BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.1 Ada berbagai macam tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat termasuk juga anak.
Suatu kejahatan, kenakalan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang tanpa terkecuali pasti memiliki penyebab yang menjadi latar belakang mengapa perbuatan itu dilakukan. Faktor- faktor yang mendorong perbuatan itu dilakukan sering juga disebut sebagai motivasi dimana di dalamnya mengandung unsur niat, hasrat, kehendak, dorongan kebutuhan yang kemudian diwujudkan dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.
Melalui asas lex specialis derogat legi generalis, hukum pidana anak membenarkan undang-undang lain diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bertalian dengan masalah anak seperti ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak( selanjutnya disingkat UU SPPA) . Di dalam undang- undang ini mengatur definisi anak, lembaga-lembaga anak, asas-asas, sanksi pidana, dan ketentuan pidana. Dalam undang-undang tersebut juga membahas tentang pembedaan perlakuan dalam hukum maupun ancaman pemidanaannya. Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar setelah melalui proses pembinaan akan menemukan jati
1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal.25
dirinya menjadi manusia yang lebih baik, berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Seorang anak yang melakukan tindak pidana juga membutuhkan perlindungan hukum sebagai salah satu cara melindungi tunas bangsa di masa depan, perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik dan mental, oleh karena itu anak memerlukan perlidungan dan perawatan khusus.2
Anak tidak dapat melindungi hak-haknya seorang diri, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Keluarga, negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. Jika harus dilakukan proses hukum terhadap anak, maka tentunya kurang adil jika terdakwa anak diberlakukan proses hukum yang sama dengan terdakwa dewasa.
Begitu juga dengan pidana yang nantinya akan dijatuhkan kepada anak, tentu tidak adil jika harus menjalani pidana sama seperti terdakwa dewasa. Dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak, harus betul-betul memperhatikan kepentingan dan masa depan anak.
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Tujuan dari perlindungan anak disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya UU Perlindungan Anak) untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar hidup,
2 Harkristuti Harkrisnowo, Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu (dalam Konteks Indonesia). Seminar Keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba. Medan. Tanggal 4-5 April 2002, hal. 3.
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh berbagai faktor antara lain dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagai orang tua. Hal tersebut telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap nilai serta perilaku anak.
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan ini antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anakdengan berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak.
Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan kepada orang lain yang terlibat atau orang yang melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut.3
Fenomena terjadi nasib malang dialami seorang siswi SMP di Kabupaten Kampar, Riau.
Niat hati bermain di rumah temannya, bocah berusia 13 tahun itu malah dilecehkan. Pelaku pelecehan adalah temannya sendiri berinisial RA. "Saat ini tersangka RA (14) sudah diamankan setelah mendapatkan laporan resmi dari pihak keluarga," Aksi asusila terhadap korban sebutnya saja Bunga terjadi September 2020 di kawasan Tapung Kabupaten Kampar. Kepada polisi, Bunga mengaku saat ini pamit ke ibunya untuk bermain di rumah tersangka RA yang juga berstatus
3 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung, PT Refika Aditama, 2008, hal. 2.
pelajar SMP. Saat mereka bermain itulah, RA langsung menjatuhkan korban di tanah. RA memaksa Bunga untuk melepaskan pakaianya. Namun korban berusaha meronta. Setelah itu tersangka RA terus berupaya menodai remaja tersebut. Setelah kejadian itu, korban melaporkan yang dialaminya ke Ketua RT setempat. Setelah itu Ketua RT langsung menghubungi ibu korban berinisial Z. Tidak berapa lama, Z menjemput anaknya di rumah Ketua RT.
Di hadapan sang ibu, bunga menceritakan hal yang dialaminya. Tidak terima dengan perbuatan asusila RA, Z melaporkan kasus ini ke Polsek Tapung. Setelah mendapatkan laporan, anggota langsung bergerak dan memburu pelaku. Setelah mendapatkan keberadaan pelaku, anggota Polsek Tapung langsung menangkap tersangka tanpa perlawanan.4
Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus, selain itu anak merupakan titipan dari tuhan yang diberikan kepada orang tuanya untuk dididik dan dilindungi sebagai penerus bangsa , oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,mental dan sosial secara utuh yang selaras dan seimbang. Berdasarkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini ternyata memperlihatkan perilaku anak yang menjurus kepada tindak pidana kejahatan, seperti pemerkosaan,pencabulan, pencurian, perkelahian antar pelajar dan lain-lain sehingga anak berhadapan dengan proses hukum yang sama dengan orang dewasa.
Selain kasus yang dipaparkan di atas masih ada lagi kasus yang terjadi di Kota Tasikmalaya. Korban datang ke SPK Mapolres bersama seorang kerabatnya, Jumat, 4 juni 2021.
Korban mengaku dilecehkan saat berkunjung ke rumah temannya di Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Senin, 25 Mei 2021.
4 https://news.okezone.com/read/2015/05/24/340/1154489/siswi-smp-jadi-korban-pelecehan-teman-sendiri, diakses tanggal 5 juni 2021
Kepada petugas SPK, korban menuturkan, ia bertandang ke rumah temannya di Mangkubumi sekitar pukul 20.00.WIB. Saat akan pulang sekitar pukul 22.00, terduga pelaku, yang berusia 16 tahun, membawa HP korban dan meminta korban jangan dulu pulang. Kebetulan di rumah sedang kosong, terduga pelaku meminta korban tiduran di kamar, hingga terjadi pelecehan seksual. Kasatreskrim Polres Tasikmalaya Kota, membenarkan adanya pengaduan perempuan muda warga Bandung tersebut. "Kasusnya masih dalam penyelidikan. Korban masih dimintai keterangan, termasuk saksi lainnya.5
Telah diatur dalam Pasal 20 UU Perlindungan Anak tentang Perlindungan Anak bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua. Setiap anggota masyarakat diharapkan dapat mengusahakan perlindungan bagi anak sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Seperti halnya negara dan pemerintah yang bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal.
Bagi sebagian orang, menjatuhkan pidana bagi anak dianggap tidak bijak. Akan tetapi ada sebagian yang beranggapan bahwa pemidanaan terhadap anak tetap penting dilakukan, agar sikap buruk anak tidak terus menjadi permanen sampai ia dewasa. Hal ini telah diatur dalam Pasal 79 ayat (1) UU SPPA bahwa pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.
Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh yang selaras dan seimbang. Maka dari itu, dalam hal pengenaan
5https://www.tribunnews.com/regional/2021/06/06/gadis-17-tahun-asal-bandung-ngaku-dilecehkan-teman-sendiri-
ini-kronologinya. Diakses tanggal 08 juni 2021
sanksi tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa harus dibedakan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang penerapan sanksi hukum dan pertimbangan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Untuk itu penulis mengangkat judul PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisa dan membahas penerapan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012
2. Sebagai salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Pattimura Program Studi Di Luar Kampus Utama Kepulauan Aru.
D. Kegunaan Penelitian
1. Mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012
2. Sebagai bahan masukan bagi penegak hukum dan masyarakat guna mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual menurut Undang- undang Nomor 11 tahun 2012
E. Kerangka Konseptual
Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin aktual dalam lingkungkan sosial. Kedudukan anak dalam lingkungan hukum hukum sebagai subjek hukum ditentukan dari sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidakmampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai kedalam peristiwa hukum pidana maupun hubungan kotrak yang berada dalam lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.6 Anak merupakan potensi sumber daya manusia di masa depan.
Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin aktual dalam lingkungkan sosial.
6 Maulana Hasan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Wina Sarana, Jakarta, 2000, hal 3.
UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5 : “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas (18) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”
Menurut UU Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Menurut UU SPPA “Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 ( dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 ( delapan belas ) tahun yang diduga melakukan tindak pidana, ”UNICEF “Anak adalah penduduk yang berusia antara 0 (nol) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
Adapun pengertian anak sebagaimana yang diatur dalam UU SPPA menjelaskan yang dimaksud anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Namun, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 001/PUU-VIII/2010 tentang batasan umur anak, maka batasan umur anak sebagai pelaku tindak pidana yang dapat didilakukan proses hukum adalah anak yang berusia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.
Pemidanaan ialah upaya untuk menyadarkan terpidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat pada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Mengingat kekhususan yang dimiliki anak, baik dari segi rohani dan jasmani, maupun dari segi pertanggungan jawab pidana atas perilaku dan tindakannya, maka haruslah diusahakan agar pemidanaan terhadap anak terutama pidana perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) bilamana upaya lain tidak berhasil.
F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif atau Yuridis Normatif, yang dalam penelitian ini disebut penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan Pustaka atau data sekunder belaka.7 Dengan demikian dalam penelitian ini, akan mencari dan menemukan segera hasil atau jawaban atas permasalahan yang telah dikonsepkan secara sistematis.
2. Pendekatan Masalah
Pendekata masalah diartikan sebagai usaha dalam rangka aktivitas peelitian untuk mengadakan hubungan orang yang diteliti atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah yang diteliti.8 Dengan demikian maka pendekatan yang digunakan ini adalah untuk menemukan jawaban segera atas permasalahan hukum sebagaimana diuraikan dengan sistematis pada permasalahan di atas.9 Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan Perundang-undangan (statute approach) yakni digunakan untuk melihat kesesuain antara Undang-Undang Dasar dengan undang-undang, atau antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain, pendekatan Konseptual ( Conseptual approach) ini dilakukan dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan atau doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum Ketika menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi.
7 Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.13.
8 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, 2008, hal. 30.
9 H. Salim HS dan Erlies S. Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 17.
3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum adalah segala sesuatu yang dapatbdipakai atau diperlukan untuk tujuan menganalisa hukum yang berlaku. Dengan demikian bahan hukum yang dikaji dan dianalisis dalam penelitian hukum normatif terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.10
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat .11 bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Undang-udang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 4. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum Sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, jurnal-jurnal, artikel-artikel, baik yang tersaji dalam bentuk cetak maupun elektronik, maupun pendapat ahli (doktrin) yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Prosedur dan pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan hukum yang terkait untuk memperoleh informasi yang objektif dan akurat, baik dari buku-buku, undang-undang maupun internet. Pengumpulan
10Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Pernada Media Group, Surabaya, 2006, hal. 141.
11 Lexy J Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1989, hal. 112.
bahan hukum dilakukan dengan menyusun berdasarkan subyek selanjutnya dipelajari kemudian diklasifikasikan sesuai dengan pokok yang dibahas.
5. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum
Metode yang digunakan dalam menganalisa bahan hokum yaitu metode analisa kualitatif.
Metode analisa kualitatif yaitu bahan yang telah terkumpul kemudian dianalisa dan disusun secara deskriptif, sistematis dan logis hingga menuju pada penarikan kesimpulan