The growth of Shorea leprosula Miq
in the Silviculture System of Selective and Line Planting (TPTJ)
(A Case Study in the Area of IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, West Kalimantan) By
S. Dian Firdaus Nababan1 and Prijanto Pamoengkas2
INTRODUCTION. The forest areas of Indonesia are mostly logged over areas. To maintain the productivity and ecosystem, it is necessary to carry out rehabilitation on the stand of logged over area, namely through proper genus selection, grown area modification and intensive care so that plant growth can be enhanced. A silviculture system of Selective and Line Planting (TPTJ) is one of the examples of selective system and selective logging. The system is now one of the alternatives to be considered to improve the natural forest of logged over areas which are in a critical condition by planting a number of meranti genus with line system. The purpose of this study was to
analyze the growth of Shorea leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years in the plant line
based on the distribution function of diameter class spread.
METHODOLOGY. This research was conducted by measuring the diameter growth,
height and the openness of plant crown of S. leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years
old in the plant path of Selective and Line Planting (TPTJ).
RESULT AND DISCUSSION. Based on the research result, it was obvious that the meranti genus of S. leprosula had the tendency to increase yearly in its diameter and height, in which the greatest increase in diameter and height occurred at the age 4, namely 5.79 cm in diameter and 658.26 cm in height. Based on the yearly average growth, the growth of diameter and height ranged from 0.47 cm per year to 1.45 cm per year and the growth showed an increase each year throughout the ages observed. Viewed from the
spread distribution of diameter growth in S. leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years
old, at the age of 1 the diameter spread tends to the right. This could be seen in a number of plants used in the research whose diameter became bigger. However, at ages of 2 and 3 the diameter spread tends to the left, or in other words to small diameters. At the age of 4, the diameter spread showed a normal spread.
Based on the measurement of crown openness using densiometer, there was a difference
in the growth of diameter and height on S. leprosula, where the lower the diameter grows,
the bigger the height grows.
CONCLUSION. A silviculture system of Selective and Line Planting (TPTJ) can
increase the flourishing of the growth of height and diameter of S. leprosula at the ages of
1, 2, 3 and 4 years old, where the growth ranged from 0.47 cm to 5.79 cm per year and the growth of height ranged from 82.74 cm to 658.26 cm per year and then the spread of growth in diameter of S. leprosula follows the normal spread. The growth of diameter
and height of S. leprosula is influenced by the factor of crown openness, where the older
the plant, the bigger the need for light.
Key words : Shorea leprosula, Growth, Crown openness, TPTJ
1.
Student of Silviculture Departement, Faculty of Forestry of IPB
2.
PertumbuhanTanaman Shorea leprosula Miq
Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
(Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)
By
S. Dian Firdaus Nababan dan Prijanto Pamoengkas
PENDAHULUAN. Areal hutan Indonesia sebagian besar merupakan hutan bekas tebangan. Untuk mempertahankan produktivitas dan ekosistemnya diperlukan upaya melakukan rehabilitas pada tegakan bekas tebangan yaitu melalui pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang intensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sebagai salah satu contoh selective sistem atau selective logging. Sistem tersebut kini menjadi salah satu alternatif yang patut dipertimbangkan untuk memperbaiki hutan alam bekas tebangan yang rusak melalui penanaman beberapa jenis tanaman meranti dengan sistem
jalur. Tujuan penelitian menganalisis pertumbuhan tanaman Shorea leprosula pada umur
1, 2, 3 dan 4 tahun pada jalur tanam berdasarkan fungsi distribusi sebaran kelas diameter. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter,
tinggi dan keterbukaan tajuk tanaman S. leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun dalam
jalur tanam Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).
HASIL DAN PEMBAHASAN. Menurut hasil penelitian, terlihat bahwa jenis tanaman
meranti S.leprosula memiliki kecenderungan peningkatan diameter dan tinggi setiap
tahunnya dimana pertumbuhan diameter dan tinggi yang terbesar ditunjukkan pada umur tanam 4 tahun yaitu sebesar 5,79 cm dan tinggi 658,26 cm kemudian dari pertumbuhan rata-rata riap diameter dan tinggi berkisar antara 0,47 cm/tahun sampai dengan 1,45 cm/tahun terlihat pertumbuhan riap memiliki kecenderungan peningkatan disetiap tahunnya pada seluruh umur tanaman yang diamati. Bila dilihat dari distribusi penyebaran
pertumbuhan diameter tanaman S.leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun. Dimana pada
umur 1 tahun terlihat sebaran diameter condong menyebar ke kanan yaitu beberapa pohon diameternya bertambah besar kemudian hal berbeda ditunjukkan pada umur 2 dan 3 tahun, sebaran diameter condong menyebar kekiri atau dengan kata lain menyebar ke diameter kecil selanjutnya pada umur 4 tahun penyebaran diameter menunjukkan penyebaran secara normal.
Dari hasil pengukuran keterbukaan tajuk dengan menggunakan alat densiometer terlihat
adanya perbedaan pertumbuhan diameter dan tinggi pada tanaman S. leprosula dimana
semakin berkurang naungan pertumbuhan diameter dan tinggi semakin besar.
KESIMPULAN. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dapat
meningkatkan riap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman S. leprosula pada umur 1,
2, 3 dan 4 tahun. Dimana pertumbuhannya berkisar antara 0,47 cm – 5,79 cm/tahun dan
tinggi berkisar antara 82,74 cm/tahun - 658,26 cm/tahun selajuntnya sebaran
pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula mengikuti sebaran normal. Pertumbuhan
diameter dan tinggi tanaman S. leprosula dipengaruhi oleh faktor penutupan tajuk
(naungan) dimana semakin meningkat umur tanaman maka kebutuhan terhadap cahaya semakin meningkat pula.
Judul Skripsi :
Nama :
NIM : E44050110
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M. Sc.F.Trop NIP. 19631206 198903 1 004
Mengetahui
Kepala Departemen Silvikultur,
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr NIP. 19641110 199002 1 001
Tanggal Lulus :
Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq
dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pertumbuhan
Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat) adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penelitian ini berjudul pertumbuhan tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem
Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Penelitian ini dilaksanakan di areal
Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Suka Jaya Makmur,
Kalimantan Barat yang merupakan salah satu IUPHHK pelaksana model sistem
silvikultur TPTJ.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Utama PT. Suka Jaya
Makmur yang telah memberikan ijin penelitian dan seluruh staf yang telah
membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop
selaku pembimbing penulis yang telah banyak memberikan masukan dan
pengetahuan baru dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ibu dan saudara tercinta, serta seluruh keluarga
besar atas dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Maret 2010
RIWAYAT HIDUP
S.Dian Firdaus Nababan dilahirkan di Kota Madya Jambi pada tanggal 30
November 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Sotarduga Nababan dan Ibu Sonna Sinaga. Jenjang pendidikan formal pertama
ditempuh di Taman Kanak-Kanak Kartika Chandra Kirana tahun 1993. Tahun
1994 penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 4 Sungai Penuh hingga lulus
tahun 1999. Tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2
Sungai Penuh hingga tamat tahun 2002. Di tahun 2002 penulis melanjutkan
pendidikannya di SMA Negeri 1 Sungai Penuh dan lulus tahun 2005. Pada tahun
2005 penulis melanjutkan pendidikan program sarjana di Fakultas Kehutanan,
Departemen Silvikultur dengan program studi Silvikultur, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru IPB (SPMB) dan menekuni
bidang Silvikultur hutan alam dibawah bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas,
M.Sc.F.Trop
Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif dalam
beberapa organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus seperti UKM
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, Kewirausahan mahasiswa
2008-2009, Tree Grower Communicity (TGC) tahun 2007-2008, panitia Masa
Pengenalan Fakultas Kehutanan (RIMBA-E), Blantara (Bersama Dalam Orientasi
Anak Rimba) Departemen Silvikultur tahun 2007.
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)
jalur Indramayu-Linggar Jati dan Gunung Walat pada bulan Agustus-September
2008 serta melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di IUPHHK PT. Suka Jaya
Makmur pada bulan Juli- Oktober 2009.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul Pertumbuhan Tanaman Shorea
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
semua berkat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Orang tua, Ayahanda Sotarduga Nababan dan Ibunda Sonna Sinaga dan
adik-adik ku yang sangat saya cintai, Yeni Marlina Nababan, Krismanto Eko
Widodo Nababan serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan
dukungan, semangat, doa, dan motivasi.
2. Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran
kepada penulis. Terima kasih Bapak untuk semuanya dan mohon maaf atas
segala kesalahan dan kekurangan selama menjadi mahasiswa bimbingan
Bapak.
3. Dr. Ir. Arvizal A.M Zuhud, MS, Ir. Emi Karminarsih, M.Si dan Arinana,
S.Hut, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sera saran
kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
4. Teman satu team PKP dan penelitian, Kristian Eme Manula Ginting,
Mahasiswa Universitas Sumatra Utara (USU), Febry, Sujadi Gultom, Mala,
dan Liswanto Sinaga.
5. Keluarga besar Lab. Silvikultur Dr. Supriyanto, Dr. Nurheni Wijayanto, Dr.
Irdika Mansur dan semua staf tim departemen Silvikultur yang telah
membantu penulis. Terima kasih atas jasa dan pengorbanannya.
6. Teman-teman departemen Silvikultur angkatan 42, Doddy, Agus, Ahmad,
Dayat, Aditya PM, Juniar Prayogi, Bowo, Sambang, Maretha, Emma, Rifa’i,
Yohana, Fitri (HPT), Vera (THH) atas semua bantuan dan kerja samanya.
7. Keluarga besar Sakura (B David Siagian, B Boy Marpaung, B Ihcan, B
Jasmin, B Metha, Benny Napitupulu, Pranugrah Rura Parantean, Adi IE’42, Dion, Kristian, Boyce)
8. Keluarga besar SVK, MNH, THH, dan KSHE yang telah menjadi keluarga
9. Sahabat-sahabatku di Asrama Putra TPB A2, Kususnya di kamar A2-207
Ardiansah, Iwan Setiawan, dan satu lorong Mesa, Sigit, Parit, Agung.
10. Seluruh teman-teman di PMK IPB (Komisi Pelayanan bang Benardo
Nababan, Kakak Rosma, Mathias, Ivan Stenly, Oliv, Sarah, Tiur, Ester)
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya
pada penulis.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, April 2010
DAFTAR ISI
A. Sifat Botanis dan Ekologi Jenis Meranti (Shorea spp)………
B. Tinjauan Ekologis Shorea leprosula Miq………
C. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Tanaman ………
D. Toleransi Terhadap Keterbukaan Tajuk………
E. Kurva Pertumbuhan……….
F. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)…………...
III.KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan………..
B. Letak dan Luas……….
C. Geologi dan Jenis Tanah ………..
D. Kondisi Vegetasi Hutan………
A. Waktu dan Tempat Penelitian………
B. Bahan dan Alat………...
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian………
1. Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Tanaman………..
2. Pengukuran Keterbukaan Tajuk………...
D. Analisis Data………..
1. Analisis Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi ………...
2. Analisis Penyebaran Distribusi Frekuensi Diameter………
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil……….
1. Pertumbuhan Shorea leprosula………..
a. Diameter dan Tinggi ………
b. Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi………..
2. Kurva Pertumbuhan ………...
3. Distribusi Pertumbuhan Diameter ……….
4. Analisis Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan
Diameter dan Tinggi………..
5. Persentase Penutupan Tajuk Terhadap Pertumbuhan Diameter
dan Tinggi Tanaman Shorea leprosula………..
B. Pembahasan……….
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……….
B. Saran………
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN………
23 23 23 23 24 27
31
32 35
41 41
42
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Tahapan Kegiatan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur……….
2. Kondisi Penutupan Vegetasi dan Fungsi Hutan Areal IUPHHK
PT Suka Jaya Makmur………..
3. Luas Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas lereng……….
4. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata Bulanan di Areal IUPHHK
PT Suka Jaya Makmur………
5. Sidik Ragam Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan Tinggi atau
Diameter……….
6. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman S. leprosula Umur 1-4 Tahun………
7. Riap Pertumbuhan Tahunan diameter dan tinggi tanaman S leprosula
umur 1-4 tahun………
8. Pertumbuhan Riap Diameter S. leprosula di Berbagai Lokasi Tanpa
Dilakukan Pemeliharaan……….
9. Distribusi diameter > 0,01 cm pada petak pengamatan TPTJ
umur 1 tahun dengan interval kelas 0,14 cm……….
10. Distribusi Diameter > 0,5 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 2
Tahun dengan Interval Kelas 0,25 cm………
11. Distribusi Diameter ≥ 0,2 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 3
Tahun dengan Interval Kelas 0,35 cm………
12. Distribusi Diameter ≥ 1,35 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 4
Tahun dengan Interval Kelas 1,01 cm………
13. Hasil Uji Beda Nyata Pengaruh Umur terhadap Pertumbuhan Diameter
pada Tanaman S. leprosula dalam TPTJ……….
14. Hasil Uji Beda Nyata Pengaruh Umur terhadap Pertumbuhan Tinggi pada
Tanaman S.leprosula dalam TPTJ……….
15. Hubungan Persentase Penutupan Tajuk terhadap Pertumbuhan Diameter
dan Tinggi Tanaman S. leprosulapada Umur 1, 2, 3 dan 4 Tahun………
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Petak Ukur Permanen dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur……….
2. Skema Pengukuran Keterbukaan Tajuk dalam Jalur Tanam………..
3. Kurva pertumbuhan diameter dan tinggi S.leprosulatiap tahun ………
4. Pertumbuhan Diameter S. leprosuladi Berbagai Lokasi………
5. Histogram Distribusi Diameter Tanaman Shorea leprosula
Menurut Umur Tanam………....
6. Keterbukaan Tajuk pada Jalur Tanam Tebang Pilih Tanam Jalur di Petak
Pengamatan Umur 1, 2, 3 dan 4 Tahun………
19 20 25 26
30
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Tally Sheet Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Meranti
S. leprosula Umur 1-4 Tahun………..
2. Hasil Perhitungan Riap Diameter dan Tinggi S.leprosula Umur 1-4 Tahun…..
3. Analisis Data………...
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pengusahaan hutan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970-an
sehingga saat ini sebagian besar arealnya merupakan hutan bekas tebangan
(Logged over area). Dengan semakin meningkatnya laju deforestasi dan degradasi
hutan, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan produktifitas dan
ekosistemnya. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan rehabilitas pada
tegakan bekas tebangan melalui pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat
tumbuh dan pemeliharaan yang intensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat
ditingkatkan.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu dirancang suatu sistem silvikultur
dimana dapat lebih memberikan kemudahan terhadap kegiatan penanaman dan
pemeliharaan serta peningkatan pertumbuhan tanaman. Sistem tersebut kemudian
dikenal dengan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sebagai salah satu
contoh selective sistem atau selective logging merupakan sistem pengelolaan
hutan alam produksi yang dikenalkan oleh Departemen Kehutanan dan sudah
diterapkan dibeberapa HPH, diantaranya PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan
Barat. Sistem tersebut kini menjadi salah satu alternatif yang patut
dipertimbangkan untuk memperbaiki hutan alam bekas tebangan yang rusak
melalui penanaman beberapa jenis tanaman meranti dengan sistem jalur dengan
perioritas utama tanaman lokal. Dengan adanya penanaman jalur ini diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas tanaman (pertumbuhan tanaman) untuk
meningkatkan produktivitas tanaman salah satunya harus disesuaikan dengan
kondisi lingkungan dan tempat tumbuhnya.
Dalam pengelolaan hutan produksi preskripsi pertumbuhan harus diketahui,
untuk mengatur kelestarian hasil dan jangka waktu tebang. Pertumbuhan tanaman
secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah satunya adalah
intensitas cahaya melalui keterbukaan tajuk. Keterbukaan tajuk pada tanaman baik
secara alami maupun buatan, akan berarti mengurangi intensitas cahaya yang
diterima oleh tanaman tersebut, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan maupun
Meranti merah (Shorea leprosula Miq) dalam sistem TPTJ belum banyak
dilakukan, maka penelitian pertumbuhan S. leprosula penting dilakukan.
B. Tujuan
1. Analisis pertumbuhan tanaman Shorea leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4
tahun pada jalur tanam dalam Sistem TPTJ (Tebang Pilih Tanam Jalur)
berdasarkan fungsi distribusi sebaran kelas diameter.
2. Mengetahui pengaruh penutupan tajuk (naungan) terhadap pertumbuhan
Shorea leprosula pada berbagai tingkat umur 1, 2, 3, dan 4 tahun dalam
Sistem TPTJ.
C. Manfaat
Dengan tersedianya data kuantitatif pertumbuhan tanaman pada berbagai
tingkat umur 1, 2, 3 dan 4 tahun diharapkan dapat memberikan pemahaman
pertumbuhan Shorea leprosula yang dikelola dengan Sistem Tebang Pilih Tanam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Botanis dan Ekologi Jenis Meranti (Shorea spp)
Menurut Marfuah (1995), dikatakan bahwa meranti adalah salah satu
anggota famili dipterocarpaceae yang merupakan famili terpenting diantara flora
di Indonesia. Marga meranti meliputi ±194 jenis, dimana 129 jenis diantaranya
terdapat di pulau Kalimantan. Tanaman meranti memiliki ciri–ciri umum yaitu
tanamannya bergetah dammar, daun bertepi rata dan mempunyai daun penumpu.
Pada umumnya jenis–jenis meranti mempunyai tanaman yang besar, tinggi total
dapat mencapai 50 m dan tinggi bebas cabang 30 m, diameter batang umumnya
100 cm dan ada yang berbanir sampai 5 m. Warna kayu teras bervariasi dari
hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah
coklat muda sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal bewarna lebih muda
dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, bewarna putih, putih kotor,
kekuning–kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal
2-8 cm (Prosea 1999). Kebanyakan tanaman jenis Shorea sp. memduduki lapisan
tajuk teratas, tetapi ada juga yang menduduki lapisan tajuk kedua, misalnya
Shorea teysmania dan Shorea pinanga. Sebagian besar jenis-jenis
Dipterocarpaceae terdapat pada daerah beriklim basah dan kelembaban tinggi
dibawah ketinggian tempat 800 m dpl, yaitu pada curah hujan diatas 2000 mm per
tahun dengan musim kemarau yang pendek.
Berdasarkan hasil penelitian uji spesies meranti di beberapa lokasi di PT.
Sari Bumi Kusuma, ada beberapa jenis meranti cepat tumbuh yang dapat
direkomendasikan untuk materi pembangunan hutan tanaman meranti prospektif,
diantaranya adalah :
a. Shorea leprosula
b. Shora johorensis
c. Shorea platyclados
d. Shorea macrophylla
e. Shorea parvifolia
f. Shorea selanica
B. Tinjauan Ekologis Shorea leprosula Miq
Shorea leprosula Miq termasuk kedalam famili Dipterocarpaceae yang
merupakan salah satu jenis tanaman asli Kalimantan yang dikenal dengan nama
Meranti merah (Red meranti). Sering disebut Meranti Tembaga, di Kalimatan
dinamakan Pelepak Kontoi dan Sumatera Merkuyang. Jenis ini merupakan
penghasil kayu penting di Asia tropis.
Tanamannya besar mencapai tinggi 60 m, tajuk besar, batang lurus, selinder,
di hutan alam jenis ini dapat mencapai diameter 175 cm dengan tinggi batang
bebas cabang 30 m. Banir mencapai tinggi 2 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu
besar. Tajuk lebar berbentuk payung dengan ciri berwarna cokelat
kekuning-kuningan. Kulit cokelat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu
teras merah tua. Daunnya alternate, petiole 0.9–2.3 cm, Stipule: elliptic-oblong
mencapai 9 mm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai
utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada tanaman muda, sedang urat
daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai
mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam, fruiting
calix dengan tiga sayap yang lebih panjang dan dua sayap lebih pendek. Panjang
sayap 5-6.7 x 1-1.4 cm, sayap pendek 1.9-2.5 x 0.15-0.25 cm dan buah 12-14 x
7-9 mm. Biasanya dijumpai di hutan Dipterokarpus dataran rendah dibawah 700 m
menempati ruang terbuka di hutan yang mengalami gangguan.
Kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu lapis
(plywood), kayu gergajian (sawntimber) dan bahan bangunan. Hasil pengamatan
pertumbuhan tanaman meranti merah di berbagai tempat menunjukkan adanya
variasi pertumbuhan baik tinggi maupun diameter. Di Kamboja tanaman Shorea
leprosula umur 10 tahun mempunyai rataan diameter 23,8 cm dengan diameter
tertinggi mencapai 26,7 cm. Selanjutnya di Malinau tanaman umur 30 tahun
rataan diameternya adalah 35,6 cm dengan diameter tertinggi mencapai 54,1 cm.
Penanaman jenis ini dalam skala besar belum banyak dilakukan, untuk itu
pembangunan hutan tanaman khususnya meranti merah perlu ditingkatkan guna
menunjang industri perkayuan. Disamping itu dengan tingkat pertumbuhan yang
relatif cepat dan pasaran kayu yang sudah terkenal maka prospek penanaman S.
C. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Tanaman
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan
perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil
tanaman (Sitompul 1995). Menurut Vanclay (1994) pertumbuhan tegakan adalah
perubahan ukuran dan sifat terpilih tegakan (dimensi tegakan) yang terjadi selama
periode waktu tertentu.
Selanjutnya Smith (1962) menyatakan bahwa struktur suatu tegakan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
penyusunnya, misalnya faktor biotik dan genetik yang dimiliki setiap spesies
tanaman serta faktor lingkungannya. Jumlah tanaman pada setiap kelas diameter
selalu berubah menurut waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya
kecepatan pertumbuhan diameter tanaman dalam kelas diameter dan adanya
variasi ruang tumbuh yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.
Menurut Vanclay (1994) menyatakan struktur tegakan adalah keadaan
susunan tegakan berdasarkan penyebaran diameter, tingkat permudaan (semai),
pancang, tiang, tanaman, lapisan tajuk, atau penyebaran dalam ruang tumbuh
tegakan (vertikal atau horizontal).
Sukotjo dan Naiem (2006) mengemukakan tiga pilar utama yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kehutanan yaitu pemuliaan tanaman,
manipulasi lingkungan dan pengendalian hama terpadu untuk diterapkan pada
kegiatan penanaman dalam rangka silvikultur intensif.
Nyakpa et al (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah:
a. Faktor Genetik
Salah satu peranan penting dari faktor genetik adalah kemampuan
tanaman untuk berproduksi tinggi.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah
suhu, ketersediaan air, energi surya, mutu atmosfer, struktur dan
komposisi udara tanah, reaksi tanah, dan organisme tanah.
Tanaman dan lingkungannya merupakan satu kesatuan yang tidak
menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan
lingkungan tertentu yaitu keadaan lingkungan yang optimum untuk
mengekpresikan program genetiknya secara penuh. Keadaan lingkungan yang
optimum dapat berbeda antara jenis tanaman tergantung dari keragaman susunan
genetiknya (Sitompul 1995).
Loetsch et.al (1973), menyatakan bahwa pembuatan distribusi diameter
batang yang dilakukan dengan cara mengelompokkan data hasil pengamatan
diameter di lapangan kedalam kelas-kelas, dimana hasil pengelompokan ini akan
memberikan struktur tegakan. Perkembangan struktur tegakan sangat dipengaruhi
oleh jenis penyusun tegakan dan faktor lingkungan dari tegakan tersebut.
Dalam kegiatan inventarisasi, sebaran diameter tanaman sangat diperlukan
karena diameter tanaman merupakan parameter utama yang erat sekali
hubungannya dengan parameter yang lain didalam meramalkan tegakan suatu
areal hutan.
Menurut Salisbury dan Ross (1992), terdapat dua macam pengukuran
pertumbuhan yang lazim digunakan. Untuk mengukur pertambahan volume atau
ukuran sering ditentukan dengan cara mengukur perbesaran ke satu arah atau dua
arah, seperti tinggi dan diameter.
Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam
penyusunan ketentuan-ketentuan dalam perencanaan pengelolaan hutan. Dalam
buku-buku teks kehutanan, biasanya dibedakan antara pertumbuhan riap
(increment). Pertumbuhan ditetapkan sebagai terminologi yang bersifat umum,
sedangkan riap lebih spesifik. Biasanya riap dipakai untuk menyatakan
pertambahan volume tanaman atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga
sering dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan. Terkadang riap juga
dipakai untuk menyatakan pertambahan diameter atau tinggi tanaman setiap tahun
(Departemen Kehutanan 1992).
Rata-rata riap diameter untuk kelompok komersial dari famili
Dipterocarpaceae menurut hasil penelitian Litbang PT. Sari Bumi Kusuma pada
PUP yang dibuat pada areal bekas tebangan 1994 dan mendapat perlakuan adalah
1,2 cm/thn. Namun pada PUP yang tidak mendapat perlakuan, riapnya hanya 0,76
pertumbuhan kelompok tanaman meranti berdasarkan hasil pengukuran 10 jenis
tanaman TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma adalah sebesar 0.64-2.01 cm/thn. Dari
hasil penelitian pengukuran riap yang dilakasanakan di PT. Suka Jaya Makmur
didapat hasil perhitungan riap diameter pada jenis S. leprosula berkisar antara
0,47 cm/tahun sampai dengan 1,45 cm/tahun.
Loetsch et.al (1973) dan Departemen Kehutanan (1992) mengatakan bahwa
terdapat 3 macam riap yang memiliki hubungan matematis yang erat dengan
fungsi pertumbuhan, yaitu :
1. Riap Tahun Berjalan (Current Annual Increament), yaitu riap yang
diukur untuk setiap satuan waktu pengukuran terkecil, biasanya satu
tahun. Fungsi riap ini merupakan turunan pertama dari fungsi
pertumbuhan.
2. Riap Rata-Rata Tahunan (Mean Annual Increment), yaitu besarnya riap
rata-rata sampai pada umur tertentu. Fungsi riap ini merupakan hasil bagi
antara pertumbuhan sampai umur tertentu dengan umurnya.
3. Riap Periodik Tahunan (Periodic Annual Increment), yaitu besarnya riap
rata-rata yang terjadi selama periode waktu tertentu diantara 2 kali
pengukuran. Fungsi riap ini merupakan hasi bagi antara selisih total
pertumbuhan dengan lamanya periode diantara 2 kali pengukuran
tersebut.
Pertumbuhan suatu tegakan merupakan resultante dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah sifat atau genotip dari jenis yang
bersangkutan, sedangkan faktor eksternal mencangkup kualitas tempat tumbuh,
kondisi persaingan dan perlakuan silvikultur yang diberikan. Pertumbuhan dan
hasil tegakan sangat bersifat site spesifik, oleh karena itu pemantauan
pertumbuhan dan hasil suatu tegakan mutlak harus dilakukan di setiap lokasi
pembangunan hutan tanaman melalui pembuatan Petak Ukur Permanen (PUP)
yang secara terus-menerus (tiap tahun) dilakukan pengukuran ulang. Menurut
Bratawinata (1994) fungsi tanaman pelindung bagi tanaman jenis-jenis
Dipterocarpaceae perlu diperhatikan syarat-syarat pokok diantaranya, tajuk tidak
terlalu rimbun (memerlukan tajuk ringan), tidak mengakibatkan kematian atau
mengganggu tanaman pokok. Untuk megetahui salah satu faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah tolerasi terhadap tajuk.
D. Toleransi Terhadap Keterbukaan Tajuk
Dalam bidang kehutanan, khususnya silvikultur pengertian toleransi erat
hubungannya dengan kebutuhan akan cahaya, kegunaannya terutama penting
dalam penerapan teori-teori dan praktek silvikultur (Baker 1950).
Konsep toleransi erat sekali hubungannya dengan pengaruh intensitas
cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Toleransi sering didefinisikan sebagai
kemampuan suatu jenis tanaman untuk hidup di bawah naungan. Jenis tanaman
yang mampu bertahan hidup di bawah naungan disebut jenis toleran sedangkan
tidak mampu bertahan hidup dibawah naungan disebut jenis intoleran (Kramer
dan Kozlowski 1960).
Secara morfologi kedua kelompok tanaman tersebut dapat dibedakan
dengan mudah, seperti yang diuraikan oleh Beker et al (1950) sebagai berikut:
a. Jenis-jenis toleran mempunyai tajuk yang lebih lebar dan lebat dibandingkan
dengan jenis-jenis intoleran.
b. Pemangkasan alami lebih cepat pada jenis-jenis intoleran dibandingkan dengan
jenis-jenis toleran.
c. Daun pada jenis-jenis toleran mempunyai jaringan parenkima yang banyak
sedangkan pada jenis intoleran mempunyai jaringan palisade yang banyak.
Daun pada jenis intoleran lebih lebat dan keras.
d. Pertumbuhan jenis-jenis toleran lebih lambat pada waktu muda sedangkan
jenis-jenis intoleran cepat pada waktu muda.
Pemberian naungan pada tanaman baik secara alami dan buatan, akan
berarti mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tersebut, hal ini
akan mempengruhi pertumbuhan maupun hasil tanaman (Daubenmire 1962).
Selanjutnya Baker et al (1950) juga menyatakan bahwa tanaman-tanaman
intoleran pada kelas naungan tertekan dan intermediate yang terbebas dari posisi
yang relatif ternaung kepada posisi yang tiba-tiba terbuka penuh bias
menunjukkan penurunan pertumbuhan atau mati.
Bjorkman dan Holmgren (1963) berkesimpulan bahwa sifat toleransi
dari suatu adaptasi habitat yang bersifat genetik. Jenis yang toleran cahaya dapat
bersifat toleran naungan pada keadaan intensitas cahaya rendah, tetapi tidak
sebaliknya. Dibawah keadaan cahaya yang tinggi, jenis-jenis toleran naungan
tidak menunjukkan peningkatan laju fotosintesis yang sama dengan jenis toleran
cahaya, bahkan jenis itu kadang-kadang memperlihatkan gejala kerusakan akibat
penyinaran dan mekanisme fotosintesis mereka jadi terhambat. Pengaruh yang
nyata dari penyinaran kuat terhadap jenis-jenis toleran naungan adalah rusaknya
klorofil karena foto-oksidasi (Blackman dan Black 1959 dan Gauhl 1976).
Marjenah (2001) yang mengadakan penelitian untuk jenis Shorea pauciflora
dan Shorea selanica mengemukakan, pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman
dipengaruhi oleh cahaya, pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat ternaung
daripada tempat terbuka. Sebaliknya, pertumbuhan diameter lebih cepat pada
tempat terbuka dari pada tempat ternaung sehingga tanaman yang ditanam pada
tempat terbuka cendrung pendek dan kekar. Sudut percabangan tanaman lebih
besar di tempat ternaung daripada di tempat terbuka.
E. Kurva Pertumbuhan
Menurut Pordan (1968) dalam Mukhamadun (1994) kurva pertumbuhan
suatu varietas tertentu pada umumnya berbentuk kurva sigmoid-S. Hal ini berarti
bahwa pertumbuhan dimulai pada titik nol, mula-mula berjalan lambat, tetapi
kemudian naik secara bertahap sampai titik belok. Setelah itu pertumbuhan
berjalan sangat cepat sampai batas tertentu pertumbuhan konstan.
Kurva pertumbuhan berbentuk-S (sigmoid) yang ideal dihasilkan oleh
banyak tumbuhan setahun. Tiga fase utama kurva pertumbuhan sigmoid yaitu fase
logaritmik, fase linier, dan fase penuaan (Sinnot 1960 dan Richards 1969).
Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan
dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dV/dt) lambat pada awal
pertumbuhannya, tetapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan
ukuran organism, semakin besar organism, semakin cepat ia tumbuh. Kemudian
fase linier merupakan pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya
pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Laju pertumbuhan yang
konstan ditunjukkan oleh kemiringan yang konstan pada bagian atas kurva tinggi
penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun yaitu saat tumbuhan
sudah mencapai kematangan dan mulai menua. Untuk mempelajari pertumbuhan
suatu varietas tertentu pemakaian model matematika sangat membantu sekali
dalam memberikan Gambaran yang baik tentang kurva pertumbuhan. Selanjutnya
dikatakan bahwa diameter tanaman merupakan parameter yang mempunyai arti
yang penting, khususnya untuk pemakaian volume kayu, sering dipelajari baik
pertumbuhan maupun sebarannya. Selain variasi umur variabel lain seperti bidang
dasar, jumlah tanaman perhektar, tinggi rata-rata tegakan, keterbukaan tajuk dapat
juga dipakai sebagai penduga pertumbuhan dan hasil suatu vaietas.
F. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
Menurut Manan (1993), silvikultur adalah ilmu, seni dan praktek
menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silviks
untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
Sedangkan menurut Matthew (1989), Sistem silvikultur didefinisikan sebagai
suatu proses dimana hasil panen hutan diambil dan diganti oleh hasil panen yang
baru menghasilkan produk tegakan yang unik. Selanjutnya Soektjo (2005)
menyatakan bahwa Sistem silvikultur adalah suatu proses akibat dari tindakan
silvikultur yang Sistematis dan dirancang serta diterapkan pada tegakan sepanjang
hidupnya.
Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi secara
optimal, produktif serta dikelola dengan efektif dan efisien Departemen
Kehutanan akan mengembangkan Sistem silvikultur intensif dalam pemanfaatan
sumber daya hutan. Silvikultur adalah cara-cara penyelengaraan dan pemeliharaan
hutan serta penerapan praktik-praktik pengaturan komposisi dan pertumbuhan
(Departemen Kehutanan 2004).
Sistem TPTJ adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan
adanya tanaman pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, tanpa
memperhatikan cukup tidaknya anakan yang tersedia dalam tegakan tinggal.
Sistem silvikultur TPTJ didefinisikan sebagai sistem silvikultur hutan alam
yang mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara jalur
dengan jarak tanam 5 meter dalam jalur 25 meter antar jalur. Pelaksanaan sistem
SK Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tentang pemberian HPHTI dengan
Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur sebagai kelanjutan pengusahaan hutan daur
kedua. Penerapan sistem silvikultur TPTJ dimaksudkan sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas hutan dengan cara membangun hutan tanaman
produktif. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ melitputi pengadaan
bibit, penanaman, pemeliharaan dan perlindungan yang dilakukan secara
berkesinambungan (Suparna dan Purnomo 2004).
Selanjutnya Suparna dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa melalui
penerapan TPTJ ada beberapa hal penting yang dapat dicapai, antara lain yaitu :
1. Peningkatan produktivitas dalam pengertian bahwa dengan penurunan
batas diameter tebang ≥ 40 cm maka produksi kayu per ha yang akan
diperoleh menjadi lebih besar. Melalui sistem TPTJ, areal bekas
tebangan TPTI dapat dibudidayakan tanpa harus menunggu selama 35
tahun dan untuk tebangan berikutnya produksi kayu dapat diperoleh
baik dari hasil tanaman dalam jalur tanam maupun dari jalur antara.
2. Penurunan limit diameter tebangan menghasilkan ruang tumbuh yang
memungkinkan bagi penanaman jenis meranti di dalam jalur.
3. Melalui penanaman dalam jalur, kegiatan pemeriksaan tanaman di
lapangan akan lebih efisien, murah dan mudah.
4. Menigkatnya penyerapan tenaga kerja sekitar hutan melalui program
penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan secara intensif.
5. Pengamanan areal hutan alam bekas tebangan dari perladangan
berpindah dan perambahan karena secara hukum adat ada
penghormatan terhadap areal yang sudah ada kegiatan penanamannya.
6. Menggunakan bibit dari jenis terpilih sehingga produktivitasnya
meningkat.
7. Keanekaragaman hayati tetap dijaga dengan adanya jalur antara.
Dalam sistem TPTJ yang kemudian dikenal dengan nama TPTI Intensif,
pembuatan jalur tanam dan jalur antara dilakukan secara berselang seling. Pada
tahap awal penanaman, jalur tanam dibuat selebar 3 meter yang merupakan jalur
bersih dan bebas tajuk, sedangkan jalur antara selebar 22 meter yang merupakan
diberlakukan sejak tahun 1999, namun mulai tahun tanam 2004 terjadi perubahan
jarak tanam menjadi 2,5 meter x 25 meter.
Secara garis besar kegiatan sistem silvikultur TPTJ dapat dilihat pada Tabel
1 berikut:
Tabel 1. Tahapan kegiatan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur
No Kegiatan Waktu
1 Penataan Areal Kerja T-2
2 Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan T-2
3 Pembukaan Wilayah Hutan T-1
4 Pengadaan Bibit T-1
5 Penebangan T
6 Penanaman T+6 bulan
7 Pemeliharaan T+1,2,3,4,5
8 Perlindungan Hutan Terus-menerus
Keterangan : T = waktu penebangan
Ketika sistem TPTJ ini dimulai dilaksanakan pada tahun 1999, terdapat 16
jenis meranti yang diprioritaskan untuk ditanam dalam jalur tanam, yaitu
dintaranya Shorea leprosula, Shorea parvifolia, Shorea macrophylla, Shorea
johorensis, dan lain-lainnya. Penanaman dengan 16 jenis ini berlangsung hingga
tahun 2001, namun mulai tahun 2002 hanya terdapat 3 jenis meranti andalan
untuk kegiatan penanaman, yaitu Shorea leprosula, Shorea parvifolia, dan Shorea
johorensis karena terbukti ketiga jenis tersebut tumbuh lebih baik dibandingkan
beberapa jenis meranti lainnya.
Mengingat jenis meranti adalah jenis gap opportunist dimana cahaya
merupakan faktor pembatas bagi awal pertumbuhannya maka terjadi modifikasi
terhadap lebar jalur tanam dari 3 meter menjadi 10 meter. Pada tahun 1
pemeliharaan tanaman dilakukan pelebaran jalur tanam sebesar 1 meter yaitu 50
cm kesebelah kiri dan kanan jalur sehingga jalur tanam berubah dari 3 meter
menjadi 4 meter. Pada tahun II pemeliharaan tanaman, jalur tanam diperlebar lagi
2 meter yaitu 1 meter kekiri dan kanan jalur sehingga menjadi 6 meter. Pada tahun
III pemeliharaan tanaman kembali terjadi pelebaran jalur tanam sebesar 4 meter
III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Suka Jaya Makmur adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam
Alas Kusuma Grup dan bergerak dalam kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Pada Hutan Alam (UPHHK-HA)/Hak Pengusahaan Hutan Alam
(HPH-Alam). Berdasarkan keputusan Mentri Pertanian No.521/Kpts/Um/8/1979 tanggal
13 Agustus 1979, jo. No.803/Kpts/Um/11/1980 tangal 4 November 1980 jo.No.
310/Kpts/Um/5/1982 tanggal 5 mei 1982, Kepada PT Suka Jaya Makmur telah
diberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atas areal seluas ± 294.000 Ha, yang
terletak diprovinsi Kalimantan Barat.
Berdasarkan persetujuan perbaharuan Hak Pengusahaan Hutan Alam dari
Menteri Kehutanan dan Perkebunan, HPH PT Suka Jaya Makmur di bagi menjadi
dua HPH yaitu: HPH Alam PT Suka Jaya Makmur Unit I dengan SK No.
860/Kpts-II/1999 tanggal 12 Oktober 1999 seluas 95.646 Ha dan HPH Alam PT
Suka Jaya Makmur Unit II dengan SK No.861/Kpts-II/1999 tanggal 12 Oktober
1999 dengan luas 75.649 Ha. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No.106/Kpts-II/2000 tanggal 29 Desember 2000 HPT PT Suka Jaya
Makmur Unit I dan Unit II digabung menjadi satu yaitu HPH PT Suka Jaya
Makmur yang selanjutnya disebut Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) PT Suka Jaya Makmur dengan luasan 171.340 Ha.
Dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan Di PT. Suka Jaya
Makmur, Menerapkan lebih dari satu sistem silvikultur yaitu Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur
(TPTJ).
B. Letak dan Luas
Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal IUPHHK PT
Suka Jaya Makmur meliputi Kecamatan Tumpang Titi, Naga Tayap, Sandai,
Manan Hilir Selatan dan Sokan, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi,
Berdasarkan pembagian administrasi kehutanan, areal IUPHHK PT Suka
Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ketapang
dan Sintang Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan barat
Secara geografis areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur terletak di antara
110o20’ BT – 111o20’LS. Adapun batas-batas areal IUPHHK PT Suka Jaya
Makmur adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : HPH PT Wanasokan Hasilindo
Sebelah Timur : Hutan lindung dan Hutan Negara atau Non IUPHHK
Sebelah Selatan : HPH Wanakayu Batuputih
Sebelah Barat : HPH PT. Trieka Sari dan PT Kawedar Mukti
C. Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan peta geologi Provinsi Kalimantan Barat di ketahui bahwa
batuan yang terdapat pada areal unit hutan produksi PT. Suka Jaya Makmur
adalah Basal bunga, Batuan Gunung Api Kerabai, Granit laur, Granit sangiang
dan Granit Suka Dana dan sesuai dengan peta tanah Provinsi Klimantan Barat,
jenis tanah yang terdapat pada areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur hampir
seluruhnya terdiri atas tanah podsolik merah kuning.
D. Kondisi Vegetasi Hutan
Kawasan hutan pada areal terjal PT Suka Jaya Makmur termasuk tipe hutan
hujan tropika basah yang didominasi oleh jenis – jenis Dipterocarpaceae antara
lain dengan komposisi jenis secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
1. 60% Dipterocarpaceae yang terdiri dari 44,58% jenis Meranti (Shorea
spp) 2,45% Kruing (Dipterocarpus spp), 1,40% Kapur (Dyrobalanops
Spp) dan 11,57% Bingkirai (Shorea leavolia)
2. 30,14% non Dipterocarpaceae yang terdiri dari Nyatoh (Palakium
Spp), Jelutung (Dyeracostulata spp), dan Medang (Litsea trima
Hook.F)
3. 6% jenis pisang-pisangan (Musa Spp).
Adapun kondisi kondisi penutupan vegetasi di PT. Suka Jaya Makmur
Tabel 2. Kondisi Penutupan Vegetasi dan Fungsi Hutan Areal IUPHHK PT Suka
Sumber : Penafsiran Citra Landsat Band Path/row 119/60, liputan 13 April 2007 dan 2 Juli 2007 skala 1 : 100.000 (Lamp. Surat KaBaplan Kehutanan No: S.70/VII/Pusin-1/2008 tanggal 4 Pebruari 2008)
E.Topografi
Topografi areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur umumnya bergelombang,
datar dan landai hingga agak curam. Areal tersebut memiliki ketinggian minimum
300m dpl dan maksimum 700m dpl dengan rata – rata ketinggian 500m dpl.
Formasi luas areal PT. Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas kelerengan disajikan
pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3 Luas Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas lereng
Klasifikasi Kelerengan
Sumber : Peta Topografi PT Suka Jaya Makmur
F. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim di areal
IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk tipe iklim A, dengan curah hujan rata
– rata tahunan berkisar antara 1500 – 3000 mm/ tahun. Formasi curah hujan areal
Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata Bulanan di Areal IUPHHK PT Sumber : Badan Meteorologi Kabupaten Ketapang Tahun 2007
G.Kodisi Sosial Ekonomi
a. Kependudukan
Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur termasuk kedalam wilayah
kecamatan Hulu Sungai (Menyumbung), Kecamatan Naga Tayap, Kabupaten
Ketapang dan Kecamatan Naga Sokan, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan
Barat.
Ditinjau dari asal suku bangsanya terdiri dari suku Dayak sebanyak 12.784
jiwa (93,83 %), Suku Melayu 87% jiwa (0,64%), Suku Cina 33 jiwa (0,24%),
Suku Jawa 72 jiwa (0,53%) dan suku Sangganan 649 jiwa (4,76%).
b. Pendidikan
Tingkat pendapatan penduduk mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
tingkat pendidikan, meskipun hal tersebut tidak mutlak. Keberadaan fasilitas
sekolah di desa akan memudahkan penduduk desa tersebut untuk memperoleh
pendidikan formal. Fasilitas pendidikan yang ada di desa-desa hanya sampai
tingkat Sekolah Dasar (SD), jika hendak melanjutkan kejenjang lebih tinggi
(SLTP, SMU ataupun Akademi/Perguruan Tinggi) harus keluar dari desa ke
Penduduk desa yang berada di dalam/di sekitar areal IUPHHK PT Suka Jaya
Makmur angka tingkat pendidikan formalnya yaitu 60,85% (8.291 jiwa). Selain
itu angka yang tidak selesai/belum mengecap pendidikan formal untuk desa-desa
yang berada di wilayah tersebut relatif masih cukup besar yaitu 39,15% (5.334
jiwa).
c. Agama dan Kepercayaan
Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk desa di dalam/disekitar areal
IUPHHK PT Suka Jaya Makmur adalah agama katholik (66,99%) kedua terbesar
adalah agama Kristen Protestan (26,67%) selanjutnya pemeluk agama Islam dan
lainnya (6,34%).
d. Perekonomian Lokal
Pada umumnya mata pencarian penduduk di desa –desa di dalam/di sekitar
areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur adalah petani tradisional yang lebih dikenal
dengan peladang berpindah, bidang lainnya adalah guru.Untuk persentase mata
pencarian didesa yaitu petani peladang berpindah 54,21% dari total jumlah
penduduk 13.625 jiwa, lainnya bermata pencarian sebagaipegawai swasta 3,27%
IV. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) PT. Suka Jaya Makmur Kabupaten Ketapang Provinsi
Kalimantan Barat.
Lama penelitian kurang lebih 2 bulan, kegiatan penelitian dilaksanakan
mulai bulan September sampai Oktober 2009.
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman yang
tersedia pada plot Petak Ukur Permanen (PUP) yang berukuran 100 m x 100 m.
Tanaman dikelompokkan ke dalam 4 kelas umur, yaitu kelas umur 1, 2, 3, dan 4
tahun di jalur tanam areal hutan produksi yang dikelola dengan Sistem TPTJ.
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian yaitu peta kerja,
kompas, caliper, galah tinggi 4 meter, densiometer, Tali raffia atau tambang,
patok, golok, alat tulis, tally sheet.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer
pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jenis Shorea leprosula pada umur 1, 2,
3, dan 4 tahun di areal hutan produksi yang dikelola dengan sistem TPTJ.
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Tanaman
Pengumpulan data dilakukan pada Petak Ukur Permanen (PUP) yang telah
disediakan sebelumnya oleh perusahaan. PUP berbentuk bujur sangkar yang
dibagi ke dalam 4 kelas umur, masing-masing kelas umur ukuran petak permanen
yang diamati seluas 1 hektar (100m x 100m). Jenis tanaman yang diamati adalah
jenis Shorea leprosula yang ditanam dalam jalur bersih TPTJ umur 1, 2, 3, dan 4
tahun. Pada tiap plot penelitian dipilih satu petak contoh dengan menggunakan
metode Pseudo Plot. Masing-masing umur Tanaman diambil satu petak contoh
(plot) yang berukuran 100 m x 100 m. Dalam satu petak contoh tersebut terdapat
jalur tanam yang dijadikan sebagai jalur pengamatan terhadap diameter dan tinggi.
Pengukuran diameter dilakukan dengan kulitnya diambil setinggi dada dan
3 m 3 m
2,5 m 2,5 m
menggunakan galah. Didalam pengukuran diameter dan tinggi secara bersamaan
diukur keterbukaan tajuk masing-masing tanaman. Metode pengambilan data
dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini :
Gambar 1. Petak Ukur Permanen dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur
Keterangan :
: titik tanaman, jarak tanam dalam jalur 2,5 meter dan jarak antara
jalur 20-25 m (160 – 200 Tanaman/ha).
a – b : Jalur bersih dan bebas tajuk dengan lebar 3 m (tahap awal)
c – d : Jalur antara dengan lebar 17 – 20 m (tahap awal)
2. Pengukuran Keterbukaan Tajuk
Setelah melakukan pengukuran pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman
dalam jalur tanam kemudian dari tanaman yang sama masing-masing tanaman
diukur persen keterbukaan tajuk. Persentase penutupan tajuk diukur untuk
menduga besarnya jumlah radiasi matahari yang menembus sampai ke tanah.
Pendugaan penutupan cahaya matahari oleh tajuk dilakukan dengan menggunakan
alat spiracle densiometer yang dikembangkan oleh Supriyanto (2001).
Pengukuran tajuk dilakukan sekali pengukuran selama penelitian.
Pengamatan pada masing-masing titik dilakukan dengan cara meletakkan
spiracle densiometer pada jarak 30-45 cm dari badan dengan ketinggian sejajar
lengan. Masing-masing kotak dihitung persentase bayangan langit yang dapat
tertangkap pada cermin. Waktu pelaksanaan peletakan alat densiometer dapat
Data pengukuran masing-masing titik selanjutnya dijumlahkan dan
merupakan nilai pada titik. Dengan menggunakan rumus:
Ti = U + S + B + T
Skema pengukuran keterbukaan tajuk dalam jalur dapat dilihat pada Gambar
2 berikut:
Gambar 2. Skema Pengukuran Keterbukaan Tajuk dalam Jalur Tanam Keterangan :
: Posisi pengukuran keterbukaan tajuk dibawah tajuk dengan
menggunakan alat densiometer masing-masing titik diukur pada 4 arah mata angin.
D. Analisis Data
Data-data yang dianalisis adalah:
1. Analisis Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi
1. Perhitungan MAI diameter tanaman.
Perhitungan riap rata-rata tahunan diameter ini didasarkan pada rumus riap
tahunan rata-rata (Mean Annual Increament atau MAI), yaitu :
IĀ1 = Ầ/ti (cm/thn)
dimana: IĀ1 = Riap diameter rata-rata tahunan kelas umur ke-i dalam jalur
2. Perhitungan (MAI) tinggi tanaman.
2. Analisis Penyebaran Distribusi Diameter
Semua data hasil pengukuran akan dibuat penyelarasan distribusi diameter
yang kemudian sebaran diameter dikelompokkan kedalam kelas yang berbeda,
yaitu 0,14 cm, 0,25 cm, 0,35 cm dan 1,01 cm. Distribusi dapat dibuat dengan
mengikuti pedoman berikut ini :
1. Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang besar.
2. Membuat jangkauan (range) dari data.
Jangkauan = data terbesar – data terkecil.
3. Membuat banyaknya kelas (k).
Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess
k = 1 + 3,3 log n; k ε bulat
Keterangan
k = banyaknya kelas
n = banyaknya data
4. Membuat panjang interval kelas.
Panjang interval kelas (i) = Jangkauan (R)/ banyaknya kelas (k)
5. Membuat batas bawah kelas pertama.
Batas bawah kelas pertama dipilih dari data terkecil atau data terkecil yang
berasal dari pelebaran jangkauan (data yang lebih kecil dari data terkecil)
dan selisihnya kurang dari panjang interval kelasnya.
3. Analisis Pertumbuhan
Grafik pertumbuhan diperoleh dengan cara memplotkan nilai rata-rata tinggi
dan diameter tegakan terhadap umur tegakan Shorea leprosula. Umur tegakan
pada sumbu absis sedangkan tinggi dan diameter tegakan sumbu ordinat.
Kemudian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan
antara tinggi atau diameter dengan umur tanaman dilakukan uji-F. Berikut
Tabel 5. Sidik Ragam Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan Tinggi atau Diameter
No Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hit
1 Regresi M JKR KTR KTR/KTS
2 Kesalahan n-m-1 JKT-JKR KTS
3 Total n-1 JKT
m = peubah bebas n = Σ unit pengamatan KTR = JKR/m
KTS = JKS/dbs
JKX = (Σxi2–(Σxi)2/n).
JKY = (Σyi2 –(Σyi)2/n).
JHKXY = Σxiyi –(Σxi) (Σyi)/n
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada hutan bekas tebangan, dalam
sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang berjalan kurang lebih 2 bulan di
IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat, didapatkankan hasil sebagai
berikut:
1. Pertumbuhan Shorea leprosula a. Diameter dan Tinggi
Salah satu fungsi ekosistem adalah produktifitas. Produktifitas tanaman
dapat diukur melalui beberapa parameter, salah satunya adalah pertumbuhan
diameter, disamping karena mudah pelaksanaannya, juga memiliki keakuratan
yang cukup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk
menjelaskan produktifitas tanaman (Pamoengkas 2006).
Pengambilan data pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman S. leprosula,
yang dilakukan di jalur tanam TPTJ pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun secara rata-rata
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman S. leprosula Umur 1-4 Tahun.
Petak Pengukuran Rata-rata (cm)
Diameter Tinggi
TPTJ 1 tahun 0,47 82,74
TPTJ 2 tahun 1,31 170,96
TPTJ 3 tahun 1,34 190,64
TPTJ 4 tahun 5,79 658,26
Sumber : Data primer pengukuran (diolah)
Dari Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan diameter dan tinggi
tanaman S. leperosula mengalami kenaikan 0,47 cm dan 82,74 cm pada umur 1
tahun menjadi 1,31 cm dan 170,96 cm pada umur 2 tahun seterusnya pada umur 3
tahun meningkat menjadi 1,34 cm dan 190,64 cm dan pada umur 4 tahun
pertumbuhan diameter dan tinggi meningkat drastis yaitu menjadi 5,79 cm dan
658,26 cm.
b. Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi
Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam
diartikan sebagai pertambahan dimensi tanaman atau tegakan hutan selama selang
waktu tertentu (Vanclay 1994). Pertumbuhan riap diameter dan tinggi tanaman
Meranti (S.leprosula) umur 1-4 tahun dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Riap Pertumbuhan Tahunan Diameter dan Tinggi Tanaman S. leprosula
Umur 1-4 Tahun
Petak Pengukuran Riap (cm/tahun)
Diameter Tinggi
TPTJ 1 tahun 0,47 82,74
TPTJ 2 tahun 0,66 85,48
TPTJ 3 tahun 0,45 63,55
TPTJ 4 tahun 1,45 164,57
Hasil perhitungan data di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan
riap diameter mengalami kenaikan dari 0,47 cm/tahun pada umur 1 tahun menjadi
0,66 cm/tahun pada umur 2 tahun, namun selanjutnya pertumbuhan mengalami
penurunan menjadi 0,45 cm/tahun pada umur 3 tahun kemudian pertumbuhan riap
diameter naik secara drastis pada umur 4 tahun sebesar 1,45 cm/tahun. Hal yang
sama juga ditunjukkan pada pertumbuhan tinggi yaitu rata-rata pertumbuhan riap
tinggi mengalami kenaikan dari 82,74 cm/tahun pada umur 1 tahun menjadi 85,48
cm/tahun pada umur 2 tahun, namun selanjutnya pertumbuhan mengalami
penurunan menjadi 63,55 cm/tahun pada umur 3 tahun kemudian pertumbuhan
riap tinggi naik secara drastis pada umur 4 tahun sebesar 164,57 cm/tahun.
2. Kurva Pertumbuhan
Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva pertumbuhan diameter dan tinggi
tanaman yang berada pada sumbu ordinat sedangkan umur pada sumbu absis.
Pertumbuhan diameter paling pesat terjadi pada umur tanaman 4 tahun,
pertumbuhan tanaman pada tahun pertama sampai tahun ke tiga mengalami
pertumbuhan yang relatif lambat sama halnya juga pada pertumbuhan tinggi
dimana pertumbuhan tinggi paling pesat terjadi pada umur tanaman 4 tahun,
sementara pertumbuhan tanaman pada tahun pertama sampai tahun ketiga
mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Kurva pertumbuhan didapat dari
persamaan yaitu untuk kurva pertumbuhan diameter y = 6.410 + 11.645x
-5.639x2 + 0.873x3 sedangkan kurva pertumbuhan tinggi y = -509.490 + 1137.904x
Pertumbuhan tanaman ditentukan berdasarkan kemampuan tanaman
terhadap adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Grafik pertumbuhan diameter dan
tinggi tanaman S. leprosula secara keseluruhan pada umur 1-4 tahun dapat dilihat
pada Gambar 3 dan 4 :
Gambar 3. Kurva pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman S.leprosula tiap
tahun
Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan diameter S. leprosula
tanpa dilakukan pemeliharaan dimana pertumbuhan diasumsikan memiliki kondisi
tempat tumbuh yang seragam dari masing-masing lokasi. Data diperoleh melalui
tinjauan pustaka dari beberapa literatur dimana data tersebut diperlukan untuk
membandingkan pertumbuhan diameter dari data hasil penelitian yang selama
pertumbuhannya dilakukan teknik silvikultur seperti pemeliharaan yang intensif
yang dibandingkan dengan tanaman S. leprosula yang selama pertumbuhannya
tidak dilakukan pemeliharaan atau dengan kata lain tumbuh secara alami.
D
iam
et
er (
cm
)
T
inggi
(c
m
)
y = -6.410 + 11.645x -5.639x2 + 0.873x3
Pertumbuhan diameter S. leprosula di berbagai lokasi yang dalam
pertumbuhannya tanpa dilakukan pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8 :
Tabel 8. Pertumbuhan Riap Diameter S. leprosula di Berbagai Lokasi Tanpa
Dilakukan Pemeliharaan
Jenis tanaman Umur (thn)
Rata-rata Diameter
(cm)
Lokasi
S.leprosula 1 0,2 PT. Sarmiento Parakantja Timber S.leprosula 2 0,7 PT. Subanjeriji, Sumatra Selatan S.leprosula 3 1,07 Wanariset Samboja, Kaltim S.leprosula 4 3,1 PT. Inhutani II, Kalsel Sumber : Data sekunder
Hasil pertumbuhan tanaman S. leprosula pada tabel diatas yaitu
pertumbuhan diameter mengalami kenaikan dari 0,2 cm pada umur 1 tahun
menjadi 0,7 cm pada umur 2 tahun, selanjutnya pada umur 3 tahun pertumbuhan
naik sebesar 1,07 cm dan pertumbuhan diameter yang terbesar ditunjukkan pada
umur 4 tahun yaitu sebesar 3,1 cm.
Grafik pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula di berbagai lokasi dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah :
Gambar 4. Pertumbuhan diameter S. leprosula tanpa pemeliharaan dan
pemeliharaan.
Gambar 4 dimana garis bewarna merah merupakan pertumbuhan S.
leprosula yang tiap tahun dilakukan pemeliharaan sementara garis bewarna biru
merupakan pertumbuhan S. leperosula yang tiap tahun tanpa dilakukan
tanaman S. leprosula tanpa dilakukan pemeliharaan sepanjang pertumbuhannya
ternyata memiliki pertumbuhan diameter yang lebih lambat di setiap umur
tanaman dibandingkan tanaman S. leprosula yang dilakukan pemeliharaan secara
rutin disepanjang pertumbuhannya. Pebedaan pertumbuhan tersebut dapat
ditunjukkan dari kurva tanaman tanpa pemeliharaan yang berada di bawah kurva
tanaman yang dilakukan pemeliharaan.
3. Distribusi Pertumbuhan Diameter
Data hasil pengukuran yaitu data pertumbuhan diameter tanaman
S.leprosula yang berada di dalam jalur tanam TPTJ pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun
kemudian dikelompokkan kedalam kelas-kelas dengan interval berbeda, yaitu
0,14 cm, 0,25 cm, 0,35 cm dan 1,01 cm yang dicantumkan pada Tabel 9, 10, 11,
dan 12 :
Distribusi diameter lebih atau sama dari 0,01 cm pada umur 1 tahun dapat
dilihat pada tabel 9 :
Tabel 9. Distribusi diameter ≥ 0,01 cm pada petak pengamatan TPTJ umur 1
tahun dengan interval kelas 0,14 cm. Kelas diameter
pertumbuhan diameter pada kelas diameter (0,01-0,15) cm jumlah tanaman
sebanyak 5 N/ha, kemudian jumlah tanaman meningkat pada pada kelas diameter
(0,15-0,29) cm sebanyak 6 N/ha, dan mengalami peningkatan jumlah tanaman
secara drastis pada kelas diameter (0,29-0,43) cm sebanyak 21 tanaman kemudian
jumlah tanaman fluktuatif yaitu menurun jumlah tanaman pada kelas diameter
(0,43-057) sebanyak 14 kemudian meningkat tidak begitu drastis pada kelas
dimeter (0,57-0,71) cm sebanyak 19 tanaman dan menurun drastis pada kelas