Orang-orang yang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat dilihat dalam beberapa jenis, antara lain: 12. Unsur-unsur tindak pidana yang diberikan oleh beberapa tokoh berbeda-beda, namun pada prinsipnya hakikatnya sama. Tingkah laku dalam tindak pidana terdiri atas tingkah laku aktif atau positif (handelen), dapat pula disebut perbuatan material (materiel feit) dan tingkah laku pasif atau negatif (natalen).
Delik formil adalah delik yang dirumuskan dengan penekanan pada perbuatan yang dilarang. Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang dirumuskan dengan menitikberatkan pada akibat yang dilarang atau tidak dikehendaki. Contoh tindak pidana yang lebih berat: Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana (yang memberatkan adalah perencanaan sebelumnya), contoh tindak pidana berat: Pasal 341 KUHP tentang pembunuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap anaknya yang baru lahir (yang meringankan). unsurnya adalah pada subjek hukum: seorang ibu).
Jenis – Jenis Tindak Pidana Korupsi
Jenis korupsi ini dirumuskan dalam pasal undang-undang no. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU PTPK). Korupsi jenis ini diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masing-masing. Dalam hal ini yang dimaksud dengan penyalahgunaan jabatan adalah pejabat pemerintah yang dengan kekuasaan yang dimilikinya mengambil laporan keuangan, memusnahkan barang bukti, atau membiarkan orang lain memusnahkan barang bukti demi kepentingannya sendiri, sehingga merugikan negara. Hal itu tertuang dalam pasal 8 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain undang-undang tersebut di atas, terdapat pula ketentuan pasal lain yang mengatur penyalahgunaan jabatan, antara lain: 33. 33 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini sesuai dengan poin e Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pejabat yang mengambil alih tanah negara sehingga merugikan orang lain juga termasuk dalam jenis korupsi ini.
Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dan tidak dilaporkan. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 12C yang mendefinisikan “Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah, bahkan untuk apa mereka populer. atau cocok. diduga pemberian itu diberikan karena akibat atau karena ia berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam kedudukannya, yang bertentangan dengan kedudukannya.” 34.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat hukuman mati bisa ditinggalkan. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan untuk dilakukannya sanksi pidana terhadap cara-cara yang dimaksudkan untuk mengatasi keadaan bahaya, bencana alam nasional, mengatasi akibat kerusuhan sosial yang meluas, mengatasi keadaan ekonomi. dan krisis moneter serta terulangnya tindak pidana korupsi.36. Dimana perseroan berarti suatu kumpulan orang dan/atau harta benda, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang termaktub dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 ayat
35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melawan hukum Melawan hukum adalah suatu perbuatan yang perbuatannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Batasan penerapan ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan pada Pasal 1 ayat (1) menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Tindakan yang dimaksud dengan tindakan dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang no. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukan atau kedudukannya yang dapat merugikan negara. keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. satu miliar rupiah). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa informasi yang berkaitan dengan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan melakukan tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang jelas-jelas merugikan negara.
Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Atau (Money Laundering)
- Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Atau (Money Laundering)
- Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)
- Objek Pencucian Uang
- Tujuan Pencucian Uang
- Tahap-Tahap Proses Pencucian Uang
- Modus Operandi Tindak Pidana Pencucian Uang
56 Kata Money Laundering jika digabungkan akan menjadi suatu istilah dan mempunyai arti kata kerja yaitu 'Money Laundering' yang lebih luas diartikan sebagai uang yang telah dicuci, dibersihkan atau diputihkan. Giovanoli dari Bank for International Settlement mengatakan pencucian uang adalah suatu proses manipulasi aset, khususnya aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana, sedemikian rupa sehingga aset tersebut tampak berasal dari sumber yang sah.41. Menurut Welling (Sarah N Welling), pencucian uang adalah “proses menyembunyikan keberadaan, sumber terlarang, atau penggunaan pendapatan terlarang, dan kemudian menyamarkan pendapatan tersebut agar tampak sah.”
Pengertian pencucian uang adalah suatu proses menyembunyikan sumber haram, menggunakan hasil haram, dan menyamarkan hasil agar tampak sah/sah. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Istilah pencucian uang pertama kali muncul sekitar tahun 1920-an ketika Mafia di Amerika Serikat membeli bisnis laundry setelah mereka menghasilkan uang dalam jumlah besar dari kegiatan ilegal seperti pemerasan, prostitusi, perdagangan manusia, alkohol. dan obat-obatan. Awalnya, pandangan beberapa negara terkemuka di Amerika Serikat (negara terdepan dalam pemberantasan pencucian uang) melihat bahwa kriminalisasi pencucian uang merupakan strategi yang efektif untuk memberantas berbagai kejahatan yang pelakunya sulit ditangkap, seperti korupsi atau narkoba. sindikat.
Tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan yang berdimensi internasional sehingga harus direspon dengan kerjasama internasional.Prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan asal usul pencucian uang dari kegiatan yang melanggar hukum dengan cara melegalkan uang. 47 N.H.T Siahaan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Perbankan, Penjelasannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, Hal 7. Sedangkan di Indonesia, penanganan tindak pidana pencucian uang dimulai dengan diundangkannya Undang-undang 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia no. 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang, menunjukkan arah yang positif.
Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah. 63 dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang, serta diterbitkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. pencucian uang, yang seharusnya benar-benar dikeluarkan untuk memenuhi kepentingan nasional dan sesuai dengan standar internasional. Pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai tujuan, antara lain: Pertama: menyembunyikan uang atau harta benda yang diperoleh dari tindak pidana.
Setelah pencucian uang berhasil menyelesaikan tahap setup, maka tahap selanjutnya adalah layering atau disebut juga heavy sabuning.
- Sejarah Kejaksaan a. Sebelum Reformasi
- Doktrin Kejaksaan
- Struktur Organisasi Kejaksaan
- Tugas dan Wewenang Kejaksaan
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga menunjukkan bahwa Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam memperkuat ketahanan bangsa. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi kewenangan untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan melaksanakan putusan pengadilan serta kewenangan lainnya berdasarkan Undang-Undang. Undang-undang ini menegaskan bahwa kejaksaan merupakan alat penegakan hukum negara yang tugasnya sebagai penuntut umum (Pasal 1), pelaksanaan tugas kejaksaan dilaksanakan oleh Menteri atau Jaksa Agung (Pasal 5) dan organisasi. strukturnya diatur dengan keputusan presiden.
Mengenai kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan, dalam rangka berfungsi sebagai alat revolusi dan penempatan Kejaksaan dalam susunan organisasi departemen, maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi diadopsi 0,60. Pada masa Orde Baru, terdapat perkembangan baru mengenai Kejaksaan Indonesia sesuai dengan perubahan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Kehadiran undang-undang ini disambut baik oleh banyak pihak karena dianggap sebagai penegas keberadaan Kejaksaan yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah atau pihak lain.61.
Oleh karena itu, undang-undang penuntutan yang baru dipandang lebih kuat dalam menentukan kedudukan dan peran kejaksaan Indonesia sebagai lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Mengacu pada undang-undang ini, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang dilakukan oleh kejaksaan harus dilakukan secara mandiri. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat 2, dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, bahwa kejaksaan adalah lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara i.
Polemik kewenangan jaksa dan polisi dalam mengusut kasus korupsi tidak bisa diselesaikan dengan undang-undang ini. Dharma Bakti Bagi Warga Kejaksaan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila sebagai landasan ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, Undang-Undang Kejaksaan sebagai landasan struktural dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai landasan operasional. Kejaksaan Republik Indonesia, sebagai organisasi/lembaga negara yang diserahi tugas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, mempunyai ketentuan internal mengenai pelaksanaan pengawasan di lingkungan Kejaksaan. Pelayanan Republik Indonesia. yaitu Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER-022/A/JA/03/2011 tanggal 18 Maret 2011 tentang Pelaksanaan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia.
Berdasarkan Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan adalah: 70.