1.1 Tumbuhan Gaharu (Gambar 1.1.) 1.1.1 Klasifikasi
Menurut (Cronquist, 1981: xv ; Chung dan Purwaningsih 1999:64), tumbuhan gaharu(Aquilaria malaccensis)diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak kelas : Rosidae Bangsa : Myrtales Suku : Thymelaeaceae Marga :Aquilaria
Jenis :Aquilaria malaccensisLamk
Sinonim : Aquilaria agallocha Roxb, Agallochum malaccense (Lamk) Kuntze,Aquilariella malaccensis(Lamk) v. Tieghem.
1.1.2 Nama umum
Indonesia: gaharu, kikaras (Sunda), mengkaras (Sumatera). Inggris: Agar wood, Malayan aloes wood, Malayan eaglewood. Malaysia: gaharu, tengkaras, karas (Chung dan Purwaningsih, 1999: 64).
1.1.3 Deskripsi
Pohon : tinggi sampai 20 (-40) m, dengan diameter batang sampai 60 cm, biasanya lurus, kadang-kadang bergalur atau akar papan (banir) dengan tebal (10 cm) yang tingginya hingga 2 m, kulit halus, keputihan, ranting lancip ramping, pucat coklat, berambut halus atau tidak.
Daun: tunggal tersebar, tangkai daun panjang 4-6 mm, helai daun elips lonjong sampai lanset lonjong, 7,5-12 cm x 2,5-5,5 cm, gundul terkadang berambut halus dibawah, mengkilap pada kedua permukaan, dasar akut atau tumpul, ujung meruncing, panjang ujung daun yang meruncing hingga 2 cm, urat daun 12-16 pasang, agak tidak teratur, sering bercabang.
Perbungaan : umbela (payung) yang terletak diujung ranting atau ketiak daun, biasanya bercabang menjadi 2-3 umbela, masing-masing dengan sekitar 10 bunga, tangkai perbungaan 5-15 mm, tangkai bunga ramping, panjangnya 3-6 mm.
Bunga pentamer berbentuk cawan panjangnya 5-6 mm, hijau atau kuning-kotor, tabung bunga sebelah dalam hampir gundul, dengan 10 garis yang jelas, Kelopak 5 lobus, bulat telur-lonjong panjangnya 2-3 mm, hampir sama dengan tabung, melipat, berambut padat di dalam. Tonjolan mahkota 10, tersisip pada leher tabung lonjong atau bulat telur lonjong, panjangnya sekitar 1 mm, sedikit melengkung. Benang sari 10, bebas, muncul dari leher tabung, panjang tangkai sari (filament) 1,3-2 mm, yang menempel ke kelopak lebih panjang dari yang lain; kepala sari linier; ovarium bulat
telur panjangnya 1-1,5 mm, bersel 2, berambut padat, stilus jelas, stigma berbentuk kepala. Buah kapsul berbentuk bulat telur terbalik panjangnya 3-4 cm x 2,5 cm, biasanya gepeng, berambut halus, dasar meruncing, puncak bulat, perikarp mengkayu. Biji bulat telur, 10 mm x 6 mm termasuk paruh 4 mm, berambut merah padat, perkecambahan epigeal, (Chung dan Purwaningsih,1999: 65). Klasifikasi daun Gaharu dapat dilihat padagambar 1.1.
(a) (b)
Gambar I.1Gaharu (Aquilaria malaccensisLamk ) Keterangan :
(a) 1. Cabang berbunga; 2. Bunga; 3. Penampang memanjang bunga; 4. buah;
5. Penampang memanjang buah (Chung dan Purwaningsih , 1999:65) (b) Cabang gaharu (Koleksi pribadi)
1.1.4 Pertumbuhan dan perkembangan
Di perkebunan di Malaysia, pohon berumur 67 tahun dari Aquilaria malaccensis telah mencapai tinggi rata-rata 27 m dan diameter 38 cm. Pohon tua di Assam (utara-timur India) berumur sekitar 80 tahun dapat mencapai tinggi 25-30 m dan diameter setinggi dada 55-70 cm. Di Arunachal Pradesh (utara-barat India) pohon mencapai tinggi hampir 5 m dan diameter 30 cm selama 8 tahun setelah ditanam.
Masa berbunga dan berbuah mulai pada usia 7-9 tahun di utara-barat India di mana pohon-pohon berbunga pada bulan Maret dan berbuah pada bulan Juni-Juli (Chung dan Purwaningsih, 1999: 66).
1.1.5 Sumber dan penyebaran geografi
Aquilaria malaccensis terdapat/tersebar dari utara-timur India (Bengal, Assam) melalui Burma (Myanmar) (Tenasserim) Semenanjung Malaysia, Sumatera, Bangka, Kalimantan, dan Filipina (Luzon) (Chung dan Purwaningsih, 1999: 64).
1.1.6 Ekologi
Aquilaria malaccensis umumnya ditemukan di hutan primer dan sekunder, terutama dataran rendah, juga di lereng bukit dan pegunungan hingga 750 m dpl.
Pohon gaharu selalu terdapat tersebar, di Semenanjung Malaysia dan India timur laut dengan kepadatan sekitar 2,5 pohon. Di India timur barat gaharu terdapat sampai ketinggian 1000 m dpl, tetapi tumbuh terbaik di medan bergelombang dari ketinggian 200-700 m dpl, dengan curah hujan tahunan 1500-6500 mm, suhu maksimum rata- rata tahunan 22-28°C dan suhu minimum tahunan rata-rata 14-21°C. Di India timur laut ditemukan dalam hutan malar hijau yang lembab, jarang di hutan semi malai
hijau. Aquilaria malaccensis menyukai tanah berat yang berasal dari gneiss dan batuan metamorf lainnya, tetapi juga tumbuh dengan baik pada tanah liat berpasir, (yang berasal dari batu pasir) (Chung dan Purwaningsih, 1999:66).
1.1.7 Kegunaan
Gaharu adalah kayu yang langka dan terkenal karena resin yang dihasilkan dari kayu yang tua dan lapuk dari jenis-jenis Aquilaria malaccensis dimana A.
malaccensis, A. crassna Pieere ex H. Lecomte dari indo-Cina dan Thailand dan A.
sinensis (Lour) Sprengel (sinonim A. grandiflora Benth) dari Cina selatan adalah yang paling penting. Keharuman yang dihasilkan oleh pembakaran kayu gaharu telah sangat bermutu tinggi selama ribuan tahun, dan penggunaannya sebagai dupa untuk tujuan seremonial dalam Buddhisme, Konfusianisme dan Hindu tersebar luas di seluruh Asia timur dan selatan. Di Thailand gaharu dimasukkan ke dalam onggokan kayu pembakaran jenazah, sementara di Jepang, dupa digunakan dalam upacara minum teh (Chung dan Purwaningsih, 1999:64).
Di sebelah barat Cina, dalam obat-obatan India dupa yang diperoleh dari batang kayu gaharu digunakan untuk melawan kanker, terutama dari kelenjar tiroid.
Di Cina gaharu diterapkan sebagai obat sedativ terhadap keluhan perut, asma, kolik dan diare, dan sebagai afrodisiak dan karminatif. Dupa ini juga digunakan sebagai obat pengusir nyamuk. Parutan kayu masuk ke berbagai persiapan yang digunakan terutama selama dan setelah melahirkan, dan untuk mengobati rematik, cacar air dan nyeri perut. Rebusan dari kayu dikatakan memiliki sifat anti-mikroba, misalnya
terhadap Mycobacterium tuberculosis dan Shigella flexneri (Chung dan Purwaningsih, 1999:64).
Tumbuhan gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat maupun kosmetik. Secara tradisional tumbuhan ini sering digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti malaria, sakit perut. Bagian tumbuhan yang biasa digunakan adalah batang dan daun.
Batang digunakan untuk dupa, pengharum ruangan dan kosmetik. Sedangkan daun dapat digunakan sebagai antimikroba, malaria, antiasmatik, kanker sampai stimulant kerja syaraf (Mulyaningsih dan Parman, 2005 dalam Mega Swastini, 2010:188).
1.1.8 Kandungan senyawa
Penelitian yang dilakukan oleh Mega dan Swastini (2010) terhadap gaharu (Gyrinops versteegii) diketahui memiliki kandungan senyawa aktif yang terdiri dari senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid (Mega dan Swastini, 2010:187). Kandungan utama dari senyawa yang mudah menguap pada gaharu yang dianalisis di Swiss adalah agarofuranoids dan seskuiterpenoid dari eudesmane, eremophilane, valencane dan vetispirane (Chung dan Purwaningsih, 1999:65).
1.2 Tanin
1.2.1 Definisi dan keberadaan tanin
Tanin adalah salah satu kelompok senyawa polimer fenolat yang memiliki BM 100-20.000 dan mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan (bersifat adstringent). Tanin terbentuk dari senyawa fenol yang berikatan atau
senyawa fenol-fenol lain sehingga membentuk polifenol hingga akhirnya membentuk senyawa tanin (Pansera, 2004:197).
Monomer dari tanin adalah asam galat, Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya bergabung dengan gula.
Gugus fenol yang dimiliki tanin menyebabkan tanin dapat berkondensasi dengan formaldehid (Linggawati, 2002:84).
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam Angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk polimer yang tidak larut dalam air. Tanin berasal dari senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang terpisah dari protein dan enzim sitoplasma (Harborne, 1996:102). Struktur dari tanin dapat dilihat padagambar 1.2.
Gambar I.2Struktur Tanin (Hugerman, 2002:2).
1.2.2 Sifat-sifat tannin
a. Senyawa tanin mudah larut dalam air, dioksan, aseton, dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat, Tetapi tanin tidak larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, dan benzen (Harborne, 1996:102).
b. Tanin merupakan senyawa yang tidak menghablur atau mengkristal dan dalam air dapat membentuk larutan koloida yang bereaksi asam dan rasanya kesat (Susilawati dan Yasmiwar, 2007:64).
c. Dengan garam-garan ferri membentuk senyawa-senyawa biru tua hitam kehijauan dan dengan kalium ferrisianida dan ammonium memberikan warna merah tua (Susilawati dan Yasmiwar, 2007:65.)
d. Dapat diendapkan oleh garam Cu, Pb, Sn dan oleh larutan kalium dikromat yang pekat dan dalam larutan alkali (Susilawati dan Yasmiwar, 2007:65).
e. Tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas, larut dalam pelarut organik seperti metanol dan etanol, sehingga pada pemanasan yang optimal dapat dihasilkan kadar tanin yang besar (Juniartis, 1998:49).
f. Tanin dapat membantu mengurangi penyerapan lemak dalam saluran cerna dengan berikatan kuat dengan protein, sehingga dapat mengurangi penyerapan makanan (Widy, 2008:4-5).
1.2.3 Klasifikasi tanin
Tanin pada tanaman diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu tanin terhidrolisis (tanin galat) dan tanin terkondensasi (tanin katekat).
a. Tanin terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat (Hugerman, 2002:8).
Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air (Hugerman, 2002:11).
Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air membentuk larutan koloid.
Tanin jenis ini mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin terhidrolisis tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti kloroform, dan benzen, tetapi bisa larut dalam pelarut organik yang polar (Robinson, 1995:72).
b. Tanin terkondensasi
Tanin jenis ini biasanya tidak bisa dihidrolisis. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid, salah satu contohnya adalah sorghum procyanidin.
Senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epicatechin dan catechin(Hugerman, 2002:2-3).
Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan dan Gymnospermae, serta tersebar luas dalam Angiospermae, terutama pada
jenis tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi.
Kebanyakan tanin terkondensasi mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon.
Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas beberapa ikatan karbon penghubung akan terputus dan dilepaskan monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin yang bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin (Harborne, 1996:103-104).
1.2.4 Metode pengukuran tanin
Prinsip metode Folin-Ciocalteu yaitu berupa oksidasi gugus fenolik hidroksil.
Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam, heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa.
Selama proses reaksi berlangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalte yang kemudian akan membentuk kompleks fosfotungstat- fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolat maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi
asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Singleton dan Rossi, 1965: 147).
1.3 Anti Bakteri
Antibakteri ialah suatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat mematikan bakteri. Antibakteri dalam definisinya yaitu suatu zat yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibakteri ataupun antibiotik sama sama dapat menyerang bakteri. Antibakteri biasanya dapat dijabarkan sebagai suatu zat yang digunakan untuk membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi membahayakan ( Volk and Wheeler, 1993:112).
Zat antibakteri dapat bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), dan bersifat bakterisidal (dapat membunuh bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya: 1) konsentrasi zat pengawet, 2) jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba, 3) suhu, 4) waktu dan 5) sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah komponen di dalamnya (Luthana, 2009:12)
1.3.1 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur seberapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme (Dart, 1996:159).
Metode pengujian aktivitas antibakteri secara garis besar terdiri dari dua macam yaitu metode difusi dan dilusi Metode yang dipakai untuk pengujian adalah metode difusi atau metode lempeng dengan cara difusi agar, berupa cakram atau silinder, yang dibuat pada media padat. Larutan uji akan berdifusi masuk ke permukaan media agar yang telah diinokulasi bakteri. Setelah dilakukan inkubasi , area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan media agar. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur menggunakan penggaris dengan cara mengurangi diameter keseluruhan (cakram+zona hambatan) dengan diameter cakram (Volk and Wheeler, 1993: 115).
BakteriEscherichia coli dapat dilihat padagambar 1.3.
1.3.2 BakteriEscherichia coli
Gambar 1.3Escherichia coli(Sumber :www.niaid.nih.gov).
Klasifikasi dari bakteriEscherichia colisebagai berikut (Salle, 1961: 415) Divisio : Schizomycota
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales Famili : Eubacteriaceae Genus :Escherichia Species :Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang (gambar 1.3), bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagela peritrikat. Batas- batas suhu untuk pertumbuhannya adalah 8°C-46°C, sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 37°C. BakteriEscherichia colidapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kemih, diare dan meningitis (radang membran pembungkus otak) (Irianto, 2006: 214-215).
1.4 Penentuan Parameter Simplisia dan Ekstrak
Penetapan parameter standar terhadap simplisia dan ekstrak dilakukan untuk melihat karakteristik dari simplisia dan ekstrak. Parameter standar simplisia dan ekstrak spesifik yaitu organoleptik, kadar sari lari larut air, kadar sari larut etanol, sedangkan yang non spesifik untuk simplisia yaitu susut pengeringan, kadar air, kadar abu dan untuk ekstrak yaitu bobot jenis.
1.4.1 Penetapan susut pengeringan
Penetapan Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000:13).
1.4.2 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi dan gravimetri. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes RI, 2000:14).
1.4.3 Penetapan kadar abu
Penetapan kadar abu merupakan pengukuran bahan yang dipanaskan pada suhu dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisa ataupun ekstrak (Depkes RI, 2000:17).
1.4.4 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Penetapan kadar abu tidak larut asam merupakan pengukuran sisa zat setelah pemijaran sampai arang habis, yang dinyatakan dalam nilai prosen. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah mengukur jumlah bagian yang tidak larut asam yang diperoleh setelah penambahan asam sulfat encer P. Kadar abu tidak larut asam dihitung dari berat abu setelah pemijaran terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000:17).
1.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Penetapan kadar sari larut etanol merupakan pengukuran jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah mengukur jumlah senyawa kandungan dalam sampel uji yang larut etanol dan dihitung dari berat sisa kering terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000:17).
1.4.6 Penetapan kadar sari larut air
Penetapan kadar sari larut air merupakan pengukuran jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk mengukur jumlah senyawa kandungan dalam uji yang larut dalam air. Kadar sari larut air dihitung dari berat sisa kering terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000:17).
1.4.7 Penetapan bobot jenis
Penetapan bobot jenis merupakan pengukuran massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25°C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah memberikan batasan tentang besarnya massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang serta memberikan gambaran kandungan kimia terlarut (Depkes RI, 2000:13-14).
1.5 Metode Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh berdasarkan proses ekstrasi senyawa aktif dari simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa masih
Metode-metode ekstraksi yang bisa digunakan terbagi dalam dua bagian yaitu cara dingin antara lain adalah maserasi, perkolasi dan cara panas antara lain adalah refluks, ekstraksi sinambung digesti, infus, dekok, seduhan (Depkes RI, 2000:10-11).
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik komponen kimia yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut yang sesuai. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada tekstrur bahan yang digunakan, kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1996:6).
1.5.1 Dekokta
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sedian herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit ( Badan POM RI, 2010: 31)
1.5.2 Seduhan
Seduhan adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menuangkan air mendidih ke simplisia kemudian didiamkan selama 5-10 menit dan kemudian disaring ( Badan POM RI, 2010: 30)
1.5.3 Pengeringan Beku (Freeze dry)
Freeze dryer atau pengeringan beku adalah alat pengeringan yang termasuk ke dalamConduction Dryer/ Indirect Dryerkarena proses pengeringan didahului oleh proses pembekuan dimana bahan didinginkan hingga menjadi beku. Dilanjutkan dengan proses pengeringan yaitu mengeluarkan atau memisahkan hampir sebagian besar air dalam bahan yang terjadi melalui mekanisme sublimasi dengan menggunakan tekanan vakum. Pengeringan beku ini dapat meninggalkan kadar air
sampai 1%, sehingga produk bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil. (FRI, 2013: 53).
1.6 Kromatografi
Kromatografi adalah proses pemisahan campuran komponen berdasarkan perbedaan migrasi komponen-komponen dari fase diam oleh fase gerak. Kedua campuran senyawa dimasukkan ke dalam sistem kemudian kedua senyawa tersebut akan terdistribusi diantara dua fase yaitu fase gerak dan fase diam menurut sifat dari masing-masing fase. Selektivitas pelarut mengacu pada kemampuan suatu sistem pelarut untuk menghasilkan harga Rf yang berbeda untutk zat yang sejenis (Depkes, 1995:1006).
1.6.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase gerak akan menyerap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini merupakan metode yang sederhana, cepat dan sensitif dalam pemisahan. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar, 2010:163-164).
Pelapis yang biasa digunakan adalah silika-gel, tetapi kadang kala digunakan bubuk selulosa dan tanah diatome,kieselguhrjuga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik digunakan pengikat semen Paris, kanji, dispersi koloid plastik, dan silika
prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik ukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01-10µg zat).
Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap (Khopkar, 2010:164).
Untuk analisis kuantitatif dapat digunakan plot fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan spektrofotometri UV, sinar tampak, IR atau fluorosens atau dengan reaksi kolorimetri dengan reagent kromagenik. Aplikasi KLT sangatlah luas.
Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk kromatografi cair dapat dianalisis dengan KLT. KLT dapat pula dipakai untuk memeriksa adanya zat pengotor dalam pelarut. Ahli kimia forensik menggunakan KLT untuk bermacam pemisahan. Pemakaiannya juga meluas dalam pemisahan senyawa organik (Khopkar, 2010:165).
1.7 Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar Tampak
Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar Tampak adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur transmitans atau abrorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Prinsip spektrofotometri yaitu berdasarkan penyerapan gelombang cahaya (radiasi) yang dilewatkan pada suatu larutan. Spektrofotometer sinar tampak berada pada panjang gelombang berkisar antara 400-900 nm dan spektrofotometer ultra violet berada pada panjang gelombang berkisar antara 200-400 nm. Panjang gelombang maksimum dicari untuk mengetahui seberapa besar energi cahaya tertinggi yang diserap oleh suatu larutan. Metode spektrofotometer dapat
digunakan dengan pengukuran kuantitatif, yaitu besarnya energi yang diserap oleh larutan sebanding dengan konsentrasi dan tebal larutan (Underwood dan Day, 2002:396-397). Hubungan ini dapat dituliskan berdasarkan hokum Lambert-Beer
A= a b c A : absorbansi
a : koefisien absorpsi (absorpsivitas) b : ketebalan sampel
c : konsentrasi molekul sampel (larutan)
1.8 Analisis Data
Analisis variansi (ANOVA) adalah suatu metode yang digunakan untuk membandingkan dua nilai rata-rata atau lebih. Analisis variansi (ANOVA) terdiri dari analisis variansi satu arah dan analisis variansi dua arah. Analisis variansi satu arah menggunakan variabel numerik tunggal, yang diukur dari sejumlah sampel untuk menguji hipotesis nol dari populasi yang diperkirakan memiliki rata-rata hitung (mean) yang sama. Variabel yang dimaksud harus berupa variabel kuantitatif.
Variabel ini dinamakan sebagai variabel terikat. Analisis variansi dua arah merupakan suatu metode untuk mengetahui atau mengidentifikasi adanya 2 (dua) faktor yang mungkin menyebabkan perbedaan dalam variabel terikat. Dalam analisis variansi dua arah, kita harus mengukur setiap kombinasi dua faktor dari variabel terikat yang sedang dikaji (Sugiharto, 2009:1,9).