• Tidak ada hasil yang ditemukan

pemanfaatan ubi dan sagu

N/A
N/A
Marifa Indar Wara Gandini 2006110208

Academic year: 2025

Membagikan "pemanfaatan ubi dan sagu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ubi kayu

Ubi Kayu (Mannihot esculenta crantz) yang dalam bahasa Inggrisnya disebut cassava merupakan salah satu jenis ubi-ubian yang kaya akan karbohidrat sehingga sering digunakan sebagai cadangan bahan makanan oleh masyarakat Indonesia. Budidaya tanaman ubi kayu sangat mudah dan banyak dilakukan di kebun dan areal pekarangan. Disebut dengan nama ubi kayu atau ketela pohon atau singkong, dikarenakan bentuk dan warna permukaan umbinya yang menyerupai kayu.

Tanaman ubi kayu memiliki perakaran tunggang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 meter.

Beberapa akar tunggang tersebut akan mengalami perkembangan dan pembesaran sehingga membentuk umbi yang berfungsi untuk menyimpan cadangan energi bagi tanaman. Warna batang tanaman ubi kayu bervariasi mulai dari putih kecokelatan, putih kekuningan, dan cokelat. Warna daun pun bervariasi hijau keputihan, hijau keunguan, dan hijau dengan tangkai daun berwarna cokelat atau ungu. Ukuran dan diameter umbi sangat dipengaruhi oleh varietas. Panjang umbi ubi kayu dapat mencapai 50- 80 cm dan diameter sekitar 2-3 cm. Warna kulit umbi umumnya cokelat, sementara warna daging umbinya putih atau kekuning- kuningan. Struktur umbi ubi kayu terdiri dari kulit luar, kulit dalam, lapisan kambium, daging umbi, dan empulur.

sagu

umumnya pati yang mengandung amilopektin tinggi akan memiliki sifat lebih lengket, dan sebaliknya jika memiliki kadar amilosa tinggi akan lebih keras. selanjutnya pati sagu disebut sebagai pati yang lebih murni dibandingkan dengan jenis pati lainnya karena memiliki kandungan lemak dan protein yang sangat kecil.

secara umum proses ekstraksi pati sagu dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode tradisional dan metode modrn. prinsip kedua metode tersebut sebenarnya sama, tapi letak perbedaannya hanya pada skala produksinya dan jenis peralatan yang digunakan. untuk memperoleh pati sagu, setelah tahap pemarutan dilakukan ekstraksi secara basah. penggunaan air dalam proses ekstraksi ini adalah untuk pengambilan pati yang berada di dalam serat sagu, hal ini karena granula pati akan terdispersi di dalam air.

karakteristik fisikokimia pati dan tepung

granula pati tersusun atas bagian kristalin dana morph, di mana amilopektin terletak pada bagian kristalin sedangkan amilosa pada bagian amorph. bagian amorph lebih rentan terhadap perlakuan asam dan enzim. selain itu bagian tersebut merupakan awal dari masuknya air pada proses gelatinisasi.

Falling number merupakan salah satu cara untuk menentukan aktivitas amilolitik enzim alfa amilase.

Sifat ini penting diketahui untuk menentukan pemanfaatan tepung bagi produk yang akan diragikan.

Pengukuran dilakukan dengan cara pengocokan adonan menggunakan alat Falling Number. Hasil penentuan falling number adalah sebagai berikut:

-Nilai Falling number tinggi menunjukkan aktivitas enzim a- amilase rendah -Falling number rendah menunjukkan aktivitas enzim a amilase tinggi

Kisaran faling number yang ideal untuk pembuatan roti adalah 150-300. Jika falling number terlalu rendah menunjukkan aktivitas enzim berlebihan dan struktur roti menjadi rusak/keropos Sedangkan jika falling number terlalu tinggi menunjukkan aktivitas enzim kurang selama proses fermentasi sehingga pengembangan roti menjadi tidak maksimal seperti ditampilkan pada Gambar 6.5.

(2)

modikasi pati dan tepung

modifikasi pati adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengubah struktur dan ikatan hydrogen dari molekul pati untuk meningkatkan dan memperluas aplikasi sebagai bahan pangan atau non pangan. pati modifikasi dapat memperbaiki kualitas pati atau menambahkan sifat yang baru.

kelemahan utama pati alami yaitu viskositas tinggi, retrogradasi cepat, warna gel yang keruh, rentan mengalami sineresis, stabilitas freeze-thaw rendah, dan rentan rusak selama pengoalahan. beberapa metode modifikasi umumnya bertujuan untuk memperkuat granula, melemahkan atau merusak granula dan mengurangi Panjang rantai pati.

modifikasi heat moisture treatment (hmt)

HMT dilakukan dengan pengaturan kadar air yang lebih rendah daripada modifikasi annealing yaitu berkisar 18-35% dengan suhu pemanasan yang lebih tinggi yaitu 80-140 C. pati termodifikasi HMT memiliki karakteristik tahan terhadap perlakuan panas, mekanis, dan pH asam dengan meningkatnya suhu gelatinisasi dan menurunkan kapasitas pembengkakan granula. modifikasi HMT dan annealing dapat menurunkan derajat pengembangan dan kelarutan pada pati buckwheat di mana penurunan tersebut dipengaruhi oleh perlakuan pengaturan kadar air pati selama modifikasi. hal ini disebabkan karena modifikasi HMT dan annealing mengakibatkan pengaturan kembali molekul pati dan

keterbatasan hidrasi oleh molekul pati.

pembentukan struktur rigid pada double helix rantai amilopektin berkontribusi terhadap rendahnya kelarutan pati HMT. selain itu, perubahan struktur molekul pada granula pati yang meliputi struktur molekul amilopektin dan kekuatan ikatan intermolekuler pati juga berperan terhadap rendahnya daya pengembangan dan kelarutan pati termodifikasi HMT dan annealing. HMT tidak mengakibatkan perubahan morfologi-morfologi pati tetapi menyebabkan terbentuknya rongga di bagian tengah granula. Perubahan ini dipengaruhi oleh kadar air pati, suhu, dan waktu proses. modifikasi fisik HMT juga menyebabkan perubahan tipe kristal B dan C menjadi kristal tipe A tetapi tidak mengubah tipe kristal A. perlakuan pengaturan kadar air pati selama modifikasi HMT berpengaruh terhadap kristalinitas granula pati. makin tinggi kadar air proses, maka derajat kristalinitas meningkat.

modifikasi HMT juga berpengaruh terhadap kristal gel, serta menghasilkan perubahan kekerasan gel pada pati sorgum lebih besar daripada tepung sorgum termodifikasi HMT.

pemanfaatan ubi-ubian dan sagu dalam industry pangan

keunggulan dari ubi-ubian dan sagu sebagai bahan pangan tidak hanya ditujukan untuk menemukan olahan produk baru, tetapi juga memanfaatkan ketersediaan bahan pangan yang jumlahnya

melimpah. jenis tepung ubi yang umum digunakan dalam bentuk mocaf. mocaf merupakan tepung singkong modifikasi yang dibuat melalui proses fermentasi dengan bantuan bakteri asam laktat yang memiliki karakteristik yang mirip dengan terigu. mocaf juga memiliki tekstur yang lebih halus, warna yang lebih putih, dan beraroma tidak apek seperti tepung singkong pada umumnya.

penggunaan pati ubi-ubian dan sagu sebagai bahan pembuatan produk pangan masih terbatas karena sifat pati yang mudah mengalami retrogradasi, viskositas tinggi, dan daya pengembangan rendah. dengan demikian, diperlukan modifikasi pati terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada pembuatan produk pangan. ubi-ubian dan sagu dalam bentuk komposit telah banyak dikembangkan sebagai produk pangan non gluten. penggunaan tepung komposit bertujuan untuk mendapatkan karakteristik bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapat sifat fungsional tertentu. kelebihan dari penggunaan tepung komposit antara lain memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya satu jenis tepung saja, serta kualitas fisik dan organoleptic produk yang lebih baik. dalam pembuatan tepung komposit, umumnya ditambahkan hidrokolid

(3)

untuk meningkatkan kemampuan menahan gas dan viskoelastis adonan. penggunaan hidrokolid xanthan gum dengan konsentrasi 2,5% dalam formulasi tepung komposit dari tepung ubi jalar dan pati sagu dapat menghasilkan roti dengan sifat pengembangan terbaik. selain itu, rasio tepung atau pati juga berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. peningkatan rasio pati sagu dapat menurunkan keempukan roti, rasio pengembangan, serta volume spesifik roti berbasis tepung ubi jalar dan sagu.

pemanfaatan ubi-ubian dan sagu dalam industry bakery

roti merupakan produk pangan yang difermentasikan, dan akan mengembang selama

pemanggangan. pada produk roti, diperlukan baking expansion yang tinggi. sifat tepung ubi dan pati sagu yang dibutuhkan adalah memiliki stabilitas dan daya pengembangan serta baking expansion yang tinggi. contoh yang cocok untuk digunakan sebagai bahan pembuatan roti adalah tepung ubi kayu dan pati sagu termodifikasi. secara umum tahapan pembuatan roti adalah sebagai berikut:

#pencampuran adonan: pencampuran adonan bertujuan untuk menghomogenkan semua bahan dan menghidrasi tepung dan bahan kering lainnya. hal-hal yang perlu diperhatikan selama pencampuran (mixing) adonan adalah lama pencampuran dan metode pencampurannya.

#fermentasi: proses fermentasi gula dari tepung ubi oleh ragi menghasilkan etanol dan CO2. suhu optimum 26-27 C, RH 70-75% (stabil). faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi adonan adalah jenis tepung, garam, gula, ragi, air, improver, suhu adonan, waktu dan suhu fermentasi.

#pengembangan (proofing): proofing dilakukan pada suhu 32-38 C, RH 80-85%, 15-45 menit.

#pembakaran (150 C): menggunakan oven 150-200 C, selama proses pembakaran terjadi beberapa reaksi yaitu:

1. karamelisasi: terjadi akibat pemanasan gula pada suhu tinggi dan menghasilkan warna dari kuning hingga kecokelatan dan flavour caramel hingga gosong (burnt)

2. reaksi maillard: reaksi antara protein/amina dan karbohidrat dengan dipicu oleh pemanasan.

produk akhirnya melanoidin, produk intermediate nya berperan penting dalam menghasilkan warna dan flavour roti. perbedaannya dengan karamelisasi adalah, karamelisasi

membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menginsiasi reaksi, dan flavour yang dihasilkan antara kedua reaksi tersebut juga berbeda.

3. denaturasi protein: protein terdenaturasi ketika suhu crumb mencapai 60-70 C. protein terdenaturasi mulai kehilangan kemampuan mengikat air dan melepaskan air dari protein yang selanjutnya diserap oleh pati dan terjadi gelatinisasi.

4. gelatiniasasi pati: dipengaruhi oleh keberadaan air, suhu, dan lama waktu proses. pada umumnya, pati lebih mudah tergelatinisasi antara bagian lapisan crumb dan crust daripada bagian tengah roti karena paparan suhu tinggi selama proses pembakaran

5. penguapan air: kadar air bagian crust dan lapisan terluar dari roti berkurang sekitar 5%

sementara bagian dalam crumb masih relative konstan yaitu berkisar 43,5-45,1% (sama dengan kadar air adonan sebelum baking). pada saat roti dikeluarkan dari oven, air dari bagian dalam crumb bermigrasi ke bagian lapisan crust dan selama pendinginan, penguapan air pada bagian crust akan berlanjut hingga kadar air berkurang hingga mencapai 38%.

6. pembentukan formasi struktur sel: sifat struktur sel dipengaruhi oleh tahap pengolahan sebelum pemanggangan. akan tetapi kondisi pemanggangan paling berpengaruh terhadap pembentukan struktur roti. jika bagian crust terbentuk terlalu awal, pengembangan adonan akan terbatas dan struktur crumb akan rusak

7. inaktivasi enzim: enzim emilase pada tepung saat proofing akan menghidrolisis pati, yang akan membentuk adonan yang lebih encer dan meningkatkan pengembangan serta produk berupa

(4)

dextrin dan glukosa yang selanjutnya akan difermentasi oleh yeast menghasilkan gas CO2, namun enzim nya akan inaktif pada saat pemanggangan.

kualitas roti secara eksternal dan internal dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. loaf volume: indicator sifat retensi gas oleh adonan, kalo renda dapat disebabkan produksi gas atau adonan tidak mampu memerangkap gas. serta pengembangan terlalu tinggi menghasilkan kualitas eksternal roti yang kurang baik, yang disebabkan oleh kadar protein yang terlalu tinggi, yeast yang terlalu banyak ditambahkan, suhu proofing terlalu tinggi, waktu proofing terlalu lama, suhu pemanggangan yang rendah sehingga aktifitas yeast tidak terhenti.

2. oven spring: pengembangan volume adonan selama tahap awal baking yaitu sekitar sepertiga dari volume awal. pengukurannya dengan membandingkan tinggi roti setelah baking dengan sebelum baking.

3. surface blisters: adalah pelepuhan pada permukaan roti, yang menunjukkan adonan dengan sifat retensi gas yang buruk. yang berpengaruh adalah lemak, lemak membantu menstabilkan adonan.

4. warna crust dan crumb: warna kerak/crust dipengaruhi oleh waktu dan suhu pemanggangan.

sedangkan jenis tepung dan bahan yang digunakan memengaruhi warna crust dan crumb. tepung dengan banyak pati yang rusak akan menghasilkan gula reduksi yang mengakibatkan warna kerak yang lebih bewarna. sama dengan susu dan gula yang berlebihan juga menyebabkan warna kerak dengan intensitas warna yang lebih tinggi. sedangkan kualitas secara internal dipengaruhi oleh struktur pada bagian crumb. struktur berpori crumb dipengaruhi oleh metode pemcampuran, formula roti, kondisi fermentasi dan pencampuran, dan proofing

makin banyak kadar pati pada tepung komposit akan memicu terjadinya retrogradasi saat roti didinginkan dan disimpan. perlakuan penepungan dan penambahan hidrokolid berpengaruh terhadap pengembangan, tekstur, warna kerak/crust dan crumb, serta pori-pori roti. volume pengembangan roti meningkat dengan makin tingginya konsentrasi HM-pectin. HM-pectin berperan dalam pembentukan reologi adonan dan kualitas roti, sehingga meningkatkan pengembangan dan retensi gas melalui peningkatan viskositas dan stabilitas adonan. selain itu HM-pectin juga

mempunyai gugus hidrofob yang menyebabkan aktivitas antarmuka gluten dan selanjutnya membentuk struktur jaringan.

warna roti menjadi parameter terpenting yang menentukan tingkat kesukaan konsumen, berkaitan erat dengan terjadinya reaksi maillard. penepungan tepung singkong melalui roasting terjadi pragelatinisasi pati yang mengakibatkan pemotongan rantai amilosa sehingga menghasilkan gula reduksi yang selanjutnya berperan dalam reaksi maillard. struktur crumb roti yang terbuat dari tepung singkong roasting lebih baik daripada control (100% terigu) dengan ukuran roti yang lebih kecil dan seragam.

dapus:

Arimbi, A. N. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Penambahan Puree Wortel (Ducus carota L.) Terhadap Mutu Organoleptik Roti Tawar. e-journal Boga, 2(03): 114- 121.

Demiate, I. M. 2005. Viscographic Characteristics of Chemically Modified Cassava Starches Assessed By RVA. Ponta Grossa, 11(1): 7-17.

Donald, A. M. 2004. Understanding starch structure and functionality. In A.-C. Eliasson, Starch in Food Structure, function, and applications (p. 178). Cambridge: Woodhead Publishing Limited.

(5)

Eduardo, M. S. 2013. Effect of Cassava Flour Characteristics on Properties of Cassava-Wheat-Maize Composite Bread Types International Journal of Food Science, 1-10.

Elvira S. 2012. Pengaruh Proses Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 23(1): 100-106

Haegens, N. 2006. Principles of baking. In Y. Hui, Bakery Products: Science and Technology (pp. 245- 260). Iowa: Blackwell Publishing.

Haryadi. 2011. Teknologi Modifikasi Tepung Kasava. Agritech, 31(02):86-72.

Wang, M. 2015. Changes in physicochemical properties and in vitro digestibility of common buckwheat starch by heat-moisture treatment and annealing. Carbohydrate Polymers, 132: 237- 244.

Mulyadi, A. H. 2013. Modifikasi Tepung Ubikayu Secara Biologi Menggunakan Starter Bakteri Asam Laktat. Techno, 14(2): 22-28.

Qingjie S. 2014. Physicochemical differences between sorghum starch and sorghum flour modified by heat-moisture treatment. Food Chemistry, 145: 756-764.

Taggart, P. 2004. Starch as an ingredient: manufacture and applications. In A.-C. Elliasson, Starch in food: Structure, function and applications (pp. 373-402). Cambridge: Woodhead Publishing Limited.

Taggart, P. 2009. Starch. In G. O. Williams, Handbook of Hydrocolloids (pp. 108-140). Cambridge:

Blackwell Publishing Limited.

Tethool, E. 2016. Pengolahan Produk Esktrusi. Manokwari: Akademi Komunitas Negeri Sorong Selatan.

Tethool, E. F., & Dewi, A. M. 2017. Pengaruh Konsentrasi Xanthan Gum Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Komposit dan Roti yang Dihasilkan dari Ubi Jalar dan Sagu. Prosiding Seminas Nasional SNST 8 (pp. 61-66). Semarang.

Tethool, E. F., & Dewi, A. M. 2018. Pengaruh Rasio Tepung Ubi Jalar dan Pati Sagu Terhadap

Fisikokimia Tepung Komposit dan Karakteristik Fisik Roti yang Dihasilkan. Prosiding Seminar Nasional SNST 9 (pp. 42-47). Semarang.

Tortoc, C. E. 2014. Evaluation of the Physical and Sensory Characteristics of Bread Produced from Three Varieties of Cassava and Wheat Composite Flours. Food and Public Health, 4(5): 214-222.

Referensi

Dokumen terkait

Gliserol merupakan plasticizer, di mana plasticizer merupakan molekul non volatile yang ditambahkan pada material polymer untuk mengubah struktur

Ketika molekul pati dipanaskan dalam air, struktur kristalin rusak dan molekul air akan terikat oleh ikatan hidrogen pada gugus hidroksil amilosa dan

Hasil penelitian menunjukan bahwa perbandingan formulasi tepung jagung, ubi jalar dan pati sagu berpengaruh terhadap warna, volume pengembangan, penyerapan air,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Perlakuan Kue bangkit perlakuan K 3 (pati sagu 50%, tepung tempe 25%, tepung ubi jalar ungu 25%) merupakan kue bangkit perlakuan

Modifikasi pati secara kimia menggunakan STPP akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat menurunkan derajat

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan rasio komposisi tepung terigu, pati sagu dan tepung ubi jalar ungu dalam pembuatan roti manis berpengaruh

Hal ini disebabkan derajat pengikat silang rantai molekul lateks yang tinggi pada perbandingan modifikasi pati lateks 2 : 1, maka semakin banyak reaksi ikatan

Hasil Anova menunjukkan bahwa perbedaan komposisi bahan dasar (pati sagu, tepung tempe dan tepung ubi jalar ungu) dalam pembuatan kue bangkit memberikan