• Tidak ada hasil yang ditemukan

MK. PEMBANGUNAN KARAKTER PEMERINTAHAN Nilai-nilai yang Terkandung dalam Budaya Tabe’ dan Siri’ sebagai Faktor yang Membangun Karakter Bangsa

N/A
N/A
Emi Lia

Academic year: 2024

Membagikan "MK. PEMBANGUNAN KARAKTER PEMERINTAHAN Nilai-nilai yang Terkandung dalam Budaya Tabe’ dan Siri’ sebagai Faktor yang Membangun Karakter Bangsa "

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

‘NAMA: EMILIA ZAFIRA LAMADING NIM: E051201016

PRODI: ILMU PEMERINTAHAN

MK. PEMBANGUNAN KARAKTER PEMERINTAHAN

“Nilai-nilai yang Terkandung dalam Budaya Tabe’ dan Siri’ sebagai Faktor yang Membangun Karakter Bangsa”

Pengantar

Kearifan Lokal merupakan pandangan hidup serta strategi kehidupan yang berwujud pada aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam menjawab berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebtuhan mereka. Karakter adalah kepribadian, tabiat, identitas diri, atau jati diri. Karakter merupakan jati diri, identitas, kepribadian, dan watak yang melekat pada diri seseorang yang berkaitan dengan dimensi psikis dan fisik. Karakter merupakan nilai-nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai dasar interaksi antarmanusia. Secara Universal, karakter dapat dirumuskan sebagai nilai hidup Bersama berdasarkan pilar; Kedamaian, menghargai, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kasih saying, rendah hati, kerja sama, tanggung jawab, kesederhanaan, tolerasi, dan persatuan. Sedangkan karakter Bangsa adalah akumulasi dari karakter-karakter warga masayrakat bangsa itu sendiri. Lalu bagaimana Kearifan lokal menjadi bentuk dalam membangun karakter bangsa.

Pembahasan

Budaya Tabe’ merupakan salah satu kebudayaan yang ada di Sulawesi. Tabe’

merupakan kata yang memiliki makna yang sama dengan permisi. Budaya Tabe’ merupakan symbol yang berarti menghargai dan menghormati orang yang ada di hadapan kita, Tabe’

juga tidak sebatas meminta permisi Ketika hendak lewat di hadapan orang. Tabe’ juga biasa di gunakan Ketika hendak meminta maaf kepada orang lain, ingin meminjam sesuatu kepada orang lain, hendak bertanya, dan masih banyak lagi.

(2)

Sekilas jika kita memandang sikap budaya tabe’ terlihat sepele, namum perlu dipahami hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di Sulawesi selatan. Budaya tabe’ akan memunculkan rasa dihargai serta melaharikan keakraban meskipun sebelumnya tidak saling mengenal. Dalam kehidupan masyarakat Sulawesi apabila ada yang melewati orang lain yang sedang duduk sejajar tanpa mengatakan tabe’ maka yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti adat sopan santun atau pabila ada yang melewati orang lain yang sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe’ maka yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti tata krama aau adat sopan santun.

Sikap tabe’ yakni mengoptimasi untuk tidak berkacak pinggang, atau tidak usil dan mengganggu orang lain. Tabe’ berakar sangat kuat sebagai etika dalam tradisi atau sama halnya seperti pelajaran dalam hidup yang didasarkan pada akal sehat dan rasa hormat terhadap sesama. Budaya tabe’ ini memang sangat tepat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari - hari, terutama dalam pengiplementasiannya melalui pedidikan karaket dengan cara mengajarkan hal- hal yang berhubungan dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan kata tabe’ (permisi) sambil berbungkuk setengah badan bila lewat di depan sekumpulan orang- orang tua yang sedang bercerita, mengucapkan iyé, jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda. Inilah di antara ajaran- ajaran masyarakat Sulawesi Selatan.

Bukan hanya Budaya tabe’ yang perlu untuk tetap dilestarikan sebagai bentuk pembangunan karakter bangsa. Di Sulawesi khususnya suku Bugis, dikenal juga budaya Siri’.

Siri’ sendiri artinya ‘rasa malu’. Kenapa saya mengakatakan bahwa budaya siri’ juga menjadi salah satu kearifan lokal yang mampu untuk membentuk karakter, karena budaya siri’ sendiri berarti seseorang yang memiliki rasa malu. Setiap daerah pasti memiliki kearifan lokal mereka masing-masing dalam membangun karakter masyarakatnya. Bagi masyarakat Bugis- Makassar, istilah Siri’ mengajarkan untuk memiliki rasa moralitas berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya. Seseorang yang memiliki Siri’ adalah orang-orang yang memiliki karakter yang jujur, patuh, rasa memiliki, serta rasa rendah hati.

Peran kebudayaan dalam membangun karakter bangsa melalui budaya Tabe’ dan Siri’

ini dapat dimulai sejak dini, terutama di lingkungan keluarga. Faktor keluarga merupakan faktor pertama dalam memberikan pengajaran terkait budaya tabe’ dan siri’. Tanpa adanya peran orang tua, seorang anak akan kehilangan contoh awal dalam berperilaku dan

(3)

menghargai orang lain serta menerapkan rasa rendah hati sejak dini. Ada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya tabe’ yang dikenal dengan falsafah 3-S, yaitu:

a. Sipakatau, diartikan sebagai mengakui segala hak tanpa memandang status sosial atau bisa juga diartikan sebagai rasa kepedulian antara sesama.

b. Sipakalebbi, diartikan sebagai sikap hormat terhadap sesama, senantiasa memperlakukan orang dengan baik. Budaya tabe’ menunjukkan bahwa yang ditabe’ki dan yang men’tabei adalah sama-sama tau (orang) yang dipakalebbi.

c. Sipakainge, diartikan sebagai tuntunan bagi masyarakat bugis untuk saling mengingatkan.

Kesimpulan

Kearifan Lokal merupakan gagasan-gagasan masyarakat yang bersifat bijaksana, bernilai baik, yang kemudian tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal menjadi salah satu strategi dalam melakukan penanaman nilai-nilai karakter. Di Sulawesi Selatan dikenal budaya Tabe’ dan Siri’ yang merupakan wujud untuk menghormati, menghargai, jujur, patuh, rasa memiliki, serta rasa rendah hati terhadap orang lain.

Penanaman nilai-nilai budaya Tabe’ dan siri’ akan membentuk dan membangun karakter bangsa kea rah yang lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

(5) Berdasar analisis SWOT, dikembangkan draf model PKn di SMP berbasis kearifan lokal sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk penguatan karakter dan jati

Kepada orang tua agar tetap melestarikan budaya macapat karena pembangunan dan pengembangan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguat karakter bangsa

permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi masyarakat Kota Gorontalo terhadap budaya Huyula kaitannya dengan upaya pembangunan karakter bangsa?;

Dengan mendeskripsikan kearifan lokal Bali, terungkap bahwa di dalam ungkapan-ungkapan tradisional Bali terkandung pesan dan nasehat yang berisikan nilai-nilai moral yang

Berbeda dari penelitian di atas, penelitian ini tidak hanya melihat nilai-nilai karakter yang terkandung pada kearifan lokal kabumi saja, melainkan juga peran dan proses

Muncul  pertanyaan  epistimologis,  bagaimana  nilai‐nilai  keIslaman  dan  keIndonesian  dapat  mewujud  dalam  karakter  Bangsa  Indonesia  ?  Karena  Bangsa 

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Memiliki makna sebagai pendidikan yang mengembangkan Nilai- nilai Budaya dan Karakter Bangsa pada diri Peserta didik sehingga nilai-

Peran Pendidikan Multikultural Dalam Membangun Budaya Dan Karakter Bangsa Pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran