• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Jalan Gajah Mada

N/A
N/A
Aprillan Audi Saputra

Academic year: 2024

Membagikan "Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Jalan Gajah Mada"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Jalan Gajah Mada

Dosen Pengampu: Dra Kartika Ningtias, M.Si

Di susun Oleh:

Naila Denisa Putri E1011231022

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt., atas segala rahmat-Nya dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan makalah analisis Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Jalan Gajah Mada. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap dosen mata kuliah Admintrasi Pembangunan yaitu Ibu Dra Kartika Ningtias, M.Si yang telah membimbing peneliti untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis berharap semoga rseume ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam penulisan resume ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.

Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

(3)

DAFTAR ISI

BAB I...1

PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Penelitian... 2

D. Manfaat Penelitian... 2

BAB II... 4

PEMBAHASAN...4

A. Pengertian PKL (Pedagang Kaki Lima)...4

B. Pengertian Pengelolaan...5

C. Persepsi Pedagang Kaki Lima...6

D. Masalah Keberadaan Pedagang Kaki Lima...7

1. Keterbatasan ruang berjualan...7

2. Pungutan Biaya Parkir... 8

E. Perspektif Dari Pemerintah...9

1. Upaya Dari Pemerintah...9

BAB III...12

PENUTUP...12

A. Kesimpulan...12

B. Saran...12

DAFTAR PUSTAKA... 16

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah perkotaan merupakan wadah konsentrasi permukiman penduduk dari berbagai kegiatan ekonomi dan sosial dan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan penduduk kota di negara sedang berkembang tidak saja mencerminkan pertambahan alami penduduk kota tetapi juga pertambahan arus penduduk dari desa ke kota yang cukup besar. Pertumbuhan penduduk kota disebabkan oleh arus gerakan dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan yang lazim kita kenal dengan istilah urbanisasi. Mimpi untuk mengubah nasib dan mendapatkan kehidupan yang layak membuat arus urbanisasi di kota kian meningkat.(PRADIPTA, 2019)

Di satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk meningkatkan kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang untuk mendukung kegiatan sektor informal. Karakteristik sektor informal yaitu bentuknya tidak terorganisir, kebanyakan usaha sendiri, cara kerja tidak teratur, biaya dari diri sendiri atau sumber tak resmi, dapatlah diketahui betapa banyaknya jumlah anggota masyarakat memilih tipe usaha ini, karena mudah dijadikan sebagai lapangan kerja bagi masyarakat strata ekonomi rendah yang banyak terdapat di negara kita terutama pada kota besar maupun kecil.

Perkembangan pedagang kali lima dari waktu kewaktu sangat pesat jumlahnya, karena pedagang kaki lima dapat lebih mudah untuk dijumpai konsumennnya dari pada pedagang resmi yang kebanyakan bertempat tetap. Situasi tempat dan keramaian dapat dimanfaatkan untuk mencari rejeki halal sebagai pedagang kaki lima, misalnya memanfaatkan makanan dengan keterampilan yang dimiliki dapat dipakai sebagai salah satu modal untuk mencari ataupun menambah penghasilan. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sektor informal pedagang kaki lima mempunyai peranan yang sangat besar untuk meningkatkan perekonomian terutama masyarakat ekonomi lemah dan sektor ini juga menyerap tenaga kerja yang mempunyai keahlian yang relatif minim.

Di berbagai sudut kota, setiap hari dengan mudah disaksikan aktivitas Pedagang Kaki Lima, meskipun secara umum sudah tertata dengan rapi tetapi beberapa masih

(5)

kurang memperhatikan keindahan kota. Beberapa PKL masih menggunakan trotoar dan bahu jalan untuk beraktifitas dan menggelar dagangannya, padahal trotoar itu dibuat untuk fasilitas pejalan kaki. Dengan dipakainya trotoar untuk berjualan, maka pejalan kaki akan menggunakan sebagian bahu jalan untuk berjalan, hal inilah yang dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki dan berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang kaki lima tanpa mengganggu ketertiban umum?

2. Apa dampak keberadaan pedagang kaki lima terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar di Jalan Gajah Mada?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendukung penataan ruang publik yang lebih baik agar keberadaan pedagang kaki lima tidak mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat.

2. Menggali potensi ekonomi lokal dengan bagaimana pemberdayaan mereka dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Jalan Gajah Mada dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi yang lebih efektif untuk memberdayakan pedagang kaki lima, serta memahami dinamika sosial dan ekonomi di lapangan. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemberdayaan pedagang kaki lima, baik di lokasi yang sama maupun di daerah lain.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan teori pemberdayaan ekonomi, khususnya dalam konteks pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal.

2. Manfaat Praktis

(6)

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada pedagang kaki lima mengenai aspek-aspek penting dalam berjualan, seperti manajemen usaha dan kepatuhan terhadap regulasi. Penelitian diharapkan dapat mendorong terciptanya kemitraan yang lebih baik antara pemerintah daerah dan pedagang kaki lima untuk menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif.

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah mengenai penataan ruang publik yang mempertimbangkan keberadaan pedagang kaki lima tanpa mengganggu kenyamanan pengguna jalan lainnya.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk memahami kondisi saat ini, tetapi juga untuk memberikan solusi praktis yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian PKL (Pedagang Kaki Lima)

Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia, PKL (Pedagang Kaki Lima) adalah pedagang yang berjualan di serambi muka (emperan) toko atau di tepi jalan (di trotoar).

PKL umumnya beroperasi dengan skala kecil dan seringkali tidak memiliki izin usaha formal atau tempat usaha tetap. Mereka berjualan makanan, minuman, pakaian, barang elektronik, hingga jasa seperti tukang cukur atau reparasi. Meskipun skala usahanya kecil, keberadaan PKL sangat penting dalam menyediakan kebutuhan sehari- hari masyarakat dengan harga terjangkau dan mendekatkan akses ekonomi di lingkungan publik.(Rosita, 2006)

Secara Etimologi Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga

“kaki” (yang sebenarnya adalah tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu). Akan tetapi menghubungkan jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang

‘mangkal’ secara statis di trotoar adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda.

Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Puluhan tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan dan sekarang

(8)

berubah menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan : Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap(Marshush1 et al., 2013). Pendapat ahli terkait PKL yaitu McGee yang menyatakan, PKL mempunyai pengertian yang sama dengan hawkers, yang didefinisikan sebagai masyarakat yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual ditempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

Secara singkat melalui beberapa definisi, peraturan negara dan juga pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pedagang kecil yang menjajakan barang atau jasa di ruang publik seperti trotoar atau emperan toko yang kerap kali dilakukan tanpa izin usaha formal dan dengan fasilitas usaha yang sederhana seperti gerobak atau tenda jualan yang pada intinya dapat dipindahkan atau dibongkar. PKL memanfaatkan ruang publik untuk menyediakan kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau dan memiliki peran penting dalam ekonomi perkotaan.

B. Pengertian Pemberdayaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemberdayaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola; proses yang dilakukan untuk mengatur atau mengarahkan sesuatu agar tujuan yang diinginkan tercapai. Di dalam pengelolaan ada berbagai fungsi manajemen (seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan) yang dilakukan untuk mencapai tujuan pengelolaan secara efektif dan efisien.

Perencanaan (planning)

Merupakan tahapan yang melibatkan penentuan tujuan yang akan dicapai dan cara untuk mencapainya. Perencanaan mencakup identifikasi kebutuhan, penetapan sasaran, pemetaan langkah-langkah tindakan, penentuan alokasi sumber daya, dan

(9)

analisis risiko. Tujuannya adalah untuk memberikan arah yang jelas bagi organisasi dan mengantisipasi hambatan atau peluang yang mungkin muncul.

Pengorganisasian (Organizing)

Merupakan tahapan dimana sumber daya dan aktivitas disusun sedemikian rupa agar tercapai koordinasi dan efisiensi. Pengorganisasian mencakup pembagian tugas, penentuan tanggung jawab, pengelompokan kegiatan, serta pembentukan struktur dan alur kerja. Tahap ini memastikan bahwa setiap bagian dari organisasi memiliki peran dan tugas yang jelas.

Pengarahan (Directing)

Merupakan tahapan yang berfokus pada memberikan bimbingan, instruksi, dan motivasi kepada anggota tim untuk melaksanakan tugas mereka. Pengarahan mencakup komunikasi yang efektif, pemberian arahan, penegasan peran, pemecahan masalah, dan pemberian dorongan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Pengarahan bertujuan untuk memastikan setiap anggota organisasi bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Pengawasan (Controlling)

Tahap pengawasan adalah proses memantau dan mengevaluasi kinerja untuk memastikan bahwa hasil yang dicapai sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditentukan. Pengawasan melibatkan pengukuran kinerja, analisis penyimpangan, dan tindakan korektif jika diperlukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar organisasi tetap berada di jalur yang benar menuju tujuan yang telah ditetapkan.

Keempat tahapan dalam proses pengelolaan ini merupakan konsep-konsep manajemen yang sangat penting didalam pengelolaan dimana hal ini harus dapat saling berkesinambungan dan berkelanjutan agar pengelolaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien demi tercapainya tujuan organisasi (Ricky W. Griffin “management” 1984.

C. Persepsi Pedagang Kaki Lima

Menurut persepsi kami mengenai pedagang kaki lima (PKL) adalah sekelompok pelaku usaha yang banyak membantu kami di dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui penyediaan barang yang praktis dan terjangkau harganya dikantong mahasiswa seperti kami. Dari segi lokasi juga PKL yang berada di mana-mana memberikan kami begitu banyak kemudahan dalam menentukan berbagai pilihan makanan atau minuman maupun barang dan kebutuhan lainnya.

(10)

Selain itu PKL sering juga menghadirkan variasi kuliner yang menarik dan berbeda, seperti makanan lokal khas daerah maupun variasi kreatif yang sulit ditemukan di tempat makan lain(Rosita, 2006). Kemudian kami juga turut menanyakan persepsi Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap diri mereka sendiri atau terhadap sesama PKL menggunakan metode penelitian kualitatif melalui wawancara langsung terhadap PKL yang mana di dalam kesempatan ini sesuai dengan judul penelitian yang kami angkat yaitu Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Jalan Gajah Mada Pontianak maka kami melakukan wawancara bersama PKL di jalan gajah mada.

PKL yang kami wawancarai adalah penjual mie Gohyong atau yang juga dapat disebut sebagai bakmie khas Jaksel yang beralamatkan di jalan gajah mada tepat di samping restoran gajah mada. Dalam wawancara ini persepsi pelaku usaha PKL mie gohyong menjelaskan bahwa mereka memandang dagangan atau usaha mereka sebagai salah satu bentuk usaha yang memberikan inovasi serta variasi baru dalam kuliner di Pontianak dan menjadi viral serta sangat diminati oleh kaum gen z di Pontianak . “Strategi jitu!” merupakan kata yang tepat untuk mendeskripsikan PKL ini, Gohyong atau bakmie khas jaksel ini berhasil menarik perhatian anak muda dengan mengundang selebgram ibu kota untuk mereview makanan hits mereka. Konsep nya yang estetik tenda pinggir jalan yang kekinian jadi nilai tambah. Kreativitas tanpa batas mampu membuktikan bahwa makanan enak dan kekinian bisa dinikmati di mana saja. Konsep unik dengan sentuhan Korea bikin nagih. “Mau makan enak tanpa perlu jauh- jauh ke Korea? Coba Bakmie dan Gohyong Dijamin puas dengan menu hits dan suasana yang instagramable!” merupakan salah satu tagline yang disampaikan oleh salah seorang karyawan penjual mie gohyong ini pada saat kami melakukan wawancara.

D. Masalah Keberadaan Pedagang Kaki Lima

Masalah pedagang kaki lima (PKL) sering kali berpusat pada konflik seputar tata ruang, pengelolaan, serta ketidaknyamanan akibat kehadiran pihak-pihak tertentu seperti preman yang turut mengatur atau menekan kegiatan ekonomi mereka. Dalam contoh kasus yang telah kami Analisa ini, PKL di jalan gajah mada terkhususnya PKL yang menjual mie gohyong atau bakmie khas Jakarta yang telah kami lakukan wawancara ini juga mengalami masalah serupa diantaranya:

1. Keterbatasan ruang berjualan

(11)

Sebagai pedagang kaki lima (PKL), kami sangat menyadari bahwa ruang untuk berjualan yang terbatas menjadi tantangan utama dalam menjalankan usaha kami.

Di kawasan seperti Jalan Gajah Mada Pontianak, yang merupakan salah satu jalan utama dan ramai, kami merasa ada keterbatasan ruang yang mempengaruhi kenyamanan kami dan pengunjung yang datang. Kadang, kami harus berjuang untuk mendapatkan tempat yang strategis, namun sering kali ruang yang ada tidak cukup memadai, bahkan bisa menimbulkan kesemrawutan atau mengganggu kelancaran lalu lintas. Keterbatasan ruang dalam berjualan yang di pakai oleh PKL mie gohyong ini sangat terbatas mengingat lapak yang mereka pakai merupakan emperan ruko yang saat ini juga dialih fungsikan sebagai posko tim pemenangan salah satu calon kepala daerah dan juga luas lapaknya yang berada tepat di samping jalan gajah mada kerap kali menjadi kendala Ketika arus jalan sedang ramai selain itu keterbatasan ruang parker juga menjadi kendala karena memang hanya seluas samping lobby masuk ke restoran gajah mada saja. Kami berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang lebih baik, seperti penataan kawasan khusus PKL yang tidak hanya memberi ruang bagi kami untuk berjualan, tetapi juga memberikan fasilitas yang memadai, seperti tempat sampah, penerangan, dan area yang cukup luas untuk kenyamanan bersama. Maka dari itu kami menyimpulkan bahwa paham akan pentingnya penataan kota yang rapi dan teratur sangat penting, namun mereka juga berharap suara mereka sebagai pelaku ekonomi kecil dapat didengar dan mereka siap mendukung kemajuan PKL dan penataan ruang di jalan Gajah Mada Kota Pontianak “Kami siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan kawasan yang tertib, bersih, dan ramah bagi semua pihak, sehingga kami dapat berjualan dengan lebih nyaman dan tetap mendukung perekonomian kota’’ Ujar PKL mie gohyong.

2. Pungutan Biaya Parkir

Pengelolaan parkir di sepanjang Jalan Rajah Mada, Pontianak, menjadi isu penting yang mempengaruhi aktivitas para pedagang kaki lima (PKL), khususnya pedagang mie gohyong. Dalam konteks ini, pemilik ruko yang menyewakan tempat berjualan sering kali mengambil alih lahan parkir yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pengunjung(PRADIPTA, 2019). Hal ini menyebabkan keuntungan yang diperoleh oleh PKL tidak sepenuhnya dapat mereka nikmati, karena sebagian besar ruang parkir telah dialokasikan untuk kepentingan pemilik

(12)

ruko.Sebuah fakta yang kami dapati pada saat melakukan wawancara terhadap salah satu karyawan PKL mie gohyong adalah bahwa mereka dari mereka diperbolehkan untuk membuka usaha di lokasi tersebut, namun perlu diingat kembali bahwa biaya uang parkir yang dikenakan kepada pelanggan itu merupakan hak pemilik ruko, karena orang yang mengelola parkir adalah orang kenalan dari pemilik ruko, sehingga semua pendapatan dari uang parkir akan menjadi hak pemilik ruko dan digunakan untuk kepentingan pengelolaan area parkir serta fasilitas lainnya di sekitar usaha mereka.

E. Perspektif Dari Pemerintah

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, melalui Sekretaris Daerah (Sekda), memiliki pandangan yang komprehensif mengenai perizinan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Gajar Mada, Pontianak. Dalam konteks ini, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara pemberdayaan ekonomi informal dan penegakan ketertiban umum. Pemerintah menyadari bahwa PKL merupakan bagian integral dari perekonomian lokal yang dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, keberadaan mereka sering kali menimbulkan tantangan terkait ketertiban dan keamanan. Sekda Kalbar menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dengan berbagai stakeholder untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan. Ini termasuk kerjasama dengan Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan serta Satpol PP untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak hanya menegakkan aturan tetapi juga memberdayakan PKL.(Ungusari, 2015)

Sebenarnya, jika pedagang kaki lima (PKL) sudah menyewa lapak kepada pemilik ruko, maka pemberdayaan mereka bukan lagi menjadi wewenang pemerintah, melainkan tanggung jawab pemilik ruko. Pemerintah hanya memiliki kewenangan untuk melakukan pemberdayaan apabila PKL berjualan di tempat-tempat yang tidak sesuai, seperti jalan raya atau trotoar. Meski demikian, pemerintah tetap memberikan masukan dan beberapa hal yang akan diimplementasikan untuk mendukung pengelolaan tersebut. Ketentuan ini juga telah diatur dalam peraturan daerah, termasuk peraturan terkait izin minimarket yang mewajibkan pemilik ruko atau minimarket untuk menyediakan ruang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Regulasi ini selaras dengan kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang bertujuan memberikan peluang kepada UMKM untuk berkembang dan mendukung

(13)

Perizinan bagi PKL di wilayah ini perlu dilakukan secara selektif dan teratur.

Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang tertib, aman, dan nyaman baik bagi pedagang maupun masyarakat yang menggunakan fasilitas umum. Pemerintah telah menciptakan berbagai program pembinaan yang bertujuan untuk mendorong PKL agar tidak hanya mendapatkan akses untuk berdagang, tetapi juga dapat berkembang dengan mengikuti standar-standar kebersihan, keamanan, serta estetika yang sesuai dengan regulasi. Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penataan ruang di Jalan Gajah Mada, terutama terkait dengan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di tepi jalan. Dalam upaya ini, pemerintah menyadari bahwa keberadaan PKL memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, namun juga menimbulkan tantangan, seperti gangguan terhadap ketertiban lalu lintas dan masalah kebersihan akibat bau got dari selokan yang ada di sekitar lokasi berjualan.

1. Upaya Dari Pemerintah

Sebagai pemerintah, kami sangat memahami tantangan yang dihadapi oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Gajah Mada Pontianak, terutama terkait dengan masalah penataan ruang dan kenyamanan berjualan. Jalan Gajah Mada, yang merupakan salah satu jalur utama di kota Pontianak, memang memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, sehingga keberadaan PKL yang berjualan di tepi jalan bisa menimbulkan gangguan terhadap kelancaran arus lalu lintas dan kenyamanan pengguna jalan(S- & Publik, 2019) . Selain itu, kami juga menyadari bahwa ada beberapa lokasi tempat berjualan yang terpapar bau tidak sedap akibat selokan atau drainase yang buruk di sepanjang jalan, yang tentu saja tidak hanya mengganggu para pedagang, tetapi juga pengunjung dan masyarakat sekitar. Upaya pemerintah untuk memperdayakan kesejahteraan PKL sekaligus meningkatkan penataan ruang di kawasan ini membutuhkan pendekatan yang lebih terkoordinasi dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang akan kami rencanakan adalah dengan merancang dan memfasilitasi pembentukan kawasan khusus PKL yang terpisah dari jalur lalu lintas utama. Kawasan ini akan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, seperti tempat sampah, drainase yang baik, dan perlindungan dari bau tidak sedap.

(14)

Dengan penataan yang lebih terstruktur, kami berharap PKL dapat berjualan dengan lebih nyaman dan tertib tanpa mengganggu aktivitas di jalan raya. Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan kualitas infrastruktur jalan dan sanitasi di sepanjang Jalan Gajah Mada. Perbaikan terhadap sistem drainase dan pembuatan saluran air yang lebih baik akan mengurangi dampak bau yang seringkali timbul akibat selokan yang tersumbat. Kami juga akan memastikan bahwa setiap lokasi PKL memiliki akses yang baik terhadap fasilitas kebersihan dan sanitasi, untuk menjaga agar area berjualan tetap bersih dan nyaman. Untuk peningkatan kesejahteraan PKL, kami telah meluncurkan berbagai program pendampingan dan pelatihan kewirausahaan bagi mereka, termasuk pelatihan mengenai cara menjaga kebersihan dan pengelolaan usaha yang lebih profesional. Kami juga memfasilitasi mereka untuk mendapatkan akses terhadap perizinan yang lebih mudah dan jelas, agar mereka bisa berjualan secara legal tanpa rasa khawatir akan razia atau pembongkaran tempat usaha(Makmuri, 2018).

Pemerintah juga bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti Dinas Perhubungan dan Dinas Kebersihan. Dengan penataan parkir yang lebih rapi dan terkontrol, kami berharap ruang yang tersedia untuk PKL dapat lebih optimal, tanpa mengganggu kepentingan lalu lintas atau kenyamanan pengguna jalan. Melalui langkah-langkah tersebut, kami berharap dapat menciptakan suasana yang lebih tertib dan nyaman di sepanjang Jalan Gajah Mada, yang tidak hanya menguntungkan bagi PKL, tetapi juga bagi masyarakat dan pengguna jalan(Yanuasri, 2015). Tujuan kami adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan penataan kota yang lebih baik, sehingga Kota Pontianak dapat terus berkembang sebagai kota yang maju, bersih, dan nyaman untuk semua.

(15)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Permasalahan yang dihadapi oleh pedagang kaki lima (PKL) mie gohyong di Jalan Gajah Mada menunjukkan konflik yang berkaitan dengan keterbatasan tempat dan keberadaannya oknum preman. Keterbatasan ruang berjualan yang mereka hadapi

(16)

disebabkan oleh penggunaan emperan ruko yang juga berfungsi sebagai posko tim pemenangan salah satu calon kepala daerah, serta arus lalu lintas yang padat, mengakibatkan kesulitan dalam menarik pelanggan dan menjalankan usaha secara efektif. Selain itu, ketidakpastian hukum terkait izin usaha membuat PKL rentan terhadap pungutan liar oleh preman, yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Kondisi ini menciptakan keadaan yang tidak nyaman bagi para PKL, yang merasa terancam dan tidak memiliki perlindungan dalam menjalankan usaha mereka.

Tanpa adanya dukungan dari pemerintah dan penegakan hukum yang tegas terhadap oknum preman, keberlangsungan usaha mereka dapat terancam. Oleh karena itu, penting untuk mencari solusi yang melibatkan regulasi yang lebih baik, pengawasan terhadap oknum preman, serta peningkatan legalitas usaha agar PKL dapat beroperasi dengan aman dan nyaman.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Peningkatan Legalitas Usaha: PKL Mie Gohyong sebaiknya segera mengurus izin usaha yang sah dari pemerintah sebagai langkah penting untuk memastikan kelangsungan usaha mereka, sekaligus menghindari potensi masalah hukum dan pungutan liar yang seringkali menjadi hambatan bagi pedagang kaki lima.

Dengan memiliki izin usaha yang resmi, para pedagang tidak hanya dapat beroperasi dengan tenang tanpa takut usaha mereka dibongkar atau dikenakan sanksi, tetapi juga memperoleh perlindungan hukum yang lebih kuat. Legalitas usaha memberikan jaminan bahwa mereka berjualan dalam kerangka aturan yang berlaku, yang berarti mereka memiliki hak untuk mempertahankan tempat usaha mereka dan mendapat perlindungan dari segala bentuk pemerasan atau pungutan liar yang mungkin terjadi di lapangan. Izin usaha juga membuka peluang bagi PKL Mie Gohyong untuk mendapatkan akses ke berbagai fasilitas dan program yang disediakan oleh pemerintah, seperti bantuan modal, pelatihan kewirausahaan, atau pembinaan terkait pengelolaan usaha yang lebih profesional. Dengan izin yang sah, mereka bisa lebih mudah mengakses fasilitas

(17)

pemberian pinjaman atau kredit usaha. Selain itu, dengan legalitas, mereka juga bisa lebih mudah mengikuti program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas usaha kecil, seperti pelatihan tentang kebersihan dan manajemen bisnis yang lebih baik. Di sisi lain, dengan mematuhi prosedur hukum dan memperoleh izin, PKL juga bisa menghindari konflik dengan aparat pemerintah yang sering terjadi karena ketidakjelasan status usaha mereka. Mereka akan memiliki dasar hukum yang kuat dalam berinteraksi dengan pihak berwenang, yang pada gilirannya dapat memperlancar operasional dan menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara pedagang dan pemerintah. Melalui proses ini, PKL Mie Gohyong bisa membangun reputasi usaha yang lebih profesional dan dipercaya oleh konsumen, yang tentunya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan bisnis mereka.

2. Negosiasi Ruang Berjualan: Disarankan bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL), termasuk PKL Mie Gohyong, untuk melakukan negosiasi yang konstruktif dengan pemilik ruko dan pihak berwenang terkait alokasi ruang berjualan yang lebih memadai dan teratur. Negosiasi ini sangat penting untuk mencapai kesepakatan bersama mengenai penataan ruang yang tidak hanya menguntungkan pedagang, tetapi juga menjaga kenyamanan dan kelancaran arus lalu lintas di sekitar area berjualan. Dengan adanya alokasi ruang yang jelas dan teratur, PKL dapat memaksimalkan penggunaan lahan yang ada tanpa harus mengganggu trotoar atau jalur pejalan kaki, yang selama ini sering menjadi sumber konflik dengan pengguna jalan. Melalui dialog yang terbuka dengan pemilik ruko, PKL bisa mencari solusi bersama terkait penggunaan ruang parkir atau area kosong di sekitar ruko yang bisa dimanfaatkan untuk berjualan. Dalam negosiasi ini, perlu ada kesepakatan tentang pembagian ruang yang adil, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik itu PKL, pemilik ruko, maupun masyarakat yang membutuhkan akses jalan yang lancar. Pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah kota atau dinas terkait, juga perlu dilibatkan untuk memastikan bahwa penataan ini tetap sesuai dengan regulasi dan tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari

(18)

3. Pengawasan dan Dukungan Pemerintah: Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL), terutama dalam mengatasi masalah premanisme yang seringkali menjadi hambatan bagi kelancaran usaha mereka. Premanisme di sekitar area PKL, seperti pemerasan, ancaman, atau bahkan praktik pungutan liar, dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan pedagang dalam menjalankan usahanya. Selain itu, premanisme juga dapat merugikan pelanggan dan menciptakan citra buruk bagi kawasan tersebut. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih intensif terhadap aktivitas premanisme harus menjadi prioritas pemerintah daerah.Pemerintah daerah perlu memperkuat kerjasama dengan aparat keamanan, seperti kepolisian dan satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), untuk melakukan pemantauan secara rutin dan penertiban terhadap segala bentuk premanisme yang terjadi di sekitar area PKL.

Selain itu, diperlukan juga pendekatan yang lebih humanis dengan melibatkan masyarakat sekitar dan PKL dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban. Ini bisa dilakukan melalui program-program keamanan berbasis komunitas, yang melibatkan pedagang, pemilik ruko, dan warga setempat untuk saling mendukung dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari premanisme. Namun, pengawasan saja tidak cukup. Pemerintah daerah juga harus memberikan dukungan yang lebih konkret dalam bentuk pelatihan dan bantuan pengelolaan usaha yang lebih profesional kepada para PKL.

Pelatihan kewirausahaan, misalnya, sangat dibutuhkan oleh banyak PKL untuk mengembangkan usaha mereka dengan cara yang lebih terorganisir, efisien, dan legal. Pelatihan ini dapat mencakup berbagai aspek, mulai dari manajemen keuangan, cara berjualan yang bersih dan sehat, hingga pemasaran yang lebih efektif. Dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan, PKL akan lebih mampu mengelola usaha mereka dengan lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas layanan dan menarik lebih banyak pelanggan. Selain pelatihan, pemerintah daerah juga perlu memberikan bantuan modal atau akses ke fasilitas pembiayaan yang dapat membantu PKL untuk mengembangkan usaha mereka, seperti mendapatkan tempat usaha yang lebih layak atau meningkatkan kualitas produk yang mereka jual. Bantuan ini akan memberikan mereka kepercayaan diri dan kemandirian dalam menjalankan usaha tanpa

(19)

dari pihak luar. Dengan memberikan dukungan yang menyeluruh—baik dalam bentuk pengawasan yang efektif terhadap premanisme, pelatihan kewirausahaan, serta bantuan modal—pemerintah daerah akan menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan produktif bagi para PKL. Hal ini tidak hanya akan mengurangi potensi masalah yang disebabkan oleh premanisme, tetapi juga mendorong PKL untuk berkembang menjadi pelaku usaha yang lebih profesional dan mandiri. Ke depannya, kawasan tempat PKL berjualan akan lebih tertata, aman, dan nyaman, baik bagi pedagang, pembeli, maupun masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Makmuri, E. P. (2018). Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. In Skripsi Universitas Brawijaya Fakultas Ilmu Administrasi.

Marshush1, U. H., Kurniawati2, W., Jurusan, M., Wilayah, P., Kota, D., Kunci, K., Pedagang,

(20)

K., Lima, K., & Lalulintas, S. (2013). Kajian Karakteristik Pedagang Kaki Lima (Pkl) Yang Mempengaruhi Terganggunya Sirkulasi Lalulintas Di Jalan Utama Perumahan Bumi Tlogosari Semarang. Jurnal Ruang, 1(1), 91–100.

PRADIPTA, R. I. O. (2019). Perencanaan Koridor Jalan Gajah Mada Kota Sidoarjo Dengan

Pendekatan Konsep Commercial City Walk.

http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/176500

Rosita, P. (2006). KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA ( PKL ) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG ( Wilayah Studi : Jalan Pahlawan- Kusumawardhani-Menteri Soepeno ) TUGAS AKHIR Oleh :

S-, J., & Publik, I. A. (2019). Arjuna Prasetyo , NIM.E1012151007 Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP UNTAN 1. 1–15.

Ungusari, E. (2015). RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN PERDAGANGAN DAN JASA PUSAT PELAYANAN KOTA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN. 151, 10–17.

Yanuasri, A.-. (2015). Karakteristik Pedagang Kaki Lima “Pasar Tiban” Pada Koridor Pulutan, Jalan Lingkar Salatiga. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 11(2), 142.

https://doi.org/10.14710/pwk.v11i2.10844

(21)

DAFTAR GAMBAR

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Brebes adalah pemberdayaan disektor informal dilihat dari teknik pemberdayaan dan

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan judul “ Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (study tentang pemfasilitasan pemkot blitar terhadap PKL) ” adalah bukan karya

Walaupun telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, akan tetapi peraturan daerah tersebut belum

Penulis menyusun skripsi dengan judul “Analisis Kegiatan Usaha Pedagang Kaki Lima Dengan Metode Swot (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Jalan Kapten Muslim Kota Medan)”..

Pandapotan Lubis Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota studi kasus: koridor jalan arif rahman hakim jalan aksara pasar sukaramai

Apa manfaat yang didapatkan pemerintah Kabupaten Bantul dengan adanya program penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) di Kecamatan Bantul?.. Kendala/ penghambat

41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa Penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki