• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KARAKTER GOTONG ROYONG MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL SUKU BUGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PEMBENTUKAN KARAKTER GOTONG ROYONG MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL SUKU BUGIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

(3)

iii

Menggagas Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Etnopedagogik

Penulis:

Kalsum, Agussalim, Imranah, Yulie Asni, Zurahmah, Fajriyani, Azmidar, Andi Zulfiana, Novia Anugra, Eka

Sriwahyuni, Selvy Anggriani Syarif, Nurul Hasanah, Hartina Husain, Nur Yusaerah, Humaeroah, Nur Azisah,

Muhammad Irwan, Nurleli Ramli, Syarifah Halifah, Nurrahmah

Editor:

Nurleli Ramli

Penerbit IAIN Parepare Nusantara Press

2023

(4)

iv

Menggagas Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Etnopedagogik

Penulis

Kalsum, Agussalim, Imranah, Yulie Asni, Zurahmah, Fajriyani, Azmidar, Andi Zulfiana, Novia Anugra, Eka Sriwahyuni, Selvy Anggriani Syarif, Nurul Hasanah, Hartina Husain, Nur Yusaerah, Humaeroah, Nur Azisah, Muhammad Irwan, Nurleli Ramli, Syarifah Halifah,

Nurrahmah

Editor

Nurleli Ramli

Desain Sampul Agsar

Penata Letak Muh. Ilham Jaya

Copyright IPN Press, ISBN:978-623-8092-46-8

Jalan Amal Bakti No. 08 Soreang Kota Parepare, Sulawesi Selatan 91132

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan

apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Dicetak oleh IAIN Parepare Nusantara Press, Parepare 291 hlm 15,4 cm x 23 cm Cetakan I, Agustus 2023 Diterbitkan oleh:

IAIN Parepare Nusantara Press

(5)

v

Prakata

Puji syukur kami panjatkan kepada sang pencipta karena atas kehendak dan karunia-NYA sehingga kumpulan tulisan teman-teman sejawat dalam buku menggagas nilai-nilai kearifan lokal melalui etnopedagogik dapat diselesaikan. Kerarifan lokal disetiap daerah sangat beragam dan merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Melestarikannya merupakan suatu kewajiban agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman.

Banyak pilihan yang dapat ditempuh untuk mewariskannya kepada generasi muda dan salah satu pihannya adalah melalui pembelajaran dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dalam pembelajaran dan atau menggunakan salah satu kearifan lokal tersebut sebagai media pembelajaran.

Buku ini terdiri dari ragam kearifan lokal berbagai daerah yang ada di Sulawaesi Selatan khsusunya pada masyarakat suku bugis. Ulasan ragam kearifan lokal yang tersajikan dalam buku diharapkan dapat menjadi suatu inspirasi bagi para pendidik, pemerhati pendidikan, orang tua, dan masyarakat untuk dijadikan sebagai suatu alternatif dalam mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi muda dengan memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal. Kehadiran buku ini sebagai suatu bentuk kepedulian untuk melestarikan kearifan lokal dan kepedulian terhadap mulai terlupakannya nilai-nilai kebersamaan dan filosifis dari kearifan lokal.

Semoga tulisan teman-teman sejawat dengan mengangkat kearifan lokal daerahnya masing-masing kembali mengingatkan para pembaca tentang ragam

(6)

vi

warisan yang telah ditinggalkan oleh Nenek Moyang utamanya pada masyarakat suku bugis Sulawesi Selatan.

Kami menyadari bahwa tulisan dalam buku ini tidak luput dari kesempurnaan oleh karena itu masukan dan kritik dari pembaca akan menjadi hal yang berharga untuk perbaikan tulisan berikutnya.

Terimakasih atas kerjasama teman-teman sejawat semua yang dengan ketulusan hatinya telah meluangkan waktu untuk memperkenalkan kearifan lokal daerahnya tanpa kerjasama yang baik dari teman-teman semua buku ini tidak akan hadir dan dinikmati oleh semua pembaca.

Parepare, April 2023

Founder AGSIA Foundation

(7)

vii

Daftar Isi

Prakata ... v Daftar Isi ... vii

Identifikasi Konsep Etnokimia pada Pembuatan Lipa’ Sabbe sebagai Sumber Pembelajaran IPA

Imranah ... 1 Kajian Etnobiologi Reu Balacung: Perban

Alami Masyarakat Enrekang sebagai Sumber Pembelajaran IPA

Novia Anugra ... 20 Konsep Fluida Statis pada Rumah Terapung di Danau Tempe sebagai Sumber Pembelajaran Mekanika Fluida

Fajriyani ... 39

Mappere: Identifikasi Konsep Fisika

Eka Sriwahyuni ... 56 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis

Berbasis Budaya Tudang Sipulung pada Pembelajaran Statistika

Hartina Husain ... 69

1 a

2

3

4

5

(8)

viii

Potensi Pigmen Pewarna Alami pada Corak Songkok Recca sebagai Sumber Pembelajaran IPA

Nur Yusaerah ... 89 Eksplorasi Etnomatematika pada Makanan

Tradisional Masyarakat Massenrempulu sebagai Sumber Pembelajaran Matematika

Azmidar ... 109 Pendidikan Berbasis Karakter Menuju Era 5.0 : Penerapan Ada-Ada Pappaseng sebagai Sumber Pembelajaran Bahasa Inggris

Humaeroah ... 128

Buginese Cultural Values: Sipakatau,

Sipakalebbi, Sipakainge as an Introduction to Ethnopedagogy for English Pre-Service

Teachers

Yulie Asni ... 143 Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Kearifan

Lokal dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Kalsum, Agussalim ... 160

6

7

8

9

10

(9)

ix

Penggunaan Materi Berbasis Budaya Lokal dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Bahasa Inggris Siswa SMP pada Procedure Text

Nurul Hasanah ... 171 Implementasi Tudang Sipulung sebagai

Modeling Konseling Kelompok pada

Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare Andi Zulfiana ... 185 Menilik Nilai Tradisi Mappatettong Bola

dalam Merawat Semangat Gotong Royong sebagai Sumber Pembelajaran IPS

Zurahmah ... 196 Modal Sosial Masyarakat Bugis dalam

Pengasuhan Anak Buruh Migran Perempuan Selvy Anggriani Syarif ... 219

La Pagala: Petuahnya dalam Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Asing

Nur Azisa, Muhammad Irwan ... 238 Pembentukan Karakter Gotong Royong

Melalui Permainan Tradisional Suku Bugis

Nurleli Ramli ... 251 11

12

13

14

15

16

(10)

Pola Asuh Orang Tua dalam Membentuk Moral Anak pada Masyarakat Pesisir Mandar Syarifah Halifah, Nurrahmah ... 267 17

(11)

PEMBENTUKAN KARAKTER GOTONG ROYONG MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL SUKU BUGIS

Nurleli Ramli, Tadris IPS IAIN Parepare E-mail: nurleliramli@iainpare.ac.id

Era digital memberikan dampak terhadap pola perilaku masyarakat utamanya dalam hal saling tegur sapa secara langsung dan adanya dominasi untuk bekerja secara individualis. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan berdampak terhadap lunturnya semangat gotong royong masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa yang memegang teguh prinsip bhineka tunggal ika. Mengembalikan semangat gotong royong dapat dimulai melalui pelestarian permainan tradisional kepada anak-anak karena kegiatan tersebut identik dengan kerjasama, kejujuran, dan semangat perjuangan. Permainan tradisional utamanya yang berasal dari suku bugis apabila dimainkan harus melibatkan dua orang atau lebih sehingga hal ini akan memberikan suatu pembelajaran bagi anak bagaimana mereka bisa bersosialisasi dan secara bersama-sama menyelesaikan alur permainan sesuai dengan kesepakatan. Penggalian nilai-nilai gotong royong yang terdapat dalam permainan tradisional suku bugis dilakukan melalui kajian literatur. Hasilnya menunjukkan bahwa permainan tradisional suku bugis selain bertujuan untuk pembentukan karakter gotong royong juga berdampak terhadap kehidupan sosial anak yang tidak individualistis dan tumbuhnya rasa kecintaan terhadap budaya lokal daerahnya.

Abstrak

Kata Kunci: Permainan Tradisional, Suku Bugis, Karakter Gotong Royong

(12)

252 PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia dikenal dengan semangat kebangsaan yang memegang teguh prinsip gotong royong tanpa memandang ras, agama, dan suku. Hal inilah yang menjadikan bangsa Indonesia bisa hidup berdampingan dengan banyaknya keberagaman. Semangat gotong royong menjadi warisan leluhur yang sangat bermakna untuk menciptakan perdamaian, akan tetapi seiring dengan perkembangan digitalisasi kehidupan sosial masyarakat mengalami pergeseran dari kehidupan sosial secara langsung menjadi kehidupan sosial tidak langsung dengan memanfaatkan media sosial. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tersedianya beragam jasa yang diperjual belikan sehingga sudah jarang ditemukan kerumunan warga yang saling membantu satu sama lain. Semangat gotong royong secara langsung masih bisa didapatkan pada daerah-daerah kecil, akan tetapi apabila sudah berada pada suatu wilayah yang agak besar atau bahkan kota, maka semangat gotong royong tersebut sudah mulai jarang ditemukan. Memudarnya semangat gotong royong juga dipengaruhi oleh berbagai aplikasi dan peralatan yang mempermudah pekerjaan manusia.

Hal yang paling mengkhawatikan apabila semangat gotong royong tidak bisa diwariskan kepada generasi muda, oleh karena itu generasi muda utamanya anak-anak harus dibiasakan melakukan gotong royong secara langsung(Irfan, 2017). Berbagai cara bisa dilakukan untuk mengajarkan gotong royong kepada anak-anak, akan tetapi perlu diketahui bahwa anak-anak akan lebih mudah mempelajari sesuatu ketika mereka mempraktekkannya atau terlibat dalam kegiatan tersebut. Anak- anak akan sulit untuk menerima sesuatu ketika hanya diajarkan melalui ceramah tanpa memberikan contoh langsung kepada mereka dalam kehidupan sehari-harinya. Keterlibatan secara langsung dalam suatu pelajaran secara tidak langsung akan mengajarkan dan membiasakan anak sehingga ketika mereka mengalami kendala, maka mereka akan bertanya kepada orang

(13)

253

tua, keluarga, atau orang dewasa yang memahami untuk mendapatkan jawaban.

Perkembangan digitalisasi berdampak terhadap cara anak bermain, mereka yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang didominasi oleh orang dewasa dan usia anak yang tidak sepermainan mengakibatkan mereka bermain melalui handphone(Puspita, 2020). Dampaknya anak-anak tidak mendapatkan kehidupan sosial sesuai dengan masa perkembangannya, padahal mereka pada masa perkembangannya akan sangat mudah untuk dibentuk kecerdasan dan karakternya yang didasari oleh nilai-nilai sosial. Tumbuh kembang anak-anak menjadi tanggung jawab generasi sebelumnya, oleh karena itu anak-anak sejatinya dapat diperkenalkan dengan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya melalui sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Anak-anak juga wajib untuk mengetahui kearifan lokal daerahnya karena didalamnya terdapat berbagai nilai-nilai sosial yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bermasyarakat.

Permainan tradisonal menjadi salah satu kearifan lokal yang perlu diperkenalkan dan bahkan harus dimainkan anak-anak karena dalam permainan tersebut terdapat banyak nilai-nilai kehidupan sosial yang perlu untuk mereka ketahui dan terapkan dalam bermasyarakat (Erliani, 2021). Permainan tradisional secara tidak langsung akan mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama-sama dan memberikan mereka pemahaman bahwa manusia tidak bisa hidup individualistik. Karakteristik dalam permainan tradisonal yang bersifat edukatif adalah dimainkan minimal oleh dua orang, mengasah kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual anak(Ramadhani, 2018).

Pembentukan karakter pada anak melalui permainan tradisonal menurut Causton-Theohari, Bull, Cosier, dan Dempf- Aldrich dapat dilakukan melalui tahapan: (1) anatomi, merupakan tahap nilai baru yang memperkenalkan kepada anak

(14)

254

tentang perbedaan-perbedaan core value pada masing-masing suku bangsa. Perbedaan yang diajarakan pada tahapan ini bertujuan agar anak dapat saling memahami satu sama lain, bekerjasama, dan menumbuhkan sifat empati sehingga mereka bisa mencitai budaya daerahnya dan menghargai budaya daerah lain; (2) heteronomi, merupakan tahap nilai berpotensial yang memperkenalkan kepada anak tentang aturan dan pendisiplinan melalui permahinan sehingga ketika anak ingin terlibat dalam permainan, maka dia harus mematuhi segala aturan yang melekat dalam permainan tersebut; (3) Sosionomi, merupakan tahap nilai berkembang pada lingkungan teman sebaya dan masyarakat daerahnya. Pada tahapan ini, proses nilai-nilai budaya sudah dilakukan melalui aturan permainan dimana anak sudah dapat berbagi aturan dengan teman sebaya sebagai role model yang mengikuti permainan yang sama. Jika proses ini terus berulang dan berkesinambungan, maka anak akan terbiasa menghormati aturan main yang akan membantunya untuk beradaptasi dengan aturan masyarakat; (4) otonomi, merupakan tahap nilai mengisi dan mengendalikan kata hati dan kemauan bebasnya tanpa tekanan lingkungannya. Tahapan ini seiring dengan proses yang berlangsung berkesinambungan dan menetap, maka nilai-nilai moral dalam permainan tradisional akan terinternalisasi sehingga individu sudah terbiasa mengendalikan diri tanpa tertekan oleh aturan otoritas, tetapi kemampuan mengendalikan diri lebih disebabkan karena anak mampu mematuhi aturan berdasarkan pengalaman menyenangkan saat bermain yang telah terekam dalam memori di alam bawah sadarnya(Mulyana & Lengkana, 2019). Permainan tradisional secara tidak langsung memberikan banyak dampak positif kepada anak karena mengajarkan nilai- nilai dengan cara yang menyenangkan dan tanpa paksaan.

Permainan tradisional diberbagai daerah memiliki penyebutan yang berbeda satu sama lain karena dipengaruhi oleh dialektika, akan tetapi jika ditelusuri lebih mendalam ternyata ada beberapa permainan yang cara memainkannya sama. Pada

(15)

255

hakekatnya permainan tradisional memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan emosinya sehingga dia tidak tertekan hanya pada emosional yang dirasakan sendiri, seperti halnya ketika anak memenangkan permainan games online.

Permainan pada hakekatnya identik dengan anak-anak karena menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik; bersifat spontan, sukarela, dan tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak; serta memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatau yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, dan perkembangan sosial (Koh et al., 2015). Anak-anak akan sangat senang bermain karena sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka, oleh karena itu tiada hari tanpa anak bermain dan permainan tradisional menjadi salah satu pilihan bagi mereka karena permainan tradisional menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah didapatkan di lingkungan sekitar dan tidak mengeluarkan biaya yang mahal (Herman & Bachtiar, 2018).

Prinsip permainan bagi anak-anak adalah mereka bisa meluapkan emosional kegembiraannya dan bersosialisasi (Hadi et al., 2018). Selain itu, permaihan juga meningkatkan daya tahan tubuh anak karena dilakukan pada halaman rumah yang terbuka dan dilakukan secara berlaian yang mengaktifkan semua anggota tubuh mereka. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam permainan tradisional bagaimana anak-anak tidak dapat melakukannya secara individualistik dan membutuhkan teman bermain.

Karakteristik permainan tradisional yang indentik dengan kerjasama menjadi salah satu aspek yang menarik untuk dilakukan penelusuran mendalam terkait dengan nilai-nilai gotong royong seperti apa yang terdapat dalam permainan tradisional utamanya pada suku bugis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan alur permainan tradisional suku bugis dan menguraikan nilai-nilai gotong royong yang terdapat didalamnya sebagai sebuh refrensi pada orang tua, pendidik, dan masyarakat

(16)

256

untuk tetap melestarikan permainan tradisional.

METODE PENELITIAN

Penelusuran terkait dengan nilai-nilai gotong yang terdapat dalam permainan tradisional suku bugis sebagai suatu upaya untuk membentuk karakter gotong royong dilakukan dengan menggunakan kajian literatur. literatur yang dimaksud adalah literatur Ilmiah yang diperoleh dari internet yang membahas tentang permainan tradisional suku bugis. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis satu per-satu dan melakukan pendataan refrensi mana yang sesuai dengan permasalahan penelitian(Wijaya, 2019). Refrensi yang sesuai kemudian diabstraksikan sebagai suatu langkah untuk bisa memperoleh kesimpulan dan menjawab permasalahan penelitian.

PEMBAHASAN

1. Urgensi Gotong Royong

Gotong royong pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sikap empati, kerjasama, meningkatkan sosialisasi, memahami perbedaan untuk menciptakan perdamaian, dan membiasakan sikap saling tolong menolong. Masyarakat ditengah maraknya arus digitalisasi yang mengubah pola sosialisasinya menjadi suatu tantangan untuk bisa melestarikan semangat gotong royong kepada generasi muda utamanya anak-anak (Rustan &

Munawir, 2020a).

Memberikan ruang kepada anak-anak untuk bermain tanpa gadget menjadi salah satu solusi agar mereka dapat belajar bagaimana saling menghargai dan bekerjasama agar permainan bisa berlangsung (NURRADINDA, 2018). Semangat gotong royong jangan sampai terkuras oleh kepentingan sekelompok orang, akan tetapi gotong royong harus muncul dari dalam hati agar identitas bangsa Indonesia tetap terjaga. Permainan tradisional mejadi salah satu kunci untuk dapat mengajarkan dan

(17)

257

menanamkan nilai gotong royong kepada anak-anak.

2. Ragam Permainan Tradisional Suku Bugis

Permainan tradisional suku bugis ada beberapa macam, akan tetapi yang mengajarkan tentang gotong royong terdapat pada permainan berikut ini:

Marraga

Permainan maraga merupakan salah satu permainan yang dimainkan oleh anak-anak suku bugis. Konon permainan ini berasal dari malaka dan hanya dimainkan oleh anak-anak bangsawan suku bugis pada kegiatan upacara-upacara resmi kerajaan. Maraga dimainkan oleh minimal 5 orang dan maksimal 15 orang dan pada umumnya dimainkan oleh anak laki-laki dan seiring perkembangan zaman permainan maraga juga dimainkan oleh orang dewasa.

Permainan maraga dimainkan pada halaman terbuka dengan bidang tanah yang datar. Pada tanah tersebut dibuatlah lingkaran dengan diameter 6 minimal 6 meter. Alat yang digunakan dalam permainan adalah bola yang terbuat dari rotan dengan diameter 15 cm.

Raga dalam permainan ini disamakan dengan bola yang digunakan pada saat melangsungkan permainan. Cara memainkan permainan maraga dimulai dengan semua pemain membentuk lingkaran sesuai dengan lingkaran yang telah dibuat kemudian salah satu diantara pemain yang telah mahir berada diposisi tengah lingkaran untuk memimpin jalannya permainan dan dialah yang bertugas untuk melambungkan raga pertama kali dan diberikan kepada anggota pemain lainnya. Ketika raga sudah dimainkan oleh salah satu anggota pemain maka dia harus

(18)

258

mengontrol raga tersebut agar tidak terjatuh ke tanah dan memainkannya dengan menggunakan kaki, tangan, bahu, dada, dan anggota tubuh lainnya dan raga tersebut tidak boleh dipegang. Agar permainan tetap berjalan dengan baik, maka raga tersebut tidak boleh hanya dimainkan atau didominasi oleh salah satu pemain, akan tetapi harus diberikan kepada pemain yang lainnya secara berurutan agar mereka dapat memperagakan keahliannya dalam memainkan raga dan mempertahankannya agar tidak terjatuh ke tanah. Ketika raga dijatuhkan ke tanah oleh salah satu pemain, maka permainan dinyatakan selesai, akan tetapi ketika semua pemain bersepakat diawal bahwa pemain yang menjatuhkan raga dinyatakan gugur dan harus keluar dari permainan sehingga yang dinyatakan Juara dalam permainan adalah pemain yang terahkhir yang menjatuhkan raga ke tanah.

Nilai gotong royong didapatkan dalam permainan maraga pada saat para pemain dilarang untuk mendominasi raga dan diharuskan untuk menyerahkannya pada pemain lain secara bergiliran. Maraga tidak dapat dimainkan hanya oleh satu orang karena pada prinsipnya permainan ini mengedapankan sikap saling berbagi dan meredam ego meskipun salah satu pemain sudah mahir, akan tetapi dia juga harus memberikan kepercayaan kepada pemain lainnya untuk memainkan raga dan tetap mempertahankannya agar tidak terjatuh ke tanah (Manggau et al., 2015). Pemain yang gagal secara besar hati juga harus mengakui kekalahannya dan keluar dari arena permainan.

Maggulaceng

Salah satu permainan tradisional suku bugis adalah maggulaceng atau dikenal dengan nama congklak. Permainan ini pada umumnya dimainkan oleh anak-anak secara berpasang- pasangan dengan menggunakan media congklak berupa papan yang terdiri dari masing-masing 7 lubang pada sisi kanan dan sisi kiri serta masing-masing satu lubang besar di ujung yang menandakan lubang masing-masing pemain. Anak-anak suku

(19)

259

bugis dalam maggulaceng membuat medianya dengan memanfaatkan halaman rumah yang memiliki tektur tanah yang dapat dilubangi menggunakan tumit dan secara bersama-sama mengumpulkan batu-batu kecil / kerikil dan atau biji-biji pohon asam sebagai alat yang digunakan dalam permainan tersebut.

Jumlah kerikil atau biji yang digunakan untuk masing-masing orang minimal 49 sampai 50 karena masing-masing lubung akan diisi dengan biji yang berjumlah minimal 7 dan atau 10 biji.

Masyarakat suku bugis ketika maggulaceng menerapkan empat pola permainan. Pertama, dikenal dengan nama mabetta yaitu jika biji terakhir mengenai lubang yang kosong di daerahnya sendiri, sementara lubang lawan di depannya berisi maka bijinya diambil sebagai bentuk

kemenangan bagi pihak lawan. Kedua, madappeng yaitu apabila biji persis habis pada lubang lawan yang berisi tiga biji, maka bijinya diambil sebagai kemenangan pihak lawan.

Ketiga, menggunakan pola gabungan antara mabetta

dan madappeng, dan pola keempat, dikenal dengan nama sigappae yaitu masing-masing ulu atau lubang sudut tidak diisi akan tetapi digunakan sebagai tempat pengumpulan biji kemenangan. Sebelum memulai permainan kedua pemain harus memiliki kesepakatan menggunakan salah satu pola permainan.

Permainan mulai dimainkan dengan masing-masing pemain berada pada sisi lubang untuk mengetahui daerah lubangnya masing-masing dan mereka bertanggung jawab untuk mengisikan masing-masing ketujuh lubang tersebut dengan biji yang berjumlahkan minimal 7 sampai 10 untuk setiap lubangnya sesuai dengan kesepakatan. Lubang yang besar dikosongkan karena akan diisikan dengan biji yang didapatkan dari lubang

(20)

260

milik lawan (Sumarsono, 2022). Pemain yang mendapatkan kesempatan pertama akan mengambil semua biji dari lubang paling ujung yang ada didaerahnya sendiri. Biji-biji tersebut kemudian akan diedarkan satu persatu dengan arah yang berlawanan jarum jam ke setiap lubang yang ada di media gulaceng / congklak, kecuali satu lubang besar di ujung yang merupakan milik lawan. Apabila biji masuk ke lubang yang paling besar miliknya sendiri, maka biji tersebut merupakan nilai bagi pemain yang bersangkutan. Apabila jika biji tersebut jatuh pada lubang yang masih ada bijinya, maka pemain mengambilnya untuk diedarkan kembali dan teruskan akan berjalan hingga biji jatuh pada lubang yang kosong. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk mengambil biji pada lubang tersebut untuk diedarkan. Permainan akan berlangsung hingga biji-biji yang ada dalam lubang masuk kesemua lubang besar. Lubang yang memiliki biji paling banyak memberikan kemenangan kepada pemiliknya.

Maggulaceng pada hakekatnya mengajarkan kepada anak pada khususnya untuk bisa menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh orang lain, begitupun ketika dalam suatu kelompok masyarakat (Anggita, 2018). Masing-masing kelompok masyarakat memiliki karakter dan budaya yang berbeda sehingga meskipun mereka tidak sama dengan apa yang kita percayai, maka hal tersebut jangan dijadikan sebagai suatu penghalang untuk memberikan bantuan kepada mereka. Seperti halnya ketika akan maggulaceng dan tidak memiliki media, maka para pemain bekerjasama untuk membuat lubang agar bisa digunakan bersama.

Makenja

Permainan makenja merupakan salah satu permainan yang tidak hanya dikenal pada kalangan suku bugis akan tetapi juga menjadi salah satu permainan nusantara. Permainan ini dikenal dengan nama engklak dan masing-masing daerah memiliki sebutan yang berbeda-beda. Makenja dikalangan suku bugis

(21)

261

dimainkan oleh anak-anak minimal 2 orang dengan memanfaatkan tanah lapang sebagai media untuk menggambarkan polanya dan pecahan batu yang bentuknya datar.

Aturan yang harus dipatuhi oleh para pemain dalam makenja adalah pemain tidak boleh menginjak garis, tidak boleh melakukan lompatan pada kotak yang menjadi wilayah pemain lain, dan harus mengulangi permainan dari awal jika tidak menaati aturan yang telah disepakati bersama. Para pemain memberikan kesempatan pertama kepada pemain yang telah ditentukan melalui hompimpa ketika pemain minimal 3 orang, akan tetapi jika pemainnya hanya 2

orang makan

penentuan pemain pertama dilakukan melalui suit. Makenja dimainkan dengan aturan harus melompat dan masing-masing pemain memiliki strategi untuk melakukan lompatan yang tidak menyentuh kotak milik pemain lain ataupun garis pola yang telah digambarkan.

Hal yang pertama harus dilakukan oleh para pemain adalah memberikan kepercayaan kepada salah satu pemain untuk menggambarkan 7 kota persegi dan satu gambag setengah lingkaran yang diletakkan paling ujung atas (Muslimin & Rahim, 2021). Ketika pola sudah terbentuk, maka masing-masing pemain harus memiliki potongan batu yang digunakan sebagai alat permainan dan melakukan kesepakatan untuk penentuan giliran bermain. Pemain yang mendapatkan giliran pertama untuk melemparkan batunya pada kotak pertama dan melakukan lompatan sampai unjung. Lompatan yang digunakan adalah lompatan dengan menggunakan satu kaki ketika kotak yang dituju hanya satu kemudian melakukan lompatan kekotak yang berpasangan dengan menempalkan kedua kaki pada kotak

(22)

262

tersebut dan ketika sudah sampai di gambar setengah lingkaran, maka pemain harus melompat dan kedua kakinya diletakkan secara bersamaan pada gambar tersebut kemudian kembali ke kotak pertama dengan aturan lompatan yang sama. Ketika pemain berhasil melompati semua kotak tanpa menyentuh garis, maka dia dinyatakan menang dan diberi kesempatan untuk menentukan kotak kekuasaannya dengan cara membelakangi pola gambar dan melemparkan batunya. Ketika pemain memiliki insting yang baik, maka batu tersebut akan masuk ke dalam satu satu kotak tanpa mengenai garis dan diberikan kesempatan bagi pemain tersebut untuk memberikan tanda bintang pada kotak tersebut. Kotak yang telah diberikan tanda bintang tidak menjadi daerah kekuasaan dan tidak diperkenankan bagi pemain lain untuk melakukan lompat pada kotak tersebut. Pemenang permainan akan ditentukan sesuai dengan banyaknya kotak yang diberikan bintang oleh salah satu pemain.

Nilai yang terkandung dalam permainan makenja adalah anak-anak dibiasakan untuk hidup bersosialisasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan permainan (Halifah et al., 2022). Selain itu, dalam permainan ini masing-masing pemain dapat berbagi tugas untuk membuat pola dan mencari batu yang akan digunakan dalam permainan. Makenja juga dapat meredam ego masing- masing pemain karena harus patuh pada aturan yang telah disepakati bersama. Permainan ini juga membiasakan anak untuk menentukan strategi yang tepat agar bisa memenangkan permainan.

Macukke

Permainan yang dimainkan dengan menggunakan rotan atau kayu merupakan sebuah permainan dikalangan suku bugis yang dikenal dengan nama macukke yang artinya ungkit. Macukke merupakan salah satu permainan musiman yang dimainkan oleh masyarakat suku bugis khususnya anak laki-laki pada saat musim panen sampai pada waktu padi kembali di tanam dan permainan

(23)

263

ini biasanya dimainkan pada siang sampai sore hari. Filosofi dalam permainan ini adalah menanam, oleh karena itu permainan ini dimainkan dengan membuat lubang pada tanah yang tidak kering dengan menggunakan tumit untuk meletakkan alat permainan. Lubang yang dibuat sebagai simbol tanah yang siap untuk ditanami sedangkan kayu atau rotan yang diletakkan pada lubang sebagai simbol harapan agar tanaman yang ditanam tumbuh dengan subur dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Kayu atau rotan yang digunakan untuk mencungkil sebagai simbol kerja keras petani untuk mendapatkan hasil panen yang memuaskan (Syam & Saman, 2022).

Peralatan yang digunakan dalam macukke terbilang sederha karena hanya menggunakan kayu atau rotan sebanyak dua buah, yang dimana salah satu dari kayu atau rotan tersebut berfungsi sebagai yang dicungkil dan mencungkil. Kayu atau rotan yang dicungkil

disebut anaq cukke dengan ukuran yang lebih pendek dari kayu atau rotan yang digunakan untuk mencungkil disebut indo cukke yang ukurannya sekitar 30-60 cm.

Permainan ini dimainkan oleh minimal dua orang yang memiliki peran masing-masing sebagai pencungkil dan yang satunya berperan untuk menangkap kayu yang dicungkil. Ketika lawan berhasil menangkap kayu yang dicungkil, maka dia berkesempatan untuk mengambil alih permainan. Pemenang dalam permainan ini adalah pemain yang paling banyak menangkap kayu atau rotan yang dicungkil sedangkan bagi pemain yang kalah diberi hukuman untuk menggendong pemain yang menang. Penentuan pemain yang memainkan permainan pertama kali dilakukan melalui suit. Permain yang menang suit

(24)

264

akan meletakkan kayu atau rotan yang ukurannya lebih kecil pada lubang yang telah dibuat kemudian bersama-sama menentukan jarak berdirinya lawan. Ketika sudah ada kesepakatan pemain yang menang suit dengan sekuat tenaga akan mencungkil kayu atau rotan pada lubang tersebut menggunakan kayu atau rotan yang ukurannya lebih panjang. Semakin kuat kayu atau rotan tersebut dicungkil, maka semakin tipis kemungkinan bagi lawan untuk menangkapnya dan memberikan peluang untuk mengumpulkan poin lebih banyak dan menjadi pemenang.

Permainan macukke tidak terlepas dari nilai-nilai gotong royong yang dapat dibiasakan kepada anak-anak karena dalam permainan tersebut terkandung kerjasama diantara pemain, mulai dari proses mempersiapkan alat, membuat media, sampai pada aturan yang harus disepakati bersama agar permainan dapat berjalan dengan baik (Rustan & Munawir, 2020b). Selain itu, para pemain juga belajar bagaimana membuat kesepakatan bersama sehingga tidak mendominasi jalannya permainan dan tentunya saling memberikan kesempatan kepada pemain lainnya agar secara bersama-sama mendapatkan manfaat. Prinsip utama dalam gotong royong adalah berlaku adil sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tidak memaksakan kehendak serta tidak melakukan pendominasian dalam suatu hal.

PENUTUP

Suku bugis memiliki ragam permainan tradisional yang dapat mengasah dan membiasakan anak-anak untuk bekerjasama karena banyak permainan yang membutuhkan pemain minimal dua orang. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa melalui permainan anak-anak secara tidak langsung diajarkan untuk bersosialisasi, saling memahami satu sama lain, disiplin, tidak bersifat egois, dan ringan tangan. Permainan tersebut selayaknya harus dilestarikan dengan mengajak anak-anak untuk memainkannya baik dalam lingkungan sekolah, keluargan, dan atau masyarakat karena pada hakekatnya karakter itu bukan

(25)

265

sebuah teori untuk diajarkan tapi bagaimana karakter itu terbentuk melalui pembiasaan dan kerjasama antara orang tua, guru, dan masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Anggita, G. M. (2018). Eksistensi permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa. JOSSAE (Journal of Sport Science and Education), 3(2), 55–59.

Erliani, S. (2021). Nilai-Nilai Pendidikan dalam Permainan Anak Suku Bugis Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu. JAMBURA Elementary Education Journal, 2(1), 177–200.

Hadi, P., Sinring, A., & Aryani, F. (2018). Pengaruh permainan tradisional dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa SMP. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Konseling: Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Konseling, 4(1), 32–37.

Halifah, S., Mustamin, F., & Razak, R. (2022). Dimensi Permainan Maddende dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak. PUSAKA, 10(2), 414–425.

Herman, H., & Bachtiar, M. Y. (2018). Permainan Tradisional dalam Era Globalisasi: Menumbuhkembangkan Kemampuan Anak Usia Dini. Badan Penerbit UNM.

Irfan, M. (2017). Metamorfosis gotong royong dalam pandangan konstruksi sosial. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 1–10.

Koh, J. H. L., Chai, C. S., Wong, B., Hong, H.-Y., Koh, J. H. L., Chai, C. S., Wong, B., & Hong, H.-Y. (2015). Design thinking and education. Springer.

Manggau, A., Akil Musi, M., & Syamsuardi, S. (2015). NILAI- NILAI PENDIDIKAN DALAM PERMAINAN TRADISIONAL KERAKYATAN SULAWESI SELATAN.

(26)

266

Mulyana, Y., & Lengkana, A. S. (2019). Permainan tradisional.

Salam Insan Mulia.

Muslimin, T. P., & Rahim, A. (2021). Etnomatematika Permainan Tradisional Anak Makassar Sebagai Media Pembelajaran Geometri Pada Siswa SD. Pedagogy: Jurnal Pendidikan Matematika, 6(1), 22–32.

NURRADINDA, D. (2018). Upaya komunitas Kampoeng Dolanan dalam menanamkan nilai gotong royong pada anak melalui pelestarian permainan tradisional. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 6(01).

Puspita, S. (2020). Monograf: Fenomena Kecanduan Gadget pada Anak Usia Dini. Cipta Media Nusantara.

Ramadhani, A. (2018). Identifikasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam permainan anak tradisional. Prosiding Seminar Nasional IPTEK Olahraga (SENALOG), 1(1).

Rustan, E., & Munawir, A. (2020a). Eksistensi Permainan Tradisional Edukatif Pada Generasi Digital Natives. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 5(2), 181–196.

Rustan, E., & Munawir, A. (2020b). Eksistensi Permainan Tradisional Edukatif Pada Generasi Digital Natives. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 5(2), 181–196.

Sumarsono, R. N. (2022). PERMAINAN TRADISIONAL NUSANTARA. uwais inspirasi indonesia.

Syam, H., & Saman, A. (2022). Implementation of Local Wisdom in Physical Education of Senior High School in Bantaeng, South Sulawesi, Indonesia. 1st World Conference on Social and Humanities Research (W-SHARE 2021), 225–228.

Wijaya, H. (2019). Helaluddin, Analisis Data Kualitatif Sebuah Tinjauan Teori & Praktik. Sekolah Tinggi Theologi Jaffray.

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,