BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2018 ada 37,9 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV secara global 1. Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Hingga saat ini sudah menyebar sekitar 421 (81,9%) dari 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Total orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1987 hingga 2017 sebanyak 280.623 orang di Indonesia, sedangkan total kasus AIDS sebanyak 102.665 orang.
Berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan angka yang terinfeksi HIV cenderung lebih banyak dari pada kasus AIDS. Hal ini menggambarkan bahwa banyak orang yang terinfeksi HIV namun belum masuk pada stadium AIDS2.
Jumlah infeksi HIV pada tahun 2017 sebanyak 48.300 orang di Indonesia, angka ini meningkat dari tahun 2016 sebelumnya yang sebanyak 41.250 orang. Dengan 5 infeksi HIV terbanyak ada di provinsi Jawa Timur (8.204 orang), DKI Jakarta (6.626 orang), Jawa Barat (5.819 orang), Jawa Tengah (5.425 orang) dan Papua (4.358 orang). Sedangkan, Jumlah AIDS pada tahun 2017 sebanyak 9.280 orang, angka ini mengalami penurunan dari tahun 2016 sebelumnya yang sebesar 10.146 orang. Hal ini menggambarkan bahwa sudah banyaknya masyarakat tahu mengenai AIDS baik cara pencegahan dan pengobatannya. 5 provinsi terbesar dengan
jumlah kasus AIDS nya ada di provinsi Jawa Tengah (1.719 orang), Jawa Barat (1.251 orang), Papua (804 orang), Jawa Timur (741 orang) dan Bali (736 orang)2.
Usia paling banyak penderita AIDS adalah usia 20-29 tahun sebesar 2.830 orang pada tahun 2017 dan menjadi tingkat usia kedua yang terinfeksi HIV adalah pada usia 20-24 tahun sebanyak 8.252 orang pada tahun 2017.
Sedangkan masa munculnya gejala pada seorang yang terpapar dengan virus HIV tidak akan menimbulkan gejala dalam waktu kurang lebih 8 tahun.
Sehingga pertama kalinya terpapar dengan virus HIV pada saat usia 12-22 tahun. Dengan artian usia tersebut masih masuk ke dalam usia remaja.
BKKBN mendefinisikan remaja dengan kelompok yang berumur 10-24 tahun dan belum kawin. Di rentang usia 10-24 tahun masuk kedalam kategori remaja yang sedang bersekolah di SMP dan SMA, dengan remaja tersebut pada umumnya selalu menghabiskan waktunya di sekolah. Jumlah remaja menurut sensus penduduk tahun 2018 yaitu 66,95 juta jiwa atau 25%
dari total penduduk Indonesia2.
Jawa Barat adalah salah satu Provinsi terbesar di Indonesia. Dalam kejadian HIV/AIDS Jawa Barat juga masuk ke dalam 5 provinsi yang terbesar angka kejadiannya dan Jawa Barat masuk ke 3 dalam infeksi HIV dan peringkat ke 2 dalam kasus AIDS. Jumlah infeksi HIV di Jawa Barat pada tahun 2017 sebanyak 5.819 kasus, angka ini mengalami peningkatan dari tahun 2016 sebelumnya yaitu sebanyak 5.466 kasus. Sedangkan, jumlah kasus AIDS di Jawa Barat pada tahun 2017 sebesar 1.251 kasus,
angka ini mengalami peningkatan drastis dari tahun 2016 sebelumnya yaitu sebanyak 382 kasus 2.
Semua wilayah yang ada di Jawa Barat telah ditemukan kasus HIV dan AIDS. Salah satunya adalah Kota Bandung yang merupakan ibu kota Jawa Barat. Kasus HIV berdasarkan data layanan HIV di kota Bandung pada tahun 2019 sebanyak 10.560 orang dengan rata rata kasus temuan baru per tahun sebanyak 800 s/d 950 kasus. Sedangkan, berdasarkan kasus warga Kota Bandung pada tahun 2019 sebanyak 5.373 orang dengan rata-rata kasus temuan baru per tahun sebanyak 300 s/d 400 kasus 3.
Berdasarkan tingginya data HIV di Kota Bandung dan usia yang berisiko terinfeksi HIV adalah usia remaja, oleh karena itu salah satu langkah untuk pencegahan HIV/AIDS yaitu dengan meningkatkan pengetahuan remaja dan konseling di sekolah sekolah dengan cara pendidik sebaya atau teman sebaya, dilihat bahwa sebagian besar remaja lebih terbuka dengan teman sebayanya perihal kesehatan reproduksi atau bahkan perilaku seks dari pada ke gurunya.
Permasalahan remaja merupakan permasalahan yang sangat kompleks mulai dari jumlah yang cukup besar hingga permasalahan seputar kesehatan reproduksi remaja. BKKBN merespon permasalahan pada remaja dengan mengembangkan program GenRe (Generasi Berencana), Program GenRe adalah program yang dikembangkan dalam rangka penyiapan kehidupan berencana bagi remaja melalui pemahaman tentang pendewasaan usia perkawinan. Program GenRe dilaksanakan melalui
pendekatan langsung kepada remaja serta orang tua yang memiliki remaja.
Pendekatan kepada remaja dilaksanakan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK – R) dan pendekatan kepada orang tua yang memiliki remaja dilaksanakan melalui pengembangan Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR)4.
Pusat Informasi dan Konseling Remaja yang biasa orang-orang sebut dengan PIK-R adalah wadah kegiatan pembinaan ketahanan remaja yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja yang berada di jalur pendidikan (satuan pendidikan formal setingkat, SD, SLTP, SLTA atau yang sederajat dan perguruan tinggi) dan jalur masyarakat (satuan pendidikan nonformal, institusi dan organisasi kepemudaan dan bermasyarakat)5.
Bisa dikatakan bahwa pemilik masa depan bangsa ini ada pada remaja, jika saat ini remaja sudah memahami HIV/AIDS maka kemungkinan besar di masa depan mereka dapat menentukan kebijakan yang sesuai yang berhubungan dengan pencegahan HIV/AIDS. Remaja adalah sosok yang mengenal baik budaya atau tren yang sedang berkembang. Suatu proses sosialisasi atau pemahaman akan berlangsung efektif jika melalui pendekatan budaya. Karena itu remaja sangat berperan terhadap efektifitas sosialisasi pemahaman tentang pencegahan HIV/AIDS karena remaja mengetahui bagaimana cara menyampaikan informasi, dengan budaya atau tren yang sedang berlangsung6.
Hal ini sebanding dengan hasil penelitian yang dilakukan Suparni,dkk tahun 2016 yang menunjukan bahwa ada hubungan antara
teman sebaya memiliki peran penting terhadap perilaku seks baik laki laki ataupun perempuan7.
Menurut Stephenson dkk, 2008 dalam Hazhira, 2015 mengemukakan bahwa, istilah “Peer” ini merujuk kepada orang-orang dengan status yang sama. Sehingga pendidikan (Seks) yang dipimpin peer (peer education) dapat didefinisikan sebagai “pengajaran atau berbagi informasi (kesehatan seksual), nilai dan perilaku oleh anggota kelompok dengan umur atau status yang sama”. Dalam konsep peer education, menurut Hull, Hasmi dan Widyantoro (2004) dalam Hazhira (2015), remaja yang berperan sebagai peer education (pendidik sebaya) dan peer counselor (konselor sebaya), bekerja dalam tim berpasangan, laki laki dan perempuan, untuk memberikan informasi, nasihat dan materi/bahan yang sudah disediakan untuk sesama remaja dan pendidik sebaya ini tidak akan menyediakan layanan klinis bagi remaja8. Dengan adanya peer education dan peer counselor ini diharapkan remaja bisa lebih terbuka perihal perilaku seks dan permasalahan mengenai kesehatan reproduksi mereka.
Hasil penelitian (Erna dkk, 2016) di Jakarta menyimpulkan bahwa ada hubungan antara teman sebaya dengan perilaku seksual. Dengan variabel dominannya adalah teman sebaya. Dimana remaja melakukan kegiatan yang bersifat positif dan tidak merugikan diri sendiri dengan mengikuti kegiatan sosial karang taruna, olahraga, pramuka, kesenian dan aktif mengikuti berbagai penyuluhan dan seminar tentang kesehatan reproduksi, baik yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi serta mengakses informasi dari berbagai media9.
Selain itu juga penelitian Nina dkk, 2018 di Cirebon menunjukan, bahwa mendapatkan pengaruh yang tinggi dari teman sebaya memiliki sikap positif terhadap kesehatan reproduksi dan memiliki perilaku seksual pranikah berisiko rendah. Selain itu juga, terdapat hubungan antara pengaruh teman sebaya dan sikap dengan perilaku seksual pranikah pada siswa/siswi10.
Maka berdasarkan penjabaran latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh peran teman sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang pencegahan HIV/AIDS di SMAN 25 Bandung. Karena di SMAN 25 Bandung sudah terbentuk PIK-R yang memungkinkan para siswa/siswi berperan dalam menjalankan organisasi tersebut. Oleh karena itu penulis ingin melihat bagaimana serta seberapa besar peran teman sebaya yang sudah terjadi di SMAN 25.
B. Identifikasi Masalah
Dilihat dari besarnya jumlah penduduk remaja di Indonesia dan jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS positif yang setiap tahunnya meningkat. Di Provinsi Jawa Barat jumlah orang yang terinfeksi HIV sudah memasuki peringkat ke 2 se Indonesia dan peringkat ke 3 orang dengan AIDS di Indonesia. Dengan angka orang yang terinfeksi HIV/AIDS di kota Bandung cukup tinggi. Upaya peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS
telah dilakukan namun pengetahuan tentang HIV/AIDS masih kurang.
Dikarenakan remaja lebih cenderung senang berdiskusi dengan teman sebayanya mengenai masalah maupun tentang kesehatan reproduksi mereka.
Rumusan masalah yang didapatkan adalah apakah ada pengaruh peran teman sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS di SMAN 25 Bandung, Jawa Barat.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS di SMA N 25 Bandung
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur tingkat pengetahuan remaja SMAN 25 Bandung tentang pencegahan HIV/AIDS pada sekolah yang sudah terdapat organisasi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R).
b. Mengukur sikap remaja SMAN 25 Bandung tentang pencegahan HIV/AIDS pada sekolah yang sudah terdapat organisasi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R).
c. Menganalisis hubungan peran teman sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang pencegahan HIV/AIDS pada siswa/i SMAN 25 Bandung.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini sebagai masukan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap HIV/AIDS.
2. Bagi STIKes Dharma Husada
Hasil penelitian ini dapat memberikan penambahan wawasan mengenai pengaruh teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bisa dijadikan sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif dengan desain cross sectional study. Cross sectional study dipilih karena jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi variabel independen dan dependen dalam satu waktu. Pada penelitian ini tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2014).
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan dibagikan kepada siswa/siswi di SMAN 25 Bandung, Jawa Barat.