• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Welcome to IAIN Repository - IAIN Repository

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Welcome to IAIN Repository - IAIN Repository"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

Keempat, fenomena yang lebih menarik dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi guru, khususnya program pendidikan dan pelatihan, belum sepenuhnya mencapai sasaran. Pelatihan yang dilakukan selama ini dalam pengembangan kompetensi guru melalui in-service training belum terlaksana secara maksimal.

POSISI GURU DALAM KEILMUAN PENDIDIKAN

BAB 2

Landasan, fungsi dan tujuan pendidikan tersebut di atas pada dasarnya berpijak pada pengembangan pribadi peserta didik, agar menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran merupakan kegiatan inti dalam proses pendidikan, dimana pendidik dan peserta didik berinteraksi dalam suatu hubungan pendidikan.

Komponen KTSp dan pengembangan KompeTenSi guru

Komponen KTSP dan pengembangan kompetensi guru 25 memberikan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan berorientasi pada pembelajaran melalui praktik. Oleh karena itu, kompetensi yang dimiliki guru memegang peranan strategis dan menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan.

UNSUR KEWIBAWAAN DAN KEWIYATAAN DALAM STANDAR KOMPETENSI GURU

BAB 4

Unsur kewenangan dan kewenangan dalam implementasi standar kompetensi guru 41 memiliki pemahaman yang baik tentang teori, landasan dan tujuan pendidikan nasional. Unsur kewenangan dan kewenangan dalam standar kompetensi guru 45 4) perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dialogis, 5) pemanfaatan teknologi pembelajaran, 6) evaluasi hasil pembelajaran dan 7) pengembangan siswa.

Gambar 2.  Mapping unsur-unsur Kewibawaan dan Kewiyataan  dalam Empat Kompetensi Guru
Gambar 2. Mapping unsur-unsur Kewibawaan dan Kewiyataan dalam Empat Kompetensi Guru

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU MELALUI PELATIHAN

BAB 5

Perubahan perilaku kerja guru ke arah yang lebih baik dan produktif merupakan ukuran keberhasilan pencapaian tujuan program diklat. Proses pelatihan Menurut Mathis dan Jackson (2003) Langkah-langkah tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: .. Needs assessment adalah diagnosis untuk menentukan masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan masa depan yang akan dihadapi oleh program pelatihan, yaitu: 1) mengumpulkan data untuk menentukan ruang lingkup pekerjaan TNA, 2) menyusun uraian tugas menjadi tujuan atau kegiatan kerja dari tujuan yang telah ditetapkan, 3) memilih/menentukan instrumen untuk mengukur kemampuan bekerja, 4) melakukan pengukuran peringkat keterampilan kerja, 5 ) mengolah hasil pengukuran dan menginterpretasikan hasil pengolahan data dan 6) menentukan peringkat kebutuhan pelatihan. Program pelatihan harus selalu dievaluasi dari berbagai aspek, seperti: relevansinya dengan kebutuhan di lapangan, efektivitas, efisiensi, manfaat, hambatan, keunggulan, administrasi, dll, untuk melihat apakah program tersebut berhasil atau ada hambatan. membutuhkan. untuk meningkatkan atau mempertahankan.

Hasil penilaian diperlukan sebagai masukan informasi bagi pengelola program dan pengembangan program pelatihan untuk membuat keputusan pendidikan, instruksional, diagnostik dan administratif, yang mendukung pengelolaan organisasi pelatihan. Pengembangan kompetensi guru melalui diklat 55 membuat keputusan tentang program, yang meliputi: 1) keputusan tentang perencanaan program yang memandu pencapaian tujuan umum dan tujuan khusus, 2) keputusan tentang komponen masukan program, seperti: personel, sarana prasarana, waktu dan biaya, 3) keputusan tentang pelaksanaan program yang mengarahkan kegiatan pelatihan, 4) keputusan tentang produk program pelatihan dalam kaitannya dengan hasil dan dampak program pelatihan. Kriteria penilaian proses 2. Kriteria internal: 1) koherensi, adalah a) keterkaitan. antar elemen dalam suatu program diklat, 2) sumber daya manusia, merupakan kesesuaian antara kapabilitas staf pelaksana dalam suatu status program diklat, 3) persepsi penggunaan program, merupakan reaksi pengguna terhadap program diklat yang telah dilaksanakan, 4) persepsi penyelenggara program, merupakan sikap penilaian penyelenggara program terhadap seluruh aspek program pelatihan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, 5) efektivitas biaya adalah hubungan antara biaya yang dianggarkan dan dikeluarkan untuk produk yang diharapkan dengan tercapainya hasil nyata setelah program pelatihan dilaksanakan, 6) kapabilitas, adalah kemampuan suatu program pelatihan untuk menghasilkan produk yang telah dirancang sebelumnya.

Gambar 3. Proses Pelatihan Menurut Mathis And Jackson (2003) Langkah-langkah  tersebut  di  atas  dapat  dijelaskan  sebagai  berikut:
Gambar 3. Proses Pelatihan Menurut Mathis And Jackson (2003) Langkah-langkah tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

PRINSIP DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

BAB 6

Prinsip Dalam Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru 67 Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki lima hal: (1) Guru memiliki komitmen terhadap siswa dan proses pembelajaran, (2) Guru memiliki penguasaan materi/. -Faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru B. Permasalahan guru di Indonesia terkait dengan masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang kurang, perlindungan profesi yang kurang dan distribusi yang tidak merata, yang menyebabkan kekurangan guru di berbagai tempat. Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan masalah belum memadainya kualitas profesionalisme guru.

Selain faktor-faktor tersebut, masalah profesionalisme guru merupakan salah satu yang cukup mendasar dan perlu segera diselesaikan. Selain faktor di atas, ada faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, antara lain; (1) masih banyak guru yang belum sepenuhnya menjalankan profesinya. Prinsip dalam upaya mengembangkan profesionalisme guru 69 Ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang belum sepenuhnya menjalankan profesinya, (2) guru rentan dan kurang taat pada standar dan etika profesi guru, (3) pengakuan pendidikan dan keguruan masih setengah hati oleh pembuat kebijakan dan pihak-pihak yang terlibat.

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER MANUSIA DI ERA OTONOMI DAERAH

BAB 7

PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI SAAT OTONOMI DAERAH. yang diambil pemerintah terkait reformasi pengelolaan pendidikan yang semula terpusat menuju pengelolaan desentralisasi yang dimulai sejak tahun 2001. Artinya, daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pendidikan di daerahnya, termasuk dalam pengelolaan guru, mulai dari pendidikan dasar. ke dan dengan pendidikan tinggi. Untuk itu, pengambilan kebijakan mengenai upaya pengelolaan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan memerlukan informasi tentang masalah pendidikan atau isu-isu yang belum tertangani, sehingga dapat diketahui berbagai kendala yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan selanjutnya.

Kebijakan yang terfokus memiliki ciri birokrasi pendidikan yang tidak efisien dan lamban dalam mengantisipasi tuntutan dan perubahan masyarakat. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Otonom Daerah menunjukkan kemungkinan untuk mengembangkan suatu daerah dalam suasana yang lebih kondusif dan dalam perspektif pembangunan yang lebih demokratis di bidang pendidikan, yang meliputi pengelolaan guru. Oleh karena itu, pelatihan bagi guru sangat diperlukan sebagai bentuk pembelajaran berkelanjutan dalam mencapai Sumber Daya Manusia pendidikan yang unggul.

MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU MELALUI PELLATIHAN

DALAM JABATAN

BAB 8

MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU MELALUI PELATIHAN. tahapan kegiatan dari model, 2) sistem sosial, yaitu situasi atau suasana, dan norma-norma yang berlaku dalam model, 3) prinsip tanggapan, yaitu kegiatan utama yang menggambarkan bagaimana sesuatu harus terjadi, 4) sistem pendukung, yaitu semua alat, bahan dan alat untuk mengimplementasikan model, dan 5) dampak, yaitu jika model diimplementasikan. Selain unsur-unsur tersebut di atas, suatu model dapat dikatakan sebagai model yang baik apabila mampu memberikan gambaran yang akurat tentang hubungan antara fenomena yang terjadi dengan aspek-aspek yang ada pada suatu benda/situasi/. 79 Hasibuan (2003) menyatakan bahwa: Manajemen adalah ilmu dan seni mengelola proses penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Kegiatan pelatihan yang dilakukan guru bertujuan untuk meningkatkan wawasan, keterampilan pengetahuan, mengembangkan nilai dan sikap positif dalam proses pembelajaran. Artinya manajemen adalah kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian, pengelolaan manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan. Khususnya terkait model pelatihan yang baik menurut Ibrahim Bin Mamat (2006) adalah model pelatihan yang memberikan gambaran yang jelas dan sederhana tentang berbagai masalah yang terlibat dalam penyampaian pelatihan yang kompleks.

Gambar 5. The Strategy Training Programme Model Pont,T. (1996) Secara  lebih  khusus  terkait  dengan  model  pengembangan  program  pelatihan,  Ibrahim  Bin  Mamat  mengemukakan  bahwa  sebuah model proses pelatihan mengandung  tiga fase utama yaitu:
Gambar 5. The Strategy Training Programme Model Pont,T. (1996) Secara lebih khusus terkait dengan model pengembangan program pelatihan, Ibrahim Bin Mamat mengemukakan bahwa sebuah model proses pelatihan mengandung tiga fase utama yaitu:

TAHAPAN REKONSTRUKSI MODEL PELATIHAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB 9

Penelitian dan pengembangan terkait pelaksanaan pengembangan kompetensi guru melalui pelatihan pada jabatan ini terdiri dari dua tahap. Data yang diperoleh melalui alat angket tentang pengembangan kompetensi guru melalui in-service training dianalisis secara kuantitatif. Analisis SWOT diperlukan dalam penelitian pengembangan kompetensi guru melalui in-service training untuk menganalisis data dalam penelitian ini.

Hal ini karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pengembangan kompetensi guru melalui in-service training. Dengan demikian, model pengembangan kompetensi guru akhirnya dikembangkan melalui peningkatan in-service training. Diskusi kelompok terarah dihadiri oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan kompetensi guru melalui in-service training.

Gambar 9. Tahapan Penelitian Keterangan:
Gambar 9. Tahapan Penelitian Keterangan:

KONDISI RIIL IN-SERVICE TRAINING DALAM PENGEMBANGAN

BAB 10

Sementara itu, Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991) berpendapat bahwa hubungan antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran diharapkan menjadi hubungan manusia yang mencakup unsur kasih sayang dan arahan serta keteladanan. 111 Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Prayitno (2002), yang mengatakan bahwa hubungan pendidikan tidak muncul secara acak, tetapi tumbuh dan berkembang melalui aktualisasi kewibawaan (high-touch) berupa pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, bimbingan. , penguatan, fungsi pendidikan yang solid dan keteladanan dalam hubungan antara pendidik dan peserta didik. Peran ini hanya akan terwujud jika guru dalam situasi interaksi ini, menggunakan sentuhan yang tinggi dalam proses pembelajaran, secara tepat dan benar memperlakukan dan memposisikan siswa sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

Perlunya materi pelatihan yang mengandung unsur sentuhan tinggi karena dalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh siswa, guru harus melatih kewibawaan untuk mengembangkan situasi mengajar berdasarkan hubungan yang tercipta dengan siswa. Melalui penerapan kewibawaan, proses pembelajaran akan ditandai dengan penghayatan guru yang setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat siswa sebagai manusia. Oleh karena itu guru harus benar-benar membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang benar-benar ingin dicapai.

ANALISIS SWOT PELAKSANAAN IN-SERVICE TRAINING DALAM PENGEMBANGAN

BAB 11

Kekuatan lain dari kegiatan pendidikan sebagai upaya pengembangan kompetensi guru adalah adanya dukungan yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka pemerintahan daerah sendiri. Ada beberapa kelemahan yang harus dikemukakan terkait pengembangan kompetensi guru melalui pendidikan berkelanjutan. Berdasarkan gambaran di atas, langkah-langkah yang dilakukan untuk mengembangkan kompetensi guru melalui pendidikan dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang berbagai kondisi seputar pentingnya pendidikan secara umum.

Dengan adanya kebutuhan standardisasi tenaga kependidikan dan tenaga kependidikan, maka peluang pengembangan kompetensi guru melalui pendidikan juga semakin besar. Oleh karena itu, perlu digunakan model pelatihan yang benar-benar dapat mengembangkan keterampilan guru dan menimbulkan perubahan perilaku guru yang lebih baik dalam mengajar. Tantangan untuk melaksanakan pelatihan secara efektif dalam pengembangan kompetensi guru terletak pada semua aspek atau unsur yang terkait dengan kegiatan pelatihan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

MODEL ”HIPOTETIK SISTIMATIK”

DALAM PELAKSANAAN IN-SERVICE TRAINING UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU

BAB 12

Tahap selanjutnya adalah penyusunan program pelatihan (langkah lima), kemudian tahap pelaksanaan program pelatihan (langkah enam) dan evaluasi pelaksanaan pelatihan (langkah tujuh). Penyusunan program pelatihan dalam model ini lebih ditekankan untuk ditentukan di tingkat sekolah dan selanjutnya dapat dibawa ke tingkat dinas pendidikan kota dan kabupaten (T.5.B). Isi atau materi pada tahap penentuan program pelatihan adalah menentukan materi pelatihan yang selaras dengan tujuan yang ingin dicapai dan tujuan pelatihan yang telah ditetapkan (T.5.C.).

Pelaksanaan program pelatihan dalam model ini terutama dilakukan di sekolah-sekolah dan tidak menutup kemungkinan dilaksanakan baik di Dinas Pendidikan Kota maupun Dinas Pendidikan Provinsi (T.6.B). Pada tahap implementasi implementasi program pelatihan dalam model “Model Hipotesis Sistematis Pengembangan Kompetensi Guru Melalui In-service Training” ini dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa isu kunci seperti yang dikemukakan oleh Schuler, Dowling, Smart dan Huber (1992). ), yaitu: 1) Siapa saja yang berpartisipasi dalam program tersebut? 2) Siapa yang mengajarkan program tersebut?, 3) Media apa yang digunakan untuk mengajar, 4) Apa tingkat pendidikannya?, Prinsip desain apa yang dibutuhkan? Dan 5) Dimana program berjalan). Model “Sistematis Hipotesis” 135 pada tahap implementasi program pelatihan mencakup semua hardware dan software media pembelajaran (.T.6.D).

Gambar

Gambar 2.  Mapping unsur-unsur Kewibawaan dan Kewiyataan  dalam Empat Kompetensi Guru
Gambar 3. Proses Pelatihan Menurut Mathis And Jackson (2003) Langkah-langkah  tersebut  di  atas  dapat  dijelaskan  sebagai  berikut:
Gambar 4. Faktor yang Berperan dalam Pelatihan
Gambar 5. The Strategy Training Programme Model Pont,T. (1996) Secara  lebih  khusus  terkait  dengan  model  pengembangan  program  pelatihan,  Ibrahim  Bin  Mamat  mengemukakan  bahwa  sebuah model proses pelatihan mengandung  tiga fase utama yaitu:
+2

Referensi

Dokumen terkait

vi PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KEJUJURAN DI SD IT DARUSSALAM KECAMATAN SUNGKAI TENGAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA Oleh: NENI OKTAVIANA SARI Guru