• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap Pembakaran Hutan di Kabupaten Pelalawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap Pembakaran Hutan di Kabupaten Pelalawan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN UNDANG - UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PEMBAKARAN HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN

PELALAWAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Lancang Kuning

Disusun Oleh:

ROCKY TARI HORAN 1674201092

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU

2020

(2)

iii

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU

TANDA PERSETUJUAN

NAMA : ROCKY TARI HORAN

NPM : 1674201092

JUDUL SKRIPSI : PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PEMBAKARAN HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN PELALAWAN

DITERIMA DAN DISETUJUI

UNTUK DIPERTAHANKAN DALAM UJIAN SKRIPSI Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. SUDI FAHMI, S.H., M.Hum. ADRIAN FARIDHI, S.H., M.H.

Mengetahui Dekan

Dr. FAHMI, S.H., M.H.

(3)

xiii ABSTRAK

Skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya pembakaran lahan dan hutan yang terjadi di Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan. Dalam Pasal 69 huruf (h) ditegaskan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar” tetapi hal ini sering diabaikan oleh masyarakat atau korporasi pemegang izin hak kelola sehingga kejadian kebakaran lahan dan perusakan hutan di Kecamatan Ukui masih sering terjadi. Dari latarbelakang tersebut maka skripsi ini berjudul „Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Terhadap Pembakaran Hutan di Wilayah Kabupaten Pelalawan‟. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan. Untuk menjelaskan hambatan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

Untuk menjelaskan upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian hukum Sosiologis. Sampel dalam penelitian ini adalah Kanit Reskrim Polsek Ukui ditetapkan dengan metode sensus. Ketua WaLHi Provinsi Riau ditetapkan dengan metode sensus. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pelalawan ditetapkan dengan metode sensus. Pelaku Pembakaran Lahan Tahun 2019 ditetapkan dengan metode random. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan metode kualitatif, sedangkan dalam menarik kesimpulannya ditentukan dengan metode induktif.

Kesimpulan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa pelaksanaan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan belum optimal. Hambatannya adalah penegakan hukum yang tidak maksimal, minimnya anggaran dalam penanggulangan kebakaran lahan dan hutan, sulit dan mahalnya pembuktian dalam proses penyelidikan dan penyidikan dan minimnya sarana dan fasilitas untuk mendukung penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Upaya mengatasi hambatannya adalah dengan mengoptimalkan penegakan hukum, memaksimalkan anggaran, menghadirkan para saksi ahli dan menambah sarana dan fasilitas.

Kata Kunci : Perlindungan, Pembakaran Hutan, Kabupaten Pelalawan.

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Pelalawan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kampar. Luas Kabupaten Pelalawan 13.256,7 Km2, yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari daratan, perairan dan sebagian lainya kepulauan. Dari besarnya daratan wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Adapun daratan yang merupakan perbukitan dan dataran rendahnya menghasilkan sumber daya alam yang kaya dan ditumbuhi hutan yang padat. Sumber daya alam yang sangat besar seperti sumber daya hutan merupakan sumber alam utama di kabupaten Pelalawan. Hutan mempunyai nilai yang sangat strategis mengingat hutan banyak memberi masukan sumber daya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial di Kabupaten Pelalawan.

Sebagai suatu sumber daya publik, hutan merupakan sumber daya yang sarat dengan konflik, karena di dalamnya terlibat begitu banyak pelaku yang memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumber daya hutan yang bersangkutan. Ragam konflik itu antara lain adalah konflik pemilikan, konflik kepentingan (tujuan) pendayagunaannya, dan konflik bentuk pengelolaannya.

Kebanyakan konflik mudah diduga berakar pada persaingan untuk memperebutkan tiga hal, yaitu sumber daya, pengakuan, dan kekuasaan.

(5)

2 Fungsi dan manfaat hutan sangat tergantung cara pandang pada individu atau kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap hutan tersebut.

Kegagalan sistem pengelolaan hutan seperti sekarang ini berakibat pada turunnya kualitas hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang semakin marginal.

Tingginya tingkat eksploitasi sumber daya hutan melalui pengusahaan skala besar (HPH) tanpa ada upaya pelestarian dan rehabilitasi yang memadai, kebakaran hutan, illegal logging, perambahan hutan, semakin menambah tingkat kerusakan hutan.

Hutan bukan hanya sebagai sumber daya alam yang menunjang pembangunan ekonomi, tetapi juga sebagai sumberdaya alam yang menunjang pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Kebijakan pembangunan kehutanan yang bersifat sentralistik, tanpa ada mekanisme bagi masyarakat untuk memberikan umpan balik, selama ini tidak berhasil dengan baik, untuk hutannya sendiri ataupun masyarakat yang hidup di dalamnya. Pemerintah tidak cukup mempunyai informasi mengenai karakteristik lokal sumberdaya hutan dan lingkungannya sebagai landasan pengambilan keputusan dan kontrol. Akibat kemampuan pemerintah yang terbatas di satu sisi, serta lemahnya peran serta masyarakat di sisi lain, secara langsung atau tidak langsung sebagai penyebab terjadinya kegagalan dalam pengelolaan hutan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ekosistem hutan di Kabupaten Pelalawan khususnya di Kecamatan Ukui telah mengalami kerusakan yang cukup mengkhawatirkan. Salah satu kegagalan dalam pengelolaan kehutanan di Kecamatan Ukui adalah kebakaran hutan.

Penyebab kebakaran hutan di Kecamatan Ukui yang berakibat pada pencemaran

(6)

3 asap dan meningkatnya emisi karbon disebabkan oleh kebakaran yang dilakukan secara sengaja dan rambatan api di kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan lahan yang terbakar. Hutan yang ada di Kecamatan Ukui kabupaten Pelalawan sebenarnya masuk dalam kategori hutan basah yang sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kebakaran dengan sendirinya, jika disebabkan karena faktor alam. Faktanya, kawasan yang terbakar adalah kawasan yang telah telah dibersihkan melalui proses persiapan pembangunan kawasan perkebunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui. Artinya, kebakaran hutan secara nyata dipicu oleh api yang sengaja dimunculkan oleh pelaku pembakar lahan.

Penyebab lain dari meningkatnya tingkat pembakaran lahan di Kecamatan Ukui setidaknya juga dipengaruhi oleh pembangunan industri kayu yang tidak dibarengi dengan pembangunan hutan tanaman sebagai bahan baku kemudian besarnya peluang yang diberikan pemerintah kepada pengusaha untuk melakukan konversi lahan menjadi perkebunan skala besar seperti perkebunan sawit dan perkebunan kayu (HTI) di Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan dan penegakan hukum yang lamban dalam merespon tindakan konversi dan pembakaran yang dilakukan pengusaha dengan alasan meningkatkan kadar PH (kesuburan) tanah, padahal instrumen hukumnya melarang hal tersebut untuk membakar.

Terkait dengan penegakan hukum kebakaran hutan/lahan di Kabupaten Pelalawan khususnya di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui terutama untuk mendorong proses penegakan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang bisa dijadikan landasan, antara lain Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peran hutan

(7)

4 termasuk peran dari ancaman kebakaran hutan menjadi tanggung jawab negara.

Namun fakta dilapangan menunjukkan di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan teror asap juga berasal dari kebakaran lahan yang terjadi diluar kawasan hutan. Maka sudah semestinya kebakaran lahan tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi kehutanan. Karena itu, berbagai upaya tersebut tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh elemen terkait, seperti lembaga non pemerintah, perusahaan swasta atau institusi bisnis lainnya dan masyarakat. Upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan khususnya dalam menghentikan teror asap harus menjadi komitmen bersama, dan merupakan kerjasama yang harmonis antara elemen tersebut.

Kebakaran hutan dan lahan umumnya disebabkan oleh faktor manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaiannya. Maraknya pembakaran lahan dan perusakan hutan selalu tidak diimbangi oleh adanya penegakan hukum.

Kebakaran hutan dan lahan terutama untuk mendorong proses penegakan hukum, setidaknya ada instrumen hukum nasional dan instrumen hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang bisa dijadikan landasan, antara lain Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang Undang tersebut dijelaskan larangan yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembakaran hutan yang menyebabkan terjadinya perusakan lingkungan hidup. Dalam Pasal 69 huruf (h) dipertegas bahwa “Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.

(8)

5 Observasi yang penulis temukan bahwa pada tanggal 29 Oktober 2019 jam 11.30 wib di desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan telah terjadi kebakaran kebun masyarakat dalam konsesi (E.851) dengan luas 10.140 m2.

Gambar I. 1

Kebakaran Karlahut di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui

(9)

6 Gambar I. 2

Proses Penyelidikan/Penyidikan Karlahut di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui

Ancaman yang muncul dalam masalah kebakaran tersebut jika api tidak dipadamkan akan masuk kewilayah hutan tanaman industri PT RAPP dengan jarak pembakaran dengan tanaman akasia hanya lebih kurang 100 (seratus)

(10)

7 meter.1 Kebakaran lahan yang terjadi di Desa Lubuk Kembang Bunga di wilayah hukum Polsek Ukui. Merujuk keterangan yang diperoleh dari pihak Polsek Ukui bahwa kebakaran lahan juga terjadi disebabkan karena pelaku melakukan pembakaran sarang tawon yang berada pada lahan masyarakat dalam konsesi.

Dalam pembakaran sarang tawon tersebut pembalut api yang digunakan oleh pelaku tersebut ada yang jatuh terlepas dan berserakan kebawah tepat disemak- semak kering yang rawan terbakar. Dalam situasi tersebut pelaku tidak mampu mengendalikan api sehingga terjadi kebakaran dan meluas mencapai lebih kurang 10.140 m2. Dari kasus tersebut kepolisian mengamankan 1 (satu) orang tersangka yang membakar lahan.2 Pasal 69 huruf (h) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar” sering diabaikan sehingga kejadian kebakaran lahan dan perusakan hutan di Kecamatan Ukui masih sering terjadi disaat musim kering tiba. Kebiasaan masyarakat dalam membersihkan lahan dengan cara melakukan pembakaran namun karena minimnya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku maupun bentuk pertanggungjawaban pemilik lahan sehingga permasalahan ini tidak pernah selesai. Berdasarkan permasalahan ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tugas akhir dengan judul “Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Terhadap Pembakaran Hutan di Wilayah Kabupaten Pelalawan.”

1 Wawancara Pra Penelitian dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pelalawan, pada hari Jumat, tanggal 29 Mei 2020 di Pangkalan Kerinci.

2 Wawancara Pra Penelitian dengan Kanit Reskrim Polsek Ukui, pada hari Rabu, tanggal 3 Juni 2020 di Polsek Ukui.

(11)

8 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan?

2. Bagaimanakah hambatan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan?

3. Bagaimanakah upaya mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

b. Untuk menjelaskan hambatan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

c. Untuk menjelaskan upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

(12)

9 Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi Penulis, untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

b. Untuk Perguruan Tinggi, dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian dan menjadi referensi bagi peneliti berikutnya.

c. Untuk Instansai Terkait, dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait dalam mengambil kebijakan.

D. Kerangka Teori 1. Kebakaran Hutan

Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan merupakan permasalahan yang serius yang harus dihadapi setiap tahun pada musim kemarau. Persepsi dan pendapat masyarakat yang berkembang tentang peristiwa kebakaran yang sering terjadi belakangan ini adalah bahwa kebakaran tersebut terjadinya didalam hutan semata, padahal sesungguhnya peristiwa tersebut dapat saja terjadi diluar kawasan hutan. Kebakaran hutan terjadi tidak hanya dilahan kering tetapi juga bisa dilahan basah seperti lahan Gambut, terutama pada musim kemarau dimana lahan gambut tersebut mengalami kekeringan.3

3 Melly Febrida, Pembalakan Liar di Hutan Nasional Tak Tersentuh. (Bandung:

Angkasa, 2014), hlm. 8.

(13)

10 Kebakaran hutan dan lahan di antaranya disebabkan aktivitas perusahaan yang membakar untuk keperluan perkebunan, perladangan maupun pertanian.

Kebakaran hutan dan lahan juga disebabkan oleh adanya aktivitas sekelompok masyarakat di dalam kawasan hutan atau yang berbatasan kawasan hutan dengan tujuan membersihkan lahan untuk keperluan pertanian, perladangan dan sebagainya. Kebakaran hutan dan lahan bisa juga disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan seperti faktor alam. Di antaranya gesekan ranting dan dahan yang menimbulkan percikan api dan merembet ke kawasan di sekitarnya.4

Kebakaran hutan dan lahan umumnya disebabkan oleh faktor manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaiannya, sedangkan sebagian kecil karena faktor alam seperti karena petir, larva gunung berapi, penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut:5

a. Konversi lahan : Kebakaran yang terjadi disebabkan oleh api yang berasal dari kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan dll.

b. Pembakaran Vegetasi : disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran vegetasi yang sengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat misalnya pembukaan areal HTI, Perkebunan, Penyiapan lahan oleh Masyarakat.

c. Aktivitas dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam : disebabkan oleh aktivitas selama pemanfaatan sumber daya alam seperti memasak

4 FWI dan GFW. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Edisi ke-3, Forest Watch Indonesia dan Washington DC, (Bogor: Global Forest Watch. 2011). hlm. 11.

5 Alam Setia Zain, Aspek pembinaan Kawasan Hutan dan Ratikasi Hutan Rakyat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 72.

(14)

11 dihutan yang lagi menebang kayu, mencari ikan tidak memadamkan kembali.

d. Pembuatan kanal-kanal/ saluran-saluran dilahan gambut untuk sarana transportasi kayu hasil tebangan. saluran yang tidak memakai pintu control akan menyebabkan lepasnya air dari lapisan gambut sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar.

e. Penguasaan lahan : api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan, bahkan menjarah lahan yang terletak didekatnya.

Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan baik dari aspek financial maupun nonfinansial tidak sedikit. Kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan banyak areal hutan dan lahan yang musnah. Belum lagi dampak negatif lainnya

berupa gangguan kesehatan dan gangguan penerbangan, serta transportasi lain.

Kasus pencemaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan itu ditaksir menimbulkan penderitaan bagi Indonesia baik langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, telah memusnahkan sejumlah flora dan fauna yang tergolong langka dan "mengganggu" hubungan Indonesia dengan negara tetangga.6

Meski kebakaran hutan kerap terjadi dan dampak pencemaran asapnya sudah menimbulkan kerugian moril dan materiil yang besar, sampai mencoreng muka Indonesia di mata dunia, kenyataannya hingga kini biang kerok dari peristiwa itu tidak tersentuh hukum, bahkan masih bebas melakukan aksinya.7 Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,

6 Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Illegal Logging, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 36.

7 FWI dan GFW, Potret Keadaan Hutan Indonesia.., Op. Cit.., hlm. 102.

(15)

12 pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan terhadap keanekaragaman hayati secara real sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup terutama bagi keanekaragaman hayati, bahkan dampak tersebut dapat sampai ke generasi lingkungan hidup selanjutnya.8

Selama ini ada masalah spesifik yang dihadapi aparat penegak hukum, khususnya soal pembuktian kasus pembakaran hutan dan lahan. Tempat kejadian perkara (TKP) sangat jauh, bahkan ada TKP yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor. Hambatan lain yang ada selama ini adalah belum dimilikinya alat untuk mengambil sampling udara sebagai dasar untuk mengetahui kualitas udara di lokasi dari waktu tertentu.9

Gugatan perdata tempat pelaku penyebab kebakaran hutan dapat diajukan baik oleh individu maupun badan hukum yang dirugikan. Selain itu, Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan kemungkinan lembaga swadaya masyarakat mengajukan gugatan perdata. Undang-undang ini juga memberi hak kepada instansi pemerintah (Departemen Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanian) melakukan penanggulangan kebakaran hutan.10

8 Fachmi Rasyid, Permasalahan dan dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan hidup dan ekosistem hayati, (Banten: Jurnal Lingkar Widyaiswara, 2014), hlm. 11, (www.juliwi.com) Edisi 1 No. 4, Oktober-Desember 2014, p.47–59ISSN: 2355-4118,

9 Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Illegal.., Op. Cit.., hlm. 78.

10 Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Peran dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(16)

13 Pihak tergugat dalam undang-undang tersebut juga disebutkan, yang dapat digugat adalah penanggung jawab usaha atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Dalam hal ini, gugatan semacam itu menimbulkan resiko dipatahkan. Karena perusahaan pemegang izin hak pengusaha hutan (HPH) atau perkebunan dapat berdalih bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan oleh sub kontraktor/pihak lain yang melakukan kerjasama dengan perusahaan tergugat.

Dengan demikian pihak yang bertanggungjawab adalah perusahaan subkontraktor.11

Pemegang izin HPH, atau perkebunan juga dapat mengajukan dalil sanggahan bahwa kebakaran hutan terjadi karena faktor alamiah yang berada di luar jangkauan kekuasaannya. Sehingga, berdasarkan ketentuan hukum yang berhubungan dengan force majeure perusahaan itu tidak dapat dinyatakan bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Gugatan pada perusahaan dengan konsekuensi penyitaan aset juga tidak banyak berarti, sebab apa yang paling berharga dari perusahaan pemegang HPH hanyalah hutan di areal HPH atau perkebunan mereka. Padahal itu bukan kepunyaan mereka, melainkan milik negara.12

2. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan hal yang sangat penting di dalam usaha pencegahan dan atau pemberantasan tindak pidana, tidak terkecuali terhadap eco

11 Marpaung, L., Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, Dan Satwa, Cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 113.

12 Salim, Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), hlm. 90.

(17)

14 crimes. Di dalam bukunya yang berjudul "Penegakan Hukum", R. Abdussalam

menyatakan bahwa konsep penegakan hukum adalah “Suatu rangkaian usaha pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku baik yang bersifat penindakan maupun pencegahan mencakup seluruh kegiatan baik teknis maupun administratif yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, sehingga dapat melahirkan suasana aman, damai dan teruji demi untuk pemantapan kepastian hukum dalam masyarakat.13

Masalah pokok penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral. Sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Agar penegakkan hukum dapat terwujud sebagaimana mestinya, maka harus dipenuhi faktor-faktor sebagai berikut:

a. Hukum atau peraturan itu sendiri

Hukum atau peraturan itu sendiri harus benar mulai dari pembentukannya sampai dengan penerapannya. Substansi aturan yang terkandung di dalamnyapun harus sesuai dengan kondisi riil masyarakat, tidak bertentangan dengan norma-norma lain yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat.

b. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum

Peraturan yang sempurna sekalipun tidak aka nada artinya bila tidak di dukung dengan mentalitas yang baik dari petugas penegak hukum.

Buruknya mentalitas petugas penegak hukum tidak hanya menghambat

13 Romli Abdussalam, Penegakan Hukum, edisi revisi, (Jakarta: Bidang Hukum Polri, 2007), hlm. 18.

(18)

15 usaha penegakkan hukum, melainkan juga akan semakin memperparah keadaan dengan adanya kejahatan dan pelanggaran yang lain.

c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Fasilitas pendukung yang dimaksudkan di sini merupakan segala sesuatu sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan hukum. Apa apa saja yang termasuk di dalamnya sangat tergantung pada aktifitas yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum serta kondisi di tempat tersebut.

d. Kesadaran hukum, kepatutan hukum, dan perilaku warga masyarakat.

Dukungan masyarakat juga merupakan faktor yang sangat penting di dalam usaha penegakan hukum. Masyarakat merupakan wadah dari hukum tersebut. Dengan adanya dukungan masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat, maka dengan sendirinya segala bentuk kejahatan dan pelanggaran akan dapat diminimalisir tanpa perlu adanya tindakan represif dari petugas penegak hukum .14

Keempat faktor, tersebut di atas merupakan inti dari sistem penegakan hukum, dan saling berkaitan satu sama lain. Terkait dengan penegakan hukum kebakaran hutan/lahan terutama untuk mendorong proses penegakan hukum, dengan mengedepankan peraturan perundang-undangan seperti;15

a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 49 &

50, dengan jelas mengatur tanggung jawab pemegang izin konsesi atas

14 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, cetakan ketiga, (Jakarta: Binacipta 2011), hlm.

15.

15 Siti Kotijah, Kawasan Hutan Lindung Pasca Terbitnya PP Nomor 3 Tahun 2008.

Website: http://www.kompas.com/ OPINI | 25 July 2010, diakses tanggal 30 September 2019, jam: 20. 10 wib.

(19)

16 terjadinya kebakaran hutan dan larangan melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan di dalam areal kerjanya.

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 26 menyebutkan bahwa setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup dan larangan ini diatur dalam Pasal 48 dan Pasal 49.

c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 dengan jelas mengatur perbuatan melawan hukum melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan /atau pengerusakan lingkungan hidup. Serta yang mengatur pidana di bidang lingkungan hidup jika tindakan tersebut dilakukan oleh badan hukum (perusahaan).

d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Peran Hutan Pasal 10 ayat (2) hurup b menyebutkan bahwa peran hutan meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan dampak kebakaran walaupun di dalam Pasal.

42 dan 43 mengenai tindakan pidana diberlakukan bagi pihak yang tidak memiliki surat-surat dan ijin atas hasil hutan.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan juga mengatur larangan terhadap pembakaran hutan dan lahan, namun sanksi yang diberlakukan adalah sanksi

(20)

17 administrasi seperti yang diatur dalam Pasal 25 dan 27 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ketentuan di atas memperlihatkan banyaknya aturan hukum yang menyangkut larangan pembakaran hutan/lahan terutama dalam dua aturan hukum, antara lain dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum sosiologis, yang membahas tentang berlakunya hukum positif terhadap pelaksanaan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pembakaran hutan di wilayah Kabupaten Pelalawan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Pelalawan. Alasan penulis melakukan penelitian tersebut disebabkan karena masih menunjukkan bahwa kejadian kebakaran lahan dan perusakan hutan sampai saat ini di Kabupaten Pelalawan masih marak, kebiasaan masyarakat bahkan perusahaan sekalipun dalam membersihkan lahan dengan cara dibakar namun minimnya pencegahan dan penegakan hukum sehingga permasalahan ini tidak pernah selesai.

(21)

18 3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek yang hendak diteliti berdasarkan lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk tercapainya maksud dan tujuan penelitian ini, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah:

1) Humas Pengadilan Negeri Pelalawan berjumlah 1 orang.

2) Ketua DPRD Pelalawan berjumlah 1 orang.

3) Kapolsek Ukui berjumlah 1 orang.

4) Ketua WaLHi Provinsi Riau berjumlah 1 orang.

5) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pelalawan berjumlah 1 orang.

6) Pelaku Pembakaran Lahan Tahun 2019 berjumlah 8 orang.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah:

1) Humas Pengadilan Negeri Pelalawan berjumlah 1 orang ditetapkan dengan metode sensus.

2) Ketua DPRD Pelalawan berjumlah 1 orang ditetapkan dengan metode sensus.

3) Kapolsek Ukui berjumlah 1 orang ditetapkan dengan metode sensus.

4) Ketua WaLHi Provinsi Riau berjumlah 1 orang ditetapkan dengan metode sensus.

(22)

19 5) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Pelalawan berjumlah 1 orang ditetapkan dengan metode sensus.

6) Pelaku Pembakaran Lahan Tahun 2019 berjumlah 2 orang ditetapkan dengan metode random.

Tabel I.1 Populasi dan Sampel

No Jenis Populasi Jumlah

Populasi

Jumlah

Sampel Persentase 1

3

Humas Pengadilan Negeri Pelalawan Kapolsek Ukui

Ketua DPRD Pelalawan

1 1 1

1 1 1

100%

100%

100%

4 Ketua WaLHi Provinsi Riau 1 1 100%

5

Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pelalawan

1 1 100%

6 Pelaku Pembakaran Lahan di Kecamatan Ukui Tahun 2019

3 2 66.6%

Jumlah 8 7 87.5%

Sumber: Data Olahan Tahun 2019 4. Sumber Data

Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah data primer, data sekunder, dan data Tertier. Adapun uraian data tersebut sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data yang penulis peroleh secara langsung di lapangan.

b. Data Sekunder, yaitu data yang mendukung data primer seperti buku- buku kepustakaan dan peraturan perundang-undangan.

c. Data Tertier, yaitu data yang mendukung data primer dan data sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, media cetak dan sejenisnya.

(23)

20 5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk sebagai kelengkapan data primer maka alat pengumpulan datanya dengan cara :

a. Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung di tempat penelitian.

b. Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan wawancara langsung melalui tanya jawab dengan responden

c. Kajian Kepustakaan yaitu metode pengumpulan data melalui literature yang ada pada kajian kepustakaan yang ada korelasinya dengan permasalahan yang diteliti.

6. Analisis Data

Dalam menganalisis data, data dianalisis secara kualitatif artinya data dianalisis dengan tidak menggunakan statistik atau matematika ataupun yang sejenisnya namun cukup dengan menguraikan secara deskriptif dari data yang diperoleh. Sedangkan untuk menarik kesimpulan, penulis menerapkan metode berpikir induktif yaitu cara berpikir yang menarik suatu kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil yang bersifat khusus menjadi suatu pernyataan atau kasus yang bersifat umum.

(24)

86

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Abdurahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986)

Alam Setia Zain, Aspek pembinaan Kawasan Hutan dan Ratikasi Hutan Rakyat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)

Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) FWI dan GFW. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Edisi ke-3, Forest Watch

Indonesia dan Washington DC, (Bogor: Global Forest Watch. 2011)

Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan, (Jakarta : Harvarindo, 2007)

M.Rasyid Ariman, Fungsi Hukum Pidana terhadap Perbuatan Pencemaran Lingkungan Hidup, (jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)

Marpaung, L., Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, Dan Satwa, Cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 2005)

Melly Febrida, Pembalakan Liar di Hutan Nasional Tak Tersentuh. (Bandung:

Angkasa, 2014)

Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan dalam Pencemaran Lingkungan Melandasi Sistem Hukum Pencemaran, (Jakarta: Bina Cipta, 1986)

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta:

Djambatan, 2001)

Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2009)

Philip Kristanto, Ekologi Industri, (Yogyakarta: Andi, 2014)

Pipih Sopiah, Aku Cinta Lingkungan, (Bandung: CV Bankit Citra Persada, 2020)

(25)

87 Romli Abdussalam, Penegakan Hukum, edisi revisi, (Jakarta: Bidang Hukum

Polri, 2007)

Salim, Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004)

Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Illegal Logging, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010)

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, cetakan ketiga, (Jakarta: Binacipta 2011) Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Industri, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011)

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013)

Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi, 2001)

Jurnal/website :

http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-lingkungan- hidup-dan-unsur.html

http://www.pelalawan.go.id, Kabupaten Pelalawan dalam Angka

Siti Kotijah, Kawasan Hutan Lindung Pasca Terbitnya PP Nomor 3 Tahun 2008.

Website: http://www.kompas.com/ OPINI | 25 July 2010 Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar

Tabel I.1  Populasi dan Sampel

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap perlindungan hutan oleh polisi hutan di KPH Purwodadi berdasarkan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Hasil penelitian menunjukan bahwa peranan Balai Taman Nasional Tesso Nilo dalam menanggulangi perambahan hutan Taman Nasional Tesso Nilo di kecamatan Ukui, kabupaten Pelalawan,

Kendala lain dalam penegakan hukum tindak pidana pembakaran hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu dalam melakukan penyidikan tindak pidana pembakaran hutan,

Penegakan hukum terhadap tindak pidana kebakaran hutan di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu berdasarkan pada Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana lingkungan hidup dan ketentuan pidana dalam undang-undang terkait dengan lingkungan dalam menangani kasus kebakaran

Keterangan ahli yang dibutuhkan adalah ahli di bidang lingkungan seperti ahli kerusakan tanah, kebakaran hutan, ahli gambut, serta ahli hukum lingkungan. Namun dengan

Hambatan dalam pertanggungjawaban hukum terhadap kebakaran lahan kebun perusahaan di Kabupaten Pelalawan berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan adalah

Kekuatan Bukti Ilmiah pada Tindak Pidana Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Rangka Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup di Provinsi Riau Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang