Bagian Keempat Persekongkolan
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
• Pasal 23
• Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
• Pasal 24
• Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan
atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu
yang dipersyaratkan.
• Persekongkolan atau konspirasi usaha didefinisikan dalam Pasal 1 ayat 8 yaitu
• Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.
• Terdapat tiga macam bentuk persekongkolan, yaitu persekongkolan tender (pasal 22),
persekongkolan informasi atau persekongkolan untuk membocorkan rahasia dagang (pasal 23), dan persekongkolan untuk menghambat
perdagangan (pasal 24). Ketiga pasal ini
mengasumsikan adanya persekongkolan di
antara pelaku usaha. Dengan kata lain ada dua unsur yang harus dipenuhi sebelum
menerapkan pasal di atas. Pertama, para pihak haruslah peserta. Kedua mereka harus
menyepakati persekongkolan.
• Menurut penjelasan UU No. 5 tahun 1999
pasal 22 “Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan,
untuk mengadakan barang-barang, atau
untuk menyediakan jasa.”
• Pedoman KPPU tentang pasal 22 menjelaskan tentang standar
bersekongkol. Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh
pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa:
a. Kerjasama antara dua pihak atau lebih
b. Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya
c. Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan d. Menciptakan persaingan semu
e. Menyetujui dan/atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan
f. Tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui
(Surat Edaran KPPU No. 184/SE/KPPU/VI/2005 tentang Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender berdasarkan UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, h. 8.)
• Mengenai rahasia dagang, diatur secara
tersendiri dan tidak dimasukkan dalam UU No.
5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya
dapat dijumpai dalam UU No. 30 Tahun 2000
• tentang Rahasia Dagang.
• Pengertian rahasia dagang dikemukakan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 30 Tahun
2000 yang menyatakan: Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang
• Dalam Pasal 2 UU No. 30 Tahun 2000 dinyatakan, bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di
• bidang teknologi dan/ atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi
• dan tidak diketahui masyarakat umum. Selanjutnya, Pedoman
• pasal 50 b menjelaskan lingkup perlindungan berdasarkan hak
• kekayaan intelektual
• Pertama, bahwa perjanjian yang berkaitan dengan hak kekayaan
• intelektual yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah perjanjian
• lisensi yang berada dalam lingkup hak paten, hak merek, hak cipta,
• hak desain industri, hak desain tata letak sirkuit terpadu, dan hak
• rahasia dagang. Kedua, bahwa istilah ’merek dagang’ hendaknya
• dimaknai sebagai merek yang mencakup merek dagang dan
• merek jasa. Ketiga, bahwa istilah ’rangkaian elektronik terpadu’
• hendaknya dimaknai sebagai desain tata letak sirkuit terpadu