• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2021 MENGGUNAKAN ANALISIS REGRESI DATA PANEL

N/A
N/A
Ranti Faiza Adista

Academic year: 2024

Membagikan "PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2021 MENGGUNAKAN ANALISIS REGRESI DATA PANEL "

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2021 MENGGUNAKAN ANALISIS REGRESI

DATA PANEL

PROPOSAL

Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya

Oleh :

RANTI FAIZA ADISTA NIM.19037065

PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflasi merupakan salah satu indikator penting perekonomian nasional yang selalu menjadi perhatian pemerintah di seluruh dunia. Hal ini karena laju inflasi yang sangat tinggi berdampak cukup besar terhadap beberapa indikator ekonomi, antara lain ketidakstabilan ekonomi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya pengangguran. Inflasi juga dikaitkan dengan lonjakan harga umum barang dan jasa di negara-negara yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Inflasi tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat, mempengaruhi kesejahteraan masyarakat lokal dan menghambat pertumbuhan ekonomi negara (Purwono, Yasin & Mubin, 2020).

Dalam sejarah perekonomian, Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami masalah ekonomi yang sangat serius, yaitu inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation). Laju inflasi terburuk yang pernah dialami Indonesia terjadi pada tahun 1998 dengan inflasi sebesar 77,63% disebabkan oleh defisit anggaran pemerintah pusat yang dibiayai dalam bentuk penerbitan uang. Melonjaknya inflasi di Indonesia berdampak pada pendapatan masyarakat, penurunan taraf hidup dan kemiskinan.

Penurunan inflasi di tingkat nasional sangat perlu mendapat dukungan dari daerah karena sumbangan inflasi daerah terhadap pembentukan inflasi nasional sangat besar yang bobotnya mencapai 80,77% inflasi daerah dan merupakan hasil pengumpulan dari inflasi 82 kota di Indonesia berdasarkan data pada buku petunjuk TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah). Pengendalian inflasi untuk menciptakan

(3)

stabilitas harga di tingkat nasional hanya dapat diwujudkan dengan terjadinya stabilitas harga pada tingkat daerah. Selain itu, pengendalian inflasi dan penciptaan stabilitas harga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan perekonomian.

Berdasarkan 82 kota yang menjadi dasar perhitungan inflasi nasional, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang paling informatif karena memiliki jumlah kota tebanyak yang memberikan sumbangan inflasi daerah terhadap pembentukan inflasi nasional, yaitu sebanyak tujuh kota (Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, dan Tasikmalaya). Oleh karena itu, Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memberikan kontribusi signifikan terhadap laju inflasi nasional (Putong, 2013).

Laju inflasi di Jawa Barat tergolong cukup tinggi, terutama di beberapa kota di Jawa Barat yang dianggap berperan penting dalam terjadinya inflasi. Berdasarkan berita resmi BPS Jawa Barat No. 45/08/32/Th.XXIV, 1 Agustus 2022, pada Juli 2022 laju inflasi di Jawa Barat meningkat 0,62% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juni 2022 sebesar 112,27 sedangkan pada Juli 2022 meningkat menjadi 112,97.

Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi IHK, maka akan semakin cepat juga laju inflasinya. Dari tujuh kota pantauan IHK di Jawa Barat Juli 2022 seluruhnya mengalami inflasi, yaitu Kota Bogor sebesar 0,55 persen; Kota Sukabumi sebesar 0,43 persen; Kota Bandung sebesar 0,60 persen; Kota Cirebon sebesar 0,36 persen; Kota Bekasi sebesar 0,62 persen; Kota Depok sebesar 0,71 persen; dan Kota Tasikmalaya sebesar 0,57 persen.

Inflasi yang terjadi saat ini di suatu wilayah untuk kurun waktu tertentu diperhatikan penilaiannya oleh Badan Pusat Statistik untuk daerah yang mempunyai kriteria penentuan Indeks Harga Konsumen (IHK). Daerah-daerah yang mendapatkan

(4)

penilaian IHK ini artinya daerah yang memiliki ciri-ciri diantaranya terdapat pasar modern/swalayan serta pasar tradisional yang relatif besar, tersedia wahana pendidikan serta wahana penunjang lainnya, sektor jasa, sarana rekreasi, PDAM, serta jaringan internet. Inflasi pada suatu daerah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan ditentukan oleh beberapa faktor-faktor lain penyebab dari inflasi.

Laju inflasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sadono Sukirno (2004) menuliskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju inflasi antara lain kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Harga Konsumen (IHK), Upah Minimum (UM), tingkat pengangguran terbuka, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan kurs dollar.

Untuk mengendalikan laju inflasi diperlukan suatu metode umum yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju inflasi di masa depan sehingga pemerintah dapat membuat rencana yang matang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat ditentukan dengan membuat model laju inflasi berdasarkan data inflasi masa lampau. Laju inflasi yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu di dalam ilmu statistika dapat dibahas pada analisis regresi. Analisis regresi adalah suatu metode analisis statistik yang digunakan untuk melihat pengaruh antara dua atau lebih banyak variabel (Gujarati, 2003). Kejadian inflasi terjadi dalam suatu ruang daerah dan ruang waktu tertentu, sehingga kejadian inflasi ini mengikuti kejadian data bersifat cross section dan time series. Sesuai jenis gabungan data yang digunakan, maka metode regresi yang tepat digunakan merupakan regresi data panel.

Regresi data panel adalah pendekatan pemodelan yang menggabungkan pengaruh waktu ke dalam model. Sedangkan data panel adalah kombinasi dari data

(5)

cross section (unit individu) dan data time series (runtun waktu), dimana unit individu yang sama diukur pada waktu yang berbeda. Dengan kata lain, data panel dapat dikatakan sebagai data yang diamati dalam kurun waktu tertentu pada objek yang sama (Nandita, dkk, 2019). Salah satu kelebihan data panel adalah mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom/derajat kebebasan yang lebih besar (Gujarati, 2003).

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk membahas regresi data panel. Ghozi (2018) menganalisis regresi data panel untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank BPD dengan membedakan FEM menjadi model efek individu dan model efek waktu. Lestari, dkk (2022) menggunakan regresi data panel untuk mengetahui pengaruh variabel pengeluaran pemerintah, Produk Domestik Regional Bruto Perkapita dan Upah Minimum tarhadap inflasi di Sumatera Utara yatiu, Medan, Pematangsiantar, Sibolga, dan Padangsidempuan periode tahun 2016-2020.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan analisis regresi data panel untuk pemodelan laju inflasi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2021.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa model regresi data panel yang signifikan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Provinsi Jawa Barat tahun 2017-2021?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Provinsi Jawa Barat tahun 2017- 2021?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menentukan model yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan analisis regresi data panel.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap laju infllasi di Provinsi Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:

1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya dalam hal memecahkan permasalahan yang cocok menggunakan analisis regresi data panel dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam meminimalisir laju inflasi di Provinsi Jawa Barat.

3. Bagi masyarakat, lebih memahami apa saja faktor yang membawa pengaruh terhadap laju inflasi di Provinsi Jawa Barat.

4. Bagi mahasiswa, dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

(7)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inflasi

Inflasi adalah salah satu masalah ekonomi dimana harga barang atau jasa secara umum dan terus menerus berfluktuasi dalam jangka waktu yang relatif lama karena kenaikan harga barang atau jasa atau penurunan nilai uang dalam periode tertentu. Laju inflasi merupakan tingkat persentase kenaikan harga dalam beberapa indeks harga dari suatu periode ke periode lainnya. Inflasi terjadi dalam suatu perekonomian karena permintaan barang dan jasa lebih besar daripada penawarannya. Tingginya permintaan barang dan jasa dapat memicu kenaikan harga dari sisi permintaan. Di sisi lain, kenaikan biaya produksi barang dan jasa dapat mendorong kenaikan harga di sisi penawaran (Daniel, 2018).

Pengertian inflasi menurut pendapat beberapa para ahli, yaitu :

1. Menurut Mankiw (2003). Inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi, di mana harga barang mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.

2. Menurut Rahardja dan Manurung (2008). Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa yang umum dan terjadi secara terus-menerus.

3. Menurut Putong (2013). Inflasi merupakan kenaikan harga komoditi yang umum terjadi dan disebabkan oleh tidak adanya sinkronisasi antara program sistem pengadaan komoditi (produksi, kenaikan harga, pencetakan uang dan lainnya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki masyarakat.

(8)

B. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi

Laju inflasi yang terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya laju pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk miskin, dan pengeluaran pemerintah. Berikut penjelasan dari keempat faktor tersebut.

1. Produk Domestik Regional Bruto.

Saat ini perekonomian Indonesia sedang berkembang pesat. Hal ini meningkatkan kesempatan kerja yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan pendapatan dan pengeluaran di luar kemampuan ekonomi untuk mengeluarkan barang dan jasa. Ketika masyarakat terus meningkatkan pengeluaran, permintaan barang dan jasa akan meningkat. Untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, dunia usaha akan meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan nasional riil terutama pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Kenaikan PDRB yang melebihi kesempatan kerja penuh dapat menyebabkan kenaikan harga lebih cepat sehingga, dapat menyebabkan laju inflasi (Budiman, 2021).

2. Tingkat Pengangguran Terbuka.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kebijakan ekonomi tetapi bertentangan adalah inflasi yang rendah dan pengangguran yang rendah. Profesor A. W. Phillips dari London School of Economics menerbitkan studi komprehensif tentang perilaku upah dan pengangguran di Inggris dari tahun 1861 hingga 1957. Studi ini, yang dikenal sebagai kurva Phillips, menunjukkan hubungan negatif (berlawanan) antara inflasi dengan pengangguran. Ketika tingkat pengangguran rendah, PDB riil melebihi kapasitas sehingga menimbulkan bottlenecks dan inflasi meningkat dengan tajam.

Bottlenecks merupakan kondisi dimana terjadinya inflasi dikarenakan adanya

(9)

permintaan barang maupun jasa yang tinggi dan kenaikan pada biaya produksi. PDB riil merupakan ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara yang telah disesuaikan dengan inflasi. Di sisi lain, jika tingkat pengangguran tinggi, PDB riil akan turun di bawah kapasitas dan inflasi akan menurun (Listiana & Sariyani, 2020).

3. Jumlah Penduduk Miskin.

Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi yang terjadi menurut teori ini adalah perebutan bagian rezeki antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan masyarakat sehingga proses perebutan ini digambarkan sebagai keadaan dimana permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa selalu melebihi jumlah yang tersedia. Hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan inflasi (inflationary gap) (Apriliawan, dkk, 2013).

4. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pengeluaran untuk menyediakan polisi dan tentara, pembayaran gaji untuk pegawai pemerintah dan pembelanjaan untuk mengembangkan infrastruktur dilakukan untuk kepentingan masyarakat. (Sukirno, 2010). Keadaan perekonomian yang inflasi dan deflasi dapat diatasi langsung oleh masyarakat dan mekanisme pasar, tetapi harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan instrument berupa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat (Ferayanti, 2014).

(10)

C. Analisis Regresi Data Panel (Pooled Data)

Data panel adalah data gabungan dari data runtun waktu (time series data) dan data silang (cross-section data). Data time series adalah data observasi yang diidentifikasi dalam kurun waktu tertentu, dengan kata lain menggunakan pendekatan rentang waktu dalam pengumpulan datanya. Data cross-section adalah data observasi yang diidentifikasi dari beberapa subjek yang berbeda pada waktu yang sama (Sarwono, 2016). Jika setiap unit cross-section pada data panel memiliki jumlah observasi time series yang sama atau lengkap untuk setiap unitnya, maka disebut sebagai data panel seimbang (balance panel data). Sedangkan jika pada data panel jumlah observasi time series berbeda atau tidak lengkap untuk setiap unit cross-section nya maka disebut sebagai data panel tidak seimbang (unbalance panel data) (Ekananda, 2016). Penggabungan antara data runtun waktu (time series data) dan data silang (cross-section data) ini menyebabkan unit observasi menjadi lebih banyak dan model yang terbentuk menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, alternatif teknik yang dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi hal tersebut, yakni analisis regresi data panel.

Menurut Gujarati (2004: 637-638), beberapa keuntungan regresi menggunakan data panel adalah.

1) Data panel dapat mengakomodasi tingkat keheterogenitas individu-individu yang tidak diobservasi namun dapat mempengaruhi hasil dari pemodelan (individual heterogeneity) dengan mengizinkan adanya variabel-variabel dengan subjek yang spesifik dari waktu ke waktu.

(11)

2) Data yang disajikan lebih informatif, bervariasi, kecil kemungkinan akan terjadinya kolinieritas antar variabel dengan derajat kebebasan (degree of freedom) lebih besar dan lebih efisien, dikarenakan data panel mengkombinasikan antara data runtun waktu (time series) dan data silang (cross-section).

3) Data yang disajikan sangat cocok dalam mengkaji dinamika perubahan, karena informasi yang disajikan berupa kondisi individu-individu pada waktu tertentu dibandingkan pada kondisinya pada waktu lainnya.

4) Data panel dapat mendeteksi dengan lebih baik dan mengukur dampak yang tidak dapat dilakukan dan diamati dengan menggunakan data runtun waktu (time series) murni ataupun data silang (cross-section) murni.

5) Data panel memungkinkan dalam melakukan kajian model yang bersifat lebih rumit dan kompleks dibandingkan data runtun waktu (time series) murni ataupun data silang (cross-section) murni.

6) Data panel dapat meminimalisasi bias yang mungkin terjadi saat menghasilkan data individual karena unit observasi yang terlalu banyak.

Langkah-langkah melakukan analisis regresi data panel sebagai berikut.

1. Estimasi Model Regresi Data Panel

Regresi data panel merupakan regresi dengan data yang memiliki dimensi waktu dan dimensi ruang (Suharjo, 2008). Menurut Gujarati (2004: 640), model umum regresi data panel adalah sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ ⋯ + 𝛽𝑘𝑋𝑘𝑖𝑡+ 𝑢𝑖𝑡 ……… (1)

(12)

Dimana :

𝑖 = 1, 2, 3, . . . , 𝑁 (unit Cross-Section / Individu) 𝑡 = 1, 2, 3, … , 𝑇(unit Time Series / Waktu) 𝑘 = 1, 2, 3, … , 𝑛(variabel bebas)

N : Banyak unit cross-section T : Banyak unit time series n : Banyak variabel bebas

𝑌𝑖𝑡: Nilai variabel terikat untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t 𝑋𝑘𝑖𝑡: Nilai variabel bebas ke-k untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t 𝛽0: Intercept

𝛽1: Koefisien slope

𝑢𝑖𝑡: Galat untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t Terdapat tiga model regresi dengan data panel, yaitu:

a) Common Effect Model (CEM)

Model common effect atau sering dikenal sebagai metode Pooled Least Square (PLS) adalah model dengan bentuk paling sederhana dalam model regresi dengan data panel, karena tidak memperhatikan dimensi waktu (time-series) maupun individu (cross-section), sehingga diasumsikan bahwa nilai intercept dan koefisien slope dari masing-masing variabel adalah konstan untuk setiap unit time series dan cross-section.

Karena pendekatan ini menganggap semua objek sama atau homogen, maka perubahan antara objek tersebut akan sulit terlihat (Jacob, Sumarjaya, & Susilawati, 2014).

(13)

Menurut Gujarati (2004: 641), bentuk umum persamaan model common effect dapat dituliskan sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ ∑𝑛𝑘=1𝛽𝑘𝑋𝑘𝑖𝑡+ 𝑢𝑖𝑡 ……… (2) Dimana :

𝑖 = 1, 2, 3, . . . , 𝑁 (unit Cross-Section / Individu) 𝑡 = 1, 2, 3, … , 𝑇(unit Time Series / Waktu) 𝑘 = 1, 2, 3, … , 𝑛(variabel bebas)

N : Banyak unit cross-section T : Banyak unit time series n : Banyak variabel bebas

𝑌𝑖𝑡: Nilai variabel terikat untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t 𝑋𝑘𝑖𝑡: Nilai variabel bebas ke-k untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t 𝛽0: Intercept

𝛽1: Koefisien slope

𝑢𝑖𝑡: Galat untuk unit individu ke-i dan waktu ke-t b) Fixed Effect Model (FEM)

Teknik model fixed effect adalah teknik yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan intercept antar individu dengan menggunakan variabel dummy atau seringkali disebut sebagai Least Square Dummy Variable (LSDV) model. Ada beberapa kemungkinan asumsi yang muncul, yaitu (Gujarati, 2004: 640).

1. Diasumsikan intercept dan koefisien slope adalah tetap setiap waktu dan individu dan perbedaan antara intercept dan koefisien slope dijelaskan oleh residual.

(14)

2. Diasumsikan koefisien slope adalah tetap tetapi intercept berbeda antar individu.

3. Diasumsikan koefisien slope tetap tetapi intercept berbeda baik antar waktu maupun antar individu.

4. Diasumsikan intercept dan koefisien slope berbeda antar individu.

5. Diasumsikan intercept dan koefisien slope berbeda antara waktu dan antar individu.

Menurut Gujarati (2004: 642), secara umum model regresi fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0𝑖+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝑢𝑖𝑡 ……… (3)

Dapat terlihat pada nilai intercept nya menunjukan perbedaan antar unit individu (i) namun tetap untuk time series atau dapat dikatakan bahwa variasi dari waktu ke waktu tidak berubah. Namun, untuk dapat benar-benar memastikan perbedaan intercept antar individu dapat dilakukan dengan menggunakan teknik variabel dummy atau seringkali disebut sebagai Least Square Dummy Variable (LSDV) model, dengan persamaan sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0𝑖+ ∑𝑛𝑘=1𝛽𝑘𝐷𝑘𝑖 + 𝛽𝑘𝑋𝑘𝑖𝑡+ 𝑢𝑖𝑡 ……… (4)

(Gujarati, 2004: 642) Dimana :

𝐷𝑖: Dummy variable untuk unit individu ke-i c) Random Effect Model (REM)

Model random effect atau sering disebut sebagai model dengan pendekatan efek acak mengestimasi data panel dengan variabel gangguan atau error yang mungkin

(15)

saling berhubungan antarwaktu (time series) dan antarindividu (cross-section), dengan metode estimasi yang digunakan adalah Generalized Least Square (GLS). Menurut Gujarati (Gujarati, 2004: 647), persamaan model random effect adalah sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0𝑖+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝑢𝑖𝑡 ……… (5)

𝛽0𝑖 adalah nilai tetap, kita asumsikan sebagai variabel acak dengan nilai rata-rata dari 𝛽0, dan nilai intercept untuk setiap individu dapat ditulis dengan persamaan berikut (Gujarati, 2004).

𝛽0𝑖 = 𝛽0+ 𝜀𝑖 Dimana :

𝑖 = 1, 2, 3, . . . , 𝑁

𝜀𝑖 adalah error dari variabel acak dengan nilai rata-rata adalah 0 dan variansi dari 𝜎𝜀2. Dengan mensubsitusikan persamaan di atas maka di dapatkan persamaan sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝜀𝑖+ 𝑢𝑖𝑡 𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1𝑖𝑡 + 𝛽2𝑋2𝑖𝑡+ 𝑤𝑖𝑡 Dengan 𝑤𝑖𝑡 = 𝜀𝑖 + 𝑢𝑖𝑡

Nilai 𝑤𝑖𝑡 mengandung error yang terdiri dari dua komponen, yaitu error data cross-section atau unit individu (𝜀𝑖) dan error gabungan dari data time series dan data cross-section (𝑢𝑖𝑡) dengan asumsi:

𝜀𝑖~𝑁(0, 𝜎𝜀2) 𝑢𝑖𝑡~𝑁(0, 𝜎𝑢2)

𝐸(𝜀𝑖𝑢𝑖𝑡) = 0 𝐸(𝜀𝑖𝜀𝑗) = 0 (𝑖 ≠ 𝑗)

(16)

𝐸(𝑢𝑖𝑡𝑢𝑖𝑠) = 𝐸(𝑢𝑖𝑡𝑢𝑗𝑡) = 𝐸(𝑢𝑖𝑡𝑢𝑗𝑠) = 0 (𝑖 ≠ 𝑗 ; 𝑡 ≠ 𝑠)

Artinya, error dari data cross-section tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi dari gabungan data cross-section dan time series.

2. Pemilihan Model (Teknik Estimasi) Regresi Data Panel

Untuk memilih model yang paling tepat dalam regresi data panel, maka ada beberapa pengujian yang dapat dilakukan, yaitu:

a) Uji Chow

Uji Chow atau Likelihood Test Ratio dilakukan untuk mengetahui pilihan model yang lebih baik digunakan antara common effect model atau fixed effect model.

Pengujian menggunakan uji F. Pada uji ini, hipotesis yang digunakan adalah:

𝐻0: 𝛽1 = 𝛽2= ⋯ = 𝛽𝑛 = 0 (efek unit cross-section / individu secara keseluruhan tidak berarti (Common Effect Model))

𝐻1: Minimal ada satu 𝛽1 ≠ 0 (efek unit cross-section / individu secara keseluruhan berarti (Fixed Effect Model))

Pengujian menggunakan uji F, yaitu:

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =

𝑆𝑆𝐸𝐶𝐸𝑀−𝑆𝑆𝐸𝐹𝐸𝑀 (𝑁−1) 𝑆𝑆𝐸𝐹𝐸𝑀 (𝑁𝑇−𝑁−𝑘)

………(6)

(Greene, 2018: 192) Dengan 𝑆𝑆𝐸 = ∑𝑛𝑖=1(𝑌𝑖𝑡 − (𝛽0𝑖𝑡+𝛽1𝑖𝑡))2

Dimana :

N : Jumlah individu (cross-section) T : Jumlah periode waktu (time series) k : Jumlah variabel bebas

(17)

𝑆𝑆𝐸𝐶𝐸𝑀: Residual Sums of Squares yang berasal dari model common effect model

𝑆𝑆𝐸𝐹𝐸𝑀: Residual Sums of Squares yang berasal dari model fixed effect model Kriteria uji:

Jika nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝛼;(𝑁−1,𝑁𝑇−𝑁−𝑘) atau 𝑃𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya model yang dipilih yaitu fixed effect model (FEM).

b) Uji Hausman

Uji hausman bertujuan untuk memilih apakah fixed effect model atau random effect model yang paling tepat digunakan. Pada uji ini, hipotesis yang digunakan adalah:

𝐻0: Korelasi (𝑋𝑖𝑡, 𝑢𝑖𝑡) = 0 (efek unit cross-section / individu tidak berhubungan dengan regressor lain (Random Effect Model))

𝐻1: Korelasi (𝑋𝑖𝑡, 𝑢𝑖𝑡) ≠ 0 (efek unit cross-section / individu tidak berhubungan dengan regressor lain (Fixed Effect Model))

Pengujian menggunakan uji Chi-square berdasarkan kriteria Wald, yaitu:

𝑊 = [𝛽̂𝑅𝐸𝑀− 𝛽̂𝐹𝐸𝑀]′Ψ̂−1[𝛽̂𝑅𝐸𝑀− 𝛽̂𝐹𝐸𝑀]………(7)

(Greene, 2018: 416) Dengan Ψ = 𝑉𝑎𝑟[𝛽̂𝑅𝐸𝑀] − 𝑉𝑎𝑟[𝛽̂𝐹𝐸𝑀]

Dimana :

𝛽̂𝑅𝐸𝑀: Vektor estimasi parameter random effect model 𝛽̂𝐹𝐸𝑀: Vektor estimasi parameter fixed effect model Kriteria uji :

(18)

Jika 𝑊 ≥ 𝜒2(𝑘,𝛼) atau 𝑃𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya model yang tepat digunakan untuk regresi data panel adalah fixed effect model (FEM).

c) Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji lagrange multiplier dilakukan untuk melihat model yang terbaik antara common effect model atau random effect model. Pengujian ini didasarkan pada nilai residual dari common effect model. Pada uji ini, hipotesis yang digunakan adalah:

𝐻0: 𝜎𝜇2 = 0 (efek unit cross-section / individu tidak berarti di dalam model (Common

Effect Model))

𝐻1: (𝑋𝑖𝑡, 𝜀𝑖𝑡) ≠ 0 (efek unit cross-section / individu berarti di dalam model (Random Effect Model))

Pengujian menggunakan uji LM yang didasarkan pada distribusi chi-square dengan derajat kebebasan 1, yaitu:

𝐿𝑀 = 𝑁𝑇

2(𝑇−1)[ [∑ 𝑇𝑒𝑖𝑡

𝑇𝑡−1 ]2 𝑁𝑖=1

𝑇 𝑒𝑖𝑡2 𝑁 𝑡−1

𝑖=1

− 1]

2

………(8)

(Greene, 2018: 410) Dimana :

N : Jumlah individu (cross-section) T : Jumlah periode waktu (time series) 𝑒𝑖𝑡: residual model common effect

(19)

Kriteria uji:

Jika 𝐿𝑀 ≥ 𝜒2(𝛼,1) atau nilai 𝑃𝑟𝑜𝑏. 𝐵𝑟𝑒𝑢𝑠𝑐ℎ − 𝑃𝑎𝑔𝑎𝑛 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya model yang paling tepat digunakan pada regresi data panel adalah random effect model (REM).

3. Uji Asumsi Klasik Model Regresi Data Panel

Menurut Yudiatmaja (2013), model regresi data panel dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi kriteria Best, Linear, Unbiased, dan Estimator (BLUE). BLUE dapat dicapai bila memenuhi uji asumsi klasik. Apabila kaidah BLUE tidak terpenuhi, maka nilai yang dihasilkan prediksi kurang akurat tetapi bukan berarti tidak bisa menggunakan nilai tersebut.

Tidak semua uji perlu dilakukan pada regresi data panel, yang digunakan hanyalah uji heteroskedastisitas dan uji multikolinieritas, dikarenakan uji normalitas bukan salah satu syarat uji asumsi klasik untuk memenuhi kriteria BLUE. Namun, penggunaan uji serentak (Uji F) dan uji parsial (Uji t) mengharuskan residual data mengikuti distribusi normal (Gujarati, 2004). Sehingga, uraian mengenai uji asumsi klasik pada regresi data panel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai residual terdistribusi normal. Jadi, uji normalitas bukan dilakukan pada masing- masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melakukan uji Jarque- Bera (JB). Hipotesis pengujiannya sebagai berikut.

(20)

𝐻0: Data berdistribusi normal 𝐻1: Data tidak berdistribusi normal Taraf signifikansi 𝛼 = 0,05

Adapun rumusan pengujian normalitas dengan uji J-B adalah:

𝐽𝐵 = 𝑛 [𝑆2

6 +(𝐾−3)2

24 ]………(9)

(Jarque & Bera, 1987) Dimana :

n = Ukuran sampel

S = Koefisien Skewness (kemencengan) K = Koefisien Kurtosis (peruncingan) Dengan :

𝑆 = 𝜇̂3 𝜇̂2

3 2

= 1

𝑛∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅)4 (1

𝑛∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅)2)

3 2

𝐾 = 𝜇̂4 𝜇̂22 =

1

𝑛∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅)4 (1

𝑛∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖− 𝑥̅)2)

2

Menurut Gujarati (2006: 148), hasil statistik uji Jarque-Bera mengikuti distribusi chi-squares dengan derajat kebebasan (df) 2.

Kriteria uji :

Jika 𝐽𝑎𝑞𝑢𝑒 − 𝐵𝑒𝑟𝑎 ≥ 𝜒2(𝛼,2) atau 𝑃𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya data tidak berdistribusi normal.

(21)

b) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas adalah uji yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi data panel. Jika terdapat korelasi yang tinggi, maka hal tersebut akan menjadi penyebab terganggunya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam suatu model regresi adalah tidak terjadinya multikolinieritas.

Beberapa indikator dalam mendeteksi adanya multikolinieritas, diantaranya Gujarati (2004: 359) :

1. Nilai R2 yang terlampau tinggi, (lebih dari 0,8) tetapi tidak ada atau sedikit t- statistik yang signifikan.

2. Nilai F-statistik yang signifikan, namun t-statistik dari masing-masing variabel bebas tidak signifikan.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya terjadi masalah multikolinieritas dapat melihat matriks korelasi dari variabel bebas. Jika didapatkan hasil koefisien korelasi > 0.8, maka dapat disimpulkan terjadinya masalah multikolinieritas, sebaliknya jika koefisien korelasi  0.8, maka tidak terjadinya masalah multikolinieritas pada model (Gujarati, 2004).

c) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah uji yang digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengalamatan yang lain.

Secara statistik, jika suatu data terjadi permasalahan heteroskedastisitas, maka akan dapat mengganggu model yang akan di estimasi. Regresi yang baik adalah model

(22)

regresi yang tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Pengujian ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas pada data panel salah satunya dapat dilakukan dengan uji White Statistik. Hipotesis pengujiannya sebagai berikut.

𝐻0: 𝜎12 = 𝜎22 = ⋯ = 𝜎𝑁2 = 𝜎2 (Tidak terjadi heteroskedastisitas)

𝐻1: 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝜎12 ≠ 𝜎2, 𝑖 = 1, 2, … , 𝑁 (Terjadi heteroskedastisitas)

Taraf signifikansi 𝛼 = 0,05

Adapun rumusan pengujian heteroskedastisitas dengan uji White adalah:

𝑊 = 𝑛𝑅2………(10)

(Greene, 2018: 314) Dimana :

n : Ukuran sampel

𝑅2: Nilai koefisien determinasi Kriteria uji:

Jika 𝑊 ≥ 𝜒2(𝛼,𝑁−1) atau 𝑃𝑟𝑜𝑏. 𝐶ℎ𝑖 − 𝑆𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 𝑂𝑏𝑠 ∗ 𝑅 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya terjadi heteroskedastisitas pada model regresi data panel yang terpilih.

4. Pemeriksaan Persamaan Regresi Data Panel

Menurut Nachrowi & Usman (2006), baik atau buruknya regresi yang dibuat dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator, yaitu uji signifikansi parameter secara serentak (uji F), uji signifikansi secara parsial (Uji t), dan koefisien determinasi ( R2 ).

(23)

a) Uji Serentak (Uji F)

Uji F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien slope regresi secara menyeluruh/bersamaan. Uji F memperlihatkan ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama.

Hipotesis:

𝐻0: 𝛽1 = 𝛽2= 𝛽3 = ⋯ = 𝛽𝑘 = 0 (secara keseluruhan variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat)

𝐻1: 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝛽𝑘 ≠ 0, 𝑘 = 1, 2, … , 𝑛 (secara keseluruhan variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat)

Taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 Rumus uji F :

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =

𝑅2 (𝑘−1) (1−𝑅2)

(𝑁−𝑘)

………(11)

(Gujarati, 2004: 258) Dimana :

𝑅2: Koefisien determinasi

N : Jumlah individu (cross-section) T : Jumlah periode waktu (time series) k : Jumlah variabel bebas

Kriteria uji :

Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹(𝛼,𝑁+𝑘−1,𝑁𝑇−𝑁−𝑘) atau 𝑃𝑟𝑜𝑏. 𝐹 − 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑐 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya secara keseluruhan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

(24)

b) Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel penjelas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, maka perumusannya adalah sebagai berikut.

Hipotesis :

𝐻0: 𝛽𝑘 = 0 (secara individu variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat)

𝐻0: 𝛽𝑘 ≠ 0 (secara individu variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat)

Dengan 𝑘 = 1, 2, … , 𝑛 Taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 Rumus uji t:

𝑡 = 𝛽̂𝑗−𝛽𝑗

𝑠𝑒(𝛽̂𝑗) ………(12)

(Gujarati, 2004: 129) Dimana :

𝛽̂𝑗: koefisien regresi

𝑠𝑒(𝛽̂𝑗) : kesalahan baku koefisien regresi Kriteria uji :

Jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| ≥ 𝑡(𝛼

2,𝑁𝑇−𝑘) atau 𝑝𝑟𝑜𝑏. 𝑡 − 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑐 ≤ 𝛼, maka 𝐻0 ditolak yang artinya variabel bebas secara parsial signifikan mempengaruhi variabel terikat.

c) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (Goodness of Fit) yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai koefisien determinasi (R2), mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variasi dari variabel bebas X. Jika R2 = 0, maka variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali dan jika R2 = 100, maka variasi dari Y secara keseluruhan dapat

(25)

diterangkan oleh X. Rumusan nilai koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut.

𝑅2 = ∑(𝑌𝑖− 𝑌̅)(𝑌̂ − 𝑌̅)𝑖 2

∑(𝑌𝑖− 𝑌̅)2∑(𝑌̂ − 𝑌̂)𝑖 2

Sehingga,

𝑅2 = (∑ 𝑦𝑖𝑦̂𝑖)2

(∑ 𝑦𝑖2)(∑ 𝑦̂𝑖2) ………(13) Dimana :

𝑌𝑖 : Nilai aktual Y 𝑌̅ : Nilai rata-rata Y 𝑌̂𝑖 : Nilai estimasi Y

(26)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data laju inflasi dari tujuh kota di Provinsi Jawa Barat yang dipublikasikan pada web Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. Variabel penelitian yang diamati adalah inflasi (Y), yang diduga dipengaruhi oleh variabel-variabel laju pertumbuhan PDRB (X1), tingkat pengangguran terbuka (X2), jumlah penduduk miskin (X3) dan pengeluaran pemerintah (X4). Keempat variabel bebas tersebut dipilih berdasarkan ketersediaan data yang ada pada web BPS Jawa Barat. Data yang digunakan merupakan data yang diambil dari tahun 2017 sampai 2021.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini berupa variabel respon (Y) yakni laju inflasi (%) pada tujuh kota di Provinsi Jawa Barat dan beberapa variabel prediktor (X) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel Bebas yang Digunakan

Variabel Nama Variabel Satuan Skala

Pengukuran

X1 Laju pertumbuhan PDRB Persen Rasio

X2 Tingkat pengangguran terbuka Persen Rasio

X3 Jumlah penduduk miskin Ribu jiwa Rasio

X4 Pengeluaran pemerintah Ribu rupiah Rasio

(27)

C. Struktur Data

Struktur data untuk variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Kota (I)

Tahun (T)

Variabel

𝑌i𝑡 𝑋1i𝑡 𝑋2i𝑡 𝑋3i𝑡 𝑋4i𝑡

1

𝑇1 𝑦1,1 𝑥11,1 𝑥21,1 𝑥31,1 𝑥41,1 𝑇2 𝑦1,2 𝑥11,2 𝑥21,2 𝑥31,2 𝑥41,2

𝑇3 𝑦1,3 𝑥11,3 𝑥21,3 𝑥31,3 𝑥41,3 𝑇4 𝑦1,4 𝑥11,4 𝑥21,4 𝑥31,4 𝑥41,4 𝑇5 𝑦1,5 𝑥11,5 𝑥21,5 𝑥31,5 𝑥41,5

7

𝑇1 𝑦7,1 𝑥17,1 𝑥27,1 𝑥37,1 𝑥47,1 𝑇2 𝑦7,2 𝑥17,2 𝑥27,2 𝑥37,2 𝑥47,2 𝑇3 𝑦7,3 𝑥17,3 𝑥27,3 𝑥37,3 𝑥47,3

𝑇4 𝑦7,4 𝑥17,4 𝑥27,4 𝑥37,4 𝑥47,4 𝑇5 𝑦7,5 𝑥17,5 𝑥27,5 𝑥37,5 𝑥47,5

Keterangan :

Yit : nilai pengamatan variabel terikat untuk kota ke-i dan tahun ke-t

Xkit : nilai pengamatan variabel bebas ke-k untuk kabupaten/kota ke-i dan tahun ke-t i : 1, 2, ..., 7

t : 1, 2, ..., 5 k : 1, 2, ..., 4

D. Langkah Analisis

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Eviews.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk memodelkan data kasus adalah sebagai berikut.

(28)

1. Melakukan analisis deskripsi terhadap data yang akan digunakan dalam studi kasus.

2. Menggunakan regresi data panel untuk memperkirakan model regresi antara laju inflasi dengan beberapa variabel penduga yang mempengaruhinya. Pada studi ini, estimasi model regresinya menggunakan pendekatan Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).

3. Melakukan uji Chow untuk memilih kedua model diantara CEM dan FEM.

4. Melakukan uji Hausman untuk memilih kedua model diantara REM dan FEM.

5. Melakukan uji Langrange Multiplier (LM) untuk memilih kedua model diantara REM dan CEM.

6. Menentukan model yang terpilih.

7. Melakukan uji asumsi klasik terhadap model yang terpilih. Uji asumsi yang dilakukan, yaitu :

a) Uji Normalitas

Dilakukan untuk menguji normalitas pada nilai sisaan yang dihasilkan dalam persamaan regresi. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera.

b) Uji Multikolinearitas

Dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya korelasi yang signifikan antar variabel bebas pada model.

c) Uji Heteroskedastisitas

Melakukan uji White untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas pada sisaan.

8. Menguji signifikansi parameter model regresi data panel dengan:

a. Uji signifikansi parameter secara serentak (Uji F)

(29)

b. Uji signifikansi parameter secara parsial (Uji t) c. Koefisien Determinasi ( R2 )

9. Interpretasi model regresi data panel dari model yang terpilih dan penyimpulan hasil analisis

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Purwono, R., M.Z. Yasin dan M.K. Mubin. 2020. Explaining Regional Inflation Programmes in Indonesia: Does Inflation Rate Converge?. Journal of Economic Change and Restructuring (2020). 53: 571-590

Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Indonesia 2021. https://jabar.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik. 2022. Berita Resmi Statistik. https://jabar.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik. 2022. Indikator Ekonomi Juni 2022. https://jabar.bps.go.id/

Sartono, W.S. Pudjianto dan D.Zulverdi. 2014. Buku Petunjuk TPID. Pokjanas, Jakarta Putong, I. 2013. Economics (Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro). Edisi Kelima.

Mitra Wacana Media, Jakarta

Sadono, S. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. PT Raja Gafindo, Jakarta

Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York Nandita, D. A., L.B. Alamsyah, E.P. Jati dan E. Widodo. 2019. Regresi Data Panel

untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB di Provinsi DIY Tahun 2011-2015. Indonesian Journal of Applied Statistics. 2 (1) : 42-52 Sadono, S. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. PT Raja Gafindo, Jakarta

Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics, 4th Edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Nandita, D. A., L.B. Alamsyah, E.P. Jati dan E. Widodo. 2019. Regresi Data Panel untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB di Provinsi DIY Tahun 2011-2015. Indonesian Journal of Applied Statistics. 2 (1) : 42-52

(31)

Rahardja, P. dan M. Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Edisi Ketiga. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Budiman, P.A. 2021. Analisis ECM PDB, Kurs dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik. 6 (2) : 641-652

Listiana, Y. dan Sariyani. Determinan Inflasi dan Pengangguran di Negara ASEAN.

Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan (JDEP). 3 (2) : 328- 334

Apriliawan, D., Tarno, H. Yasin. 2013. Peodelan Laju Inflasi di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Regresi Data Panel. Jurnal Gaussian. 2 (4) : 301-321

Ferayanti, Raja. (2014). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi, 2(2), 14–21.

Sukirno, Sadono. (2010). Teori pengantar makroekonomi edisi ketiga. In Raja Grafindo. Jakarta.

Lestari,D., P.Nainggolan dan D.Damanik. 2022. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Produk Domestik Regional Bruto, Dan Upah Minimum Kabupaten / Kota Terhadap Inflasi Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

4(1) : 27-36

Sarwono, J. (2016). Prosedur-Prosedur Analisis Populer Aplikasi Riset Skripsi dan Tesis dengan EViews. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Ekananda, M. (2016). Analisis Ekonometrika Data Panel (Edisi 2). Jakarta: Mitra Wacana Media.

Gujarati, D. N. (2004). Basic Econometrics (4th Ed). Diambil kembali dari https://www.pdfdrive.com/basic-econometrics-e33405066.html

(32)

Jacob, C. A., Sumarjaya, I. W., & Susilawati, M. (2014). Analisis Model Regresi Data Panel Tidak Lengkap Komponen Galat Dua Arah dengan Penduga Feasible Generalized Least Square (FGLS). Jurnal Matematika Vol. 4 No. 1, 26.

Suharjo, B. (2008). Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Greene, W. H. (2018). Econometric Analysis (8th Ed). New York: Pearson Education.

Yudiatmaja, F. (2013). Analisis Regresi dengan Menggunakan Aplikasi Komputer Statistika SPSS . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jarque, C. M., & Bera, A. K. (1987). A Test for Normality of Observations and Regression Residuals. International Statistical Review Vol. 55 No. 2, 163-172.

Daniel, P.A. 2018. Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Jambi. Jurnal of Economics and Business. 2 (1) : 131-136

Mankiw, N. G. 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua, Jilid Dua. Erlangga, Jakarta Nachrowi, D., & Usman, H. (2006). Ekonometrika: Pendekatan Populer dan Praktis

Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Variabel Bebas yang Digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Cross-section unit in this research is 35 regencies or municipalities in Central Java province which was observed for 4 years (2007-2010) as time series unit.The analysis

Persamaan model FEM waktu dengan variabel prediktor yang signifikan, namun variabel dummy waktu tetap dimasukkan dalam model berdasarkan Persamaan 2.7 dan hasil

Oleh karena itu persamaan yang sesuai untuk memodelkan Tingkat Pengangguuran Terbuka Jawa Timur pada periode 2005-2015 adalah FEM individu cross section weighted dengan

Untuk itu, dalam penelitian selanjutnya lanjutkan pada model IGARCH atau gunakan model-model time series lain untuk mendapatkan peramalan yang lebih baik. Dalam penelitian

Oleh karena itu persamaan yang sesuai untuk memodelkan Tingkat Pengangguuran Terbuka Jawa Timur pada periode 2005-2015 adalah FEM individu cross section weighted dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin (JPM) di Provinsi Jawa Tengah dengan pendekatan ekonometrika spasial

Persamaan model FEM waktu dengan variabel prediktor yang signifikan, namun variabel dummy waktu tetap dimasukkan dalam model berdasarkan Persamaan 2.7 dan hasil

Ketersediaan data untuk mewakili variabel yang akan digunakan dimana kondisinya yaitu data time series pendek dan unit cross section terbatas dapat diatasi dengan menggunakan