• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Penyakit Paru Obstruksi Kronis (Ppok) - Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Penyakit Paru Obstruksi Kronis (Ppok) - Unud"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Oleh:

Komilannaath Paramasivam (1102005208)

Pembimbing

Dr. Ketut Suardamana Sp. PD-KAI

KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RSUP SANGLAH

2017

(2)

ii PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala anugerah-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan PBL yang berjudul ”Penyakit Paru Obstuksi Kronis". Tinjauan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan Program Kepaniteran Klinik Madya dibagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unversitas Udayana.

Dalam penyusunan tinjauan kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Ketut Suardamana Sp. PD-KAI selaku dosen pembimbing dalam penyusunan tinjauan kasus ini.

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Oktober 2017

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

Kata pengantar... ii

Daftar isi ... ...iii

BAB I Pendahuluan ... 1

BAB II Tinjauan Pustaka ... 2

BAB III Laporan Kasus ... ... 21

BAB IV Laporan Kunjungan Rumah... 30

Daftar Pustaka... 31

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas. Gangguan obstruksi yang terjadi memberikan dampak buruk terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenasi dengan segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi akut penyakitnya. 1,2

PPOK semakin menarik untuk dibicarakan karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga DepKes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkhitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia. Di Amerika, sebagai penyebab kematian PPOK menempati peringkat keempat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko lainnya. Faktor yang berperanan dalam peningkatan penyakit tersebut antara lain:

 kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%),

 pertambahan penduduk,

 meningkatnya usia rata-rata penduduk,

 industrialisasi,

 polusi udara.

Edukasi terhadap penderita dan keluarga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan PPOK. Dalam hal ini edukasi diharapkan dapat mencegah perburukan penyakit seperti misalnya penambahan dosis bronkodilator, cara penggunaan oksigen, dan penambahan mukolitik saat terjadi eksaserbasi akut.

Selain itu, hendaknya penderita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi akut.

(5)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Hambatan aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap partikel atau gas yang bersifat iritatif, terutama disebabkan oleh rokok. Walaupun PPOK berefek pada paru-paru, penyakit ini juga menimbulkan efek sistemik. Hambatan aliran udara biasanya disebabkan oleh penyakit paru dan emfisema. Gangguan pada jalan nafas utamanya akibat dari berkurangnya diameter lumen akibat dari penebalan dinding, peningkatan produksi mukus intralumen, dan perubahan pada cairan yang melapisi jalan nafas kecil.2,3,4

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema merupakan kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3

2.2 Faktor risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Rokok sejauh ini masih menjadi faktor resiko penting untuk terjadinya PPOK.3

(6)

3 Gambar 2.1 Peranan rokok sebagai faktor risiko PPOK5

Faktor risiko penting lainnya adalah paparan di tempat kerja, status sosoial ekonomi, dan predisposisi genetik. PPOK mempunyai riwayat yang bervariasi dan tidak semua individu mempunyai riwayat yang sama. PPOK sudah timbul beberapa dekade sebelum onset dari gejalanya muncul. Kegagalan pertumbuhan fungsi paru semasa kanak-kanak dan remaja, disebabkan oleh infeksi berulang atau rokok dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pada dewasa muda.

Pertumbuhan abnormal ini disertai dengan fase plateu yang memendek pada perokok, meningkatkan risiko PPOK.3

Tabel 2.1 Faktor risiko PPOK3

(7)

4 2.3 Patofisiologi

Iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi adalah faktor pencetus bronkitis kronik. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada setiap hembusan asap rokok terdapat radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-).

Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.

Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi anti elastase pada saluran nafas. Anti elastase berfungsi menghambat netrofil.oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu, sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat asap rokok dan udara terpolusi mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel mukosa meningkat. Hal ini akan merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan ekspektorasi. Produk mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi terus berlangsung di saluran napas maka akan terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut.selain itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran nafas yang bersifat irreversibel.3

Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang permanen disertai destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan terhadap PPOK adalah emfisema pan-asinar dan emfisema sentri-asinar. Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar relative difus dan dihubungkan dengan proses menua serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya elastic recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran nafas. Pada jenis sentry-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan aderah perifer asinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit saluran nafas perifer.3.4

(8)

5 Gambar 2.2

Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:4

 Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama

 Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

 Emfisema asinar distal (parasetal), lebih banyak mengenai salran nafas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.

Obstruksi saluran nafas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran nafas kecil yaitu: infamasi, fibrosis, metaplasia sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan nafas.3,4

(9)

6 Gambar 2.3 Konsep patogenesis PPOK4

2.4 Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaa fisis tidak ditemukan kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflamasi paru. Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :6

A. Gambaran klinis a. Anamnesis

 Keluhan

 Riwayat penyakit

 Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisis B. Pemeriksaan penunjang

Inhalasi bahan berbahaya

inflamasi

Kerusakan jaringan Mekanisme

perlindungan

Mekanisme perbaikan

Penyempitan

sal.nafas Destruksi

parenkim

Hipersekresi mukus

(10)

7 Gambaran klinis6

a. Anamnesis

 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

 Batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

 Inspeksi

o Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu).

Pursed-lips breathing adalah sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.

Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

o Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)

o Penggunaan otot bantu nafas o Hipertropi otot bantu nafas o Pelebaran sela iga

o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai

o Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breating. Blue bloater adalah gambaran khas pada bronchitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

(11)

8 tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

 Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

 Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

 Auskultasi

o Suara nafas vesikuler normal, atau melemah

o Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa

o Ekspirasi memanjang

o Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang7,8,9 a. Uji Faal Paru

Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.

Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan (FEV1/FVC) untuk menentukan ada tidaknya obstruksi jalan nafas, nilai normal FEV1/FVC adalah > 70%. Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari nilai prediksi mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

(12)

9 menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. FEV1 juga amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi normal.

Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator. Uji bronkodilator juga menggunakan spirometri. Teknik pemeriksaan ini adalah dengan memberikan bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 kurang dari 20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di luar eksaserbasi akut).

b. Foto Torak PA dan Lateral

Foto torak PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler (memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal aataupun dapat terlihat corakan bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen.

c. Analisa Gas Darah(AGD)

Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah amat penting untuk dilakukan. AGD wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40% dari nilai prediksi dan secara klinis tampak tanda- tanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan seperti sianosis sentral, pembengkakan engkel, dan peningkatan jugular venous pressure.

Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien dengan emfisema dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan.

Pada bronkitis kronis analisis gas darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian oksigen 100%, hal ini menunjukkan adanya shunt kanan ke kiri. Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai dengan adanya

(13)

10 hipoventilasi alveolar, serta asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi.

Gambaran seperti ini disebabkan karena pada bronkitis kronis terjadi gangguan rasio ventilasi/perfusi (V/Q ratio) yang nyata.

Sedangkan pada emfisema, rasio V/Q tidak begitu terganggu oleh karena baik ventilasi maupun perfusi, keduanya menurun disebabkan berkurangnya jumlah unit ventilasi dan capillary bed. Oleh karena itu pada emfisema gambaran analisa gas darah arteri akan memperlihatkan normoksia atau hipoksia ringan, normokapnia, dan tidak ada shunt kanan ke kiri

Analisa gas darah berguna untuk menilai cukup tidaknya ventilasi dan oksigenasi, dan untuk memantau keseimbangan asam basa.

d. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat, khususnya pada saat terjadinya eksaserbasi akut. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

e. Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya leukositosis pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik, juga untuk melihat terjadinya peningkatan hematokrit.

f. Pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi pada

jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.

Pemeriksaan lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT- scan resolusi tinggi, ecocardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin

2.5 Diagnosis banding6

 Asma

(14)

11

 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran nafas yang ditemukan pada penderita pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.

 Pneumotoraks

 Gagal jantung kronik

 Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misal: bronkiektasis, destroyed lung.

Perbedaan asma, PPOK, dan SOPT6

Asma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit mendadak ++ - -

Riwayat merokok +/- +++ -

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan mengi berulang +++ + +

Batuk kronik berdahak + ++ +

Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-

Reversibility obstruksi ++ _ -

Variability harian ++ + -

Eosinofil sputum + - ?

Neutrofil sputum - + ?

Makrofag sputum + _ ?

2.6 Klasifikasi PPOK3

Diagnosis dan klasifikasi PPOK memerlukan spirometri, FEV1 (forced expiratory volume in one second) / FVC (forced vital capacity) post-bronkodilator ≤ 0.7 mengkonfirmasi adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat reversible parsial.

Spirometri sebaiknya dilakukan pada semua orang dengan riwayat : paparan dengan rokok; dan/atau polutan lingkungan atau pekerjaan; dan/atau adanya batuk, produksi sputum atau dispnea. Klasifikasi spirometri terbukti berguna dalam memprediksi : status kesehatan, penggunaan sarana kesehatan, perkembangan eksaserbasi, dan mortalitas dalam PPOK.

(15)

12 Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK3

2.7 PENATALAKSANAAN 7,8,9

Penatalaksanaan PPOK disesuaikan dengan kondisi, apakah pasien dalam keadaan stabil atau eksaserbasi akut. Penatalaksanaan terhadap PPOK yang stabil dilakukan dengan jalan meningkatkan terapi tergantung kepada tingkat keparahan penyakit penderita. Dilakukan dengan memberikan edukasi kesehatan, farmakoterapi, serta terapi non-farmakologi.

Edukasi kesehatan memiliki target berupa penghentian kebiasaan merokok, dan bertujuan agar penderita PPOK dapat meningkatkan kemampuan untuk mengatasi keterbatasan aktivitas akibat penyakitnya, dan peningkatan status kesehatan.

Farmakoterapi diberikan untuk mencegah dan mengontrol gejala, menurunkan frekwensi dan tingkat keparahan dari periode eksaserbasi, peningkatan status kesehatan, dan meningkatan toleransi beraktivitas. Terapi diberikan bila diperlukan, dan bukan untuk memperbaiki fungsi dari paru-paru.

Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat penggunaan reguler ataupun saat eksaserbasi akut. Obat-obatan yang digunakan adalah golongan ß2-agonist, antikolinergik, ataupun golongan xanthine. Pemilihan obat dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya obat dan respon pasien. Semua jenis bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas beraktivitas namun tidak dapat meningkatkan fungsi paru. Bronkodilator lebih baik jika digunakan secara reguler.

Dapat pula digunakan secara kombinasi untuk mningkatkan FEV1 seperti contohnya kombinasi ß2-agonist dan antikoninergik. Digunakan juga sesuai

(16)

13 dengan respon pasien, sebagai contoh, nebulizer terus digunakan jika terapi konvensional tidak menghasilkan respon yang baik namun baik dengan nebulizer.

Terapi farmakoterapi yang lain yang dapat digunakan dengan penggunaan glukokortikoid, yaitu pada pasien dengan stage III atau IV dan terjadi eksaserbasi yang berulang. Pilihan pemakaiannya adalah dengan inhalasi yang diharapkan dapat digunakan untuk menurunkan frekwensi eksaserbasi. Lebih baik lagi jika digunakan dengan kombinasi bersama ß2-agonist, dan tidak dianjurkan untuk menggunakan glukokortikoid secara oral yang berkepanjangan karena memiliki efek samping sistemik berupa steroid myopathy.

Terapi non-farmakologi yang dapat digunakan antara lain adalah:

 Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK. Kemungkinan disebabkan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorius yang yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnea yang menyebabkan hipermetabolisme.

Asupan nutrisi yang seimbang adalah yang utama pada pasien PPOK.

 Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi adalah untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita PPOK.

Penderita PPOK yang diamsukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan yang optimal disertai dengan :

- gejala pernapasan berat

- beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualitas hidup yang menurun

Program rehabilitasi terdiri dari tiga komponen yaitu : latihan fisik, psikososial, dan latihan pernapasan. Latihan pernapasan ditujukan untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas penderita. Teknik latihan ini meliputi pernapasan diafragma, dan pursed-lips breathing guna memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan thoraks.

(17)

14

 Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan jaringan. Terapi ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

Indikasi pemberian terapi oksigen adalah : - PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %

- PaO2 diantara 55-59 mmHg atau SaO2 > 89% disertai kor pulmonal, perubahan P pulmonal, Hct > 55 %, dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit paru yang lain.

Terapi oksigen dapat dilakukan di rumah maupun di rumah sakit.

 Ventilatory Support

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.

Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU ataupun di rumah.

Berikutnya adalah penanganan terhadap keadaan eksaserbasi akut.

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Untuk eksaserbasi ringan dapat dilakukan oleh penderita yang telah dilatih dengan cara:

1. Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebulizer, dan dosis serta pemberian ditingkatkan.

2. Steroid sistemik dapat diberikan misalnya prednisolon 400 mg selama 10- 14 hari, antibiotik bila ada tanda infeksi cukup jelas, umumnya 7-14 hari.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan dengan rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di: (1) Poliklinik rawat jalan, (2) Unit Gawat Darurat, (3) ruang rawat, (4) ruang ICU. Perawatan rawat inap di RS pada pasien eksaserbasi akut PPOK dilakukan bila didapatkan tanda eksaserbasi berat berupa sesak yang memberat dan berkepanjangan, adanya peningkatan produksi

(18)

15 sputum, dan perubahan warna sputum menjadi purulen dan perburukan kondisi umum pasien yang membutuhkan perawatan yang lebih intensif di RS.

Prinsip penanganannya adalah atasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal nafas. Bila telah terjadi gagal nafas, segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Diagnosis beratnya eksaserbasi

- derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan paradoksal, - kesadaran,

- tanda vital, - analisa gas darah, - pneumonia.

2. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen merupakan hal yang utama dan pertama, untuk memperbaiki hipoksemia. Sebaiknya dipertahankan PaO2

> 60 mmHg atau SaO2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Oksigen yang diberikan dalam dosis yang rendah, yaitu 2 L/ mnt. Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel. Dengan pemberian oksigen diharapkan dapat mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal dan mengurangi vasokontriksi pada saluran nafas.

3. Pemberian obat-obatan yang optimal a. Bronkodilator

Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan rumah sakit, bronkodilator dapat diberikan secara intravena dan nebulizer, dengan pemberian yang lebih sering, perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. Sebagai contoh :

(19)

16 - Ipratropium bromide bekerja menghambat refleks vagal yang menyebabkan kontraksi otot polos jalan nafas dan mengurangi sekresi mukus tanpa menambah kekentalannya.

- Salbutamol bekerja mengatasi bronkospasme dan edema bronkhial juga merangsang mobilisasi dahak. Pemberian secara kombinasi akan memperkuat efek bronkodilatasi selain itu akan memudahkan bagi penderita karena pemberiannya lebih sederhana, atau dapat diberikan Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap jam dan dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam. Bila tidak ada digunakan Adrenalin 0,3 mg subkutan, dengan hati-hati.

- Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam.

- Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol cairan perinfus. Cairan infus yang dipergunakan adalah dekstrose 5%, NaCl 0,9% atau Ringer laktat.

b. Antibiotika

Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala peningkatan sesak, peningkatan jumlah sputum atau sputum berubah menjadi purulen.

Pemilihan disesuaikan pola kuman setempat. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya dikombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberi tunggal. Antibiotika diberikan karena adanya infeksi pada saluran nafas.

c. Kortikosteroid

Diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu dan pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak efek sampingnya.

d. Antioksidan

(20)

17 Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi akut, terutama pada bronkitis kronis dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronis, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Pemberian mukolitik berguna untuk mengencerkan dahak yang mempermudah pengeluaran dahak sehingga meringankan batuk berdahak. Bila diperlukan dapat ditambahkan dengan ekspektoran untuk membantu mengeluarkan dahak

4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan dan menghindari kelelahan otot bantu nafas. Keadaan malnutrisi pada PPOK dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan energi akibat kerja otot pernafasan yang meningkat, dapat dilihat dari penurunan BB dan antropometri. Asupan energi disesuaikan antara kalori yang masuk dan kalori yang dibutuhkan. Pemberian energi yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.

Asupan energi dilakukan sedikit demi sedikit dan terus menerus.

5. Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada eksaserbasi berat akan mengurangi morbiditas dan mortalitas, serta memperbaiki simptom.

6. Kondisi lain yang berkaitan

- Monitoring balans cairan dan elektrolit.

- Pengeluaran sputum

- Gagal jantung atau aritmia

7. Evaluasi ketat progresivitas penyakit

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera

(21)

18 dapat mencegah gagal nafas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.

Pasien dapat dipulangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

- Agonis beta-2 yang diperlukan tidak lebih dari setiap 4 jam

- Pasien, kalau sebelumya rawat jalan, mampu berjalan menyeberangi kamar

- Pasien mampu makan dan tidur tanpa sering terjaga akibat sesak nafas

- Pasien secara klinis stabil dalam 12-24 jam - Gas darah arteri stabil dalam 12-24 jam

- Pasien sudah mengerti secara benar peggunaan obat untuk rawat jalan

- Sudah dibuatkan rancangan perawatan untuk di rumah

Pasien, keluarga, dan dokter sudah yakin bahwa pasien dapat ditatalaksana dengan

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah dan pelayanan kesehatan primer/Puskesmas :

Nilai ulang dalam beberapa jam

Sembuh atau perbaikan tanda dan gejala

Tidak terjadi penyembuhan atau perbaikan Lanjutkan tatalaksana,

kurangi jika mungkin

Ke dokter

Tatalaksana jangka panjang

- Tambahkan kortikosteroid oral

- Antibiotik bila ada tanda infeksi saluran nafas

- Diuretika bila ada kelebihan cairan Nilai ulang tanda selama 2

hari

Perburukan tanda / gejala Rujuk ke

rumah sakit

Inisiasi atau meningkatkan terapi bronkodilator

(22)

19 2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah : 1. Gagal nafas

 Gagal nafas kronik: hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:

o Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2 o Bronkodilator adekuat

o Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur

o Antioksidan

o Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

 Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:

o Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis o Sputum bertambah dan purulen

o Demam

o Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

3. Kor pulmonal: ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan

2.9 PENCEGAHAN

1. Mencegah terjadinya PPOK o Hindari asap rokok o Hindari polusi udara

o Hindari infeksi saluran nafas berulang 2. Mencegah perburukan PPOK

o Berhenti merokok

(23)

20 o Gunakan obat-obatan adekuat

o Mencegah eksaserbasi berulang

Strategi yang dianjurkan oleh Public Health service report USA adalah:

Ask : lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan

Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien didesak mau berhenti merokok

Assess : yakinkan pasien untuk berhenti merokok

Assist : bantu pasien dalam berhenti merokok

Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang leih intesif, bila usaha pertama masih belum memuaskan.

2.10 PROGNOSIS

Beberapa penelitian menunjukkan predictor mortalitas pasien PPOK adalah usia tua dan penurunan forced expiratory volume per detik (FEV1). Pasien usia muda dengan PPOK memiliki tingkat mortalitas lebih rendah kecuali pada keadaan defisiensi alpha1-antitrypsin, abnormalitas genetic yang menyebabkan panlobular emfisema pada usia dewasa muda. Defisiensi alpha1-antitrypsin harus dicurigai ketika PPOK muncul pada lebih muda dari 45 tahun dan tidak ada riwayat bronchitis kronis atau penggunaan tembakau, atau ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit paru obstruktif pafda usia muda. 5

(24)

21

(25)

22 BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : IWS

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Tabanan, 11 Juli 1954 Umur : 61 tahun

Suku / Bangsa : Bali / Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tidak sekolah Status Pernikahan : Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

Alamat :Gg. Tamang Sari IIC, No. 1, Sesetan Denpasar

Tgl. Rawat inap : 7 Maret 2016

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Sesak Nafas Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUP Sanglah diantar keluarga pada tanggal 7 Maret 2016. Pasien mengeluh sesak nafas memberat sejak 7 hari SMRS (Sebelum masuk rumah sakit). Pasien merasakan nafasnya semakin pendek dan dadanya seperti diikat dengan tali. Sesak nafas dirasakan sepanjang hari dan semakin hari semakin memberat. Sesak nafas dikatakan menjadi berat apabila pasien melakukan aktivitas hairan dan sesak dirasakan berkurang apabila pasien beristirahat. Sesak nafas yang pasien rasakan tidak membaik dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk, demam, penurunan nafsu makan.

(26)

23 Pasien juga mengeluh batuk sejak 7 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak yang berwarna bening dan kental. Dahak dikatakan keluar setiap kali batuk dengan kira-kira 2-3 senduk teh. Tidak ada hal yang memperberat atau memperingan keluhan ini. Pada awalnya pasien mengalami batuk tanpa adanya dahak. Batuk kemudian dirasakan semakin hari semakin memberat sehingga dahak muncul 7 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum MRS. Demam dikatakan naik turun namun pasien merasakan demamnya tidak sebegitu tinggi. Pasien tidak sempat mengukur suhunya sebelum ke RSUP. Pasien juga mengatakan demamnya berkurang dengan obat penurun panas namun demamnya kembali lagi.

Keluarga pasien mengeluhkan nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu yang lalu. Penurunan berat badan dan keringat malam disangkal oleh pasien. Keluhan mual muntah juga disangkal oleh pasien.

BAK dan BAB pasien dikatakan seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak kurang lebih 18 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat sesak dan batuk yang hilang timbul sejak pasien berusia 40 tahun namun keluhan membaik apabila pasien ke bidan dan mengambil obat. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, stroke dan penyakit sistemik lainnya.

Riwayat Pengobatan

Pasien sempat mengambil paracetamol untuk demamnya yang dibeli sendiri di apotek. Pasien sering kontrol ke dokter umum untuk keluhan diabetes mellitusnya. Pasien dikatakan diberikan insulin oleh dokter umum.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada dalam keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat penyakit jantung, kolesterol tinggi, asma, ginjal dan diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.

(27)

24 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak umur 18 tahun. Pasien dikatakan awalnya 3 kotak sehari kemudian berkurang menjadi 1 kotak sehari. Sekarang pasien merokok 2 batang rokok sehari. Pasien menyangkal kebiasaan minum alkohol. Pasien sebelum ini bekerja sebagai petani. Terkait dengan pekerjaannya ini, pasien menjadi sering terpapar dengan debu dan obat-obatan pembasmi hama. Pasien tidak pernah memakai masker saat bekerja serta tidak selalu menutupi hidung dan mulutnya dengan kain saat menyemprotkan insektisida selama bekerja. Sejak sakit pasien tinggal di rumah anaknya di Sesetan, Denpasar dan tidak bekerja. Di dalam lingkungan rumah anak laki-laki pasien yang memiliki kebiasaan merokok, dengan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam sehari berkisar 3-5 batang. Di rumah pasien juga terpapar dengan asap kerana kadang-kadang isteri pasien memasak menggunakan dapur arang.

III. PEMERIKSAAN FISIK Status Present :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis(GCS : E4V5M6 ) Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/mnt

Suhu badan : 37,4º C Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 60kg

BMI : 23,4 kg/m2

Status general :

Mata : Anemis-/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor THT : Tonsil T1/T1, hiperemi (-), lidah normal, sianosis (-)

(28)

25 Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O

Thoraks Pulmo

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi :Vocal Fremitus menurun/menurun Perkusi : Sonor/ Sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/- wheezing +/+

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tak tampak Palpasi : Iktus kordis tidak teraba Perkusi : batas atas : ICS II, batas kiri : MCL S, batas kanan : PSL D

Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi :Bising usus (+) normal Palpasi : nyeri tekan (-)

Hepar / lien tidak teraba Perkusi : timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas :

akral hangat + + Edema - - + + - -

(29)

26 IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah lengkap (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

WBC 12,60 103/μL H 4,10 – 11,00 - Ne 5,71% 2,59 103/μL 47,00 – 80,00 - Ly 74,15% 37,67 103/μL H 13,0 – 40,0 - Mo 11,68% 0,82 103/μL 2,00 – 11,00 - Eo 0,68% 0,05 103/μL 0,00 – 5,00

- Ba 0,77% 0,05 103/μL 0,00 – 2,00

RBC 4,60 106/μL 4,50 – 5,90

HGB 15,60 g/dL 13,50 – 17,50

HCT 41,74 % 41,00 – 53,00

MCV 95,36 fL 80,00 – 100,00

MCH 30,75 pg 26,00 – 34,00

MCHC 32,24 g/dL 31,00 – 36,00

PLT 370,2 103/Μl 150,0 – 440,0

(30)

27 Pemeriksaan Analisis Gas Darah (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

pH 7,47 - H 7,35 – 7,45

pCO

2

46,00 mmHg H 35,00 – 45,00

pO

2

69,00 mmHg L 80,00 – 100,00

HCO

3-

27,50 mmol/L 22,00 – 26,00

TCO

2

29,60 mmol/L 24,00 – 30,00

(31)

28

BE(B) 4,7 mmol/L -2 – 2

SO

2

c 97,00 % 95%-100%

Natrium 136 mmol/L 136,00 – 145,00 Kalium 3,56 mmol/L 3,50 – 5,10

Pemeriksaan Kimia Klinik (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

SGOT 29,3 U/L 11,00 – 33,00

SGPT 47,5 U/L 11,00 – 50,00

Albumin 3,70 g/dL 3,40 – 4,80

BUN 15,00 mg/dL 8,00 – 23,00

Creatinine 0,77 mg/Dl 0,70 – 1,20

Random blood glucose

142,00 mg/dL 70,00 –

140,00

(32)

29

Hba1c 6.36 % <6.7%

Foto Toraks PA

a.Cor : CTR 48,4%, waist tampak, bentuk normal b. Pulmo :

- Tampak infiltrat pada parahilar kiri

- Tampak hiperaerated pada kedua lapang paru, sela iga melebar c.Sinur pleura kanan dan kiri tajam

d. Diafragma kanan letak rendah, diafragma kiri normal e.Tulang-tulang tak tampak kelainan

Kesan:

Emphysematous lung suspek pneumonia

V. DIAGNOSIS KERJA

PPOK eksaserbasi akut

Diabetes Mellitus Tipe 2

VI. PENATALAKSANAAN a. Terapi

(33)

30 - MRS

- Oksigen 2 liter/menit (nasal canule) - IVFD NS 0.9% 30 tetes/menit

- Nebuliser Salbutamol + Ipratropium bromide @ 8 jam - Metilprednisolone 2 x 62,5 mg

- Cefixime 2x200mg PO - Levofloxacin 1 x 500 mg PO - Bromhexyn syrup 3 x 15 ml - Lantus 1 x 8 unit @ 24 jam - Novorapid 3 x 6 unit SC b. Rencana diagnostik:

- Kultur sputum - Spirometry c. Rencana monitoring:

- Keluhan - Tanda vital - Gula darah

(34)

31 BAB IV

DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Daftar Permasalahan

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala penderita dalam hal menghadapi penyakitnya antara lain:

1. Pasien masih kurang paham dengan penyakitnya, gejala-gejala eksaserbasi akut, dan penanganannya.

2. Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, dan di rumah yang padat penghuni dengan ventilasi rumah yang kurang baik.

3. Pasien saat ini masih tinggal bersama anaknya yang merokok dan istri pasien kadang-kadang memasak menggunakan dapur arang.

4. Pasien dan keluarganya memiliki kebiasaan membakar sampah di pekarangan rumah secara berkala, dimana pasienlah yang paling sering mengerjakan pekerjaan tersebut, dengan demikian meningkatkan paparan terhadap asap hasil pembakaran sampah.

4.2 Analisis Kebutuhan Penderita 4.2.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis

a. Kecukupan Gizi Nutrisi Harian Pasien

Jenis Jumlah Jadwal/hari

Karbohidrat Nasi Roti Mie Lainnya Protein Hewani Nabati

1 piring - - -

1 potong 2 potong

3 kali - - -

2 kali 1 kali

(35)

32 Sayur

Buah Susu

½ piring 1 buah

-

3 kali 1 kali

-

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Lauk yang disiapkan oleh menantunya dikatakan tidak selalu sama, namun dapat dibuat gambaran umum menu untuk masing-masing jadwal makan sebagai berikut:

- Sarapan : nasi, tempe/tahu, sayur - Makan siang : nasi, daging ayam, sayur

- Makan malam : nasi, tempe/tahu atau ikan laut, sayur

Pasien sesekali makan buah diantara waktu makan besar, tergantung dari ketersediaan buah tersebut. Buah-buahan yang sering dikonsumsi pasien antara lain jeruk, pisang, papaya dan mangga.

Analisis Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brocca dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).

BBI = (TB – 100) – 10% x 1kg

= (160 – 100) – 10% x 1kg

= 54 kg.

1. Kebutuhan kalori basal (jenis kelamin  laki-laki)

= BBI x 30 kalori

= 54 x 30 kalori = 1620 kalori

2. Penyesuaian

a. Usia  61 tahun, maka - 5% dari kebutuhan kalori basal 5% x 1620 kalori = 81 kalori

b. Tingkat aktivitas  ringan, maka + 10% dari kebutuhan kalori basal

10% x 1620 kalori = 162 kalori

c. Berat badan lebih  -10% dari kebutuhan kalori basal 10% x 1620 kalori = 162 kalori

(36)

33 Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1620 kalori – 81 kalori + 162 kalori – 162 kalori = 1539 kalori , digenapkan menjadi 1500 kalori/hari.

Adapun distribusi makanan yang diperlukan pasien:

- Karbohidrat : 60%= 60% x 1500 kalori= 840 kalori (210 gram) - Protein 20%= 20% x 1500 kalori= 280 kalori (70 gram protein) - Lemak 20%= 20% x 1500 kalori= 280 kalori (31 gram lemak)

b. Akses Pelayanan Kesehatan

PPOK merupakan penyakit kronis yang dapat kambuh bila ada faktor pencetus bahkan dapat menyebabkan kematian. Pasien juga mempunyai penyakit DM yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan mengendalikan gula darah, kadar lipid dan tekanan darah. Komplikasi DM tidak dapat dihindari namun dapat menghambat perkembangannya. Pasien tinggal di kawasan Sesetan di mana RSUP Sanglah mudah dicapai. Akses pelayanan yang dekat dapat memberikan kemudahan bagi pasien terutama saat sesaknya kambuh. Pasien juga tinggal bersama anak dan menantunya yang mempunyai mobil dan sepeda motor sehingga akses menuju pelayanan kesehatan sangat mudah dicapai dengan cepat.

c. Lingkungan

Saat ini pasien tinggal bersama isteri, 1 anak laki-laki, 1 menantu, dan 2 orang cucu. Pasien tinggal di rumah dengan luas bangunan dan pekarangan sekitar 2,5 are.

Rumah pasien berhimpitan dengan rumah-rumah di sekitarnya. Di depan rumah pasien terdapat sanggah. Rumah pasien terdiri dari 1 lantai, dimana atap, dinding dan lantai terbuat dengan lantai keramik. Tempat tinggal pasien terdiri dari 2 kamar yang terpisah. Kamar tidur pasien berukuran 4 x 2,5 m2. Di rumah tersebut, terdapat 2 dapur dengan 1 kompor dan terdapat dapur arang. Keadaan rumah pasien tergolong kurang layak untuk dihuni. Keadaan rumah pasien tergolong dalam kurang bersih.

Barang-barang tertata rapi sehingga seluruh keluarga terasa nyaman.

(37)

34 Kadang-kadang keluarga pasien meletakkan dupa di dalam kamar saat sembahyang dan pada saat yang bersamaan pasien sedang menonton televisi atau sedang beristirahat bersama cucunya. Kamar tidur pasien tidak memiliki jendela.

Sirkulasi udara hanya melalui 1 pintu dan cahaya matahari tidak dapat masuk ke kamar pasien.

Kelihatan debu di kamar pasien dan pakaian lama yang bergantungan di kamar.

Terdapat barang-barang yang tidak digunakan ditumpuk di kamar pasien. Dinding kamar pasien kelihatan berkulat, kotor, mempunyai kawang kawa dan tidak dicat.

Pasien tidur tanpa sprei dan alas bantal. Sumber air minum dan air MCK untuk keluarga pasien adalah dari air PDAM.

4.2.2 Kebutuhan Bio-Psikososial a. Lingkungan Biologis

Dari segi genetik tidak ada yang mengeluhkan hal serupa seperti dialami pasien.

Kondisi imun pasien sangat penting dalam timbulnya kekambuhan pada penyakit pasien.

Kondisi rumah pasien dimana ventilasinya kurang memadai tidak mendukung untuk perbaikan kondisi kesehatan pasien. Selain itu, rendahnya aliran udara di dalam kamar pasien akibat tidak ada ventilasi meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular yang bersifat airborne di kalangan anggota keluarga menjadi lebih mudah. Keadaan kamar pasien yang kurang bersih dan berdebu juga menjadi faktor pencetus penyakit pasien.

Kualitas kehidupan pasien sehari-hari dikatakan masih baik karena paien masih bias melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

b. Faktor Psikososial dan Kultural

Pasien masih memiliki tanggung jawab menghidupi keluarganya dengan mencari nafkah melalui pekerjaannya sebagai petani. Istri pasien bekerja sebagai penjual canang di lingkungan rumahnya dan anak-anaknya juga sudah bekerja. Pasien mengaku dari pendapatan istri dan anak pasien tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien. Meskipun biaya untuk kebutuhan sehari-

(38)

35 hari pasien dan keluarga sebagian besar ikut ditopang oleh putranya, pasien merasa tidak ingin bergantung sepenuhnya pada putranya tersebut dan tetap ingin menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga.

Namun saat ini pasien tidak bekerja karena penyakitnya dan ingin benar-benar sembuh sebelum kembali bekerja. Anggota keluarga pasien, terutama yang ikut tinggal serumah dengan pasien, cukup memahami kondisi pasien saat ini, serta cukup mendukung kesembuhan pasien. Secara umum putra pasien dan keluarganya memahami gambaran besar mengenai penyakit pasien serta ikut menjaga supaya penyakit pasien tidak kambuh. Sebagai contoh, putra pasien memilih untuk tidak merokok di dalam rumah atau dimanapun dekat pasien berada untuk menghindari kambuhnya penyakit pasien akibat asap rokok.

Semenjak pasien sakit pasien tidak pernah mengikuti kegiatan sosial di banjar maupun kegiatan di sekitar tempat tinggal pasien. Pasien hanya diam dirumah sepanjang hari. Pasien juga jarang berekreasi ataupun bersilaturahmi ke teman-teman pasien.

4.3 Saran dan KIE

a. Pasien lebih mengetahui tentang penyakitnya, faktor-faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah eksaserbasi penyakitnya, serta mengenali gejala eksaserbasi akut dan cara menanganinya.

KIE yang diberikan:

- PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dapat kambuh (mengalami eksaserbasi) apabila ada pencetus.

- Faktor-faktor risiko pemicu eksaserbasi akut PPOK pada pasien ini: kebiasaan merokok yang lama, paparan terhadap insektisida, sirkulasi udara dalam rumah yang kurang baik, paparan asap dapur arang, paparan debu di dalam rumah pasien dan kebiasaan membakar sampah.

- Pasien harus mengenakan masker atau kain penutup hidung dan mulut saat bepergian keluar rumah atau bekerja di sawah, serta dalam setiap kondisi menghindari terpapar dari asap saat pembakaran sampah, pada ruangan tertutup dengan dupa menyala saat sembahyang dan saat terpapar insektida.

b. Ventilasi udara di rumah pasien perlu dimaksimalkan penggunaannya, agar udara bersih dapat masuk dengan lebih efektif.

(39)

36 KIE yang diberikan:

- ventilasi yang tidak efektif tidak hanya menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anggota keluarga namun juga meningkatkan risiko kambuhnya penyakit pada pasien

- Usahakan untuk membuka jendela di rumah dan supaya kamar pasien mempunyai jendela.

- Bersamaan dengan itu perlu diperhatikan pula kebersihan kamar pasien (bebas dari kotoran pada kain kasa, sarang laba-laba, debu-debu dan lain-lain).

c. Pasien sebaiknya menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar dan jangan membiarkan diri bekerja sampai badan terlalu lelah.

KIE yang diberikan:

- Pasien dapat tetap bekerja namun harus selalu memperhatikan untuk istirahat secara berkala

- Tidak memaksakan diri untuk bekerja kapanpun pasien merasa kondisi tubuhnya menurun

d. Mengikuti pola makan yang baik dengan gizi seimbang sesuai dengan pola yang telah dianjurkan.

KIE yang diberikan:

- Karbohidrat merupakan sumber tenaga yang baik dan utama bagi tubuh, namun pasien dengan PPOK perlu membatasi asupan karbohidrat karena konsumsi karbohidrat yang berlebihan dapat memicu eksaserbasi akut.

- Makanan sumber karbohidrat yang baik dan sekaligus perlu diperhatikan porsinya antara lain: nasi, mie, roti, kentang, singkong.

- Jenis lauk dan sayuran dapat bervariasi agar pasien tidak merasa bosan, namun dengan tetap memperhatikan proporsinya sesuai dengan pola yang dianjurkan.

e. Melakukan kontrol ke poli interna RSUP Sanglah secara teratur serta rajin dan terbuka dalam melaporkan perkembangan kondisi tubuhnya serta penyakitnya kepada dokter.

KIE yang diberikan:

- Datang ke poliklinik RSUP Sanglah untuk kontrol obat secara teratur dan sesuai jadwal poli divisi Pulmonologi.

- Pasien juga harus rutin kontrol ke Poliklinik Penyakit dalam iaitu di divisi Endokrin buat penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 pasien agar gula darah terkontrol dan tidak berlaku komplikasi.

(40)

37 - Menyampaikan dengan sebenar-benarnya perkembangan kondisi dirinya kepada dokter poliklinik, termasuk keluhan yang sudah membaik, keluhan yang belum membaik, serta apabila ada keluhan baru.

- Memanfaatkan waktu kontrol di poliklinik untuk berdiskusi dengan dokter mengenai penyakitnya ataupun hal-hal yang masih belum dimengerti oleh pasien.

f. Tetap optimis menjalani hidup dan jangan merasa terbebani oleh penyakit yang dideritanya saat ini.

KIE yang diberikan:

- Senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalani peribadatan sesuai keyakinan yang dianut pasien.

- Penyakit yang diderita pasien bukanlah alasan untuk menghentikan aktivitas pasien ataupun alasan bagi pasien untuk menarik diri dari kehidupan sosialnya.

- Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien dalam mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya, serta melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan tersebut seperti menjaga kebersihan rumah, membaiki ventilasi, tidak merokok di dalam rumah dan sekitar pasien, menghentikan kebiasaan membakar sampah di pekarangan rumah dan menghentikan penggunaan dapur arang di rumah untuk memasak.

4.4 Denah Rumah

Parkiran dan sanggah

Kamar I

Ruang tamu Jalan

(41)

38 4.5 Foto Kunjungan rumah

WC

Dapur II (dapur arang) Kamar Dapur I II

(42)

39

Gambar 1 : Dokter muda bersama pasien

Gambar 2 : Kamar pasien

(43)

40 Gambar 3 : Dapur di belakang rumah

Gambar 4 : Dapur arang di belakang rumah

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2003.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001.

3. Kasper, D.L., Braunwald,E., Fauci, A., Hauser, A., Longo, D, Harrison Principles of Internal Medicine, 16th ed, McGraw-Hill Professional, New York; 2004

(44)

41 4. Kathryn L. Mc Cance et al. Pathophysiology. The Biologic Basis for Disease in Adults and Children.,6th ed. Canada. Mosby. Pg 1286-1290;

2010

5. WHO. COPD. Definition. WHO 2010. [Cited] 30 August 2011. Didapat dari : http://www.who.int/respiratory/copd/definition/en/index.html 6. Gabriel Ortiz. Applying the 2009 Global Initiative for Chronic Obstructive

Lung Disease (GOLD) Guidelines for the Pharmacological Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Clinical Practice. [Cited] 30 August 2011. Didapat dari :

http://www.advanceweb.com/web/astrazeneca/copd/gold_guidelines.html 7. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2001. hal 1-56

8. Bambang S.R et al. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Ilmu Penyakit Dalam.Vol II, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Jakarta, Juni 2006, hal 978-987

9. Roberto R.R, et al. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. In : Pocket Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease:2011.

Gambar

Tabel 2.1 Faktor risiko PPOK 3
Foto Toraks PA
Gambar 1 : Dokter muda bersama pasien
Gambar 2 : Kamar pasien
+2

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun olahraga tidak dapat mengembalikan defisit fisiologi dan struktur yang ada pada PPOK, namun ia dapat mengurangi ketidaksanggupan pasien melalui perbaikan daya tahan

Batasan yang akan diangkat oleh penulis adalah derajat PPOK yang diukur dengan melihat nilai FEV1 menurut PDPI 2006, pengukuran kualitas hidup menggunakan quisioner SF-36

PPOK adalah penyakit yang pada umumnya dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang terus-menerus biasanya  progresif dan

Hasil : Interpretasi hasil uji korelasi Somers’d antara derajat obstruksi kronis dengan nilai kualitas hidup mendapatkan nilai signifikansi p &lt; 0,05 yang artinya ada korelasi

„ Penggunaan glucocorticoid sistemik untuk terapi eksaserbasi akut pada pasien dirawat di rumah sakit, atau selama di unit gawat darurat, menurunkan tingkat kegagalan

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru,

GAMBARAN EFIKASI DIRI DAN PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK).. Emdat Suprayitno 1 , Azizah Khoiriyati 2 , Titiek

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif yang