BAB II
LANDASAN TEORI 1.1 Tinjauan Pustaka
Untuk membantu penulis dalam membuat identifikasi ciri citra penyakit mata menggunakan metode Transformasi Wavelet , maka dibutuhkan referensi atau literature review sebagai bahan pembelajaran lanjutan. Dimana proses literature review ini merupakan proses untuk mempelajari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu yang berkaitan dengan teknik pengenalan pola penyakit mata.
Tabel 2.1 Daftar Literatur
No Nama Peneliti Tahun Judul
1.
(Wicaksono,
Santoso, Zahra, &
Isnanto, 2017)
2017
Identifikasi Kerusakan Saraf Autonomik Melalui Citra Iris Mata Menggunakan Ekstraksi Ciri Analisis Komponen Utama (Pca) Dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik
2.
(Syifa, Adi, &
Widodo, 2016) 2016
Analisis Tekstur Citra Mikroskopis Kanker Paru Menggunkan Metode Gray Level Co-Occurance Matrix (GlCM) Dan Transformasi Wavelet Dengan Klasifikasi Nave Bayes
3. (Al Rivan &
Juangkara, 2019) 2019
Identifikasi Potensi Glaucoma Dan Diabetes Retinopati Melalui Citra Fundus Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan
Tabel 2.2 Daftar Literatur Lanjutan
4.
(Gifran,
Magdalena, &
Fuadah, 2019)
2019
Klasifikasi Katarak Menggunakan Metode Discrete Wavelet Transform Dan Support Vector Machine
5.
(Murinto &
Aribowo, 2014) 2014
Segmentasi Berdasarkan Fitur Tekstur Menggunakan Metode Wavelet Hidden Markov Tree Pada Citra Batik
6. (Rahayu & RM
Sinaga, 2018) 2018
Penerapan Metode Naive Bayes Dalam Pemilihan Kualitas Jenis Rumput Taman CV. Rumput Kita Landscapei
7. (Rangkuti, 2014) 2014
Klasifikasi Motif Batik Berbasis Kemiripan Ciri Dengan Wavelet Transform Dan Fuzzy Neural Network
8.
(Hidayat, Wibowo,
& Arif, 2017) 2017
Identifikasi Jenis Batuan Beku Melihat Bentuk Pola Batuan Menggunakan Metode Discrete Wavelet Transform (Dwt) Dan Knearest Neighbor (Knn)
9. (Sitompul, 2016) 2016
Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan
10.
(Ekayama, Djamal,
& Komarudin, 2016)
2016
Identifikasi Kondisi Rileks Dari Sinyal Eeg Menggunakan Wavelet Dan Learning Vector Quantization
2.1.1 Literatur 1
Penelitian Pertama, (Wicaksono, Santoso, Zahra, & Isnanto, 2017) Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Deponegoro dengan judul “Identifikasi Kerusakan Saraf Autonomik Melalui Citra Iris Mata Menggunakan Ekstraksi Ciri Analisis Komponen Utama (Pca) Dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik”.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentangkerusakan sel saraf auotonomik yang berhubungan dengan pencernaan menggunakan prinsip ekstraksi ciri yang digunakan yaitu analisis komponen utama, setelah nilai ciri dari analisis komponen utama didapatkan akan diolah oleh jaringan saraf tiruan perambatan balik untuk proses klasifikasi dan identifikasi pola pada iris mata. Saraf tiruan perambatan balik memiliki 3 lapisan maka dari itu lapisan ini tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata untuk itu perlu dilakukannya proses identifikasi pada saraf tiruan tersebut. Tujuan pembuatan penelitian ini guna mendapatkan hasil identifikasi yang cukup baik untuk mengenali kerusakan saraf autonomik dan dapat memudahkan para medis untuk mengetahui hasil dari penyakit tersebut. Hasil dari pengujian menunjukkan keseluruhan data dengan variasi komponen utama 25, 50, dan 100 dan jumlah lapisan tersembunyi 10 sampai 50 memiliki rata-rata tingkat akurasi keberhasilan pengenalan penyakit 62,88% dengan nilai tertinggi 83,33%, tingkat sensitivitas 55,56% dengan nilai tertinggi 100%, nilai spesifisitas 71,50% dengan nilai tertinggi 100%.
2.1.1 Literatur 2
Penelitian Kedua, (Syifa, Adi, & Widodo, 2016) Mahasiswa Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro dengan judul
“Analisis Tekstur Citra Mikroskopis Kanker Paru Menggunkan Metode Gray Level Co-Occurance Matrix (GlCM) Dan Transformasi Wavelet Dengan Klasifikasi Nave Bayes” Penelitian yang dilakukan peneliti tersebut mengangkat masalah mengenai sistem deteksi kanker paru pada citra mikroskopis. Citra mikroskopis yang digunakan adalah hasil biopsi paru.Kanker merupakan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang memiliki karakter yang khas.
Jika Kanker yang sudah menyebar dan tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian. Praktisi medis masih menggunakan pengamatan secara visual dan dibutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan teknologi yang dapat meningkatkan tingkat akurasi dengan waktu yang cepat dan akurat pada proses pendeteksian kanker paru-paru. Proses deteksi dapat dilakukan melalui pengolahan citra dengan ekstraksi ciri menggunakan transformasi wavelet dan Gray Level Co-Occurance Matrix (GLCM), serta proses klasifikasi menggunakan Naive Bayes. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem deteksi kanker paru dan menghitung kinerja sistem deteksi kanker paru. Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan tingkat akurasi transformasi wavelet sebesar 71,42% pada pasangan koefisiesn aproksimasi - koefisien detail diagonal, sedangkan pada GLCM memiliki tingkat akurasi sebesar 80% pada pasangan kontras - homogenitas dan homogenitas -korelasi.
2.1.2 Literatur 3
Penelitian Ketiga, (Al Rivan & Juangkara, 2019) Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul “Identifikasi Potensi Glaucoma Dan Diabetes Retinopati Melalui Citra Fundus Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan” Penelitian yang dilakukan peneliti tersebut mengangkat masalah
mengenai identifikasi potensi pada penyakit glaucoma. Glaucoma merupakan penyakit berbahaya kedua setelah katarak, glaucoma terjadi akibat mata yang merusak pembuluh optik yang disebabkan tekanan tinggi tidak normal di mata.
Glaucoma merupakan komplikasi diabetes yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada jaringan mata. Glaucoma dan diabetes retinopati dapat diketahui dari fundus. Jaringan syaraf tiruan digunakan untuk mengidentifikasi potensi glaucoma dan diabetes retinopati. Dataset yang digunakan berjumlah 60 citra fundus, yang terdiri dari 20 citra fundus terjangkit glaucoma, 20 citra fundus terjangkit diabetes retinopati dan 20 citra fundus mata normal. Hasil dari penelitian menghasilkan rata-rata untuk recal sebesar 86,6%, percission sebesar 86,6%, dan untuk accuracy sebesar 91,06%.
2.1.3 Literatur 4
Penelitian Keempat, (Gifran, Magdalena, & Fuadah, 2019) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom dengan judul “Klasifikasi Katarak Menggunakan Metode Discrete Wavelet Transform Dan Support Vector Machine”, Penelitian yang dilakukan peneliti tersebut mengangkat masalah mengenai penyakit katarak, katarak merupakan penyakit yang dapat dialami oleh siapa saja yang mengakibatkan mata buram dan bahkan sampai tidak bisa melihat. Penelitian ini telah dilakukan berbagai peneliti mengetahui berapa akurasi dengan metode tertentu. Perencangan sistem klasifikasi katarak dengan metode ekstraksi ciri Discrete Wavelet Transform (DWT) dengan pembagian tiga kelas yaitu katarak normal, katarak matur, dan katarak immatur ditambah klasifikasi Support Vector Machine (SVM) mendapat akurasi yang baik.
2.1.4 Literatur 5
Penelitian kelima, (Murinto & Aribowo, 2014) Mahasiswa Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan dengan judul “Segmentasi Berdasarkan Fitur Tekstur Menggunakan Metode Wavelet Hidden Markov Tree Pada Citra Batik” Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentang segmentasi pada citra batik. Citra tekstil mempunyai beberapa fitur yang berbeda secara umum dalam tekstil terdapat sedikit warna yang dominan dan dalam industri tekstil sering kali perancang mengkombinasikan warna-warna yang berbeda, thickness dan densitas untuk menghasilkan visual impersif dari warna yang lain (teknik halftoning color dalam tekstil cetak). Struktur tekstur tekstil hasil industri (pabrik), noise tekstur yang dihasilkan mempunyai pengaruh yang sangat besar pada tampilan warna citra tekstil, dan ini membuat segmentasi warna dari citra tekstil menjadi pekerjaan yang amat sulit. Penelitian ini citra segmentasi multiskala yang dimaksud diasumsikan bahwa jumlah warna-warna yang berbeda dari citra batik inputan diketahui dan warna dominan dan fitur-fitur yang bersesuaian dengannya sebelumnya sudah didapatkan. Hasil dari citra batik pabrikan mempunyai properti yang berbeda-beda, secara umum terdapat beberapa warna dominan
.
Struktur citra batik pabrikan mengandung noise sehingga menimbulkan permasalahan yang seriusuntuk menentukan metode segmentasi multiskala mana yang baik menggunakan model segmentasi dengan menggunakan wavelet-HMT.2.1.5 Literatur 6
Peneltian ke enam, (Rahayu & RM Sinaga, 2018) Mahasiswa STMIK Pelita Nusantara , dan mahasiswa Fakultas Teknik Informatika dengan judul “
Penerapan Metode Naive Bayes Dalam Pemilihan Kualitas Jenis Rumput Taman CV. Rumput Kita Landscape”Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentang kulitas jenis rumput. Ruang lingkup permasalahan dalam proses pembudidayaan jenis rumput taman dengan metode Naive Bayes yaitu pemilihan kualitas jenis rumput taman dalam pembudidayaan ini menggunakan 7 jenis rumput yaitu : Gajah Mini, Gajah Mini Variegata, Rumput Paeking, Rumput Paitan, Rumput Jepang, Rumput Swiss, dan Rumput Golf. Dalam menentukan pemilihan kualitas jenis rumput taman berdasarkan dari 4 kriteria yaitu : suhu udara, curah hujan, kelembapan udara, harga pasar. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemilihan jenis rumput salah satunya adalah dengan menggunakan sistem pendukung keputusan. Pada metode Naive Bayes proses klasifikasi memerlukan sejumlah petunjuk untuk menentukan kelas yang cocok bagi permasalahan. Naive Bayes didasarkan pada asumsi penyederhanaan bahwa nilai atribut secara kondisionalsaling bebas jika diberikan nilai output. Dengan kata lain, diberikan nilai output, probabilitas mengamati secara bersama adalah produk dari probabilitas individu
Dalam Bayes (terutama Naive Bayes), maksud independensi yang kuat pada fitur adalah bahwa sebuah fitur data tidak berkaitan dengan ada atau tidaknya fitur lain dalam data yang sama. Dalam permasalahan ini metode Naïve Bayes digunakan sebagai Sistem Pengambil Keputusan (SPK). Naïve bayes merupakan metode pengklasifikasian ada tidaknya ciri tertentu dari sebuah kelas. Empat kriteria pemilihan kualitas jenis rumput taman yaitu suhu udara, curah hujan, kelembapan udara dan harga pasar. Hasil perangkingan dari R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7 menunjukkan R6: Rumput Golf=
0.4705882353; R7: Rumput Swiss= 0.4705882353 merupakan rumput yang memiliki Kualitas Baik.
2.1.6 Literatur 7
Penelitian Ke Tujuh, (Rangkuti, 2014) Mahasiswa Universitas Binus
dengan judul “Klasifikasi Motif Batik Berbasis Kemiripan Ciri Dengan Wavelet Transform Dan Fuzzy Neural Network” Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentangklasifikasi pada batik. Batik memperkenalkan proses klasifikasi dari citra batik, yang berbasis pada kemiripan ciri,dengan mengabungkan metode wavelet transform jenis Daubechies 2 level 2, untuk memproses ciri tekstur yang terdiri dari standard deviasi, mean dan energi sebagai variabel Input, dengan mengunakan metode Fuzzy Neural Network (FNN). Citra batik yang akan diolah tujuh batik dengan berbagai motif yang berbeda, pengembangan metode ini yaitu mengembangkan konsep CBIR terhadap citra, sebagaimana untuk meningkatkan prosentase presisi. Metode fuzzy merupakan metode pendekatan pengelompokan berbasis konten dengan pengambilan gambar 2D dengan menggunkan metode transformasi wavelet, dalam klasifikasi ada lima tahap yaitu, (1) Pengumpula data dan seleksi data citra batik. (2) Preprocessing citra. (3)Ektraksi Ciri Tekstur. (4) Klasifikasi Citra Batik (5) Rule Base.Untuk mendapatkan hasil klasifikasi yang akurat maka perlu dilakukanya pengujian pada batik tersebut dan untuk tingkat presisi metode ini adalah 86-92%.
2.1.7 Literatur 8
Penelitian ke Delapan, (Hidayat, Wibowo, & Arif, 2017) Prodi S1 Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom dengan judul
“Identifikasi Jenis Batuan Beku Melihat Bentuk Pola Batuan Menggunakan Metode Discrete Wavelet Transform (Dwt) Dan Knearest Neighbor (Knn)”
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentang jenis batuan pada pola. Jenis batuan-batuan dari proses ilmiah sanagat banyak jenisnya,
pada umumnya proses ada tiga proses utama yaitu proses kristalisasi yang menghasilkan jenis batu beku, jenis batuan metamorfisme yang menghasilkan batuan metamorf, dan proses pengendapan akan menghasilkan jenis batuan sedimen. Proses klasifikasi pada citra mampu mengklasifikasikan jenis batuan, proses ekstraksi pada citra akan membantu mendapatkan informasi pada citra.
Melihat permasalahanya dengan hanya melihat dengan panca indra masih mempunyai kelemahan. Maka dari itu peneliti membuat rancangan sistem untuk membandingkan dengan ahli geologi dalam mengklasifikasikan jenis-jenis pada batuan dari melihat tekstur batuan melalui proses pengolahan citra digital menggunkan metode ekstraksi ciri. Discrete Wavelet Transforn (DWT). Dan hasil klasifikasi menggunakan metode K-Nearest Neighbor (KNN). Dari hasil pengujian DWT mampu mendeteksi jenis batuan dengan akurasi terbaik yaitu 98.33%, dan hasil dari klasifikasi menggunkan metode KNN mampu mendeteksi dengan akurasi yang sama yaitu 98,33%.
2.1.8 Literatur 9
Penelitian Ke Sembilan, (Sitompul, 2016) Mahasiswi Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Universitas Indonesia dengan judul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan”
penelitian yang dilakukan peneliti tersebut mengangkat masalah tentang penyakit uveitis. Uveitis merupakan peradangan uvea yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Uveitis disebabkan oleh rasa gatal ringan hingga sedang, namun harus segera diobati. Uveitis anterior merupakan inflamasi di iris dan badan siliar, uveitis anterior akut umumnya terjadi hanya pada satu mata saja namun pada kasus kronik dapat melibatkan kedua mata. Gejala umum pada uveitis interior ini
ringan-sedang dan dapat sembuh sendiri, namun pada uveitis berat, tajam penglihatan dapat menurun. Prinsip dari penatalaksaan uveitis ini untuk menekan reaksi inflamasi, mencegah memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki fungsi penglihatan serta menghilangkan rasa nyeri dan fotofobia.
2.1.9 Literatur 10
Penelitian Ke Sepuluh, (Ekayama, Djamal, & Komarudin, 2016) Mahasiswa Teknik Informatika, Fakultas MIPA, Universitas Jenderal Achmad Yani dengan judul “ Identifikasi Kondisi Rileks Dari Sinyal Eeg Menggunakan Wavelet Dan Learning Vector Quantization” Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut mengangkat masalah tentangkondisi rileks pada seseorang. Rileks keadaan dimana keadaan tubuh manusia tenang dan tidak ada fikiran yang memberatkan salah satu untuk mengetahui kondisi orang dengan menggunakan metode Elektroensephalogram (EEG).EEG merupakan instrument yang digunakan untuk merekam aktivitas listrik statis yang dihasilkan dari rangsangan yang diterima otak. Pada metode waveletdigunakan dengan filter doubechies 4 untuk mengekstraksi gelombang alfa, bta dan teta. Learning Vector Quantization LVQ merupakan suatu metode untuk melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Lapisan kompetitif merupakan lapisan yang secara otomatis belajar mengklasifikasikan vector-vektor input. Penggunaan metode LVQ memiliki hasil yang baik untuk klasifikasi sebuah data, dan dari sistem yang telah dibuat dan di uji coba menggunakan data latih dan data uji. Proses pembelajaran yang baik adaalah pembelajaran yang dapat menghasilkan koefisen yang digunkan untk proses pengujian dan memiliki akurasi yang cukup baik untuk data latih.
Perbedaan penelitian yang akan diteliti dengan penelitian sebelumnya ialah terletak pada objek yang akan diteliti dan menggunkan metode naïve bayes untuk proses klasifikasi, penelitian dengan menggunakan objek penyakit mata sudah terdapat pada penelitian sebelumnya namun dengan klasifikasi metode yang berbeda. Peneliti menggunakan ciri yang dimiliki oleh objek penyakit mata seperti bentuk, warna, ukuran dan fitur yang dimiliki. Sasaran utama dari penelitian dengan menggunakan algoritma tranformasi wavelet dengan menggunakan aplikasi MATLAB sebagai pengujian dan pengklasifikasian penyakit mata menggunakan format *.jpg untuk melakukan pengklasifikasian dibutuhkan data set dan data uji citra penyakit mata. Hasil yang akan diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengetahui hasil klasifikasi dari penyakit mata tersebut.
1.2 Pengertian Algoritma Transformasi Wavelet
Transformasi Wavelet merupakan suatu transformasi linier yang hampir mirip dengan transformasi Fourier, dengan satu perbedaan penting transformasi wavelet membolehkan penempatan waktu dalam komponen-komponen frekuensi yang berbeda dari sinyal yang diberikan. Transformasi Wavele takan menkonversi suatu sinyal ke dalam sederetan Wavelet. Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda.Wavelet merupakan fungsi matematika yang memotong- motong data menjadi kumpulankumpulan frekuensi yang berbeda, sehingga masing-masing komponen tersebut dapat dipelajari dengan menggunakan skala resolusi yang berbeda (Werdiningsih, 2014).
1.2.1 Discrete Wavelet Transform (DWT)
Discrete Wavelet Transform (DWT) secara umum merupakan dekomposisi citra pada frekuensi subband citra tersebut. Komponen subband transformasi wavelet dihasilkan dengan carapenurunan level dekomposisi. Dalam transformasi wavelet diskrit, penggambaran sebuah skala waktu sinyal digital didapatkan dengan menggunakan teknik filterisasi digital. Proses dalam teknik ini adalah dengan melewatkan sinyal yang akan dianalisis pada filter dengan frekuensi dan skala yang berbeda. DWT berfungsi sebagai salah satu kemampuan dalam pengolahan citra, transformasi dimulai dari transformasi vertikal dan transformasi horizontal. Citra yang telah melakukan transformasi akan terbagi menjadi empat blok yang sama (Hidayat, Wibowo, & Arif, 2017).
2.1 Gambar Transformasi Wavelet Diskrit 2 (dua) Dimensi
Gambar di atas ini adalah gambar dari transformasi wavelet diskrit dua dimensi dengan leveldekomposisi satu, dimana :
Merupakan downsample kolom Merupakan downsample baris 1 2
2 1
Seperti yang terlihat pada Gambar di atas , jika suatu citra dilakukan proses transformasi wavelet diskrit dua dimensi dengan tingkat penguraian satu, maka akan menghasilkan empat buah subband, yaitu :
1. Koefisien Approksimasi (CA j+1) atau disebut juga subband LL
2. Koefisien Detil Horisontal (CD(h) j+1) atau disebµut juga subband HL 3. Koefisien Detil Vertikal (CD(v) j+1) atau disebut juga subband LH 4. Koefisien Detil Diagonal (CD(d) j+1) atau disebut juga subband HH keterangan:
CA j+1 = Hasil lowpass terhadap baris dan kolom
CD(h) j+1 = Hasil lowpass terhadap baris diteruskan dengan highpass terhadap kolom.
CD(v) j+1 = Hasil highpass terhadap baris diteruskan dengan lowpass terhadap kolom.
CD(d) j+1 = Hasil highpass terhadap baris diteruskan dengan highpass terhadap kolom.
Ada enam elemen untuk langkah ekstraksi pada transformasi wavelet diskrit (DWT) yaitu :
1. Mena µ
Dalam perhitungan statistik mean merupakan perhitungan paling dasar.
Mean sendiri merupakan perhitungan untuk noise reduction. Mean menunjukkan nilai rata-rata dari kumpulan angka.
𝜇 = 1 𝑁∑ 𝐴𝑖
𝑁
𝑖=1
2. Variance (V)
Variance merupakan variasi elemen dari suatu citra. Citra dengan nilai keabuan kecil memiliki variasai yang kecil juga.
𝑉 = 1
𝑁 − 1∑ |𝐴𝑖 − 𝜇|2
𝑁
𝑖=1
Dimana nilai N merupakan jumlah banyaknya data, Ai merupakan vektor data, 𝜇 merupakan nilai mean.
3. Standar Deviasi (S)
Menentukan sebaran data dalam sampel, dan beberapa titik data individu ke rata-rata nilai sampel. Standar deviasi yang digunakan untuk mengetahui jumlah terbesarnya nilai data-data tersebut.
𝑆 = √ 1
𝑁 − 1∑ |𝐴𝑖 − 𝑢|2
𝑁
𝑖=1
Dimana nilai N merupakan jumlah banyaknya data, Ai merupakan vektor data, 𝜇 merupakan nilai mean.
4. Skewness (S)
Mengukur data yang tidak simetris dari suatu citra. Skewness menunjukkan parameter pada tingkat kemiringan relative kurva histogram.
𝑆 = 𝐸(𝑥 − 𝜇)2 𝜎2 5. Kurtosis (S)
Menunjukan tingkat keruncingan relative kurva histogram dari suatu citra.
𝐾 = 𝐸(𝑥 − 𝜇)4 𝜎4
6. Entrophy (E)
Menunjukan ukuran ketidak aturan bentuk dari suatu citra. Suatu citra bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).
𝐸 = − ∑ 𝑝𝑖 log2(𝑝𝑖)
𝑁
𝑖=1
1.3 RGB
RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari 3 warna yaitu merah (red), hijau (green), biru (blue), yang ditambahkan dengan berbagai macam cara untuk menghasilkan bermacam-macam warna. Merubah citra RGB menjadi grayscale adalah salah satu contoh proses pengolahan citra menggunakan operasi titik.
Untuk mengubah citra RGB menjadi grayscale adalah dengan menghitung rata- rata nilai intensitas RGB dari setiap piksel penyusun citra tersebut.
Rumus matematis yang digunakan sebagai berikut (Muwardi & Fadlil, 2017):
𝑓𝑔(𝑥, 𝑦) =𝑓𝑙𝑅(𝑥, 𝑦) + 𝑓𝑙𝑔(𝑥, 𝑦) + 𝑓𝑙𝑏(𝑥, 𝑦) 3
Dimana:
𝑓𝑔(𝑥, 𝑦) = nilai citra grayscale
𝑓𝑙𝑅(𝑥, 𝑦) = nilai elemen citra warna merah 𝑓𝑙𝑔(𝑥, 𝑦) = nilai elemen citra warna hijau 𝑓𝑙𝑏(𝑥, 𝑦) = nilai elemen citra warna biru
1.4 Grayscale
Grayscale merupakan citra skala keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak dari pada citra biner, karena ada niai-nilai diantara nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimumnya. Banyaknya kemungkinan nilai
dan nilai maksimumnya bergantung pada jumlah bit yang digunakan. Pada citra grayscale ini, format citra disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah warna hitam sebagai warna minimal dan putih sebagai warna maksimal sehingga warna antaranya adalah abu-abu (Kusnadi , 2011).
Dalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada adalah derajat keabuan. untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan b menjadi citra grayscale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b, tahapan yang pertama yaitu nilai citra RGB dinormalisasikan berikut caranya :
𝑟 = 𝑅
𝑅 + 𝐺 + 𝐵
𝑟 = 1
1 + 2 + 3
Setelah mendapatkan hasil normalisasi dari citra RGBsetalah itu mencari nilai rata-rata dari RGB dengan cara
𝑠 =𝑟 + 𝑔 + 𝑏 3
Setiap pixel pada gambar akan diberikan campuran dari 3 warna dasar yang sebelumnya telah dipecah sehingga setiap pixel akan terdiri dari 3 warna dasar tergantung pada intensitasnya. Pada pengubahan sebuah gambar menjadi grayscale dapat dilakukan dengan cara mengambil semu pixel pada gambar kemudian warna tiap pixel akan diambil informasi mengenai 3 warna dasar yaitu : merah, hijau dan biru (melalui fungsi warna toRGB), ketiga warna dasar ini akan dijumlahkan kemudian dibagi tiga sehingga didapat nilai rata-rata. Nilai rata-rata inilah dipakai untuk memberikan warna pada pixel gambar sehingga warna
menjadi grayscale, tiga warna dasar dari sebuah pixel akan diset menjadi nilai rata-rata (melalui fungsi warna toRGB).
1.5 Cropping Image
Cropping merupakan proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada area citra. Untuk memotong bagian dari citra yang digunakan dua koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan.
Sehingga akan membentuk bangun segi empat yang mana tiap-tiap piksel yang ada pada area koordinat tertentu aka disimpan dalam citra baru .
Penentuan titik yang akan diambil yaitu menggunakan matrik titik sudut crop yaitu yang merepresentasikan nilai [x,y,a,b] dimana x dan y adalah titik awal (sudut kiri atas) dari image yang akan dikrop sedangakan a adalah jumlah piksel memanjang kearah sumbu-x dan b adalah jumlah piksel ke arah sumbu-y.
Pada tahapan ini gambar yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dilakukan proses pemotongan citra (cropping). Contoh objek yang digunakan pada proses ini adalah daun. Pemotongan dilakukan untuk mendapatkan bagian dari tulang daunnya saja. Setelah citra daun dipotong, maka dihasilkan citra tulang daun dengan dimensi 250x300.
xL = 30, xR = 100 w’ = xR – xL = 100 – 30 = 70 yT = 50, yB = 100 h’ = yB – yT = 100 – 50 = 50 Dimana, xR = lebar citra awal, xL = posisi x yang akan dipotong, w’= lebar citra hasil crop. yB = tinggi citra awal, yT = posisi y yang akan dipotong, h’ = tinggi citra hasil crop
1.6 Naive Bayes
Naive Bayes adalah metode pengklasifikasian statistik yang dapat digunakan
untuk memprediksi probabilitas keanggotaan suatu kelas. Naive Bayes didasarkan
pada teorema Bayes yang memiliki kemampuan klasifikasi serupa dengan decision tree dan neural network. Naive Bayes terbukti memiliki akurasi
dan kecepatan yang tinggi saat diaplikasikan ke dalam database dengan data yang besar Naive bayes didasarkan pada teorema Bayes yang memiliki kemampuan klasifikasi serupa dengan decision tree dan neural network. Naive Bayes terbukti memiliki akurasi dengan data yang besar (Setiawan & Ratnasari, 2014).
𝑃(𝐻|𝑋) = 𝑃(𝑋|𝐻).𝑃(𝐻)
𝑃 (𝑋) ... 2.1 Keterangan :
X : Data dengan class yang belum diketahui H : Hipotesis data merupakan suatu class spesifik
P(H|X) : Probabilitas hipotesis H berdasar kondisi X (posteriori probabilitas)
P(H) : Probabilitas hipotesis H (prior probabilitas) P(X|H) : Probabilitas X berdasarkan kondisi pada hipotesis H P(X) : Probabilitas X
Untuk menjelaskan metode Naive Bayes, perlu diketahui bahwa proses klasifikasi memerlukan sejumlah petunjuk untuk menentukan kelas apa yang cocok bagi sampel yang dianalisis tersebut. Karena itu, metode Naive Bayes di atas disesuaikan sebagai berikut:
𝑃(𝐶|𝐹1 … 𝐹𝑛) = 𝑃(𝐶)𝑃(𝐹1…𝐹𝑛|𝐶)
𝑃(𝐹1…𝐹𝑛) ... 2.2
Di mana Variabel C merepresentasikan kelas, sementara variabel F1 ... Fn merepresentasikan karakteristik petunjuk yang dibutuhkan untuk melakukan klasifikasi. Maka rumus tersebut menjelaskan bahwa peluang masuknya sampel
karakteristik tertentu dalam kelas C (Posterior) adalah peluang munculnya kelas C (sebelum masuknya sampel tersebut, seringkali disebut prior), dikali dengan peluang kemunculan karakteristik-karakteristik sampel pada kelas C (disebut juga likelihood), dibagi dengan peluang kemunculan karakteristik-karakteristik sampel secara global (disebut juga evidence). Karena itu, rumus di atas dapat pula ditulis secara sederhana sebagai berikut:
𝑃𝑜𝑠𝑡𝑒𝑟𝑖𝑜𝑟 = 𝑝𝑟𝑖𝑜𝑟 𝑥 𝑙𝑖𝑘𝑒ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑒𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒
Nilai Evidence selalu tetap untuk setiap kelas pada satu sampel. Nilai dari posterior tersebut nantinya akan dibandingkan dengan nilai-nilai posterior kelas lainnya untuk menentukan ke kelas apa suatu sampel akan diklasifikasikan.
Penjabaran lebih lanjut rumus Bayes tersebut dilakukan dengan menjabarkan (𝐶|𝐹1, … ,) menggunakan aturan perkalian sebagai berikut:
(𝐶|𝐹1,…,=𝑃(𝐶)𝑃(𝐹1,…,𝐹𝑛|𝐶)
=(𝐶)𝑃(𝐹1|𝐶)𝑃(𝐹2,…,𝐹𝑛|𝐶,𝐹1)
=𝑃(𝐶)𝑃(𝐹1|𝐶)𝑃(𝐹2|𝐶,𝐹1)𝑃(𝐹3,…,𝐹𝑛|𝐶,𝐹1,𝐹2
=(𝐶)𝑃(𝐹1|𝐶)𝑃(𝐹2|𝐶,𝐹1 )𝑃(𝐹3|𝐶,𝐹1,𝐹2)𝑃(𝐹4,…,𝐹𝑛|𝐶,𝐹1,𝐹2,𝐹3)
=𝑃(𝐶)𝑃(𝐹1|𝐶)𝑃(𝐹2|𝐶,𝐹1 )𝑃(𝐹3|𝐶,𝐹1,𝐹2)…𝑃(𝐹𝑛|𝐶,𝐹1,𝐹2,𝐹3,…,𝐹𝑛−1)
Dapat dilihat bahwa hasil penjabaran tersebut menyebabkan semakin banyak dan semakin kompleksnya faktor - faktor syarat yang mempengaruhi nilai probabilitas, yang hampir mustahil untuk dianalisa satu persatu. Akibatnya, perhitungan tersebut menjadi sulit untuk dilakukan. Di sinilah digunakan asumsi independensi yang sangat tinggi (naif), bahwa masing-masing petunjuk (F1,F2...Fn) saling bebas (independen) satu sama lain. Dengan asumsi tersebut, maka berlaku suatu kesamaan sebagai berikut:
𝑃(𝐹𝑖 ∩ 𝐹𝑗 )
𝑃(𝐹𝑗 ) = 𝑃(𝐹𝑖 )𝑃(𝐹𝑗)
𝑃(𝐹𝑗 ) = 𝑃 ((𝐹𝑖 )
Untuk i≠j , sehingga
P(Fi|C,Fj) = P(Fi|C)
Persamaan di atas merupakan model dari teorema Naive Bayes yang selanjutnya akan digunakan dalam proses klasifikasi. Untuk klasifikasi dengan data kontinyu digunakan rumus Densitas Gauss :
𝑃(𝑋𝑖 = 𝑥𝑖|𝑌 = 𝑦𝑗) = 1
√2𝜋𝜎𝑖𝑗𝑒−
(𝑥𝑖−𝜇𝑖𝑗)
2𝑎2𝑖𝑗 ... 2.3 Keterangan :
P : Peluang Xi : Atribut ke i xi : Nilai atribut ke i Y : Kelas yang dicari yi : Sub kelas Y yang dicari
μ : Mean, menyatakan rata – rata dari seluruh atribut σ : Deviasi standar, menyatakan varian dari seluruh atribut.
1.7 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dalam perbaikan kualitas suatu gambar seperti meningkatkan kontras, melakukan perubahan warna, dan restorasi citra. Pada pengolahan citra digital dapat juga melakukan tranformasi suatu gambar seperti (transisi, rotasi transformasi, skala, dan geometrik ), dapat melakukan pemilihan citra ciri (feature image) yang optimal bertujuan untuk melakukan suatu analisis, melakukan penyimpanan data yang sebelumnya dilakukan suatu reduksi dan kompresi,
transmisi data, dan waktu proses data (Shilihin & Purwoto, 2014).
1.7.1 Citra Digital
Citra digital adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari sinyal analog dua dimensi yang bersifat kontinu menjadi gambar melalui proses sampling. Pada gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi sebuah gambar diskrit dimana setiap bagian dari gambar direpresentasikan dalam bentuk pixel (picture elements). Citra digital merupakan citra yang dapat diolah komputer. Citra yang dihasilkan dari sebuah pengambilan gambar menggunakan media yang digunakan, berupa foto, berupa sinyal – sinyal yang bersifat analog seperti gambar pada monitor maupun televisi, atau bersifat digital yang dapat disimpan langsung dalam pita magnetik. Komputer hanya menyimpan angka- angka yang menunjukkan besar intensitas pada masing-masing piksel. Karena citra berbentuk data numerik, maka citra digital dapat diolah dengan komputer.
(Shilihin & Purwoto, 2014).
1.7.2 Reperesentasi Citra Digital
Menurut Prasetyo (2011) suatu citra dapat didefinisikan dengan fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y merupakan suatu koordinat spasial dan amplitudo dari f terhadap sembarang pasangan koordinat (x,y) dapat disebut sebagai intensitas citra keabuan ( grey level atau level keabuan) pada titik tersebut. Warna citra dibentuk berdasarkan citra 2D individual.
Misalnya sistem warna RGB memiliki komponen individu yaitu Red, Green, dan Blue. Oleh karena itu banyak cara yang dapat dikembangkan untuk citra monokrom dapat diperluas ke citra berwarna dengan menggunakan pemrosesan tig a komponen citra.
1.7.3 Karakteristik Citra Digital
Terdapat beberapa karakteristik pada setiap citra digital antara lain (Kusnadi , 2011):
a. Ukuran citra
Ukuran ini dinyatakan dalam banyaknya titik atau pixel yang terdapat pada citra tersebut, sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Pada komputer dapat mengolah nilai digital yang merupakan kumpulan sinyal biner yang bernilai 0 atau 1
b. Resolusi
citra digital harus mempunyai format tertentu yang sesuai sehingga dapat mempresentasikan obyek pencitraan dalam bentuk kombinasi data biner.
mempresentasikan warna dari citra yang diolah, dengan demikian format citra yang digital berhubungan erat dengan warna.
c. Format Citra
Format citra digital yang banyak dipakai adalah Citra Biner (monokrom), Citra Skala Keabuan (gray scale), Citra Warna (true color), dan Citra Warna Berindeks.
1.7.4 Komponen Citra Digital
Komponen pada penampilan secara visual sebuah citra digital pada umumnya nilai data digital tersebut mempresentasikan warna dari citra yang diolah, sehingga format citra yang digital sangat berhubungan erat dengan warna.
Format citra digital yang banyak dipakai adalah citra biner, skala keabuan (greyscale), warna dan warna berindeks.
1. Citra Skala Keabuan
Bagian ini melibatkan matriks korelasi kejadian (co-accurrence matrix) pada sebuah citra. Co-occurrence matrix bertujuan menganalisa pasangan pixel yang bersebelahan secara horizontal. Unsur-unsur gray-level dalam citra berikut ini dapat digunakan untuk membedakan suatu objek citra, yaitu:
a. Energi digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level.
b. Kontras merupakan pernyataan sebarang terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah gambar.
c. Homogenitas yang berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal dalam citra.
d. Entropy Berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dalam citra.
e. Derajat keabuan yang merupakan nilai ambang global dari grayscale (250 x 250 ).
f. Standar deviasiyang merupakan nilai standar deviasi pada citra grayscale.
2. Citra Warna (True Color)
Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan kombinasi dari 3 warna dasar, masing-masing warna diarahkan ke salah satu standard hardware tertentu (RGB, CMY,YIQ), atau aplikasi pengolahan citra (HSI). (Kusnadi , 2011).
1.8 Ekstraksi Ciri
Merupakan proses pengambilan suatu data pada citra yang berupa ciri atau karakteristik yang dimiliki suatu objek yang akan digunakan untuk pembeda dari objek lainnya. Karakteristik inilah yang digunakan sebagai parameter untuk
menggambarkan sebuah objek nilai yang di dapat dari parameter tersebut.
Parameter tersebut kemudian digunakan sebagai data masukkan dalam proses klasifikasi. Pada penelitian ini menggunakan metode transformasi wavelet ekstraksi ciri yang digunakan yaitu warna, ukuran dan fitur pada objek penyakit mata. Ekstraksi ciri yaitu proses untuk mendapatkan ciri yang mewakili citra itu sendiri . Histogram menunjukkan nilai frekuensi kemunculan atau sebanding juga dengan probabilitas kemunculan nilai intensitas piksel pada suatu citra. Dari nilai- nilai pada histogram yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri statistik orde pertama, antara lain adalah mean, varians, skewness, dan kurtosis (Shilihin & Purwoto, 2014).
1.9 Ekstraksi Ukuran
Ekstraksi ukuran dilakukan untuk mendapatkan nilai luas (area) atau keliling suatu objek, untuk mendeteksi apakah suatu objek kedelai memiliki ukuran yang sama atau berbeda, berikut untuk mencari ukuran suatu objek dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
a. Mencari nilai keliling ( parameter )
𝐶 = 2𝜋 𝑥 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠 … … … . . (2.8) b. Mencari nilai Area
𝐴 = 𝜇 𝑥 𝑟2… … … . (2.9)
Dimana :
C = parimeter (keliling)
1.10 Pengenalan Pola Pada Pengolahan Citra
Pola merupakan entitas yang dapat didefinisikan dan juga dapat diidentifikasikan melalui ciri-cirinya (features). Guna dari ciri-ciri tersebut untuk
dapat membedakan suatu pola dengan pola lainnya. Ciri pola yang baik adalah mempunyai perbedaan yang tinggi sehingga dalam pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat menghasilkan tingkat keakuratan yang tinggi.
Pada suatu ciri pola diperoleh berdasarkan hasil pengukuran terhadap obyek uji.
Tujuan dalam pengenalan pola ialah dapat menentukan kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut (Syafitri, 2011). Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan yang dapat dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks. Terdapat macam-macam pengenalan pola yaitu Voice Recognition, Fingerprint Identification, Face Identification, Optical Character Recognition (OCR), Robot Vision, dan Handwriting Identification (Sara, Ernawati, & Johar, 2019).
1.11 Penyakit Mata
Penyakit mata merupakan penyakit dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Prevalensi angka kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk. Penyebab utama dari kasus kebutaan ini adalah katarak, kelainan kornea, glaukoma, kelainan refraksi, kelainan retina dan kelainan nutrisi. Seiring dengan menurunnya kualitas dan gaya hidup seperti pola makan, olahraga, istirahat, bekerja, tingkat stres dan usia, jumlah individu dengan keluhan penyakit mata semakin bertambah. Perbandingan jumlah penduduk dan tenaga medis yang jauh dari standar ideal menyebabkan masyarakat kurang memahami penyakit yang diderita.Hal ini diperparah dengan anggapan di tengah masyarakat bahwa penyakit akan sembuh dengan sendirinya tanpa melalui proses pengobatan dan perubahan gaya hidup (B & Lukman, 2016).
Jenis penyakit mata yang sering terjadi pada manusia yaitu berkut ini
diantaranya : 1 Katarak
Katarak merupakan kondisi mengeruhnya bagian lensa mata yang tertutupi dengan suatu noda putih yang dapat mengganggu penglihatan sehingga cahaya tidak dapat masuk dan menembus lensa. Seiring bertambahnya usia, protein pada lensa akan menggumpal dan perlahan-lahan membuat lensa keruh dan berkabut.
Hal ini menyebabkan penglihatan menjadi kabur dan tidak jelas. Katarak umumnya berkembang secara perlahan. Awalnya, penderita tidak akan menyadari ada gangguan penglihatan, karena hanya sebagian kecil lensa mata yang mengalami katarak. Meski umumnya katarak tidak menyebabkan rasa sakit pada mata, namun penderita bisa merasakan nyeri pada mata, terutama jika katarak yang dialami sudah parah, atau penderita memiliki gangguan lain pada mata.
Kondisi ini membuat pandangan penderita katarak terganggu dan melihat benda secara kabur seperti tertutup kabut, penyakit katarak ini jika tidak segera ditangani atau di obati maka akan mengakibatkan kebutaan secara permanen maka harus ditangani sejak dini (Gifran, Magdalena, & Fuadah, 2019).
2 Glaucoma
Glaucoma merupakan penyakit mata yang diakibatkan tekanan mata tidak normal, glaucoma merupakan penyebab kedua terbanyak setelah katarak, berbeda dengan katarak, kebutaan pada glaucoma ini dapat berifat permanen. Glaucoma disebabkan oleh tekanan pada bola mata yang dapat mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah yang menuju ke syaraf, sehingga syaraf mata tidak mendapatkan suplay darah yang cukup dan akhirnya akan mengalami kerusakan pada mata tersebut. Glaucoma dapat diidentifikasi dengan meneliti area optik disk dari citra
fundus retina. Gejala umum pada penyakit glaucoma ini biasanya tidak dapat dirasakan secara langsung, seghingga perlu dilakukanya pemeriksaan mata terlebih dahulu untuk mengetahui adanya glaucoma (Setiawan & Ratnasari, 2014).
3 Uveitis
Uveitis adalah penyakit mata yang diakibatkan peradangan yang terjadi pada lapisan uvea. Kasus peradangan uvea yang paling umum terjadi adalah pada iris dan badan siliar mata. Kondisi peradangan ini umumnya menyebabkan nyeri pada mata secara tiba-tiba disertai kemerahan pada mata. Uveitis anterior adalah inflamsi di iris dan siliar dengan gejala nyeri, mata merah, fotofobia, menurun tajam penglihatan. Uveitis intermediet merupakan salah satu peradangan pada mata gejala yang dialami biasanya ringan, tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan namun dapat menurunkan daya penglihatan, diagnose pada penyakit uveitis juga harus dilakukan pada pemeriksaan di rumah sakit atau ahlinya (Sitompul, 2016).
1.12 Definisi MATLAB (Matrix Laboratory)
MATLAB merupakan suatu program yang digunakan untuk analisis dan komputasi numerik dan merupakan suatu bahasa pemrograman matematika lanjutan yang dibentukdengan sifat dan bentuk matriks. MATLAB merupakan merk software yang dikembangkan oleh Mathworks. Inc yang merupakan software yang efisien sebagai perhitungan numeric berbasis matriks. Dengan demikian jika di dalam perhitungan kita dapat menformulasikan masalah ke dalam format matriks maka MATLAB merupakan software terbaik untuk penyelesaian umericnya (Kusnadi , 2011).
MATLAB telah berkembang menjadi sebuah environment pemrograman yang berisi fungsi-fungsi built-in untuk melakukan tugas pengolahan sinyal,
aljabar linier, dan kalkulasi matematis lainnya. MATLAB juga berisi toolbox yang berisi fungsi-fungsi tambahan untuk aplikasi khusus.MATLAB bersifat extensible, yang berarti bahwa pengguna dapat menulis fungsi baru untuk ditambahkan pada library ketika fungsi-fungsi built-in yang tersedia tidak dapat melakukan suatu tugas. Bahasa pemrograman yang dapat digunakan dalam pemrograman bahasa lain seperti C++, PASCAL, atau FORTRAN. MATLAB yang merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi berbasis pada matriks sering digunakan untuk teknik komputasi numerik, untuk dapat menyelesaikan masalah- masalah yang melibatkan operasi matematika elemen, matrik, optimasi, aproksimasi dan lain-lain (Cahyono , 2013). MATLAB banyak digunakan pada :
1 Matematika dan Komputansi, 2 Pengembangan dan Algoritma,
3 Pemrograman modeling, simulasi, dan pembuatan prototype, 4 Analisa Data , eksplorasi dan visualisasi,
5 Analisis numerik dan statistic, dan 6 Pengembangan aplikasi teknik.
Terdapat tiga jenis format data di MATLAB seperti:.
1 Skalar, ialah suatu bilangan tunggal
2 Vektor, ialah sekelompok bilangan yang tersusun 1-dimensi. Dalam MATLAB biasanya disajikan sebagai vektor-baris atau vektor-kolom 3 Matriks, ialah sekelompok bilangan yang tersusun dalam segi-empat 2-
dimensi. Di dalam MATLAB, matriks didefinisikan dengan jumlah baris dan kolomnya. Di MATLAB terdapat pula matriks berdimensi 3, 4, atau lebih.
Semua perhitungan di MATLAB dilakukan dengan matriks, sehingga disebut MATrix LABoratory. Matriks didefinisikan dengan simbol kurung siku ( [ ] ) dan penulisan matriks baris-per-baris.Dengan tanda koma (,) sebagai pemisahkan kolom, dan titik-koma (;) untuk memisahkan baris.