BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-Undang 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas(1). Hal ini diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana, dan sistem informasi keluarga untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan penduduk dengan lingkungan hidup melalui program keluarga berencana(2). Program keluarga berencana menjadi salah satu program yang paling sering diperhatikan di Negara yang berkembang seperti Indonesia. Selain bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, program keluarga berencana menjadi salah satu solusi yang banyak diterapkan di negara-negara dengan tingkat populasi penduduk yang tinggi(3).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkambang di dunia. Hal yang sering dijumpai dalam suatu negara berkembang yaitu jumlah penduduk yang sangat
besar. Hasil pendataan jumlah pendudukan Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 271.066.366 jiwa yang terdiri atas 136.142.501 jiwa penduduk laki-laki dan 134.923.865 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah penduduk paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat (49.935.858 jiwa), sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Provinsi Kalimantan Utara (768.505 jiwa)(4). Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan akan kesehatan reproduksi, Program KB digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak(1).
Hasil data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan peserta KB aktif pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Indonesia sebesar (67,6%) dan di Provinsi Jawa Barat sebesar (66,2%) pada tahun 2020. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar (63,31%) berdasarkan data Profil Keluarga Indonesia tahun 2019. Pola pemilihan jenis alat kontrasepsi pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sebagian besar akseptor memilih menggunakan metode Suntik (72,9%), diikuti oleh Pil (19,4%). Jika dilihat dari efektivitas, kedua jenis alat ini termasuk metode kontrasepsi jangka pendek sehingga tingkat efektivitas dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya. Pola ini terjadi setiap tahun, dimana peserta lebih banyak memilih metode kontrasepsi jangka pendek dibandingkan metode kontrasepsi jangka panjang dengan persentase IUD (8,5%) Implant (8,5%), MOW (2,6%), MOP (0,6%) dan Kondom (1,1%)(4).
Menurut hasil data berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menunjukkan Pasangan Usia Subur (PUS) dan Peserta KB aktif di Kabupaten Sumedang dengan jumlah PUS yaitu 208.672 dengan metode kontrasepsi paling banyak digunakan pada metode kontrasepsi jangka pendek dengan alasan rata-rata usia pernikahan PUS masih tergolong muda. Adapun jumlah metode kontrasepsi pada metode Suntik (5%) diikuti Pil (1%), IUD (1%), Implant (1%), MOW (0%, Kondom (0%) dan paling sedikit MOP (0%)(5). Menurut hasil data peserta KB aktif di UPTD Pengendalian Penduduk wilayah Kecamatan Darmaraja tahun 2021 menunjukkan sebesar 80,76% dari jumlah PUS yang ada 5.872 telah mengikuti program KB dengan metode kontrasepsi paling banyak digunakan pada metode kontrasepsi jangka pendek dibandingkan metode kontrasepsi jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan PUS yang telah menikah dengan rata-rata usia pernikahan masih muda dan berkeinginan untuk menambah anak, selain itu kurangnya informasi mengenai keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Berdasarkan jumlah metode kontrasepsi yang digunakan yaitu pada IUD (5%), Suntik (52%), Pil (10%), Implant (7%), MOW (6%), Kondom (1%), dan MOP (0%). Adapun PUS bukan peserta KB aktif 1.130 dengan alasan karena Hamil (20%), Ingin Anak Segera (37%), Ingin Anak Ditunda (17%), dan Tidak Ingin Anak Lagi (26%)(6).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyatakan bahwa kesehatan reproduksi adalah keadaan fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi berhak diberikan kepada pengantin baru yang akan menjalankan proses,
fungsi, dan perilaku reproduksi untuk mengetahui kesehatan reproduksi terutama mengenai pelayanan pengaturan kehamilan dan pemilihan kontrasepsi yang bertujuan membantu pasangan dalam mengambil keputusan tentang usia ideal untuk melahirkan, jumlah ideal anak, dan jarak ideal kelahiran anak yang dilaksanakan melalui penyelenggaraan program keluarga berencana(7).
Peraturan BKKBN Nomor 24 Tahun 2017 menyatakan pelayanan promotif dan preventif meliputi penyuluhan penggunaan jenis kontrasepsi meliputi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non MKJP). MKJP meliputi metode kontrasepsi mantap, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK), tubektomi (MOW), dan vasektomi (MOP). Sedangkan non MKJP meliputi Suntik KB, Pil KB dan Kondom(8).
Rendahnya penggunaan metode kontrasepsi menurut penelitian terdahulu menyatakan bahwa penyebab masalah rendahnya penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang dengan alasan akseptor takut untuk menggunakan kontrasepsi IUD dan kurangnya informasi yang didapat mengenai Keluarga Berencana(9). Hal ini sesuai dengan laporan kinerja BKKBN tahun 2018 faktor yang mempengaruhi belum tercapainya jumlah peserta KB yaitu belum optimalnya penyediaan dan pemanfaatan informasi program KB bagi PUS, kurangnya strategi KIE program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, serta belum optimalnya pelayanan KB pasca persalinan(10). Pemberian informasi keluarga berencana ini perlu disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga mengetahui dan berpartisipasi dalam program keluarga berencana(11).
Masyarakat secara umum perlu mendapatkan pendidikan kesehatan dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal serta menurunkan angka kesakitan dan kematian. Pemberian pendidikan kesehatan terutama kepada pengantin baru atau Pasangan Usia Subur (PUS) baru merupakan calon ibu hamil penting dilakukan sebagai bekal pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembangunan keluarga berencana dengan mempersiapkan kehamilan yang lebih baik(12). Dalam Pedoman Panduan BKKBN tahun 2021 menyatakan banyak perempuan di Indonesia yang hamil dalam kondisi yang sebenarnya belum siap sehingga kemungkinan anaknya bisa stunting. Untuk menurunkan faktor risiko stunting berdasarkan kondisi pengantin baru dengan melakukan KIE dan Komunikasi Antar Pribadi/Konseling terhadap Pasangan Usia Subur (PUS) baru yang belum layak hamil untuk menunda kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi KB(13).
Pemberian penyuluhan pranikah dan sesudah menikah sebagai penanganan dalam permasalahan yang sering muncul yaitu kesehatan reproduksi pada wanita diantaranya kurangnya dukungan dalam proses kehamilan, persalinan, nifas dan pemilihan alat kontrasepsi(14). Pemahaman yang kuat terkait keluarga berencana dan metode kontrasepsi bertujuan untuk menguatkan konsistensi pengantin baru dalam memilih dan menggunakan metode kontrasepsi(15).
Di tengah masa pandemi saat ini sulit untuk melakukan penyuluhan secara langsung di lapangan, maka penyuluhan melalui media berbasis internet (online) menjadi salah satu pilihan solusi(16). Hal ini, sejalan dengan yang dilakukan di Kecamatan Darmaraja selama masa pandemi dalam pemberian informasi diberikan
dengan menggunakan media perantara yang dikirim melalui media online seperti WhatsApp dan sosial media lainnya. Media yang dapat digunakan dalam
penyuluhan dapat menggunakan power point, flip chart, media infografis, media audiovisual, majalah, televisi dan radio. Pemberian informasi melalui media audiovisual lebih efektif karena mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, mengikut sertakan panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya lebih besar(9). Hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan ada pengaruh penyuluhan media video untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kontrasepsi Intra Uterine Devices (IUD) pada pasangan usia subur(17).
Berdasarkan uraian diatas, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Efektivitas Penyuluhan Media Audiovisual Terhadap Pemahaman dan Pemilihan Metode Kontrasepsi Pada Pengantin Baru Perempuan di Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, didapatkan masalah yaitu usia pernikahan yang rata-rata masih tergolong muda dan kurangnya informasi yang di dapatkan, sehingga diperlukan pendidikan mengenai keluarga berencana terkait masalah tersebut. Dengan itu, dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimana
“Efektivitas Penyuluhan Media Audiovisual Terhadap Pemahaman dan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada Pengantin Baru Perempuan di Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang (Periode Bulan Mei-Juni 2022)”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas penyuluhan media audiovisual terhadap pemahaman dan pemilihan metode kontrasepsi pada pengantin baru perempuan di Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pemahaman tentang keluarga berencana pada pengantin baru perempuan sebelum dan sesudah penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis).
b. Mengetahui pemilihan metode kontrasepsi pada pengantin baru perempuan sebelum dan sesudah penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis).
c. Mengetahui perbedaan pemahaman tentang keluarga berencana pada pengantin baru perempuan sebelum dan sesudah penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis).
d. Mengetahui perbedaan pemilihan metode kontrasepsi pada pengantin baru perempuan sebelum dan sesudah penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis).
e. Mengetahui efektivitas penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis) terhadap peningkatan pemahaman KB.
f. Mengetahui efektivitas penyuluhan melalui media audiovisual (video dan infografis) terhadap pemilihan metode kontrasepsi KB.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai efektivitas penyuluhan media audiovisual terhadap pemahaman dan pemilihan alat kontrasepsi pada pengantin baru perempuan.
b. Sebagai referensi dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai efektivitas penyuluhan media audiovisual terhadap pemahaman dan pemilihan alat kontrasepsi pada pengantin baru perempuan.
2. Secara Praktis
a. Bagi Institusi dan Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta bahan edukasi bagi tenaga kesehatan baik praktisi atau akademisi sebagai upaya promotif dan preventif yang kemudian disampaikan ke masyarakat.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai pengetahuan mengenai program keluarga berencana serta hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan keikutsertaan masyarakat terutama pasangan usia subur terhadap pemilihan alat kontrasepsi.
E. Ruang Lingkup Penelitian a. Ruang Lingkup Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian pre-experimental, dengan desain one group pretest-posttest dengan pengukuran
berulang (measures). Sampel pada penelitian ini adalah pengantin baru perempuan pada bulan Mei dan Juni 2022 di Kecamatan Darmaraja Kabupten Sumedang.
b. Ruang Lingkup Waktu
Waktu penyusunan skripsi ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juni tahun 2022.
c. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini mengambil tempat penelitian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang.