• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Laporan Penelitian Mandiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Laporan Penelitian Mandiri"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN MANDIRI

MODEL SAMBUNGAN BALOK BETON PRACETAK DENGAN KOLOM BETON COR DI TEMPAT UNTUK

STRUKTUR PREFABRIKASI

Nama Peneliti :

Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT

Nip. 19690425199702 1 001

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS

2018

(2)

ABSTRAK

Prefabrikasi adalah industrialisasi metode konstruksi di mana komponen- komponennya dibuat dari beton melalui precast units/precast numbers atau precast elements (unit cetakan) tergantung pada alternatif penggunaannya. Sebagai sistem prefabrikasi sangat efisien dalam hal biaya, waktu dan kualitas, tetapi mengalami kemunduran besar dalam hal koneksi, yang merupakan faktor penting dalam desain dan konstruksi.

Koneksi antar komponen pracetak memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan karena jumlah transfer momen dikendalikan oleh karakteristik sambungan. Dalam penelitian ini dilakukan kajian beberapa parameter terkait dengan model sambungan dimana balok adalah komponen pracetak sedangkan kolom adalah komponen cor ditempat. Beberapa investigasi dilakukan untuk mengamati perilaku frame di bawah beban layan. Investigasi pertama akan mengungkapkan efek koneksi semi- kaku pada perilaku frame. Selanjutnya distribusi gaya dan pergeseran arah lateral dipelajari dan disajikan.

Investigasi atas perilaku struktur serta parameter sambungan yang akan dipergunakan sebagai landasan untuk merekomendasi jenis sambungan antara balok pracetak dan kolom cor-in-situ adalah berdasarkan kondisi yang mendekati batas deformasi yang ditentukan dengan momen sambungan yang dekat dengan sambungan kaku. Tebal plat ujung memberi pengaruh signifikan kepada kapasitas momen sambungan sekaligus mengontrol goyangan pada frame. Penggabungan pengaku dalam suatu koneksi memiliki dampak yang signifikan pada daya dukung momen serta mengurangi deformasi arah lateral.

Kata kunci : Prefabrikasi, balok pracetak, kolom cast in situ, wet joint

i

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nya penelitian dengan judul Model Sambungan Balok Beton Pracetak Dengan Kolom Cor Di Tempat Untuk Struktur Prefabrikasi” dapat diselesaikan dengan baik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Koordinator Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu diharapkan masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan penyempurnaan penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini.

Denpasar, Desember 2018

Peneliti

ii

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR NOTASI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum ... 3

2.2 Sejarah Perkembangan Sistem Pracetak ...... 3

2.2.1 Perkembangan Sistem Pracetak di Dunia ... 5

2.2.2 Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia ... 5

2.3 Beton Pracetak ... ... 6

2.3.1 Pengertian Beton Pracetak ... 6

2.3.2 Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan beton konvensional ... 7

2.3.3 Sistem Komponen Pracetak ... 7

2.3.4 Keuntungan dan Kerugian Beton Pracetak ... 8

2.3.5 Kendala dan Permasalahan Beton Pracetak ... 9

2.3.6 Jenis Sistem Pracetak ... 13

iii

(5)

2.4 Perencanaan Beton Pracetak Menurut SNI 2002 ... 18

2.4.1 Tinjauan Umum ... 18

2.4.2 Distribusi Gaya dalam Pracetak ... 18

2.4.3 Perencanaan Sambungan dan Tumpuan ... 20

2.4.3.1 Perencanaan Sambungan ... 20

2.4.3.2 Perencanaan Tumpuan ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah ... 23

3.2 Hubungan Momen Rotasa ... 26

3.3 Persyaratan analisis ... 29

3.4 Prosedur Analisis ... 30

3.5 Analisa Parameter ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ketebalan Joint Plate terhadap Simpangan Lantai pada Sambungan Tanpa Pengaku ... 32

4.2 Pengaruh Jumlah Pengaku terhadap Simpangan Lantai... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... ... 38

DAFTAR PUSTAKA

iv

(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini struktur beton pracetak merupakan salah satu inovasi yang semakin banyak dipergunakan dan dikembangkan dalam proses konstruksi menggantikan sistem beton bertulang konvensional. Penggunaan beton pracetak dapat meminimalisir biaya dengan berkurangnya biaya terutama untuk pekerjaan bekisting atau perancah. Adanya sisa material dalam setiap tahapan pekerjaan struktur akan menjadi kerugian, dengan demikian pekerjaan ini sebaiknya dikurangi dan dalam pekerjaan tertentu bahkan dapat dihilangkan. Selain itu, konstruksi pracetak dapat mengurangi waktu pelaksanaan konstruksi dimana pada saat elemen pracetak dipersiapkan, pekerjaan-pekerjaan lain yang terkait dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan. Adanya teknologi pracetak memberi harapan untuk menghasilkan bangunan dengan biaya seminimal mungkin, sesuai tuntutan jaman yang terus berinovasi agar dihasilkan bangunan yang ekonomis dan praktis.

Dewasa ini, beberapa perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN) dan instansi pemerintah berupaya mengembangkan beton pracetak untuk system struktur bangunan gedung. Adapun jenis system struktur yang banyak dikembangkan saat ini adalah metode konstruksi dengan system joint balok kolom, system stuktur panel dinding/dinding geser beton pracetak, serta system panel untuk pelat lantai / lantai jembatan. Penggunaan system struktur tersebut untuk mendukung program pemerintah dalam rangka menyediakan perumahan murah untuk rakyat yang terjangkau untuk golongan masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah dalam bentuk rumah susun sederhana, rumah susun sewa dan rumah susun milik berupa bangunan 4-6 lantai sekitar 150 blok/tahun, 10-20 lantai sekitar 300 blok pertahun. Jumlah yang sangat besar tersebut membutuhkan kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia, material maupun teknologi yang memadai agar tercapai pembangunan yang efisien serta memenuhi persyaratan baik pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. (Nurjannah S.A.,2011)

(7)

2 Pengembangan sistem pracetak harus terus diupayakan untuk mengurangi kelemahan sistem struktur beton bertulang biasa. Pemilihan model dan sistem pracetak hendaknya dapat diterapkan pada berbagai jenis bangunan sesuai fungsinya.

Inovasi teknologi terkini sangat diharapkan agar kinerja sistem pracetak dapat terus ditingkatkan. Kontrol atas kualitas bangunan harus terjaga agar sistem struktur bisa bekerja dan mampu menahan beban sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Untuk itu melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam penerapan sistem perencanaan dan pelaksanaan balok pracetak pada pembangunan gedung beton bertulang, serta memberikan pemahaman tentang konsep penting dalam melaksanakan pembangunan gedung yang menggunakan balok pracetak yang memenuhi persyaratan yang berlaku..

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah : 1. Apa kelebihan balok pracetak dengan balok konvensional (beton bertulang cor

di tempat).

2. Bagaimanakah model sambungan balok pracetak dengan elemen struktur kolom baik berupa kolom pracetak maupun kolom cor di tempat.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan teknologi beton pracetak di Indonesia dengan menampilkan model- model sambungan yang sangat diperlukan pada untuk perencanaan.

1.3 Manfaat Penelitan

Dari penelitian ini diharapkan penggunaan pracetak dapat lebih dimasyarakatkan karena sesuai dengan perkembangan jaman dimana kebutuhan akan konstruksi yang efisien baik dari sisi biaya maupun waktu adalah menjadi kebutuhan dimasa yang akan datang.

(8)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN UMUM

Beton adalah material bangunan yang sangat populer digunakan untuk komponen struktur bangunan karena memiliki begitu banyak keunggulan material beton dibandingkan bahan lainnya terutama kemampuan menahan tekan serta biaya yang dibutuhkan relative murah. Ketersediaan bahan-bahan penyusun beton hampir tersedia bahkan ke pelosok pelosok.

Beton pracetak adalah salah satu kemajuan inovasi teknologi beton yang sudah banyak diaplikasikan baik untuk komponen struktur gedung maupun jembatan.

Inovasi pracetak terus dilakukan untuk menjawab kebutuhan terutama untuk menghasilkan struktur yang murah, nyaman dan efisien dengan tetap memenuhi aspek keamanan sesuai ditentukan dalam peraturan. Sistem pracetak juga dapat menghemat dari sisi waktu dengan semakin berkurangya penggunaan bahan bekesting, serta akurasi dan presisi atas produk menjadikan beton pracetak semakin mudah dikerjakan dan rapi.

Dalam bab berikut akan diuraikan perkembangan teknologi pracetak sebagai informasi sekaligus untuk mensosialisasikan bahwa sitem beton pracetak penting dijadikan alternative dalam disain karena lebih ramah lingkungan.

2.2. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK

Dibandingkan dengan struktur baja dan kayu, struktur beton masih merupakan pilihan utama. Hal ini tidak terlepas dari ketersedian bahan beton tersedia di seluruh Indonesia. Kemudahan pelaksanaan, kemudahan dibentuk dengan biaya yang relative

(9)

4 murah. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sistem struktur beton konvensional yaitu waktu pelaksanaan yang relative lama dan kurang bersih, dipergunakannya bekesting berbahan dasar kayu yang harganya tentu semakin mahal juga langka. Penggunaan beton pracetak dapat meminimalisir biaya dengan berkurangnya biaya untuk pekerjaan bekisting atau perancah dimana adanya sisa material konstruksi dalam setiap tahapan pekerjaan struktur akan menjadi kerugian dan hal ini sebaiknya dikurangi dan dalam pekerjaan tertentu bahkan dapat dihilangkan. Selain itu, konstruksi pracetak dapat mengurangi waktu pelaksanaan konstruksi dimana pada saat elemen pracetak disiapkan pekerjaan-pekerjaan lain yang terkait dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan. Dengan demikian maka teknologi pracetak memberi harapan untuk menghasilkan bangunan dengan biaya seminimal mungkin, sesuai tuntutan jaman yang terus berinovasi agar dihasilkan bangunan yang ekonomis dan praktis.

Dewasa ini, beberapa perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN) dan instansi pemerintah berupaya mengembangkan beton pracetak untuk system struktur bangunan gedung. Adapun jenis system struktur yang banyak dikembangkan saat ini adalah metode konstruksi dengan system joint balok kolom, system stuktur panel dinding/dinding geser beton pracetak, serta system panel untuk pelat lantai / lantai jembatan. Penggunaan system struktur tersebut untuk mendukung program pemerintah dalam rangka menyediakan perumahan murah untuk rakyat yang terjangkau untuk golongan masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah dalam bentuk rumah susun sederhana, rumah susun sewa dan rumah susun milik berupa bangunan 4-6 lantai sekitar 150 blok/tahun, 10-20 lantai sekitar 300 blok pertahun. Jumlah yang sangat besar tersebut membutuhkan kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia, material maupun teknologi yang memadai agar tercapai pembangunan yang efisien serta memenuhi persyaratan baik pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Inovasi sistem pracetak harus terus dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan struktur beton bertulang biasa. Peningkatan kinerja struktur balok pracetak dengan inovasi teknologi terkini sangat diharapkan, agar sistem struktur bisa bekerja

(10)

5 sesuai dengan desain dan persyaratan yang berlaku. Untuk itu melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam penerapan sistem perencanaan dan pelaksanaan balok pracetak pada pembangunan gedung beton bertulang, serta memberikan pemahaman tentang konsep penting dalam melaksanakan pembangunan gedung yang menggunakan balok pracetak yang memenuhi persyaratan yang berlaku..

2.2.1. Perkembangan Sistem Pracetak di Dunia

Pada awalnya sistem pracetak mulai diterapkan di Eropa sekitar tahun 1891.

Adapun bangunan yang memanfaatkan sistem pracetak gedung Casino di Birritz, Paris Perancis. Sedangkan komponen pondasi pracetak beton bertulang diperkenalkan oleh perusahaan Ways & Freytags di Humburg Jerman dan untuk pertama kali dipergunakan pada tahun pada tahun1906. Perkembangan berikutnya pada tahun1912 beberapa struktur gedung bertingkat mulai menerapkan komponen pracetak beton bertulang untuk elemen struktur balok, kolom, plat lantai dan dinding yang diperkenalkan oleh John E Conzelman. Struktur beton pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzman, Dyckerhof & Widman G Wayss &

Freytag, Preteusag, Losser dll. Penelitian secara lebiih khusus mulai dilakukan pada tahun 1991 terutama untuk menciptakan sistem pracetak tahan gempa sebagaimana dilakukan di negara Selandia Baru, Jepang dan Amerika melalui program penelitian bersama yang disebut dengan program Precast Seismic Structure System (PRESS).

2.2.2. Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia

Sistem Beton Pracetak di Indonesia mulai dikenalkan untuk komponen balok, kolom, plat lantai dan tiang pancang sejak tahun1970. Inovasi sistem beton pracetak terus dilakukan sehingga mulai muncul berbagai model sistem pracetak seperti Sistem Column Slab dan L Shape Wall pada tahun1996, Sistem All Load Bearing Wall pada tahun 1997, Sistem Jasubakim dan sistem Bresphaka pada tahun 1999 dan T Cap

(11)

6 pada tahun 2000. Penggunaan pracetak untuk struktur gedung bertingkat lebih banyak diterapkan untuk struktur rusunawa atau rumah susun sewa.

Dalam beberpa tahun berikutnya, upaya pengembangan dan penyempurnaan sistem pracetak terus dilakukan terutama untuk mendukung Program Percepatan Pembangunan Rumah Susun pada tahun 2006. Pada tahun 2007 pemerintah mengajak pihak-pihak yang terkait dengan industri beton pracetak melaksanakan program pengembangan dan penelitian tahan gempa sistem beton pracetak untuk struktur gedung rumah susun sederhana bertingkat tinggi. Aplikasi sistem beton pracetak untuk struktur rumah susun bertingkat tinggi adalah pada rusunami Pulo Gebang.

Pada kawasan tersebut telah dibangun rumah susun dengan 20-24 lantai.

Penerapan sistem pracetak untuk gedung di daerah di luar pulau jawa belum sebanyak di pulau jawa. Hal ini disebabkan terutama oleh produk dan kemampuan sistem yang telah ada belum tersosialisasi dengan baik (relatif baru), keandalan sambungan atau hubungan antar komponen untuk struktur tahan gempa, belum ada/belum tersosialisasi pedoman tentang tata cara analisis untuk menjamin keandalan sistem beton pracetak untuk dijadikan acuan oleh pelaku konstruksi, dsb.

2.3. BETON PRACETAK 2.3.1. Pengertian Beton Pracetak

Beton pracetak adalah suatu sistem struktur dimana komponen struktur dibuat secara terpisah pada tempat yang berbeda sebelum akhirnya dipersatukan dilokasi dimana struktur tersebut harus dibangun. Dengan demikian maka struktur pracetak konsep disainnya akan sangat tergantung pada metode pelaksanaan dimana tahapan pembebanan serta model sambungan menjadi hal penting dari sistem ini.

(Abduh,2007).

Penerapan sistem pracetak akan lebih optimal apabila gedung yang akan dibangun memiliki bentuk dan ukuran yang tipikal/sama, dengan penggunaan elemen pracetak dalam jumlah besar. Dengan proses produksi dilakukan ditempat lain

(12)

7 memungkinkan beberapa pekerjaan dapat dilakukan bersamaan, sehingga sangat menghemat penggunaan bahan sisa serta mengurangi waktu dan biaya konstruksi.

Namun di sisi lain perlu juga diperhitungkan tambahan biaya untuk pekerjaan terkait dengan instalasi, pengangkatan dan transportasi dimana untuk kebutuhan tersebut terkadang harus menggunakan dimensi penampang yang lebih besar dibandingkan dengan beton cor di tempat. Keandalan teknologi instalasi dan peralatan menjadi suatu keharusan untuk mendukung proses konstruksi sistem pracetak.

2.3.2. Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional

Untuk mendesain struktur beton pracetak pada prinsipnya sama saja sebagaiman mendesain struktur beton bertulang biasa baik ditinjau terhadap beban, koefisien maupun mutu bahan yang dipergunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut :

1. Perlu perhitungan terhadap kondisi pada saat proses pengangkatan untuk beton pracetak yang belum mencapai umur 24 jam, terutama untuk menghindari terjadinya retak.

2. Desain pracetak juga perlu memperhitungkan metode untuk pengangkatan, penyimpanan sampai proses pengiriman dan pemasangan tanpa mengurangi kekuatan yang harus tersedia dalam penampang. Sebagian besar pabrikasi practak dilakukan di tempat lain.

3. Desain sambungan perlu diperhatikan secara khusus dengan memperhatikan metode pelaksanaan dan yang terpenting harus mampu menjamin keandalan struktur untuk transfer beban dapat bekerja dengan baik.

2.3.3. Sistem Komponen Pracetak

Berikut beberapa elemen struktur pracetak yang umum dipergunakan untuk mendukung pembangunan struktur gedung dan struktur lainnya adalah :

(13)

8 1. Struktur tiang pancang

2. Struktur dinding seperti sheet pile dan diaphragma

3. Hollow core slab, singgle T, double T, channel slabs, half solid slab, dll 4. PCI Girder (balok beton pracetak / pratekan pracetak)

5. Kolom

6. Panek dinding single T atau double T baik struktural maupun non struktural 7. Komponen pracetak lainnya seperti tangga maupun unit pracetak lainnya.

Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut (Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) :

1. Sistem pracetak sebagian

Pada system pracetak sebagian, kekakuan system tidak tergantung pada hubungan komponen pracetak dengan komponen pracetak lainnya, karena hubungan antar komponen tidak dilakukan di titik pertemuan balok kolom.

2. Sistem pracetak penuh

Pada sistem pracetak penuh pemutusan komponen dilakukan pada pertemuan balok kolom. Demikian pula hubungan antara balok, kolom dan plat sedemikian rupa membentuk system struktur yang monolit. Dengan demikian maka keuntungan dan manfaat atas pabrikasi sistem pracetak lebih optimal pada sistem pracetak penuh sepanjang segala aspek yang menyangkut perencanaan terkait dengan kekuatan, kemampuan daya layan dan aspek keekonomian turut diperhitungkan.

2.3.4. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Pracetak

Keuntungan sistem struktur beton pracetak dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa/konvensional adalah :

1. Proses konstruksi menjadi lebih sederhana

(14)

9 2. Penggunaan bahan lebih terkontrol baik mutu maupun jumlahnya

3. Presisi produk lebih baik sehingga menghasilkan struktur yang lebih rapi.

4. Untuk produksi masal, tidak terlalu membutuhkan cetakan yang bervariasi, karena dapat dilakukan berulang-ulang, sehingga proses pengawasan atas bahan, mutu dan pelaksanaan dapat dilakukan lebih ketat sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Sertifikasi produk dapat dilakukan sesuai persyaratan yang harus dipenuhi.

6. Mengurangi biaya atas penggunaan bekisting berbahan dasar kayu, sehingga beton pracetak termasuk beton ramah lingkungan.

7. Berkurangnya jumlah tenaga kerja sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

8. Lokasi produksi tidak membutuhkan lahan yang luas.

9. Kontrol mutu dapat dilakukan di pabrik sebelum dipasang.

10. Bentuk dan model komponen struktur dapat disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan finishing dan arsitektur

11. Secara keseluruhan proses konstruksi menjadi lebih cepat, lebih murah dan lebih mudah terutama pada struktur yang membutuhkan komponen yang tipikal dalam jumlah besar.

Namun demikian, selain memilki keuntungan, struktur elemen pracetak juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :

1. Kurang ekonomis bila jumlah elemen sedikit

2. Ukuran dan bentuknya harus sesuai dengan peralatan yang ada

3. Perlu ketelitian agar keseragaman produk dapat tercapai untuk memudahkan pemasangan / proses konstruksi

4. Panjang dan ukuran komponen pracetak sangat terbatas, perlu menyesuaikan daya dukung alat angkut dan kapasitas alat angkat

5. Hanya dapat dilaksanakan bila peralatan yang dibutuhkan tersedia seperti untuk handling dan erection

6. Masalah sambungan antar komponen pracetak perlu mendapat perhatian lebih, terutama keandalan terhadap beban gempa

7. Perlu lahan khusus untuk proses pabrikasi dan penyimpanan

(15)

10 2.3.5. Kendala dan Permasalahan Seputar Beton Pracetak

Untuk menghasilkan kinerja struktur yang baik, maka perhatian utama dalam merencanakan sistem pracetak adalah masalah sambungan. Sambungan memiliki peran untuk menyalurkan tegangan akibat beban yang bekerja. Selain itu fungsi sambungan adalah menyatukan komponen balok, kolom, plat lantai, dinding serta komponen lainnya menjadi satu dan bersifat monolit. Oleh karena itu beberapa kriteria dalam menentukan jenis dan model sambungan komponen pracetak meliputi : 1. Kekuatan (strength).

Sambungan hendaknya memiliki kemampuan untuk menyalurkan dan mendistribusikan gaya-gaya akibat beban layan termasuk beban akibat rangkak, susut dan perubahan temperature kepada komponen struktur lainnya.

2. Daktalitas (ductility)

Daktilitas adalah kemampuan sambungan berubah bentuk tanpa menimbulkan kehancuran yang menyebabkan gagalnya sistem struktur. Kondisi ini tercapai bila sambungan direncanakan sedemikian rupa agar tulangan dapat mengalami pelelehan terlebih dahulu sebelum beton mengalami kehancuran.

3. Perubahan volume (volume change accommodation)

Sambungan dapat mengantisipasi tegangan tambahan akibat pengaruh rangkak, susut dan perubahan temperature.

4. Ketahanan (durability)

Perlu antisipasi dengan memberi bahan tambahan untuk mencegah korosi atau faktor-faktor lain yang dapat memperlemah akibat perubahan cuaca.

5. Tahan kebakaran (fire resistance)

Disain sambungan perlu memperhitungkan bahaya kebakaran dimana peningkatan temperature akibat kebakaran dapat mengurangi kekuatan tulangan dan beton. Sangat berbahaya apabila kegagalan struktur terjadi akibat kegagalan sambungan.

(16)

11 6. Kemudahan pelaksanaan meliputi hal-hal :

a. Perhatikan penempatan tulangan di daerah sambungan agar tidak menyulitkan pekerjaan.

b. Standarisasi produk dan kemudahan ketersediaan material di lapangan c. Perlu pembatasan panjang terkait kemudahan transportasi dan pemasangan d. Sistem pengangkatan baik di pabrik maupun di lapangan

e. Sistem sambungan tidak mudah rusak selama proses konstruksi f. Perlu antisipasi bila harus melakukan perubahan di lapangan

Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :

1. Sambungan kering (dry connection)

Model sambungan kering banyak menggunakan baut, plat baja dan las sebagai alat sambung. Sifat yang khas untuk model sambungan ini adalah perilaku struktur dapat bersifat tidak monolit setelah komponen komponen tersebut dihubungkan, karena sangat tergantung pada kemampuan model dan kinera alat sambung untuk menjamin hubungan antar komponen.

Gambar 2.1. Contoh Sambungan kering

(17)

12

Gambar 2.2. Sambungan balok precast dengan kolom cast-in-situ tanpa pengaku/steffener

Gambar 2.2. Sambungan balok precast dengan kolom cast-in-situ Dengan pengaku/stiffener

Gambar 2.3. Rotasi akibat momen lentur pada plat dan perpanjangan bout

(18)

13 2. Sambungan basah (wet connection)

Ciri khas sambungan basah adalah tersedianya ruang diantara komponen pracetak dimana pada bagian penampang tersebut akan di cor setempat. Untuk menjamin tulangan dapat tersambung dengan baik, maka sambungan antar tulangan dapat dilakukan dengan mechanical joint, mechanical couple, splice sleeve dan panjang penyaluran. Selanjutnya setelah semua terkoneksi dengan baik baru dilakukan pengecoran beton, sehingga model sambungan ini dapat menjamin perilaku antar komponen pracetak menjadi komposit. Penggunaan model sambungan ini dapat meminimalisir penambahan tegangan akibat susut, rangkak maupun perubahan temperatur. Sambungan basah juga lebih tahan terhadap gempa karena hubungan antar komponen pracetak bersifat monolit.

2.3.6. Jenis-Jenis Sistem Pracetak

Beberapa jenis Pracetak yang sering dipakai Indonesia, antara lain : 1. Sistem Struktur Pracetak C-Plus

Model pracetak ini banyak diterapkan untuk struktur dengan sistem struktur open frame. Sistem sambungan mekanis besi berulir sebagai alat sambung untuk komponen balok kolom maupun plat. Perkuatan atas sambungan dilakukan dengan menambah sengkang vertikal dan horisontal sebelum pengecoran dengan campuran khusus sehingga berperilaku sebagai wet joint.

Gambar 2.2. Sistem Struktur Pracetak C-Plus

(19)

14 2. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka

Sistem Pracetak Bresphaka adalah sistem struktur untuk struktur gedung pracetak open frame yang dapat diaplikasikan untuk elemen-elemen struktur balok, kolom, plat, lantai, dinding maupun tangga dan elemen struktur lainnya.

Sistem struktur dirancang agar perilaku struktur dapat mendekati perilaku struktur beton konvensional, sehingga bahan maupun metode penulangan penampang menyerupai struktur beton bertulang konvensional. Mutu beton yang biasa digunakan adalah beton normal atau beton ringan atau kombinasi keduanya. Sistem struktur pracetak bresphaka dapat juga menggunakan beton mutu tinggi, sehingga dimensi penampang pracetak dapat dibuat lebih kecil.

Selain akan mengurangi volume beton juga akan mengurang berat / massa total bangunan sehingga ukuran pondasi menjadi lebih kecil. Kelebihan lainnya adalah akurasi model yang lebih presisi sehingga hasil kerja menjadi lebih rapi.

Efektifitas waktu dan sistem kerja yang mudah dapat menekan biaya konstruksi.

a. Model Struktur

Model Struktur bersifat sebagai rangka terbuka dimana bentuk penampang untuk elemen struktur sesuai dengan yang dimodelkan dalam perhitungan.

Sambungan di titik pertemuan direncanakan memiliki sifat daktail penuh sehingga pada saat pemodelan selalu memperhatikan kondisi tegangan akibat perubahan pembebanan dengan selalu memperhatikan kondisi tumpuan baik pada saat pelaksanaan maupun setelah menjadi satu kesatuan sistem.

b. Perencanaan Sambungan

Tulangan sengkang selain berfungsi sebagai tulangan geser sekaligus sebagai shear connector pada balok sehingga balok dengan plat menyatu. Shear key pada plat disediakan khusus agar plat membentuk sistem diafragma kaku.

Untuk menjamin terbentuknya sendi plastis tidak terjadi pada perbatasan balok dan joint, maka angkur atau perpanjangan tulangan balok pracetak harus masuk ke joint. Demikian pula perpanjangan tulangan kolom pracetak

(20)

15 harus terangker ke joint. Kondisi ini akan menjamin transfer gaya antar kolom maupun mekanisme pertemuan balok kolom dapat berjalan sempurna.

Gambar 2.3. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka (Pertemuan Balok–Kolom)

(21)

16 3. Sistem Strukur Pracetak KML (Kolom Multi Lantai)

Sistem Kolom Multi Lantai (KML) adalah suatu sistem pracetak dimana kolom pracetak dapat langsung dicetak serta diereksi langsung untuk 2-5 lantai, sehingga dapat mempercepat pelaksanaan terutama ereksi komponen kolom, sekaligus menjamin kualitas kelurusan kolom, hubungan balok kolom cukup monolit karena dicor pada saat topping. Tulangan atas maupun bawah balok dapat dipasang menerus sehingga integritas sambungan menjadi lebih baik.

Gambar 2.5. Sistem Struktur Pracetak KML

4. Sistem Struktur Pracetak JEDDS ( Jont Elemen Dengan Dua Simpul )

Sistem JEDDS adalah system pracetak dengan konsep dua simpul dimana simpul pertama yaitu untuk transfer gaya antar balok melalui tulangan yang diikatkan pada kuping strand dengan bantuan pelat baja dan baut. Untuk simpul kedua berupa lilitan strand untuk menahan gaya gempa. Kekuatan tambahan joint disumbangkan oleh tulangan tambahan dan sengkang arah vertikal dan horizontal.

(22)

17 Gambar 2.6. Sistem Struktur Pracetak JEEDS(Pertemuan Balok–Kolom)

Gambar 2.7. Detail Kolom dan Pertemuan Balok-Kolom di Tepi pada Struktur Pracetak JEEDS

(23)

18 5. Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS (Beam Column System)

Sistem pracetak ini mengandalkan kecepatan pada saat pemasangan antar kolom.

Sambungan antar kolom menggunakan strand. Keunggulan sistem ini adalah sangat mudah dipasang dan cukup praktis.

Gambar 2.8. Sistem Struktur Pracetak Adhi

Gambar 2.9. Sistem Struktur Pracetak Adhi CBS

(24)

19 2.4. PERENCANAAN BETON PRACETAK (berdasarkan SNI Beton 2002 pasal 18) 2.4.1. Tinjauan Umum

Struktur dan komponen pracetak harus direncanakan memenuhi ketentuan kekuatan, lendutan, keteguhan join dan kemudahan dalam proses pabrifikasi dan ereksi, sebagai berikut :

1. Pada tahap perencanaan, harus memperhitungkan pembebanan pada saat pabrikasi seperti pelepasan cetakan, penyimpanan, pengangkutan dan tahap konstruksi.

2. Pada sistem pracetak yang tidak monolit, penampilan sambungan hendaknya dapat terlihat baik.

3. Lendutan awal dan jangka panjang harus dihitung termasuk pengaruhna terhadap komponen struktur lainnya

4. Perencanaan sambungan harus mencakup semua gaya yang bekerja termasuk perubahan temperatur, rangkak, susut, angin dan gempa.

5. Detail sambungan hendaknya direncanakan agar tersedia toleransi untuk antisipasi terhadap tegangan-teganagan selama proses pabrikasi dan ereksi.

2.4.2. Distribusi Gaya-Gaya pada Komponen-Komponen Struktur Pracetak

Distribusi gaya-gaya pada arah tegak lurus bidang komponen struktur harus ditetapkan dengan analisis atau pengujian dengan ketentuan berikut berlaku:

1. Lintasan gaya bidang harus menerus melalui sambungan-sambungan dan komponen-komponen struktur.

2. Lintasan menerus dari baja atau tulangan baja harus disediakan di daerah dimana terjadi gaya tarik.

(25)

20 2.4.3. Perencanaan Sambungan Dan Tumpuan

2.4.3.1. Perencanaan Sambungan

Perencanaan dan pelaksanaan sambungan pada struktur pracetak adalah suatu hal yang sangat penting terutama untuk mentransmisikan gaya-gaya sekaligus mempertahankan stabilitas struktur secara keseluruhan. Sambungan selain mampu menahan beban layan maupun beban batas juga harus mampu menahan beban yang sifatnya tidak terduga yang disebabkan oleh kebakaran, impak, ledakan, dsb.

Kegagalan salah satu joint dapat menimbulkan ketidakstabilan yang menyebabkan awal kegagalan struktur secara keseluruhan. Stabilitas sambungan juga tergantung dengan seberapa banyak elemen pracetak yang harus dihubungkan. Adalah penting untuk mengusahakan agar sambungan dirancang agar perilaku struktur setidak- tidaknya mendekati perilaku struktur monolit.

Sambungan komponen pracetak meliputi sambungan antara pelat pracetak dengan balok pracetak, sambungan balok pracetak dengan kolom pracetak, dan kolom pracetak dengan kolom pracetak. Gaya-gaya boleh disalurkan antara komponen- komponen struktur dengan menggunakan sambungan grouting, kunci geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau kombinasi dari cara-cara tersebut.

2.4.3.1.2. Sambungan Pelat Pracetak dengan Balok Pracetak

Kekakuan sambungan plat pracetak dengan balok pracetak dapat ditingkatkan memberikan material cor ditempat (topping) dimana permukaan balok dan plat dkasarkan terlebih dahulu dengan kedalaman 5 mm. Selain itu perlu ditambahkan tulangan yang bersifat sebagai pengikat antara plat dengan panjang penjangkaran tertentu. Grouting pada landasan plat atau bidang tumpuan plat dengan dengan balok pracetak. Dengan metode seperti di atas diharapkan sambungan dapat menjadi lebih kaku, menjadi monolit dan mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja. Grouting pada tumpuan atau bidang kontak antara plat pracetak dengan balok pracetak.

(26)

21 Gambar 2.10. Sambungan Plat Pracetak dengan Balok Pracetak

2.4.3.1.3. Sambungan Antar Balok Pracetak

Hubungan antara balok dan kolom semaksimal mungkin menjadi kaku dan monolit.

Kekuatan sambungan sangat tergantung pada posisi tulangan tarik utama. Dengan bentuk balok pracetak sangat dimungkinkan tulangan tarik dipasang secara menerus yang menghubungkan balok dengan balok pracetak. Tulangan sengkang, selain berfungsi sebagai tulangan geser sekaligus sebagai dowel untuk menahan beban arah lateral. Untuk menjadikan komponen pracetak menjadi struktur yang monolit dilakukan dengan beton cor di tempat (topping).

Gambar 2.11. Sambungan Antar Balok Pracetak

(27)

22 2.4.3.1.4. Sambungan Antar Kolom Pracetak

Strand merupakan tulangan utama pada sambungan dipasang pada permukaan atas kolom yang berfungsi untuk menyalurkan gaya dari kolom ke kolom. Lekatan strand dengan beton dilakukan dengan cara grouting.

Gambar 2.12. Sambungan Antar Kolom Pracetak

2.4.3.2. Perencanaan Tumpuan

2.4.3.2.1. Tumpuan Pelat Pracetak dengan Balok Pracetak

Plat pracetak diletakan pada tepi balok dengan panjang landasan sekurang kurangnya 1/180 bentang bersih plat pracetak dan tidak kurang dari 50 mm. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya retak geser pada ujung plat pracetak.

Gambar 2.13. Peletakan Pelat Pracetak Pada Tumpuan

(28)

23 2.4.3.2.2. Tumpuan Balok Pracetak dengan Kolom

Balok pracetak diletakan pada tepi kolom dengan panjang landasan sekurang- kurangnya 1/180 bentang bersih balok pracetak dan tidak kurang dari 75 mm.

(Wahyudi,dkk.2010)

Gambar 2.14. Peletakan Balok Pracetak yang menumpu pada Kolom Pracetak

(29)

24 BAB III

METODOLOGI

3.1. Identifikasi Masalah

Koneksi anggota konstituen dari konstruksi pracetak memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku struktur lengkap karena jumlah transfer momen dikendalikan oleh karakteristik sambungan. Dalam analisis dan desain kerangka bangunan pracetak, merupakan kebiasaan untuk merepresentasikan perilaku sambungan dengan model yang ideal, baik sebagai sambungan kaku atau sambungan tersemat. Sejumlah investigasi eksperimental telah menetapkan bahwa kedua asumsi ekstrem ini, pada dasarnya, tidak dapat dicapai dalam praktiknya. Pada kenyataannya sebagian besar koneksi adalah semi-kaku dan memiliki sejumlah kekakuan rotasi.

Meskipun konstruksi semi-kaku pracetak diakui oleh kode dan ekonomis, itu belum menjadi jenis konstruksi yang layak karena kurangnya kepercayaan tentang perilakunya. Tidak ada prosedur desain khusus untuk konstruksi pracetak yang direkomendasikan. Untuk mengatasi kesulitan ini, upaya yang dapat dilakukan dengan mengembangkan model matematika yang realistis, yang menjelaskan efek fleksibilitas koneksi dalam kerangka bangunan prefabrikasi.

Banyak jenis koneksi balok-kolom telah dikembangkan untuk bergabung dengan elemen balok pracetak ke elemen kolom. Penelitian ini dimaksudkan dengan perhatian terutama pada hubungan balok-kolom dari struktur bangunan pracetak, di mana balok adalah pracetak, sedangkan kolom adalah kolom cast-in-situ. Balok secara khusus dihubungkan dengan pelat di ujung balok yang juga dilas ke tulangan longitudinal untuk memberi penguatan pada balok. Pelat baja dalam kolom dilas ke batang dowel yang ditempatkan secara melintang dalam kolom. Setelah menyelesaikan pengecoran kolom di lantai dasar, balok yang diproduksi di pabrik,

(30)

25 kemudian dihubungkan dengan kolom dengan cara koneksi. Baut pelat baja di bagian atas dan bawah balok ke pelat kolom merakit koneksi ini. Washer harus dimasukkan dalam sambungan untuk menghindari kontak dengan titik dan retak beton. Harus dipastikan bahwa perincian koneksi menyediakan transfer penuh gaya di antara muka balok-kolom.

Gambar 3.1 Detail koneksi balok-kolom tanpa dilengkapi dengan plat pengaku

Gambar 3.2 Detail koneksi balok-kolom dilengkapi dengan plat pengaku Dowel Bar

Weld Washer Stiffner Plate

Balok pracetak

Kolom

Dowel Bar Weld Washer Bolt Plate

Balok pracetak

Kolom

(31)

26 3.2 Hubungan Momen Rotasi

Perilaku koneksi lentur diwakili oleh hubungan rotasi momen, yang menghubungkan momen yang ditransmisikan oleh koneksi ke rotasi relatif komponen penghubung. Kurva momen-rotasi untuk semua jenis koneksi adalah tipe non-linear.

Namun dalam tinjauan ini, diasumsikan bahwa kurva rotasi momen adalah tipe linier.

Ada dua cara agar hubungan momen-rotasi dalam koneksi dapat dimasukkan ke dalam program analisis struktural.

a) Informasi rotasi-momen dari setiap koneksi dari setiap tipe dapat disimpan.

b) Karena karakteristik rotasi momen untuk semua koneksi dari jenis tertentu sangat mirip, hubungan rotasi-momen standar dapat diturunkan sebagai fungsi untuk parameter ukuran untuk tipe koneksi tersebut. Mengganti parameter ukurannya ke dalam hubungan kemudian dapat menghasilkan karakteristik momen-rotasi untuk jenis koneksi tertentu.

Prosedur selanjutnya digunakan dalam analisis ini melibatkan representasi relasi momen-rotasi untuk semua koneksi dari tipe yang diberikan, dengan asumsi bahwa terdapat dua komponen deformasi rotasi yaitu : deformasi rotasi koneksi karena kelengkungan plat dan deformasi rotasi koneksi karena perpanjangan baut.

Gambar 3.3. Deformasi karena pelengkungan plat

h d

bolt washer

plate

(32)

27 Gambar 3.4 Perpanjangan baut

Gambar 3.5 Deformasi rotasi karena momen lentur

Tipe 1 : deformasi rotasi koneksi karena perpanjangan baut.

Dari Gambar 3.4 akibat perpanjangan baut, maka :

d

M/d

M/d M/h

M/h

h

(33)

28 Dimana :

T = tebal plat fb = tegangan pada baut

Tw = tebal washer h = Lengan momen

Nb = Jumlah total baut db = Diameter baut

Δ = Perpanjangan baut Ab = Luas penampang baut Es = Modulus elastisitas baja M = Momen yang bekerja θ1 = Perputaran sudut akibat perpajangan baut

Tipe 2 : deformasi rotasi koneksi karena kelengkungan plat

Gambar 3.5 menunjukkan kelengkungan plat pada struktur rangka balok pracetak dan kolom cor-in-situ prefabrikasi. Idealnya, momen yang menyebabkan tegangan tarik terjadi pada bagian atas sedangkan tegangan tekan terjadi pada bagian bawah sumbu netral. Baut menahan tegangan tarik yang terjadi pada tulangan atas sedangan tegangan tekan pada tulangan bawah balok ditahan bersama-sama oleh baut dan beton kolom. Untuk mempermudah analisis, kontribusi beton diabaikan.

Untuk menentukan deformasi rotasi pelat tanpa pengaku akibat tekukan, pendekatan analisis didasarkan pada metode area-moment (Gambar 3.5) sebagai berikut :

[

]

[

]

Jadi rotasi total dapat dihitung berdasarkan :

[

]

Dimana :

Iplate = b t3/ 12 = Momen inersia plat b = Lebar plat

θ2 = Rotasi akibat kelengkungan plat θ = Total rotasi d = Kedalaman efektif balok

(34)

29 Persamaan ini menyatakan hubungan M-θ pada sambungan kolom balok precast.

Kemiringan kurva M-θ menggambarkan kekakuan sambungan.

Untuk pelat dengan pengaku, maka Iplat pada persamaan di atas diganti dengan Isp

(momen inersia pelat dengan pengaku) sebagai berikut :

[

( ̅) ]

( ̅) Dimana :

̅ ( )

Isp = Moment inersia plat pengaku b = lebar kolom ( lebar plat) σijin = tegangan ijin pada plat ts = tebal pengaku

hs = tinggi pengaku

Nbr = jumlah baut dalam satu baris

Untuk mengetahui tebal plat dalam kaitannya kemampuan menahan momen yang bekerja dilakukan langkah berikut :

Untuk :

Berlaku juga untuk :

(35)

30 3.3. Persyaratan Analisis

Analisa dibatasi sesuai dengan kondisi sebagai berikut :

• Analisis dilanjutkan sampai goyangan rangka mendekati sekitar H / 400, batas defleksi yang diijinkan dari bangunan bertingkat.

• Momen positif tidak melebihi nilai yang diijinkan sesuai dengan tekanan yang diijinkan.

3.4. Prosedur Analisis

Analisis dilakukan secara terpisah dan bertahap sebagai berikut:

• Tahap awal, jumlah baut dan ketebalan plat ditentukan sesuai kebutuhan untuk menahan momen ujung kaku (fixed moment).

• Berdasarkan parameter ini analisa dikembangkan untuk model sambungan yang lain.

• Pada saat yang sama, momen positif dan simpangan arah lateral yang bersesuaian dengan yang disyaratkan diperiksa.

• Ketika baut dan pelat tidak memenuhi persyaratan, pengaku digunakan.

• Jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi, langkah-langkah di atas diulang menggunakan kekakuan koneksi yang baru.

• Kriteria konvergensi diperiksa.

3.5. Analisa Parameter

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis model struktur 2D rangka terbuka 10 lantai 2 bentang dengan panjang bentang 20 ft m serta jarak antar lantai 10 ft. Beban dan mutu bahan ditetapkan sebagai variabel tetap sebagaimana digunakan oleh Tazee,dkk. 2006. Dengan demikian maka momen yang diperoleh dari analisis struktur semata-mata untuk melihat perbedaan perilaku simpangan dan momen pada sambungan untuk beberapa model yang dipelajari. Beberapa perilaku struktur juga terkait dengan efek koneksi semi-kaku pada bangunan bertingkat rangka terbuka.

Pertama, parameter yang mempengaruhi koneksi diidentifikasi selanjutnya pengaruh terhadap perilaku frame diamati. Beberapa macam koneksi, fleksibel hingga cukup kaku dan sangat kaku (sepenuhnya terkendali) dibuat dari studi parametrik ini.

(36)

31 Beberapa investigasi dilakukan untuk mengamati perilaku frame di bawah beban layan. Investigasi pertama akan mengungkapkan efek koneksi semi-kaku pada perilaku frame. Selanjutnya distribusi gaya dan pergeseran arah lateral dipelajari dan disajikan.

(37)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Ketebalan Joint Plate terhadap Simpangan Lantai pada Sambungan Tanpa Pengaku

Hasil analisis simpangan tiap-tiap lantai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada kasus ini kekuatan joint sangat tergantung pada kekakuan plat baja yang dipasang pada ujung balok precast. Dari Gambar 4.1 juga dapat dilihat besarnya simpangan lantai untuk masing-masing joint plate dengan ketebalan 1”, 1.5” dan 2.5” tanpa pengaku. Bila dibandingkan dengan struktur monolit (fixed joint) dapat disimpulkan bahwa bertambahnya tebal pelat menyebabkan simpangan struktur semakin berkurang, namun masih lebih besar dengan fixed joint, sehingga upaya mengurangi simpangan dengan terus menambah tebal plat menjadi kurang tepat mengingat ketersediaan tebal plat yang memenuhi tujuan praktis sangat terbatas.

Gambar 4.1. Grafik hubungan storey dengan sways pada sambungan tanpa pengaku

Sway (mm)

10 8 6 4 2 0 Storey

1000

500

0

Fixed 1”

1.5”

2.5”

Storey vs Sway Dengan Variasi Ketebalan Plat

Bout No. 10 Tanpa Pengaku

(38)

33 4.2. Pengaruh Jumlah Pengaku terhadap Simpangan Lantai

Untuk meningkatkan kinerja sambungan, dicoba ditambahkan pengaku (stiffner) yang fungsinya meningkatan kekakuan plat ujung. Analisis dilakukan pada balok pracetak dengan ketebalan plat 1.5”.

Gambar 4.2 Grafik simpangan untuk variasi pada jumlah pengaku

Gambar 4.2 menggambarkan simpangan tiap lantai masing-masing dengan jumlah 3,5 dan 7 pengaku. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa bertambahnya jumlah pengaku menyebabkan simpangan setiap lantai berkurang secara drastis.

Sekali lagi tidak dibenarkan untuk menggunakan jumlah pengaku yang lebih tinggi.

10 8 6 4 2 0 Storey

20

10

0

Sway (mm)

Fixed 3 Pengaku 5 Pengaku 7 Pengaku Storey VS Sway

Dengan Variasi pada Jumlah Pengaku Bout No.10 dan Ketebalan Plat 1.5”

Dowel Bar Weld Washer Stiffner Plate

Balok pracetak

Kolom

(39)

34 Gambar 4.3 Grafik simpangan untuk variasi pada tinggi pengaku

Dari Gambar 4.3 ditemukan bahwa ketinggian pengaku memiliki dampak yang nyata pada goyangan. Tinggi pengaku menjadi parameter utama dalam mengendalikan goyangan. Hal ini tampak nyata bahwa pengaku dengan hs terbesar hampir mendekati fixed joint. Hal ini memberi pengertian bahwa untuk model sambungan seperti ini, ketinggian pengaku yang cukup dapat mengontrol perilaku simpangan struktur sistem rangka terbuka.

Dari Gambar 4.4, dapat diprediksi bahwa apabila ketebalan pelat ujung ditambah maka kemampuan sambungan menahan momen juga meningkat. Namun untuk kepentingan praktis, tidak mungkin menggunakan pelat yang lebih tebal yang membuat sambungannya mirip dengan pelat. Dengan demkian maka pengamatan sebaiknya pada propertis pengaku. Dengan peningkatan pengaku (jumlah dan tinggi) momen sendi meningkat secara signifikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.

10 8 6 4 2 0 Storey

10 8

0

Sway (mm)

2 4 6

2”

3”

1”

Fixed Storey VS Sway

Dengan Variasi pada Tinggi Pengaku Bout No.10 ; Ketebalan Plat 1.5” ; 5 bh Pengaku

(40)

35 Gambar 4.4 Grafik storey vs joint moment untuk variasi tebal plat

Tanpa pengaku

Gambar 4.5 Grafik storey vs joint moment untuk variasi pada tinggi pengaku

10 8 6 4 2 0 Storey vs Joint Moment Dengan Variasi pada Tinggi Pengaku ; Bout No.10 ; Ketebalan Plat

1.5” ; 5 bh Pengaku Storey

fixed 1” 2” 3”

15.000 10.000 5.000 0

Joint Moment (kip.in)

fixed 1” 1.5” 2” 2.5

10 8 6 4 2 0 Storey vs Joint Moment dg

Joint Plate Tanpa Pengaku Storey

12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000

Joint Moment (kip.in)

(41)

36 Bertambahnya jumlah pengaku akan diikuti oleh penambahan jumlah baut. Kondisi ini secara tidak langsung meningkatkan daya dukung sambungan, namun lebih apalagi diikut oleh peningkatan tebal dan tinggi pengaku. Gambar 4.5 menggambarkan adanya peningkatan nyata momen sambungan bahkan hampir mendekati momen sambungan kaku.

Dari uraian di atas tergambar bahwa kharakteristik model sambungan kering banyak menggunakan baut, plat baja dan las sebagai alat sambung. Sifat yang khas untuk model sambungan ini adalah perilaku struktur dapat bersifat tidak monolit setelah komponen komponen tersebut dihubungkan, karena sangat tergantung pada kemampuan model dan kinera alat sambung untuk menjamin hubungan antar komponen.

Oleh karena itu pemeriksaan atas perilaku beberapa parameter sambungan yang akan dipergunakan sebagai landasan untuk merekomendasikan penggunaan jenis sambungan antara balok pracetak dan kolom cor-in-situ berdasarkan kondisi yang mendekati goyangan yang diinginkan dan momen sambungan yang dekat dengan sambungan kaku.

(42)

37 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Tebal plat memberi pengaruh signifikan kepada kapasitas momen sambungan sekaligus mengontrol goyangan pada frame.

2. Penggabungan pengaku dalam suatu koneksi memiliki dampak yang signifikan pada daya dukung momen dan kontrol goyangan. Dengan meningkatkan jumlah dan ukuran pengaku, momen dan goyangan dapat dikontrol dalam batas yang dapat diterima.

3. Investigasi atas perilaku parameter sambungan sebagai landasan untuk merekomendasi penggunaan jenis sambungan antara balok pracetak dan kolom cor-in-situ berdasarkan kondisi yang mendekati goyangan yang diinginkan dan momen sambungan yang dekat dengan sambungan kaku.

5.2 Saran

1. Perlu kajian lebih lanjut hubungan peningkatan jumlah baut pada model sambungan sejenis dengan parameter di atas terhadap perilaku frame.

2. Perlu adanya standar untuk kepentingan perencanaan beton pracetak agar lebih mudah digunakan.

(43)

38 DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007.

Gibb,A.G.F. 1999.Off-Site fabrication. John Wiley and Son. New York. USA dalam Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007

Nurjaman, H. N. (2009). Aplikasi Perencanaan Model Pracetak Panel yang Berfungsi Sebagai Dinding Geser. Diskusi Teknis Metoda Pengukuran Produktivitas Kajian Konstruksi n-Panel System, Bandung, Indonesia. Nurjannah, S.A.

(2009). Dokumentasi pribadi.

Nurjannah, S.A. (2011). Perkembangan Sistem Struktur Beton Pracetak Sebagai Alternatif Pada Teknologi Konstruksi Indonesia Yang Mendukung Efisiensi Energi Serta Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional AvoER ke-3, Palembang 6-27 Oktober 2011

Sijabat, HR , dan Nurjaman, HN. 2007. Sistem Bangunan Pracetak untuk Rumah Susun dan Rumah Sehat Sedehana. Pelatihan dan Sertifikasi Pengawas Pekerjaan Bangunan Rumah Susun yang Menggunakan Komponen dan Sistem Pracetak, Pusat Pengembangan Perumahan Kementerian Negara Perumahan Rakyat. dalam Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan Pameran HAKI 2007.

Tazeen Fatema dan Md Toihidul Islam. 2006. Study on Connection Between Precast Concrete Beam and Cast in Situ Column in Prefabricated Building Frames.

ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences

Wahyudi, dkk. 2010. Perencanaan Struktur Gedung BPS Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Struktur Beton Pracetak (Design Of Srtucture of BPS Building in Central Java Province Using Precast Concrete). Tesis tidak dipublikasikan, Semarang : Universitas Diponogoro.

Yuwasdiki, Sutadji (2006). Modul Sistem Pracetak C-Plus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung, Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1. Contoh Sambungan kering
Gambar 2.3. Rotasi akibat momen lentur pada plat dan perpanjangan bout
Gambar 2.2. Sambungan balok precast dengan kolom cast-in-situ  tanpa pengaku/steffener
Gambar 2.2. Sambungan balok precast dengan kolom cast-in-situ  Dengan pengaku/stiffener
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komponen yang menggunakan elemen beton pracetak pada gedung apartemen ini adalah pelat lantai, tangga, balok, dan kolom.. Tidak memperhitungkan unsur arsitektur

Bangunan gedung bertingkat merupakan struktur portal yang merupakan gabungan dari elemen-elemen balok dan kolom. Dalam perencanaan struktur, tinjauan dasar yang digunakan

Dari penjabaran kedua sistem struktur tersebut, rigid frame and core adalah sistem struktur yang terdiri atas penggabungan secara horizontal sistem

PERILAKU HUBUNGAN BALOK KOLOM BETON PRACETAK UNTUK BANGUNAN RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA DAN CEPAT BANGUN DENGAN STRUKTUR OPEN FRAME1.

Dalam perancangan struktur gedung apartemen dengan Sistem Rangka Gedung ( Building Frame System ) menggunakan metode pracetak ( precast ) terdapat permasalahan yang

Penggunaan balok pratekan pracetak pada gedung menjadi efektif dan efisien karena dengan sistem pracetak balok akan menumpu sederhana pada konsol pendek, sehingga

Bahan Kajian Keilmuan : - Direct Analysis Method Metode Analisis Langsung - Desain Elemen Struktur Balok, Kolom, Join, Sambungan - Desain Bangunan Gedung Frame atau Portal 2 lantai

Wahyu Nur Hidayat 5210811013 HASIL PENGAMATAN Pada proyek Revitalisasi Gedung CFSMI Kulit Manding, Balok berfungsi sebagai elemen utama struktur atas untuk menahan beban pelat lantai