• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Internasional - Unisba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Internasional - Unisba"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

Kedaulatan negara diartikan sebagai sejauh mana suatu negara mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kebijakan dan kegiatan di dalam wilayahnya untuk melaksanakan hukum domestiknya.65 Hal ini menciptakan hubungan sebab-akibat atas dasar tindakan suatu negara. dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Dalam hubungannya dengan negara lain, suatu negara mengikatkan diri pada negara lain, suatu negara mengikatkan diri pada perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral. Kedaulatan jenis ini memungkinkan suatu negara untuk melaksanakan yurisdiksi atas wilayah yang menjadi kewenangannya.

Setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah suatu Negara tunduk pada kekuasaan hukum Negara yang memiliki wilayah tersebut67. Kedua, klasifikasi sumber hukum internasional berdasarkan Pasal 38(1) Statuta Mahkamah Internasional, yang terdiri dari perjanjian internasional dan kebiasaan internasional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendatang adalah orang yang berasal dari negara lain dan bertempat tinggal tetap di suatu negara.

Imigran yang masuk ke suatu negara secara resmi (terdaftar) dan ada juga yang tidak terdaftar (tidak terdaftar/tanpa dokumen). Mereka yang terdaftar dapat memasuki suatu negara melalui imigrasi resmi dan mendaftar sebagai imigran resmi.

Kriminologi Hukum Pengungsi Dalam Hukum Internasional

Kamus Hukum Black mendefinisikan "Pengungsi" sebagai "seseorang yang melarikan diri atau diusir dari suatu negara, terutama akibat penganiayaan, dan mencari perlindungan di negara lain". Di dunia internasional, pengungsi sudah dikenal sejak lama, hal ini menjadi permasalahan setelah Perang Dunia Pertama yang kemudian melahirkan undang-undang tentang pengungsi itu sendiri pada tahun 1920-an.90. International Refugee Organization (IRO) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh PBB yang khusus menangani pengungsi 92 Lembaga ini didirikan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 15 Desember 1946. 93 Konstitusi IRO mengatur fungsi dan wewenang badan ini dalam menangani pengungsi. dan menangani pengungsi.

Oleh karena itu, lembaga ini dinilai tidak mampu bekerja untuk calon pengungsi pasca Perang Dunia II. Oleh karena itu, dibentuklah Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).94. 2) Fase Hukum Pengungsi dari Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) lahir sebagai wujud seriusnya situasi penanganan pengungsi pada tahun 1949-an.

Wewenang yang diberikan kepada UNHCR lebih luas dibandingkan pada masa IRO.95 Ada dua istilah pengungsi.96 Pertama, pengungsi yang berwenang. 95 Dengan demikian, pemahaman komprehensif UNHCR mengenai fase penanganan pengungsi tidak hanya mencakup pengungsi sebelum Perang Dunia II, namun juga mencakup peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat dan setelah Perang Dunia II. Konvensi ini diratifikasi oleh Konferensi Yang Berkuasa Penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Status Pengungsi dan Orang Tanpa Kewarganegaraan pada tanggal 28 Juli 1951, yang ditegaskan melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No.

Konvensi ini memuat definisi pengungsi yang sangat umum dalam Pasal 1A ayat (2) Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi.Pasal 1 ayat (2) Protokol ini memperluas definisi pengungsi dalam Konvensi 1951 dengan menghilangkan definisi pengungsi dalam Konvensi 1951. kata “akibat peristiwa – peristiwa yang terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951 dan…” serta menghilangkan kata “…akibat peristiwa yang dimaksud”. Untuk keperluan Protokol ini, istilah 'pengungsi', kecuali untuk tujuan ayat 3 Pasal ini, berarti setiap orang yang termasuk dalam definisi Pasal 1 Konvensi, seolah-olah kata-kata 'sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut' terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951 dan...' dan kata-kata '...akibat dari peristiwa tersebut'.

Perluasan definisi pengungsi dan Protokol Terkait Status Pengungsi dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan pengungsi yang muncul setelah Perang Dunia II, khususnya pengungsi yang muncul akibat konflik politik Afrika tahun 1950 dan 1960.98.

Tipologi Pengungsi

Yang dimaksud dengan pengungsi hukum adalah pengungsi yang berasal dari negara tertentu yang tidak mendapat perlindungan diplomatik 101. Yang dapat dikategorikan sebagai pengungsi hukum adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional sebelum tahun 1951.

Prinsip penentuan status pengungsi

Di sisi lain, pencari suaka belum tentu merupakan pengungsi, karena status pencari suaka akan berubah menjadi pengungsi jika persyaratan Pasal 1 (A) Konvensi Pengungsi 1951 dipenuhi. Akibatnya, negara suaka tidak memiliki kewajiban hukum untuk menjamin hak asasi pencari suaka, seperti halnya pengungsi. Apabila negara suaka memberikan hak-hak tertentu kepada pencari suaka, misalnya hak untuk bekerja, hak untuk menyatakan pendapat, memiliki barang bergerak atau hak milik, maka pemberian hak tersebut merupakan kebijaksanaan pemerintah negara yang bersangkutan.

Oleh karena itu, tindakan pemerintah bukan merupakan akibat dari kewajiban yang timbul dari instrumen internasional dimana Negara menjadi pihak dalam perjanjian internasional. A. 1 Maret 2009, Bandung, diakses dari http://Hukum.unisba.ac.id/syiar Hukum/index.php/jurnal/item/98-perlindungan-internasional-hadap-pengungsi-dalam-konflik-bergun, diunduh pada 1 Januari 2016 pukul 11.50 WIB. Apabila mereka tidak mempunyai tempat tinggal, maka status pribadinya diatur oleh hukum di mana ia ditempatkan (domisili).

Hak-hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh negara-negara yang mengadakan perjanjian dalam konvensi dan protokol (Pasal 12). Oleh karena itu, setiap pengungsi juga berhak mendapatkan pembebasan biaya pendidikan tertentu, termasuk hak menerima beasiswa (Pasal 22). Dokumen perjalanan yang diterbitkan berdasarkan perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta konvensi (Pasal 27 dan 28).

Hak asasi manusia yang tertuang dalam Konvensi Pengungsi tahun 1951 berupa perlindungan berdasarkan aspek pengalaman pengungsi, antara lain keinginan untuk melarikan diri, untuk diterima/diakui dan untuk memperoleh tempat perlindungan. Berdasarkan Konvensi, pengungsi tidak akan dihukum karena mencari perlindungan atau dikembalikan ke negara asal dimana keselamatan mereka terancam. Mereka juga berhak atas keamanan dan tunjangan, pengakuan atas status mereka dan akses terhadap pengadilan nasional untuk menegakkan hak-hak mereka.105.

Ketidakmampuan negara menjamin kebebasan pengungsi dari diskriminasi, kebebasan beragama dan akses terhadap pengadilan sebagai jaminan kebebasan bagi pengungsi merupakan fakta penting untuk menjamin hak-hak sosial ekonomi, yang kemudian mempertimbangkan pengungsi pada sistem perekonomian. negara pemberi suaka. 106.

United Nation High Commissioner for Refugee (UNHCR)

Tugas dan Peran UNHCR

Tugas utama badan tersebut adalah menentukan status hukum dan memastikan bahwa perlindungan internasional diberikan kepada pengungsi. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) adalah badan kemanusiaan PBB untuk urusan pengungsi yang didirikan pada 14 Desember 1950. dan Administrasi Rehabilitasi (UNRRA) dan dilanjutkan oleh International Refugee Organization (IRO).

Kedua lembaga tersebut didirikan pada awal Perang Dunia II untuk membantu pengungsi Eropa yang terpencar akibat perang. Awalnya, UNHCR merupakan lembaga ad hoc yang mempunyai waktu tiga tahun untuk menyelesaikan tugasnya, setelah itu dibubarkan.108 Namun, pada tahun berikutnya, pada tanggal 28 Juli 1951, Konvensi PBB tentang Status Pengungsi menjadi sah. dasar bantuan kepada pengungsi dan undang-undang dasar operasi UNHCR. UNHCR merupakan lembaga yang memiliki prosedur rutin dalam memberikan bantuan terkait perwujudan hak asasi manusia (HAM) dalam bentuk perlindungan internasional.

Dalam penegakan HAM yang efektif, maka penegakan HAM harus dilihat secara kontekstual.110 Prinsip-prinsip yang terkandung dalam HAM bersifat universal, namun di sisi lain tidak dapat diterapkan secara merata dalam konteks yang berbeda. Prinsip-prinsip hak asasi manusia bersifat universal dalam arti tidak ada satu negara pun di dunia ini yang dapat berbangga hati dan mengatakan bahwa negaranya tidak mempunyai permasalahan hak asasi manusia. UNHCR dibentuk sebagai wujud penegakan hak asasi manusia yang mempunyai peran khusus dalam penegakan hak asasi manusia dalam penanganan pengungsi.

Secara umum, konsep ini mencakup pencegahan kemungkinan repatriasi pengungsi, bantuan dalam proses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, promosi dan penerapan keamanan fisik bagi pengungsi, promosi dan bantuan dalam repatriasi sukarela, dan bantuan terhadap pengungsi dalam pemukiman kembali.111 . Keyakinan terhadap kredibilitas UNHCR sebagai lembaga penanganan pengungsi yang mempunyai mandat memberikan perlindungan terhadap pengungsi internasional menjadi harapan agar UNHCR mampu memberikan solusi jangka panjang bagi pengungsi di masa depan dengan memberikan bantuan kepada pemerintah.

Prinsip Non-Refoulement

Prinsisp Non-Refoulement dalam Hukum Internasional

Namun, sumber terpenting mengenai kewajiban non-refoulement tercantum dalam Pasal 33 (1) Konvensi Jenewa 1951 Terkait Status Pengungsi, disebut juga Konvensi Jenewa 1951. Tidak ada Negara Peserta yang boleh mengecualikan atau mengembalikan (“refouler”) seorang pengungsi dengan cara apa pun ke perbatasan wilayah di mana kehidupan atau kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik." Pasal ini melindungi siapa pun yang berstatus (pengungsi) atau pengungsi untuk kembali ke negaranya. bagi negara yang pengungsinya berisiko mengalami penganiayaan, hal ini juga berlaku bagi (pencari suaka) atau pencari suaka.120.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa asas non-refoulement dapat diartikan sebagai hak untuk masuk dan tinggal di wilayah negara suaka 121. Asas ini menimbulkan suatu bentuk tanggung jawab. 118 Pengakuan formal atas kewajiban non-refoulement dalam Pasal 3 sub-bagian 2, dan Pasal 6, Petunjuk Dewan 2001/55/EC tanggal 20 Juli 2001 tentang standar minimum untuk perlindungan sementara jika terjadi gelombang masuk massal pengungsi dan mengenai langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya (Petunjuk Arus Masuk Massal), OJ L 212, p.Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi, Buku Pegangan tentang Prosedur dan Kriteria Penentuan Status Pengungsi Berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Terkait Status.

Poin penting yang diambil dari prinsip ini adalah adanya kewajiban yang melarang negara untuk memulangkan atau memulangkan pengungsi atau pencari suaka ke wilayah yang mempunyai risiko terancamnya nyawa atau kebebasan individu yang bersangkutan karena alasan seperti ras, agama, kebangsaan, keanggotaan. dalam kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik mereka.122. Hal ini dapat dianggap sebagai cerminan dari karakteristik prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan internasional karena adanya dokumen tersebut. Konsep non-refoulement ini diprakarsai atas saran UNHCR terhadap implementasi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights).

Dalam Pasal 2 ICCPR disebutkan bahwa “Setiap Negara Pihak berkewajiban untuk menjamin bahwa setiap individu yang berada dalam wilayahnya dan merupakan bagian dari yurisdiksinya…”. Dalam beberapa keputusannya, Komite Hak Asasi Manusia ICCPR menjelaskan bahwa ungkapan “di dalam wilayahnya dan menjadi bagian dari yurisdiksinya” tidak mengacu pada tempat (lokus) pelanggaran, melainkan pada hubungan yang terjalin antara pihak-pihak tersebut. individu yang haknya dilanggar dan Negara yang bersangkutan.125. Dalam rangka perlindungan hak asasi manusia, asas non-refoulement mengatur bahwa seseorang tidak boleh terkena perbuatan berupa penyiksaan, sadis, perlakuan atau penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.

Secara umum, saat ini terdapat perkembangan bahwa undang-undang telah mengalami kemajuan yang mengarah pada pengakuan terhadap kewajiban dasar hak asasi manusia dan secara tidak langsung terdapat kewajiban untuk tidak memindahkan (mengirimkan orang) orang ke wilayah dimana mereka akan beresiko mendapat perlakuan terlarang. 126.

Prinsip Non-Refoulement di Uni Eropa

Tanggung Jawab Negara berdasarkan Hukum Internasional

Tanggung jawab Negara terhadap orang asing yang berada di wilayahnya Berkenaan dengan perlakuan terhadap orang asing, maka terdapat dua

Standar Minimum Internasional, pendapat ini menyatakan bahwa negara wajib memperlakukan orang asing dengan lebih istimewa.

Referensi

Dokumen terkait

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEDAULATAN, LEMBAGA NEGARA, PEMILIHAN UMUM, DAN HAK ASASI MANUSIA ……….. KEDAULATAN RAKYAT DAN KEDAULATAN HUKUM……… 24