• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Topografi Dasar Laut di Perairan Sangihe Talaud Menggunakan Multibeam Echosounder

N/A
N/A
M.fawwaz. Agil

Academic year: 2024

Membagikan " Pemetaan Topografi Dasar Laut di Perairan Sangihe Talaud Menggunakan Multibeam Echosounder"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Nama Kelompok : Azhar Nugraha (2210716210002) M Fawwaz Agil (2210716210031) Mata Kuliah : Akustik Kelautan (GIKL5212) Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Syhdan, S.Pi., M.Si.

Review Jurnal Hasil Penelitian :

“PEMETAAN TOPOGRAFI DASAR LAUT DI PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER”

Ditulis oleh : Dwi Haryanto, Muhamad Irfan, Taufan Wiguna, dan Hendra Kurnia Febriawan

1. Metode pengolahan data akustik dari jurnal penelitian”Pemetaan Topografi Dasar Laut Di Perairan Sangihe Talaud Menggunakan Multibeam Echosounder”:

a. Persiapan Sistem MBES

Sistem MBES yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seabeam 1050D dari ELAC Nautik- Jerman. Seabeam 1050D memiliki dua frekuensi, yaitu 50 kHz dan 180 kHz. Frekuensi 50 kHz dapat mengukur topografi dasar laut hingga kedalaman air 3000m. Jumlah beam yang digunakan sebanyak 126 buah dengan lebar swath 153°. Penelitian ini hanya menggambarkan hasil yang menggunakan transduser dengan frekuensi 50 kHz. Perangkat lunak Hydrostar digunakan untuk akuisisi data multibeam dan menampilkan topografi dasar laut dan profil kedalaman secara real-time, sehingga dapat dipantau secara langsung selama akuisisi data multibeam. Pengolahan data multibeam dapat dilakukan secara onboard processing sehingga hasilnya dapat langsung dilihat setelah survei selesai. Cakupan area maksimum dan kedalaman perairan dari Seabeam 1050D dapat dilihat pada Gambar.

Seabeam1050D terdiri dari transduser (proyektor dan penerima) dengan frekuensi 50 kHz, unit pemrosesan sonar SEE-30, kecepatan suara permukaan secara real time (SV real time), profil kecepatan suara, dan sistem

(2)

navigasi inersia yang terintegrasi. Sistem navigasi inersia terintegrasi menggunakan F180 Coda Octopus yang mengintegrasikan data dari GNSS Receiver, GPS Gyro, dan Inertial Motion Unit. Konfigurasi Seabeam1050D ditunjukkan pada Gambar 2b.

Vessel Reference Frame (VRF) didefinisikan dengan Titik Referensi (RP) terletak di persimpangan antara garis air dan kepala transduser (Gambar 3). Berdasarkan konvensi tanda Elac, sumbu Y selalu positif mengarah dari Titik Referensi ke Haluan. Sumbu X selalu positif mengarah dari Titik Referensi ke kiri, dengan melihat arah haluan. Sumbu Z selalu positif diarahkan dari Titik Referensi ke bawah (Gambar 3a dan Gambar 3b).

Sensor-sensor berikut ini (antena DGPS, IMU, dan pusat permukaan aktif setiap transduser (Port dan Starboard) harus direferensikan ke Titik Referensi dalam arah 3D.

Pengaturan sensor ini biasa disebut dengan offset sensor. Sensor offset diukur dengan menggunakan metode survei kontrol dimensi ketika kapal berada di dok kering terapung.

Diagram offset sensor diilustrasikan pada Gambar 3c dan Tabel 1.

(3)

Kalibrasi (uji tempel) perlu dilakukan sebelum survei. Kalibrasi MBES digunakan untuk menentukan komponen sistem seperti roll, pitch, yaw offset dan latensi tali navigasi. Kalibrasi Seabeam 1050D telah dilakukan dan hasilnya disajikan pada Tabel 2.

b. Akuisisi dan Pemrosesan Data

Akuisisi multibeam memerlukan beberapa sensor yang mentransfer setiap data ke perangkat lunak Hydrostar. Ada tujuh data masukan ke Hydrostar; (i) posisi dan kecepatan kapal dari F180 Coda Octopus (input real time), (ii) data gerakan kapal (pith, roll, heave, yaw) dari F180 Coda Octopus (input real time), (iii) data heading dan arah kapal dari F180 Coda Octopus (input real time), (iv) data Sound Velocity Surface dari SV real time (input real time), data Sound Velocity Profile dari data CTD Seabird SBE 9plus (input manual sebagai file ASCII dengan format dan ekstensi khusus - *.sva), Offset sensor dari berbagai sensor terhadap RP (Reference Point), (vii) ketidaksejajaran transduser yang merupakan hasil dari uji jalur. Data (vi) dan (vii) disimpan dalam file kapal dengan format dan ekstensi khusus (*.ship).

MBES (Unit pemrosesan sonar dan transduser) hanya mengukur jangkauan dan arah. Kedalaman dihitung setelahnya dalam pengumpulan data dengan memperhitungkan data berikut: gerakan, posisi, pembiasan, dan arah. Proyektor menghasilkan denyut suara, juga dikenal sebagai ping. Ketika suara mencapai target (yang bisa berupa dasar laut, objek, atau ikan di kolom air), suara tersebut akan memantul kembali ke penerima. Suara yang kembali diterima dalam beberapa pancaran, 126 pancaran dalam kasus Seabeam 1050D.

(4)

Satu beam mengacu pada kedalaman sounding di dasar laut dan kemudian menghitung range dan bearing dengan data berikut: gerakan, posisi, refraksi, dan heading. Kombinasi dari beberapa ping akan menghasilkan sekumpulan titik kedalaman sounding (biasa disebut point cloud) yang dapat divisualisasikan dalam bentuk 2D atau 3D untuk menghasilkan topografi dasar laut. Hasil dari perangkat lunak akuisisi hydrostar masih memiliki noise dan data outlier.

Data perlu diedit dan difilter menggunakan perangkat lunak pengolah data multibeam. Data direkam oleh perangkat lunak hydrostar yang dapat disimpan dalam format (*.dat), (*.XSE), dan (*.UNB). CARIS HIPS 6 dan HDP 4061 digunakan untuk memproses data multibeam di RV Baruna Jaya IV.

Sementara data (*.XSE) dan (*.UNB) diolah dengan perangkat lunak CARIS HIPS 6, data (*.dat) harus diolah dengan perangkat lunak HDP 4061 (HDPedit dan HDPpost). Akuisisi dan pengolahan data MBES yang ada di atas kapal RV Baruna Jaya IV terdiridari:

i. Hypack 6.2b

Perangkat lunak Hypack dapat digunakan untuk membuat perencanaan survei garis dan memandu pengemudi kapal untuk mengikuti survei garis. Ketika Hypack sedang melakukan logging status yang akan menampilkan data navigasi seperti posisi, heading, bearing, jarak tempuh, jarak yang tersisa, dan deviasi kapal dari garis survei. Selain memandu navigasi, perangkat lunak ini juga dapat merekam data (posisi, kedalaman, heading, kecepatan, waktu, dan lain-lain) dari berbagai sensor.

ii. Hydrostar 3.5.3

Perangkat lunak Hydrostar menyediakan semua fungsi kontrol sonar, merekam data batimetri, dan menyertakan berbagai tampilan data waktu nyata untuk kontrol kualitas.

iii. Perangkat Lunak Pemrosesan Multibeam HDP 4061

Perangkat lunak HDP 4061 mencakup HDPedit dan HDPpost. Perangkat lunak ini hanya dapat berjalan di sistem operasi linux yang harus dijalankan di distro Suse 10 yang terbuka. HDPedit digunakan untuk menyaring data outlier.

(5)

HDPpost digunakan untuk memproses data yang melibatkan file kapal, profil kecepatan suara, parameter geodetik, dan proyeksi. HDPpost dapat digunakan untuk menghasilkan gridding, peta kontur, DTM, dan 3D dari topografi dasar laut. Pada penelitian ini HDPpost hanya digunakan untuk menghasilkan format ASCII (posisi dan kedalaman).

iv. Fledermous 6

Perangkat lunak Fledermous digunakan untuk membuat visualisasi 3D topografi dasar laut dari format ASCII yang berisi data posisi dan kedalaman.

Alur kerja akuisisi dan pengolahan data multibeam di RV. Baruna Jaya IV.

2. Hasil dan pembahasan ”Pemetaan Topografi Dasar Laut Di Perairan Sangihe Talaud Menggunakan Multibeam Echosounder”:

Seluruh topografi dasar laut di perairan Sangihe Talaud disajikan dalam sistem koordinat geografis dengan menggunakan ellipsoid WGS 1984 (Gambar 4). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan zona, yaitu 52 LU untuk bagian utara Pulau Talaud dan 51 LU untuk bagian utara Pulau Sangihe, sebelah barat Siau, dan sebelah utara Pulau Nain. Peta topografi dasar laut di setiap lokasi disajikan dengan menggunakan peta proyeksi UTM.

Kedalaman topografi dasar laut ditentukan oleh warna dan beberapa geomorfologi yang dapat diidentifikasi (Gambar 5).

Lokasi B

Topografi dasar laut di sebelah utara Sangihe menunjukkan topografi yang

(6)

unik. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya intrusi batuan beku. Batuan ini berbentuk seperti bukit, dimana bagian atas bukit merupakan topografi yang datar. Bagian atas intrusi batuan beku memiliki kisaran kedalaman air antara 300-500m. Seluruh daerah survei memiliki kisaran kedalaman air antara 34,54 - 2375,27m. Daerah yang paling dalam berada di sebelah timur laut, sedangkan yang paling dangkal berada di sebelah tenggara (Gambar 6).

Lokasi C

Topografi dasar laut di lokasi C juga menunjukkan topografi yang bervariasi. Terdapat lembah, bukit, dan gunung laut. Di sebelah barat Pulau Ruang terdapat bukit dengan anak sungai (Gambar 7), sedangkan gunung laut terdapat di antara Pulau Siau dan Pulau Makalehi. Bukit dengan anak sungai ini memiliki area datar di puncak bukit. Puncak bukit memiliki kedalaman air sekitar 300m. Gunung laut terletak pada posisi (E- 125°17'3.43"/N- 2°41'39.52") sekitar 8 km ke arah barat dari pantai barat Pulau Siau. Menurut Menard (1964), gunung api bawah laut didefinisikan sebagai material yang berasal dari dasar laut, membentuk kemiringan dan ketinggian minimal 1 Km. Seamount ini menjulang dari kedalaman 2100 m sampai 710 m, atau hampir setinggi 1400 m, dan dinding selatan seamount yang sangat curam. Diameter gunung api antara 4000m-5000m, Gambar 8 menggambarkan profil dasar laut gunung api. Keseluruhan area survei memiliki kisaran perairan kedalaman antara 105,6 m - 3308,2 m.

Daerah terdangkal ditemukan di dekat Pulau Mahengetang, sedangkan daerah terdalam ditemukan di barat laut Pulau Siau.

Lokasi D

Topografi dasar laut di lokasi D menunjukkan topografi yang unik.

Terdapat bentuk gunung api yang mengerucut dengan aliran lava (Gambar 9). Schieferdecker (1959) menjelaskan bahwa seamount didefinisikan sebagai suatu daerah di permukaan bumi dimana material magma dari dalam bumi keluar atau pernah keluar pada masa lampau, dan akan membentuk gunung api dan memiliki kawah di bagian puncaknya.

Fenomena ini dimungkinkan terjadi pada seamount di lokasi D. Seamount

(7)

ini terletak pada posisi (E- 124°41'50.86"/N-1°54'33.67") sekitar 14 km ke arah barat laut dari pantai barat Pulau Nain. Gunung api ini menjulang dari kedalaman 2500m hingga 450m, atau hampir 2000m tinggi gunung api, dan dinding barat gunung api yang sangat curam. Diameter gunung api memiliki kisaran 8000m - 10000m, hal ini dapat dilihat berdasarkan profil dasar laut gunung api (Gambar 10). Seluruh area survei memiliki kisaran kedalaman air antara 385,52 m - 3165,12 m. Daerah yang paling dangkal terdapat di bagian puncak gunung api, sedangkan daerah yang paling dalam terdapat di sebelah barat gunung api.

Gambar 5. Hasil topografi dasar laut di area studi.

(8)

Gambar 5. Topografi dasar laut Pulau Talaud bagian utara. Gambar kiri menunjukkan tampilan 2D dan gambar kanan menunjukkan tampilan 3D.

Gambar 6. Topografi dasar laut Pulau Sangihe bagian utara. Gambar kiri menunjukkan tampilan 2D dan gambar kanan menunjukkan tampilan 3D.

(9)

Gambar 7. Topografi dasar laut di bagian barat Pulau Siau. Gambar kiri menunjukkan tampilan 2D dan gambar kanan menunjukkan tampilan 3D.

Gambar 8. Profil dasar laut dari gunung laut. Gambar kiri menunjukkan profil dasar laut dari utara ke selatan dan gambar kanan menunjukkan profil dasar laut

dari barat ke timur.

(10)

Gambar 9. Topografi dasar laut Pulau Nain bagian utara. Gambar kiri menunjukkan tampilan 2D dan gambar kanan menunjukkan tampilan 3D.

Gambar 10. Profil dasar laut dari gunung api bawah laut. Gambar kiri menunjukkan profil dasar laut dari barat laut ke tenggara, gambar kanan atas menunjukkan profil

dasar laut gunung api pertama dari barat ke timur, dan gambar kanan bawah menunjukkan profil dasar laut gunung api kedua dari barat ke timur.

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi adanya hydrothermal vent di perairan Indonesia ditemukan di perairan Sulawesi Utara, Selat Sunda dan perairan Wetar (gunung api bawah laut Komba, Abang Komba, dan

Data batimetri juga dapat digunakan untuk menduga keberadaan suatu gunung bawah laut disuatu perairan.. Keberadaan gunung bawah laut sangat penting untuk diketahui, hal ini

Verifikasi data pemeruman menggunakan SBES dimaksudkan untuk mengetahui standar deviasi lajur yang akan dijadikan sebagai data validasi lajur MBES. Perhitungan

Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap respon sudut dari sinyal akustik MBES yang kembali akan menghasilkan informasi mengenai struktur dan kekerasan (

Aktivitas hidrotermal di sekitar Gunungapi Bawah Laut Kawio Barat Perairan Sangihe Sulawesi Utara merupakan penemuan yang pertama kali langsung dari bawah laut perairan

Tampilan batimetri yang dihasilkan melalui pengolahan data pada CARIS HIPS and SIPS 6.1 merupakan visualisasi gambar topografi dasar laut secara 2 dimensi.. Perbedaan dari

Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap respon sudut dari sinyal akustik MBES yang kembali akan menghasilkan informasi mengenai struktur dan kekerasan (roughness)

ANALISIS NILAI BACKSCATTER MULTIBEAM ECHOSOUNDER UNTUK PENENTUAN JENIS SEDIMEN DASAR LAUT Studi Kasus: Perairan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat SKRIPSI Diajukan untuk