• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

311

TRADISIONAL

1 Hendriana Sri Rejeki2 Universitas Tadulako Palu

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan menggambarkan tentang pembentukan karakter anak melalui permainan tradisional permainan anak tradisional dalam membangun karakter anak. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena perubahan aktivitas bermain anak saat ini, yang lebih sering bermain permainan modern, yang identik dengan penggunaan teknologi seperti video games dan games online. Akibatnya, permainan anak tradisional mulai terlupakan dan menjadi asing di kalangan anak- anak. Selain itu, tingkat kecanduan terhadap permainan medern pada anak juga sangat tinggi, sehingga berpengaruh pada kebiasaan dan perilaku anak. Tulisan ini merupakan studi kepustakaan, yang menguraikan permainan tradisional mengandung nilai-nilai yang baik untuk dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai penting seperti kerjasama, saling menghargai, saling membantu, pengendalian emosi dan lain-lain perlu ditanamkan di kehidupan bermasyarakat agar nilai-nilai tersebut dapat bertahan sampai generasi selanjutnya. Salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui permainan tradisional. Secara tidak langsung para peserta akan belajar nilai-nilai tersebut

Kata Kunci : Pembentukan Karakter dan Permainan Tradisional

1 Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan

Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016.

(2)

312

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi yang semakin pesat menciptakan berbagai permainan anak yang lebih menarik dan menyenangkan. Salah satunya adalah game online,permainan yang kini lebih disukai anak-anak. Selain lebih menarik,cara mengaksesnyapun mudah sehingga memudahkan si anak untuk menggunakannya. Pilihan permainan yang lebih banyak juga membuat anak lebih menggemari permainan ini.

Sayangnya,kemajuan teknologi tersebut menyebabkan mulai ditinggalkannya permainan tradisional yang dulu lebih sering dimainkan anak-anak. Game online yang kini digemari sering kali menimbulkan dampak negatif seperti membuat anak ketagihan. Selain membuat ketagihan, hal ini juga menyebabkan berkurangnya jiwa sosial si anak. Kecenderungan untuk bermain di depan layar komputer menyebabkan tidak adanya sosialisasi dengan anak-anak yang lain.Permainan tradisional atau sering disebut permainan rakyat merupakan pemainan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita yang kemudian turun-temurun secara lisan sampai ke zaman kita. Permainan tradisional dimainkan oleh para pendahulu sebagai sarana rekreatif untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional merupakan permainan yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus untuk memainkannnya. Perlengkapan dan persiapan yang dilakukan juga sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Peraturan yang ada dalam permainan tradisional juga sederhana.

Permainan tradisional memiliki peraturan yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Peraturan dalam permainan tradisional di susun berdasarkan kesepakatan dari para pemain sehingga tidak ada aturan baku dalam permainan tradisional. Peraturan dikembangkan sesuai dengan keinginan dan penyesuaian terhadap peserta. Peserta akan merasa mudah dan senang dalam melakukan permainan tradisional tersebut. Peserta dalam permainan tradisional secara tidak langsung akan merasakan dampak dari kegiatan yang mereka lakukan. Memperoleh kesenangan dan hiburan merupakan hal utama yang dicari dalam permainan tradisional. Kemudahan yang dalam memainkan permainan tradisional menjadikan rasa senang akan dengan mudah didapat karena peserta yang mampu melakukannya akan merasa senang dan akan terus mencoba lebih dari yang lain. Rasa senang yang didapat bukan hanya karena peserta semata-mata mampu melakukannya tetapi juga karena para peserta dapat bersaing dengan peserta lain dan dapat mengalahkannya. Hal tersebut menjadi kebahagian tersendiri bagi para peserta dalam permainan tradisional. Selain kesenangan para pesertan juga akan belajar nilai-nilai yang sebenarnya ada dalam permainan tradisional.

Permainan tradisional pada dasarnya adalah suatu aktifitas rakyat yang menyenangkan. Perasaan senang itu akan mengalahkan segalanya. Karena itu, meskipun ada yang kalah dalam permainan dan terlalu lelah, tetapi tetap merasa

(3)

313 permainan.

Pada awalnya, permainan rakyat hanya sekedar media ekspresi di waktu sunyi saja. Oleh karena masyarakat waktu itu masih minim hiburan, maka permainan menjadi aternatif. Permainan dijadikan arena bertukar pikiran atau sosialisasi apa saja dalam kelompok kecil. Secara tidak langsung, anak-anak yang bermain juga belajar melalui sebuah permainan. Apalagi dalam permainan rakyat Jawa memuat nilai—nilai yang penting diserap anak.

Tanpa disadari, permainan tradisional mengandung nilai-nilai yang baik untuk dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai penting seperti kerjasama, saling menghargai, saling membantu, pengendalian emosi dan lain-lain perlu ditanamkan di kehidupan bermasyarakat agar nilai-nilai tersebut dapat bertahan sampai generasi selanjutnya. Salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui permainan tradisional. Secara tidak langsung para peserta akan belajar nilai tersebut. Tanpa disadari nilai tersebut akan mereka terapkan dalam permainan tradisional sehingga nilai-nilai kebaikan akan terus terjaga dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional perlu dilestarikan sebagai cara untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada didalamnya.

PEMBAHASAN

Permainan Tradisional

Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk

folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara

anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987),

Permainan tradisional dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang

(4)

314

bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak- anak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan- permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.

Berdasarkan temuan di lapangan permainan-permainan yang ada dimasyarakat antara lain dapat kami gambarkan sebagai berikut :

No. Nama jenis Permainan tradisional

Karakter yang dikembangkan Keterangan

1. Petak umpet Mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, Nyaman dan terbiasa dalam kelompok.

Dimainkan lebih dari dua orang

2. Cublak-cublak Suweng

Ketelitian dan keberanian dalam Mencari benda (kerikil, batu dll) yang dianggap sebagai suweng yang disembunyikan Dapat dilakukan dengan dua orang peserta atau lebih 3. Dakonan Permainan congklak alias dakon

ini mengajarkan kecermatan dalam menghitung, ketelitian dan juga kejujuran. Setiap pemain dituntut untuk bisa memperkirakan kemenangnnya dengan mengumpulkan biji dakon paling banyak. Nilai-nilai ini yang belakangan diabaikan oleh permainan moderen.

Dilakukan hanya oleh dua orang saja

4. Lompat Tali Permainan yang disebut sebagai tali merdeka ini mengandung nilai kerja keras, ketangkasan, kecermatan dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat pemain yang berusaha agar dapat melompati tali

dengan berbagai macam

ketinggian. Nilai ketangkasan

Dimainkan 3 orang atau lebih

(5)

315

usaha pemain untuk

memperkirakan antara tingginya tali dengan lompatan yang akan dilakukannya. Ketangkasan dan kecermatan dalam bermain hanya dapat dimiliki, apabila seseorang sering bermain dan atau berlatih melompati tali merdeka. Sedangkan nilai sportivitas tercermin dari sikap pemain yang tidak berbuat

curang dan bersedia

menggantikan pemegang tali jika melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam permainan. 5. Petak jongkok Kebersamaan, menunjukkan

ekspresi marah, senang, patuh pada peraturan dan disiplin.

Dimainkan oleh tiga orang lebih

6. Engklek Sabar menunggu giliran dan

terbiasa antri, patuh pada peraturan main, keseimbangan tubuh dan badan.

Dimainkan lebih dari dua orang

7. Ular naga Menghargai teman sebaya,

konsisten dengan peraturan yang telah disepakati bersama, tidak

memaksakan kehendak,

menolong teman, memecahkan

masalah sederhana,

membedakan besar-kecil, panjang dan pendek.

Dimainkan oleh lebih dari 5 orang

8. Lempar kasti Sabar menunggu giliran dan latihan antri, kerjasama dalam tim, mengembalikan alat pada tempatnya, mengerti aturan main, ketangkasan.

Harus genap, minimal 10 orang

9. Galasin/ gobak sodor Ketangkasan, mengerti aturan main, kerjasama dengan tim, mengetahui hak dan kewajiban.

Harus genap,

minimal 8

(6)

316

Pada saat bermain anak dapat mengungkapkan berbagai cerita hati, keceriaan jiwa, dan kegembiraan serta menangkap makna interaksi dengan sesama temannya. Sehingga anak dapat sekaligus belajar bergaul, bersosialisasi, mendapat pengalaman lingkungan, mengendalikan perasaan dan sebagai proses perkembangan diri. Bermain merupakan proses belajar.

Manfaat Permainan Tradisional bagi Anak

1. Memahami konsep sportivitas

Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara terbuka. Namun, apabila anak belum mau memperlihatkan watak bermain seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami oleh anak. Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orang tua adalah anak mampu untuk saling menghargai karena ia bermain dengan sikap sportif.

2. Melatih Kemampuan fisik anak

Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang berlebih karena anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional semacam lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan anggota badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan motorik dan koordinasi tubuh anak. Demikian pula dalam permainan bekel, anak dilatih mengubah posisi biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak dii sebelahnya. Aktivitas ini merupakan latihan motorik halus yang penting bagi perkembangan anak dikemudian hari.

3. Belajar mengelola emosi

Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan diri di kehidupan sosialnya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali karet yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tidak bisa melompati ketinggian karet yang direntangkan maka ia harus menerima kekalahannya sebagai konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola emosi semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung melatih kecerdasan emosional anak.

4. Menggali kreativitas

Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah. Misalnya pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan

(7)

317

dapat mencari alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak. Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan. Latihan menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional ini anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak variasi yang dapat dilakukan.

5. Mengenal kerja sama

Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal. Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan dimakan kelompok lawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat melindungi bagian tubuh dan ekornya.

6. Meningkatkan kepercayaan diri

Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.

7. Bersosialisasi lewat permainan

Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.

Pembentukan Nilai, Moral, dan Karakter Dalam Permainan Tradisional

Nilai adalah suatu pengertian yang mengandung sifat baik atau buruk untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda. Manusia meyakini sesuatu bernilai, karena ia merasa memerlukannya atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa

(8)

318

yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbulkan kepuasan batinnya. (James Danandjaya, 1987).

Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners,

morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang

mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas.

Karakter adalah kualitas moral yang akan mengarahkan cara seseorang yang mengambil keputusan dan bertingkah laku. Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan yang relevan dengan nilai-nilai moral (Wynne & Walberg, 1984). Sejalan dengan itu, menurut Thomas Lickona (l991) character

building adalah suatu usaha proaktif yang dilakukan secara sungguh-sungguh

untuk mengembangkan karakter yang baik sesuai yang diharapkan. Character

building dapat dijelaskan secara lebih sederhana sebagai upaya untuk

mengajarkan pada anak mana yang baik dan buruk.

Memperkenalkan Nilai-nilai Budaya pada Anak-anak

Melalui Permainan Tradisional Memperkenalkan nilai-nilai budaya pada anak-anak dapat melalui banyak cara, yang penting menyenangkan dan dinikmati mereka. Memang metode terbaik untuk mengajarkan nilai kepada anak-anak adalah contoh atau teladan. Keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan dari semua unsur yaitu orang tua, pendidik/guru, para pemimpin, dan masyarakat. Di samping keteladanan sebagai guru yang utama, pengajaran nilai di sekolah perlu juga menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh emosi dan keterlibatan para siswa seperti metode cerita, permainan, simulasi, dan imajinasi. Dengan metode seperti itu, para siswa akan mudah menangkap konsep nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa dilakukan melalui membaca buku cerita, mendongeng, teater, drama, musik, pantun, peribahasa sampai permainan tradisional.

Roberts dan Sutton Smith (dalam Budisantoso, 1983) menjelaskan bahwa jenis-jenis permainan sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan budaya anak-anak dalam masyarakat. Anak-anak lebih bisa menerima dengan cepat suatu pengetahuan melalui permainan. Sebab dalam permainan anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah simbol – nilai-nilai tersebut berdimensi banyak, antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek kepribadian yang lain

Permainan tradisional merupakan salah satu sarana yang baik untuk memperkenalkan budaya pada anak-anak. Secara tidak langsung anak-anak akan memahami tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam permainan

(9)

319

dalam kehidupan sosialnya. Mereka akan mengerti sacara perlahan aturan-aturan yang ada dalam permainan tradisional dimana dalam aturan-aturan tersebut terdapat nilai-nilai kebudayaan yang menjadi dasar merumuskan aturan-aturan tersebut. Disamping anak akan merasa senang dengan permaianan yang mereka lakukan anak akan mengenal berbagai nilai budaya yang terkandung dalam permainan tersebut.

Setiap permainan memiliki nilai budaya tersendiri didalamnya. Nilai-nilai yang bersifat mengajak pada kebaikan tersirat didalamnya. Melaui permainan tradisional anak akan belajar secara mandiri untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sosialnya. Dalam keadaan senang pada saat melakukan permainan, anak secara tidak sadar telah menyerap informasi tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam permaina tersebut. Seperti contohnya permainan Betengan yang didalamnya terdapat nilai-nilai budaya untuk bekerjasama dan menjunjung nilai sportifitas, anak akan mengerti dengan sendirinya bagaimana cara bekerjasama yang baik untuk menjadi pemenangnya dan mereka juga akan bisa membedakan mana yang melakukan kesalahan atau menyalahi peratutan sehingga nilai sportifitas akan tumbuh dari hal tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah permaianan tradisional secara tidak langsung akan mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai budaya didalamnya bagi anak-anak.

PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa permainan tradisional memberikan kesenangan dan kesegaran jasmani bagi para pesertanya. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional peraturannya sangat sederhana sehingga mudah untuk memainkannnya dan dalam kegiatannnya permainan tradisional banyak yang aktifitasnya berupa gerak tubuh sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani bagi pesertanya. Disamping itu nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional sangat menunjang dalam memperkenalkan nilai-nilai tersebut pada anak-anak khususnya sehingga pembentukan nilai, moral dan karakter akan lebih mudah. Dengan permainan tradisional nilai-nilai budaya secara tidak langsung akan terserap oleh pesertanya karena nilai-nilai budaya tersebut dibutuhkan dalam kegiatan permainan tersebut dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ary Ginanjar. 2008. Pembentukan Habit Menerapkan Nilai-nilai Religius, Sosial, dan Akademik, 29–31 Juli 2008. Semiloka Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY

Brown, Colin 2006. ‘Playing the game; Ethnicity and politics in Indonesian badminton’,

(10)

320

Budimansyah & Komalasari.Ed. 2011. Pendidikan Karakter Nilai Inti Bagu Upaya

Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung UPI. Widaya Aksara Press.

Coakley & Dunning. 2006. Handbook of Sports Studies. Londom. Sage Publication. Dina, Wahyu, dan Farrah. 2001. Tawuran Pelajar SMK-TI di Kota Bogor: Faktor

Pendorong dan Faktor Penyebabnya. Laporan Penelitian Jurusan Gizi

Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Kidder, K., (1995). How Good People Make Tough Choices, New York: Morrow.

Lickona, T. 1992, Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Lutan, R. 2001. Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Lutan, R. et.al. 2004. Akar Sejarah dan Dimensi Keolahragaan Nasional. Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Marten, R. 2004. Successful Coaching, USA: Human Kinetic

Menko Polkam. 1997. Peranan Pendidikan Jasmani dan Olahraga dalam Pembinaan

Disiplin Nasional. Makalah disampaikan dalam Komperensi Nasional

Pendidikan Jasmani dan Olahraga. IKIP. Bandung, 22 September 1997. Morgan, J. William & Meier V. Klaus (edt). 1995. Philosophic Inquiry in Sport.

Human Kinetic. USA.Second Edition.

Shields and Bredemeier, 1995. Character Development and Physical Activity, United States of America: Human Kinetic

Siedentop, D. 1994. Physical Education Introductory Analysis. New York: Wn. C Brown Company Publisher.

Referensi

Dokumen terkait

23 Zul Kifli dkk, Pola Interaksi Sosial , cet pertama, (Jakarta : Karya Media, 2004), h.. agama seperti infak, amal jariyah, zakat, maupun sadaqah atau hanya

Pengambilan keputusan secara konvensional dikhawatirkan menimbulkan kesulitan bagi pimpinan forum dan para donatur beasiswa, bagaimana menetapkan peserta terpilih

Berdasarkan jenis dan kelimpahan serangga yang diperoleh di Taman Nasional Gunung Halimun, selain dapat dilihat peranan tiap-tiap serangga dalam ekosistem yaitu untuk

Oleh karena itu peneliti mengadakan analisis framing (kualitatif) untuk mengetahui realitas yang akan dibingkai oleh media serta kecenderungannya dalam pemberitaan. Pada

Dalam hal sudah adanya UU P KDRT no.23/2004, dengan kata lain, bila sudah ada instrument hukum yang menjamin perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga,

Semua perangkat lunak bebas adalah perangkat lunak sumber terbuka, tapi sebaliknya perangkat lunak sumber terbuka belum tentu perangkat lunak bebas,

Kursi rotan sintetis memiliki nilai estetika serta keunggulan yang lebih dibandingkan kursi rotan asli, kursi rotan asli cenderung tidak bisa terlalu banyak mengeksplor

Khusus untuk Gamelan Kiai Kanjeng adalah bukan nama grup musik, melainkan nama sebuah konsep nada pada alat musik ‘tradisional’ gamelan yang diciptakan oleh Novi