• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN BUBUK PAPRIKA DAN ASTAXANTHIN PADA PAKAN INDUK UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) UNTUK MENINGKATKAN NAFSU MAKAN DAN MEMPERCEPAT KEMATANGAN GONAD

N/A
N/A
Nahlia Hanifah

Academic year: 2024

Membagikan "PENAMBAHAN BUBUK PAPRIKA DAN ASTAXANTHIN PADA PAKAN INDUK UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) UNTUK MENINGKATKAN NAFSU MAKAN DAN MEMPERCEPAT KEMATANGAN GONAD"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK MENINGKATKAN NAFSU MAKAN DAN MEMPERCEPAT KEMATANGAN GONAD

(Laporan Tugas Akhir Mahasiswa)

Oleh

Alfiel Apriansyah NPM 20744001

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2023

(2)

PENAMBAHAN BUBUK PAPRIKA DAN ASTAXANTHIN PADA PAKA INDUK UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) UNTUK MENINGKATKAN NAFSU MAKAN DAN MEMPERCEPAT

KEMATANGAN GONAD

Oleh

Alfiel Apriansyah NPM 20744001

Laporan Tugas Akhir Mahasiswa

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Sebutan Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi.)

pada Jurusan Peternakan

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2024

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN

1. Tim Penguji

Penguji I : Nur Indariyanti, S.Pi., M.Si.

Penguji II : Aldi Huda Verdian, S.Pi., M.Si.

2. Ketua Jurusan Peternakan,

Riko Noviadi, S.Pt., M.P.

NIP 1917111101999031004

Tanggal Lulus Ujian Tugas Akhir :

(5)

v

PENAMBAHAN BUBUK PAPRIKA DAN ASTAXANTHIN PADA PAKAN INDUK UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) UNTUK MENINGKATKAN NAFSU MAKAN DAN MEMPERCEPAT

KEMATANGAN GONAD

RINGKASAN

Oleh

Alfiel Apriansyah Dibimbing Oleh

Dwi Puji Hartono, S.Pi., M.Si. Selaku Pembimbing I dan Qorie Astria, S.Pi., M.Si. Selaku Pembimbing II

Pemeliharaan induk udang vaname merupakan salah satu upaya agar menghasilkan benih yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan produksi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas induk udang vaname yaitu dengan menambahkan suplemen berupa bubuk paprika dan astaxanthin. Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara induk yang diberikan suplemen dengan induk yang tidak diberikan suplemen yang diaplikasikan pada pakan berupa cumi-cumi. Media pemeliharaan yang digunakan adalah bak yang berbentuk lingkaran dengan volume air 3.000 L. Berdasarkan hasil kegiatan selama 28 hari, penambahan bubuk paprika dan astaxanthin sangat efektif digunakan. Pemberian suplemen tersebut mempengaruhi pertumbuhan induk udang vaname dengan mendapatkan panjang dan bobot rata-rata sebesar 22,9 cm dan 60,85 gram/ekor. Kemudian, induk udang vaname yang diberikan suplemen lebih cepat matang gonad dan lebih cepat memijah dibandingkan induk yang tidak diberikan suplemen.

Selain itu, induk yang diberikan suplemen mendapatkan fekunditas dengan rata-rata 216.000 butir/ekor, FR sebesar 91%, HR 89% dan SR naupli 84%.

Kata Kunci : Bubuk Paprika dan Astaxanthin, Meningkatkan Nafsu Makan dan Mempercepat Kematangan Gonad, Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bumisari, pada tanggal 28 April 2002 atas nama Alfiel Apriansyah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Arianto dan Ibu Masita yang bertempat tinggal di Jl. Utama, Desa Bumisari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 2009 di SD Negeri Bumisari dan lulus pada tahun 2014. Lalu melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yayasan Badrullah Latif dan lulus pada tahun 2017. Kemudian penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Lifeskills Kesuma Bangsa pada tahun 2020. Tahun 2020, penulis melanjutkan studi di Politeknik Negeri Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Politeknik Negeri (SNMPN), Program Studi D4 Teknologi Pembenihan Ikan. Selama menjadi mahasiswa Politeknik Negeri Lampung, penulis aktif di Komunitas SMART POLINELA sebagai anggota pada tahun 2020- 2021. Kemudian aktif dalam HMJ Peternakan Politeknik Negeri Lampung sebagai ketua periode 2022 dan Paguyuban Karya Salemba Empat Politeknik Negeri Lampung.

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas berkah dan hidayah Allah SWT,

Yang selalu bersama ku dalam perjalanan menyelesaikan menuntut ilmu.

Karya kecil ini kupersembahkan kepada kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Arianto dan Ibunda Masita beserta kedua adikku,

Legina (Almh) dan Anisa Lutfiana Agung yang selalu membuat saya semangat dan mendoakan saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tak lupa saya ucapkan terimakasih untuk dosen pembimping dan dosen pengujiku, yang telah membimbing dan menyempurnakan tugas akhir ini. Dan juga, Bapak/Ibu Dosen

Perikanan saya mengucapkan terimakasih atas ilmu dan pengetahuan yang kalian berikan.

Terimakasih saya ucapkan untuk rekan-rekan Teknologi Pembenihan Ikan Angkatan 20, atas moral dan keperdulian kalian.

Selanjutnya, Terimakasih saya ucapkan kepada seluruh karyawan CV. Krakatau Haura Baraka yang telah mengajarkan banyak hal dan kenyamanan saat saya melaksanakan kegiatan

semasa kuliah. Teruntuk Bang Erik Sugiatna, Saya sangat mengucapkan terimakasih atas ilmu, sikap dan perilaku serta pengalaman yang engkau berikan kepadaku sehingga saya merasakan kenyamanan seperti bersaudara. Saya sangat berharap silahturahmi yang terjalin

dapat terus terjaga. Hanya kata maaf yang dapat saya sampaikan atas sikap dan perilaku selama saya kegiatan di CV. Krakatau kurang dalam sudut pandang kalian.

Semoga hal baik yang kalian berikan kepada saya, Akan dapat kebaikan dari Allah SWT. Aamiin

Terimakasih.

(8)

viii

MOTTO

Be Professional and Think Smart

“Bersikap Profesional dan Berfikir Cerdas”

Pengetahuan akan memberimu kekuatan, Tetapi karakter memberimu kehormatan.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tugas akhir yang berjudul “Penambahan Bubuk Paprika dan Astaxanthin Pada Pakan Induk Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Untuk Meningkatkan Nafsu Makan dan Mempercepat Kematangan Gonad”. Saya mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selama penulis melakukan kegiatan dan penulisan laporan, yaitu :

1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat serta doa kepada penulis.

2. Bapak Dwi Puji Hartono, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penyempurnaan proposal tugas akhir.

3. Ibu Qorie Astria, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penyempurnaan proposal tugas akhir.

4. Ibu Nur Indariyanti, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penyempurnaan proposal tugas akhir.

5. Bapak Aldi Huda Verdian, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penyempurnaan proposal tugas akhir.

6. Bapak Erik Sugiatna, Bapak Didi Juli, Bapak Nawi, dan teknisi-teknisi serta seluruh karyawan CV Krakatau Haura Baraka yang telah menemani dan memberikan ilmu serta arahan di lapangan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Rekan-rekan Teknologi Pembenihan Ikan Angkatan 2020.

Penulis menyadari bahwa proposal tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang membangun diharapkan dapat mengevaluasi kekurangan yang ada, demi sempurnanya proposal tugas akhir ini. Demikian, semoga proposal tugas akhir ini dapat bermanfaat kepada kita semua.

Bumisari,02 Januari 2024 Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Kontribusi ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Udang Vaname ... 5

2.1.1 Klasifikasi Udang Vaname ... 5

2.1.2 Morfologi Udang Vaname ... 6

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Udang Vaname ... 6

2.1.4 Siklus Hidup Udang Vaname ... 7

2.1.5 Reproduksi Udang Vaname ... 9

2.1.6 Tingkat Kematangan Gonad Induk Udang Vaname ... 10

2.1.7 Pemijahan Induk Udang Vaname ... 11

2.1.8 Tingkah Laku Udang Vaname ... 12

2.1.9 Kebiasaan Makan Udang Vaname ... 12

(11)

xi

2.2 Paprika ... 13

2.3 Astaxanthin... 13

III. METODE PELAKSANAAN ... 15

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.2.1 Alat ... 15

3.2.2 Bahan ... 16

3.3 Rancangan Kegiatan ... 16

3.4 Analisis Data ... 17

3.5 Pelaksanaan Kegiatan ... 17

3.5.1 Persiapan Media Pemeliharaan ... 17

3.5.2 Pengisian Air Media Pemeliharaan ... 17

3.5.3 Pengadaan dan Penggunaan Induk Udang Vaname ... 18

3.5.4 Pemeliharaan Induk Udang Vaname ... 19

3.5.5 Seleksi Induk dan Pemijahan Induk Udang Vaname ... 20

3.5.6 Penetasan Telur ... 20

3.5.7 Pengecekkan Fertilization Rate (FR) dan Menghitung Fekunditas ... 20

3.5.8 Panen Naupli, Menghitung Naupli dan Pengecekkan Aktivitas Naupli ... 21

3.6 Parameter Pengamatan ... 21

3.6.1 Nafsu Makan dan Keaktifan Induk Udang ... 21

3.6.2 Pertumbuhan Induk Udang ... 22

3.6.3 Total Induk Mating, Mature dan Spent ... 22

3.6.4 Fekunditas ... 22

3.6.5 Derajat Pembuahan / Fertilization Rate (FR) ... 22

3.6.6 Derajat Penetasan / Hatching Rate (HR) ... 23

3.6.7 Survival Rate Naupli (SR) ... 23

3.6.8 Aktivitas Naupli ... 23

3.6.9 Parameter Kualitas Air ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Nafsu Makan dan Keaktifan Induk ... 25

(12)

xii

4.2 Pertumbuhan Induk ... 26

4.3 Total Induk Mating, Mature dan Spent ... 28

4.3.1 Induk Mating ... 28

4.3.2 Total Induk Mature ... 29

4.3.3 Total Induk Spent... 30

4.4 Fekunditas ... 31

4.5 Derajat Pembuahan / Fertilization Rate (FR) ... 32

4.6 Derajat Penetasan / Hatching Rate (HR)... 34

4.7 Survival Rate Naupli (SR) ... 34

4.8 Aktivitas Naupli ... 35

4.9 Parameter kualitas Air ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Stadia Nauplius Udang Vaname ... 8

2. Perkembangan Stadia Zoea ... 8

3. Perkembangan Stadia Mysis ... 9

4. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Udang Vaname ... 10

5. Alat yang Digunakan Selama Kegiatan ... 15

6. Bahan yang Digunakan Selama Kegiatan ... 16

7. Karakteristik Induk yang Digunakan dan Dibandingkan Dengan SNI ... 18

8. Ciri-ciri Morfologi Induk yang Digunakan dan Dibandingkan Dengan SNI ... 18

9. Jadwal Pemberian Pakan Induk Betina ... 19

10. Perbedaan Nafsu Makan dan Keaktifan Induk Udang ... 25

11. Data Akhri Induk Udang Vaname ... 27

12. Data Perbandingan Induk Mating Pada Bak Pemeliharaan ... 29

13. Data Induk yang Mature Berdasarkan 3 kali Pemijahan ... 30

14. Data Induk yang Spent Berdasarkan 3 Kali Pemijahan ... 31

15. Data Fekunditas Induk ... 31

16. Data Fertilization Rate (FR) ... 33

17. Data Hatching Rate (HR)... 34

18. Data Survival Rate (SR) Naupli ... 35

19. Data Parameter Kualitas Air ... 36

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Udang Vaname (Ardiasnyah, 2019) ... 6

2. Siklus Hidup Udang Vaname (Panjaitan 2012) ... 7

3. Perkembangan Stadia Nauplius. (Wyban & Sweeney, 2000) ... 7

4. Alat Kelamin Udang (Susanto, 2004) ... 10

5. Tingkat Kematangan Gonad Udang Vaname ... 11

6. Proses Pemijahan Induk Udang Vaname (Wyban & Sweeney, 1991) ... 12

7. Pakan Induk Udang ... 26

8. a. Pengukuran Bobot, b. Panjang, c. Molting Induk Udang ... 28

9. Induk Mating ... 28

10. Induk Mature ... 29

11. Telur Udang Vaname ... 33

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pelaksanaan Kegiatan Selama 28 Hari ... 43

2. Data Awal Pemeliharaan/ekor ... 44

3. Data Akhri Pemeliharaan/ekor ... 45

4. Data Perhitungan Fekunditas ... 46

5. Data Perhitungan Fertilization Rate (FR) ... 47

6. Data Perhitungan Hatching Rate (HR) ... 48

7. Data Perhitungan Survival Rate Naupli (SR) ... 49

8. Dokumentasi ... 50

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu spesies udang unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Putri et al., (2020), komoditas ini memiliki beberapa keunggulan seperti tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, tahan terhadap fluktuasi lingkungan, memiliki kelangsungan hidup yang tinggi, nafsu makan tinggi dan feed conversion ratio yang rendah. Selain itu, telah dihasilkan benih udang vaname Specific Pathogen Free (SPF) dan Specific Pathogen Resistant (SPR) sehingga tidak mudah terserang penyakit.

Udang vaname di Indonesia merupakan salah satu jenis udang yang banyak dibudidayakan dan menjadi prioritas pengembangan agrikultur yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian nasional. Produksi udang vaname terus ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan pasar domestik dan pasar ekspor. Pada periode tahun 2019 capaian produksi udang sebesar 517.397 ton dan ditargetkan mengalami kenaikan sebesar 250% pada tahun 2024 menjadi 1.290.000 ton udang dengan nilai produksi tahun 2019 sebanyak 36,22 trilliun naik menjadi 90.30 trilliun pada tahun 2024 (KKP, 2021). Meningkatnya produksi udang di Indonesia menyebabkan permintaan akan benih udang pun semakin meningkat. Hal ini menjadi prospek bagus bagi pengusaha hatchery agar mengembangkan sektor pembenihan udang agar menghasilkan benih yang berkualitas.

Kualitas induk udang vaname dalam pembenihan sangat penting untuk memastikan reproduksi yang sukses dan hasil panen yang optimal. Akan tetapi, saat ini benih yang dihasilkan induk udang di hatchery belum dapat memenuhi kebutuhan yang ada, hal ini disebabkan oleh kurang nya stok induk yang berkualitas. Pemilihan induk udang vaname yang tepat harus sesuai dengan kriteria dan persyaratan induk udang vaname yang berkualitas tinggi. Penting untuk menjamin kualitas telur dan larva udang. Induk yang memenuhi syarat dapat meningkatkan peluang keberhasilan dalam meningkatkan pematangan gonad, perkawinan, dan pemijahan. Demikian pula Subaidah et al., (2008) menyatakan bahwa, terdapat beberapa permasalahan induk udang vaname yang sering terjadi yaitu kecepatan kematangan gonad, infertilitas, dan frekuensi kawin yang rendah. Kemudian terdapat faktor lain, seperti asupan suplemen, pakan,

(17)

2 dan lingkungan yang harus diperhatikan sehingga diidentifikasi sebagai penyebab utama yang mempengaruhi keberhasilan pembudidaya. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukannya kajian terkait teknik pemeliharaan induk yang tepat agar meningkatkan kualitas induk udang vaname. Salah satu solusi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menambahkan suplemen berupa bubuk paprika dan astaxanthin pada pakan induk udang vaname yaitu cumi-cumi.

Bubuk paprika memiliki aroma dan rasa yang dapat merangsang nafsu makan udang. Hal ini bermanfaat dalam situasi di mana udang perlu mendapatkan nutrisi tambahan dan dalam pemeliharaan induk untuk meningkatkan kondisi reproduksinya. Selain itu, paprika mengandung antioksidan seperti vitamin C dan beta-karoten. Antioksidan ini dapat membantu melindungi sel- sel udang dari kerusakan oksidatif, mendukung kesehatan sel, dan meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan. Menurut Wouters et al., (2001) Vitamin C merupakan salah satu komponen nutrisi esensial yang diperlukan dalam pakan dan berperan penting dalam peningkatan frekuensi pemijahan, kualitas telur, dan sperma udang penaeid. Menurut Astawa (2007), menyatakan bahwa selain beta-caroten dan vitamin C, paprika juga mengandung vitamin B6, asam folat, vitamin A dan likopen. Pengaruh paprika terhadap performa reproduksi udang betina sebelumnya telah diuji, menurut Wyban et al, (1997) menggunakan paprika sebagai sumber karotenoid dapat menunjukkan bahwa suplementasi pada pakan untuk pematangan gonad dengan paprika dapat meningkatkan kualitas larva udang vaname secara signifikan. Sedangkan astaxanthin adalah jenis karotenoid yang ditemukan di lingkungan alam. Dikenal sebagai pigmen berwarna merah, astaxanthin adalah salah satu karotenoid yang memiliki kemampuan alami untuk bertahan melawan efek negatif akibat radikal bebas atau oksigen aktif. Kemudian, astaxanthin memiliki peran dalam merangsang pematangan gonad pada udang. Pada induk udang betina, pematangan gonad yang baik dapat meningkatkan produksi telur dan kualitas benih yang dihasilkan. Selain itu, pemberian astaxanthin dapat meningkatkan fertilitas telur dan viabilitas larva udang yang mana dapat berkontribusi pada keberhasilan pemijahan dan produksi benih yang lebih baik serta dapat berperan sebagai sumber nutrisi penting untuk induk udang vaname.

Pengaruh astaxanthin terhadap kematangan gonad memang belum diteliti secara jelas. Namun beberapa penelitian menyatakan bahwa astaxanthin dapat meningkatkan ukuruan gonad pada udang windu (Paibulkichakul et al, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukannya

(18)

3

3 informasi tentang pemeliharaan induk dengan menambahkan bubuk paprika dan astaxanthin pada pada pakan induk udang vaname.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penambahan bubuk paprika dan astaxanthin pada induk udang vaname. Untuk mengetahui tingkat keberhasilannya ditunjukkan dengan beberapa parameter yaitu nafsu makan dan keaktifan induk, pertumbuhan awal dan akhir induk, total induk mating, mature, spent, fekunditas, fertilization rate (FR), hatching rate (HR), survival rate naupli (SR), aktivitas naupli dan kualitas air pada pemeliharaan induk udang vaname.

1.3 Kerangka Pemikiran

Keberhasilan usaha pembenihan udang vaname salah satunya dipengaruhi oleh kualitas induk yang digunakan. Induk udang vaname yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri kesehatan dan performa reproduksi yang optimal sehingga dapat meningkatnya kecepatan matang gonad dan menghasilkan benih yang berkualitas. Terdapat beberapa permasalahan induk udang vaname yang sering terjadi yaitu kecepatan kematangan gonad, infertilitas, dan frekuensi kawin yang rendah (Subaidah et al, 2008). Kemudian terdapat faktor lainnya seperti asupan suplemen, pakan, dan lingkungan yang harus diperhatikan sehingga diidentifikasi sebagai penyebab utama yang mempengaruhi keberhasilan pembudidaya. Oleh karena itu, solusi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menambahan suplemen berupa bubuk paprika dan astaxanthin pada pakan induk udang vaname. Hal ini dikarenakan bubuk paprika memiliki aroma dan rasa yang dapat merangsang nafsu makan udang. Selain itu, paprika mengandung antioksidan seperti vitamin C dan beta-karoten. Antioksidan ini dapat membantu melindungi sel- sel udang dari kerusakan oksidatif, mendukung kesehatan sel, dan meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan. Demikian pula Furuichi (1988) menyatakan bahwa, semakin tinggi kadar vitamin C dalam pakan menyebabkan retensi lemak dan protein juga tinggi. hal tersebut terjadi karena adanya fungsi vitamin C sebagai antioksidan yang akan melindungi asam lemak agar tidak teroksidasi. Sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kelancaran metabolisme dalam tubuh yang pada akhirnya berakibat baik pada pertumbuhan. Sedangkan, astaxanthin memiliki peran dalam merangsang pematangan gonad pada udang. Pemberian astaxanthin dapat meningkatkan fertilitas telur dan viabilitas larva udang yang mana dapat berkontribusi pada

(19)

4 keberhasilan pemijahan dan produksi benih yang lebih baik serta dapat berperan sebagai sumber nutrisi penting untuk induk udang vaname. Kemudian ditambahkan oleh Mondal et al., (2015) astaxanthin digunakan sebagai sumber aktif antioksidan dan pro-vitamin A yang berfungsi meningkatkan respon imun, kinerja reproduksi, pertumbuhan, pematangan dan perlindungan terhadap cahaya. Selain itu, astaxanthin memiliki kandungan minyak ikan (12% total lemak) pada kadar 8 % dan 280 mg/kg astaxanthin dapat secara signifikan meningkatkan pematangan gonad udang windu dan keberhasilan dalam pemijahan (Paibulkichakul et al, 2008). Penggunaan suplemen tersebut penting diketahui oleh para pembudidaya agar bisa menghasilkan benih yang baik dari induk yang berkualitas.

1.4 Kontribusi

Kegiatan yang terangkum dalam Laporan Tugas Akhir Mahasiswa ini, diharapkan dapat menjadi informasi dan tambahan referensi baru bagi kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum dalam melakukan pemeliharaan induk guna menghasilkan benih yang berkualitas.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Vaname

Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia.

Udang vaname memiliki nama latin yaitu Litopenaeus vannamei. Udang vaname pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001, kemudian pada bulan mei 2002 pemerintah memberikan ijin kepada dua perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vaname sebanyak 2000 ekor.

Selain itu, juga mengimpor benur sebanyak 5 juta ekor dari Hawai dan Taiwan serta 300.000 ekor dari Amerika Latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangbiakkan oleh hatchery pemula. Sekarang usaha tersebut sudah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vaname semakin meningkat (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.1.1 Klasifikasi Udang Vaname

Klasifikasi udang vaname Menurut Halimah dan Adijaya (2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Arthopoda

Sub filum : Crustacea Kelas : Malascostraca Sub kelas : Eumalacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Dendrobraciata Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

(21)

2.1.2 Morfologi Udang Vaname

Secara umum tubuh udang vaname dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala (cepalothorax) dan dada serta bagain perut (abdomen). Bagian cepalothorax terlindungi oleh carapace atau kulit chitin yang tebal. Cepalothorax terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Pada bagian bawah cepalothorax dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod). Periopod terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxilliped yang berfungsi sebagai organ untuk makan. Sedangkan abdomen, merupakan bagain perut udang vaname. Perut udang vaname dilengkapi dengan 6 ruas, 5 kaki renang (peliopod), telson, dan sepasang urupod yang berbentuk seperti kipas (Elovara, 2001). Gambar morfologi udang vaname disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Udang Vaname (Ardiasnyah, 2019) 2.1.3 Habitat dan Penyebaran Udang Vaname

Udang vaname adalah udang asli dari perairan Amerika Latin dengan kondisi iklim subtropis. Pada habitat alaminya udang vaname suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vaname aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas (euryhaline) yaitu 2-40 ppt. Udang vaname akan mati jika terpapar suhu dibawah 15 oC atau diatas 33oC selama 24 jam (Risaldi, 2012). Kemudian penyebaran udang vaname ke Asia pertama kali dibudidayakan di negara Taiwan dan pada akhir tahun 1990 akhirnya mulai merambat di berbagai negara di asia salah satunya Indonesia dan mulai meningkat budidayanya pada tahun 2001-2002 (Fegan, 2003).

(22)

7

2.1.4 Siklus Hidup Udang Vaname

Siklus hidup udang vaname terdiri dari 2 bagian, yaitu laut dan muara. Udang vaname mencari pasangan untuk berpijah di laut lepas. Induk udang akan mengeluarkan telurnya hingga menetas di dasar laut, kemudia larva (Nauplius, Zoea, Mysis) akan melayang di permukaan perairan (Suharyadi, 2011). Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus Hidup Udang Vaname (Panjaitan 2012)

Udang Vaname memiliki berbagai macam stadia, setiap stadia akan dibedakan menjadi sub stadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Stadia udang vaname yaitu sebagai berikut :

a. Stadia Nauplius

Stadia ini adalah stadia pertema setelah telur menetas. Nauplius memiliki 6 tingkatan stadia dan diberi kode N1 sampai N6 yang berlangsung antara 30-50 jam. Pada staida ini, bentuknya seperti laba-laba dan sudah tampak bintik mata pada tubuhnya serta naupli masih memiliki cadangan makanan. Berikut perkembangan stadia Nauplius pada udang vaname dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 1.

Gambar 3. Perkembangan Stadia Nauplius. (Wyban & Sweeney, 2000)

(23)

Tabel 1. Perkembangan Stadia Nauplius Udang Vaname Stadia Karakteristik

Nauplius I Badan berbentuk bulat telur dengan 3 pasang anggota tubuh

Nauplius II Pada ujung antenna pertama terdapat setae yang satu panjang dan dua buah yang pendek

Nauplius III Dua buah furcel mulai tampak jelas dengan masing-masing tiga duri (Spine), tunas maxilliped mulai tampak

Nauplius IV Masing-masing furcel terdapat empat buah duri, antenna kedua beruas-ruas Nauplius V Struktur tonjolan pada pangkal maxilliped mulai tampak jelas

Nauplius VI Perkembangan setae makin sempurna dan duri pada furcel tumbuh makin panjang (Sumber: Subaidah, et al., 2006).

b. Stadia Zoea

Pada tahap ini larva mulai tampak aktif mengambil makanan sendiri dari luar, terutama plankton. Fase zoea dapat berlangsung 3-4 hari (tiga stadia). Adapun karakteristik taip-tiap stadia zoea dapat dilihar pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Stadia Zoea Stadia Zoea Karakteristik

Zoea I Badan pipih, karapac mulai jelas, mata mulai tampak, namun belum bertangkai, maxilla pertama dan kedua serta alat pencernaan mulai berfungsi

Zoea II Mata berfungsi, rostrum mulai tampak, dan spin suborbitalmulai bercabang Zoea III Sepasang uropoda biramus mulai berkembang dan duri pada ruas-ruas tubuh

mulai tampak (Sumber: Subaidah, et al., 2006)

c. Stadia Mysis

Setelah fase zoea selesai, maka stadia selanjutnya udang vaname adalah fase mysis yang berlangsung selama 4-5 hari. Fase mysis mengalami tiga kali perubahan atau stadia. Ciri-ciri perkembangan stadia mysis dapat dilihat pada Tabel 3.

(24)

9

Tabel 3. Perkembangan Stadia Mysis Stadia Mysis Karakteristik

Mysis I Badan berbentuk bengkok seperti udang dewasa Mysis II Tunas pleopoda mulai tampak

Mysis III Tunas pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas (Sumber: Subaidah, et al., 2006)

d. Stadia Post Larva (PL)

Pada stadia ini, benih udang vaname sudah tampak terlihat seperti udang dewasa. Fase ini adalah yang paling akhir dan paling sempurna dari seluruh metamorfosa, karena seluruh bagian tubuh sudah lengkap dan sempurna. Hitungan stadia yang digunakan yaitu berdasarkan hari, misalnya PL 1 berarti post larva berumur 1 hari. Sesuai dengan SNI 7311-2009 stadia setelah mysis yang perkembangannya sesuai dengan pertambahan umur (hari) dan morfologinya seperti udang dewasa.

2.1.5 Reproduksi Udang Vaname

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah hewan heteroseksual yang dimaksud dengan hewan yang mempunyai jenis kelamin jantan dan betina yang terpisah. Udang jantan mempunyai organ reproduksi yaitu Petasma, Vasa Deferensia, dan Apendiks Maskulina.

Petasma berwarna bening atau tidak berpigmen. Fungsi dari petasma adalah untuk mentransfer sperma (Susanto, et al., 2004). Sedangkan udang betina mempunyai organ reproduksi yaitu thellycu, sepasang ovarium, oviduk, dan lubang genital. Thellycum berfungsi memetakan sperma sebelum terjadi pembuahan (Wahyuni, 2011). Alat kelamin udang jantan dan udang betina dapat dilihat pada Gambar 4.

(25)

Gambar 4. Alat Kelamin Udang (Susanto, 2004)

Perbedaan alat kelamin udang dapat dilihat dari posisi nya. Alat kelamin betina (Thellycum) terletak antara kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Laimeheriwa, 2010). Sedangkan alat kelamin jantan (Petasma) terletak diantara kaki jalan ke-5 dan kaki renang ke-1 (Anwar, 2006).

2.1.6 Tingkat Kematangan Gonad Induk Udang Vaname

Tingkat kematangan gonad dapat diukur berdasarkan perkembangan pada ovari nya, yang terletak pada bagian punggung atau dorsal dari tubuh udang, dilihat mulai dari carapace sampai ke pangkal ekor (Telson). Ovari tersebut berwarna kuning kehijauan sampai berwarna hijau gelap yang menandakan makin gelap warna nya makin matang ovarinya dan terlihat tampak melebar serta berkembang kearah bagian kepala. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada udang vaname dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 5.

Tabel 4. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Udang Vaname Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Keterangan

TKG I (Early Maturing Stage) Garis ovari kelihatan hijau kehitaman yang kemudian membesar.

Pada akhir TKG I garis nampak jelas berupa garis lurus yang tebal

TKG II (Late Maturing Stage) Warna ovari semakin jelas dan semakin tebal. Pada akhir TKG II ovarium membentuk gelembung pada ruas abdomen pertama TKG III (The Mature Stage) Terbentuk beberapa gelembung lagi sehingga ovarium

mempunyai beberapa gelembung pada ruas abdomen. Gelembung pada ruas pertama membentuk cabang ke kiri maupun ke kanan yang menyerupai setengah bulan sabit. Tingkat ini merupakan fase akhir sebelum udang melepas telurnya

TKG IV (Spent Recovering Stage) Bagian ovarium terlihat pucat yang berarti telur telah dilepaskan (Sumber: Setiawan, 2004)

(26)

11

Gambar 5. Tingkat Kematangan Gonad Udang Vaname

Keterangan: a. TKG I (Early Maturing Stage), b. TKG II (Late Maturing Stage), c. TKG III (The Mature Stage), d. TKG IV (Spent Recovering Stage) (Setiawan, 2004)

2.1.7 Pemijahan Induk Udang Vaname

Pemijahan induk merupakan kegiatan pengeluaran telur oleh induk betina diikuti dengan pembuahan oleh sperma dari spermatofor yang ada di thellycum induk betina (SNI-7311, 2009).

Kualitas sperma dapat mempengaruhi kemampuan fertilisasi telur. Menurut Anwar (2006), Seiring dengan bertambahnya umur induk jantan udang vaname, jumlah telur yang menetas mengalami penurunan. Pemijahan induk udang vaname biasanya dilakukan pada pagi hari dengan durasi lama nya pemijahan berlangsung 3-16 detik.

Menurut Afrianto dan Muqsith (2014), menjelaskan ciri-ciri induk udang vaname yang memijah yaitu sebagai berikut :

1. Induk jantan mendekati induk betina

2. Setelah itu berenang sejajar kemudian induk jantan mengeluarkan sperma yang kemudian ditempelkan pada thellycum induk betina

3. Kemudian induk jantan membalikkan badannya dengan menghadap (tegak lurus) induk betina

4. Induk jantan mensejajarkan badannya berlawanan dengan tubuh induk betina menyetarakan kepala dan ekor untuk melepaskan kantung sperma dan menempelkan ke thellycum.

(27)

Gambar 6. Proses Pemijahan Induk Udang Vaname (Wyban & Sweeney, 1991)

Keterangan: A. Pendekatan, B. Pengejaran, C. Induk Jantan Membalikkan Badan, D. Pemijahan 2.1.8 Tingkah Laku Udang Vaname

Menurut Halimah dan Adijaya (2005), terdapat beberapa tingkah laku udang vaname yang perlu kita ketahui antara lain :

1. Aktif pada kondisi gelap (nokturnal)

2. Dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline)

3. Tipe pemakan lambat, tetapi terus-menerus (continuo feeder) 4. Mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor)

5. Menyukai hidup di dasar (bentik) 2.1.9 Kebiasaan Makan Udang Vaname

Menurut Halimah dan Dian (2006), Udang vaname termasuk dalam golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phytoplankton, copepad, polycheta, larva kerang dan lumut. Udang vaname mencari dan mengidentifikasi pakan dengan menggunakan sinyal kimiawi yaitu getara dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ tersebut berpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antenna dan maxilliped. Sinyal kimiawi yang ditangkap oleh organ tersebut, kemudian udang akan merespon dengan mendekati atau menjauhi sumber pakan.

Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati pakan tersebut.

Menurut Halimah dan Dian (2006), mengatakan bahwa untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan tersebut langsung

(28)

13

dijepit menggunakan kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan atau oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi dengan ukuran lebih besar, pakan tersebut dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.

2.2 Paprika

Paprika atau Capsicum annum adalah tanaman yang menghasilkan buah dan dalam buah ini kaya akan nutrien tertentu seperti vitamin, karotenoid, dan lainnya. Paprika terdapat kandungan beta-karoten yang dibutuhkan dalam pembentukan chromatopone dan sebagai suplemen pada gejala defesiensi β-carotene. Penambahan vitamin C dalam pakan telah dilaporkan dapat meningkatkanpertumbuhan, sintasan, efisiensi pakan, laju moulting,respons imun, dan toleransi terhadap stres lingkunganpada udang penaeid (Celada et al., 2013).

Kemudian ditambahkan oleh Astawa (2007), mengataka bahwa selain beta-caroten dan vitamin C, paprika juga mengandung vitamin B6, asam folat, vitamin A dan likopen. Vitamin A diperlukan dalam sistem kekebalan tubuh dan reproduksi. Terkait dengan reproduksi, paprika mampu meningkatkan kualitas sperma dan penyembuhan luka.

Paprika sebelumnya telah digunakan sebagai sumber karotenoid untuk induk hewan lainnya, seperti ekor kuning Seriola quinqueradiata (Agius et al., 2001) dan udang putih Litopenaeus vannamei (Wyban et al., 1997). Karaotenoid memiliki banyak fungsi biologis pada krustasea, misalnya mereka adalah pigmen utama yang terdapat pada karapas, mata, darah, telur, kelenjar usus tengah dan ovarium sertam memainkan peran penting seperti meningkatkan kekebalan tubuh, aktivitas antioksidan dan aktivitas provitamin A (Mayers dan Latscha, 1997).

Pengaruh paprika terhadap performa reproduksi udang betina yang sebelumnya telah diuji.

Menurut Wyban et al., (1997),menggunakan paprika sebagai sumber karotenoid dan menunjukkan bahwa suplementasi pakan pematangan dengan paprika meningkatkan kualitas larva udang vaname secara signifikan.

2.3 Astaxanthin

Astaxanthin adalah jenis karotenoid yang ditemukan di lingkungan alam. Dikenal sebagai pigmen berwarna merah, astaxanthin adalah salah satu karotenoid yang memiliki kemampuan alami untuk bertahan melawan efek negatif akibat radikal bebas atau oksigen aktif. Astaxanthin

(29)

memiliki kandungan 10 kali lipat dibandingan antioksidan dari beta-karoten yang diemukan pada wortel, 100 kali lipat dari vitamin E dan 1.000 kali lipat lebih kuat dari CoQ10.

Menurut (Tizkar et al., 2016), menyatakan bahwa astaxanthin merupakan karotenoid alami yang menghasilkan warna merah yang umum ditemukan pada ragi, alga, krustasea dan ikan predator seperti salmon. Meski astaxanthin tidak sepenuhnya diubah menjadi vitamin A, namun asupan astaxanthin tetap meningkatkan vitamin A bagi tubuh. Pengaruh astaxanthin terhadap kematangan gonad sebenarnya belum diteliti secara jelas, namun terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa astaxanthin dapat meningkatkan ukuran gonad pada udang windu (Paibulkichakul et, al., 2008).

Penambahan astaxanthin dapat mempercepat tingkat kematangan gonad induk. Salah satu contoh penggunaaan astaxanthin pada ikan kakap yaitu dapat meningkatkan kualitas telur dan larva. Menurut Kurnia et, al., (2010), menyatakan bahwa astaxanthin banyak digunakan untuk kematangan gonad ikan air tawar merah. Astaxanthin digunakan sebagai sumber aktif antioksidan dan pro-viatamin A, meningkatkan respon imun, kinerja reproduksi, pertumbuhan, pematangan, dan perlindungan cahaya oleh berbagai spesies akuatik (Mondal et, al., 2015).

Kandungan lain yang ada pada astaxanthin yaitu minyak ikan (12% total lemak) pada kadar 8%

dan 280 mg/kg astaxanthin dapat secara signifikan meningkatkan pematangan gonad udang windu dan keberhasilan dalam pemijahan (Paibulkichakul et, al., 2008).

(30)

III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 02 Oktober – 29 Oktober 2023 di Hatchery CV.

Krakatau Haura Baraka yang berlokasi di Dusun Haringin, Kec. Kalianda, Provinsi Lampung.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan sebagai pendukung dalam pengambilan data selama pelaksanaan yaitu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Alat yang Digunakan Selama Kegiatan

No Alat Jumlah Satuan Keterangan

1 Bak maturasi 2 Buah Tempat pemeliharaan induk 2 Bak pemijahan 1 Buah Tempat proses pemijahan induk 3 Bak hatching 1 Buah Tempat proses penetasan telur 4 Seser induk 2 Buah Untuk mengambil induk 5 Seser naupli (mesh) 1 Buah Untuk mengambil naupli 6 Batu aerasi 12 Buah Untuk oksigen tambahan 7 Batu timah 18 Buah Untuk pemberat selang aerasi

8 Pengaduk 1 Buah Untuk mengaduk telur

9 Pisau 1 Buah Untuk mencincang cumi dan memotong cacing 10 Beaker glass 2 Buah Untuk wadah sample telur/naupli

11 Senter 3 Buah Untuk penerangan

12 Mikroskop 1 Buah Untuk melihat telur dan naupli 13 Filter bag 2 Buah Untuk menyaring air

14 Objek glass 1 Buah Untuk meletakkan sampel 15 pH paper 1 Kotak Untuk mengukur keasaman 16 Thermometer 1 Buah Untuk mengukur suhu 17 Refaktometer 1 Buah Untuk menukur salinitas

18 Talenan 2 Buah Untuk alas mencincang cumi dan cacing

19 Ember 4 Buah Untuk wadah pakan

20 Bak/Baskom panen 2 Buah Untuk wadah naupli yang sudah dipanen 21 Selang air 1 Buah Untuk aliran air ketika mencuci bak 22 Pengambil Sampel 5 Buah Untuk mengambil sampel telur dan naupli

23 Gayung Benur 1 Buah Untuk mengambil sampel dan mengaduk telur jika skala sedikit

(31)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan sebagai pendukung dalam pengambilan data selama pelaksanaan yaitu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bahan yang Digunakan Selama Kegiatan

No Bahan Jumlah Satuan Keterangan

1 Induk jantan 45 Ekor Penghasil sperma

2 Induk betina 20 Ekor Penghasil telur

3 Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA) 4,5 Gram Untuk treatment air

4 Detergen 1 Pcs Untuk desinfektan

5 Paprika powder 28 Gram Untuk daya tahan tubuh

6 Astaxanthin 28 Gram Untuk meningkatkan kemtangan

gonad

7 Cumi-cumi 2 Kg Pakan induk udang

8 Cacing laut 8 Kg Pakan Induk udang

3.3 Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan yang dilakukan adalah eksperimen dengan menggunakan 2 perlakuan terdadap induk udang vaname yaitu induk udang vaname diberikan suplemen tambahan dengan induk udang vaname tidak diberikan suplemen, yang diaplikasikan pada pakan cumi-cumi. Induk yang digunakan sebanyak 20 ekor dan induk tersebut dalam keadaan telur yang kosong. Selanjutnya dilakukkan pemisahaan ke dalam 2 bak pemeliharaan induk yang sudah disiapkan, masing-masing bak pemeliharaan diisi 10 ekor induk betina. Bak pemeliharaan yang digunakan bervolume 3.000 liter. Pemeliharaan induk udang vaname dilakukan selama 28 hari dengan pengambilan data pemijahan sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan. Adapun kegiatan yang dilakukan mulai dari menyipon di pagi hari, sirkulasi air dan memberikan pakan.

Frekuensi pemberian pakan induk udang vaname sebanyak 5 kali sehari, yang mana 1 kali pemberian pakan cumi-cumi dilakukan pada pukul 08.00 wib setelah penyiponan dan sirkulasi air dilakukan. Pada pemberian pakan cumi-cumi, untuk bak pemeliharaan induk A diberikan suplemen berupa bubuk paprika dan astaxanthin sedangkan bak pemeliharaan induk B tidak diberikan suplemen. Kemudian sama-sama diberikan cacing laut sebanyak 4 kali sehari dengan jarak waktu setiap kali pemberian pakan yaitu 2-3 jam setelah pemberian pakan cumi-cumi.

Kegiatan selanjutnya yaitu mengidentifikasi perbedaan nafsu makan dan kecepatan kematangan gonad dan aktivitas moulting induk tersebut. Apabila diantara induk tersebut terdapatnya induk yang sudah mating, maka di ambil dan dimasukkan kedalam bak pemijahan yang berisi induk

(32)

17

jantan. Kemudian, induk yang mature ditandai dengan menempel nya sperma pada thelycum induk betina. Setelah itu, angkat dan masukkan kedalam induk ke dalam bak penetasan telur.

Induk betina yang spent ditandai dengan adanya telur yang melayang-layang didalam air bak penetasan tersebut. Kegiatan selanjutnya yaitu pengecekkan fertil, menghitung hatching rate, survival rate, melihat keaktifan naupli yang dihasilkan serta pengecekkan suhu, pH dan salinitas.

3.4 Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan pemaparan deskripsi dan penyajian tabel yang didapat dari data primer dan data sekunder sehingga dapat mengetahui hasil induk yang diberikan suplemen berupa paprika dan astaxanthin dengan induk yang tidak diberikan suplemen pada pemberian pakan cumi-cumi.

Data primer diamati yaitu nafsu makan dan keaktifan induk, pertumbuhan awal dan akhir induk, total induk mating, mature, spent, fekunditas, fertilization rate (FR), hatching rate (HR), survival rate naupli (SR), aktivitas naupli dan kualitas air antara lain pH, suhu, dan salinitas.

Sedangkan data sekunder yang dapat diperoleh dari jurnal dan karya ilmiah untuk mencari informasi dalam mendukung penulisan tugas akhir ini.

3.5 Pelaksanaan Kegiatan

3.5.1 Persiapan Media Pemeliharaan

Pemeliharaan induk udang, diawali dengan persiapan media pemeliharaan yaitu pencucian bak maturasi, selang aerasi, batu aerasi, batu timah dan bak hatching. Pencucian bak dengan menggunakan scouring pad yang disikat pada bak tersebut dan diberikan detergen. Selanjutnya bak dibilas dengan air tawar dan melakukan pengeringan selama 1 hari. Kemudian bak dipasang selang aerasi, batu timah, batu aerasi dan pemberian nama setiap bak untuk pembeda antara bak yang diberikan perlakuan tambahan suplemen dengan yang tidak diberikan suplemen.

3.5.2 Pengisian Air Media Pemeliharaan

Pengisian air pada media pemeliharaan yaitu dengan menggunakan air laut yang sudah dilakukan treatment fisik menggunakan sand filter. Isi sand filter yaitu berupa pasir, batu apung, ijuk dan arang/karbon aktif. Setelah itu dialirkan ke dalam bak treatment. Treatment air yang dilakukan yaitu memberikan kaporit sebanyak 20 ppm dan diaerasikan selama 24 jam. Kemudian diberikan thiosulfat sebanyak 10 ppm. Selanjutnya diberikan EDTA sebanyak 10 ppm dan air sudah siap digunakan sesuai dengan kebutuhan. Media pemeliharaan induk betina yang

(33)

digunakan yaitu bak dengan volume 3.000 liter. Kemudian air laut yang diperlukan yaitu sebanyak 2.000 liter, air yang digunakan harus dipastikan sudah dilakukannya treatment.

3.5.3 Pengadaan dan Penggunaan Induk Udang Vaname

Induk udang vaname yang digunakan untuk kegiatan pembenihan yaitu induk jenis American Paneid Inc (API) yang berasal dari Florida, Amerika Serikat. Keunggulan udang vaname jenis API tersebut yaitu memiliki kualitas genetik yang baik dan sudah teruji dalam budidaya di Indonesia. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan induk betina yang digunakan sebagai bahan yang diamati yaitu sebanyak 20 ekor. Induk tersebut dalam keadaan telur yang kosong karena sudah memijah. Selanjutnya, dilakukan pemisahan induk pada 2 bak maturasi, masing-masing bak diisi dengan 10 ekor induk betina. Adapun karakteristik dan morfologi induk yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 berikut.

Tabel 7. Karakteristik Induk yang Digunakan dan Dibandingkan Dengan SNI

Ciri-ciri Induk Jantan Induk Betina SNI

Umur 12 bulan 12 bulan 12 bulan

Berat 35-45 gram 40-45 gram 35-40 gram

Panjang 17-18 cm 18-19 cm 17-18 cm

Organ Tubuh Lengkap dan memiliki Specific Pathogen Free (SPF)

Lengkap dan memiliki Specific Pathogen Free (SPF)

Lengkap dan memiliki Specific Pathogen Free (SPF)

(Sumber: CV. Krakatau Haura Baraka, Lampung, 2023)

Tabel 8. Ciri-ciri Morfologi Induk yang Digunakan dan Dibandingkan Dengan SNI

Pengamatan Ciri-ciri SNI

Kelengkapan Tubuh Anggota tubuh lengkap dan tidak cacat Anggota tubuh lengkap dan tidak cacat

Warna Punggung bening dan kecoklatan Punggung bening dan kecoklatan Kekenyalan Tubuh tdak lembek dan tidak keropos Tubuh tdak lembek dan tidak

keropos

Gerakan Bergerak aktif normal Bergerak aktif normal

(Sumber: CV. Krakatau Haura Baraka, Lampung, 2023)

Berdasarkan karakteristik dan morfologi yang disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8, diketahui induk yang digunakan sudah sesuai dengan SNI (BSN, 2014) terkait umur, berat, panjang tubuh, dan kelengkapan organ tubuh induk udang serta morfologinya.

(34)

19

3.5.4 Pemeliharaan Induk Udang Vaname

Pemeliharaan induk udang yang dilakukan antara lain : a. Pemberian Pakan

Pemeliharaan induk dilakukan dengan pemberian pakan berupa cumi-cumi dan cacing laut jenis polycheta. Pakan yang digunakan dalam kondisi segar dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 5 kali sehari dan rasio konversi pakan cumi 4% sedangkan cacing 5%. Pemberian pakan harus sesuai dengan kebutuhan induk betina agar dapat mempercepat kematangan gonad induk betina, sehingga induk dapat dilakukan pemijahan untuk melihat telur yang dihasilkan.

Pemberian pakan yang dilakukan sebanyak 5 kali sehari dengan jangka waktu 2-3 jam pada setiap pemberian pakan. Berikut jadwal pemberian pakan yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 9. Jadwal Pemberian Pakan Induk Betina

No Jam Pakan Jenis Pakan Feeding rate (%)

1 08.00 Cumi-cumi 4

2 10.30 Cacing 5

3 13.00 Cacing 5

4 15.30 Cacing 5

5 18.30 Cacing 5

(Sumber: CV. Krakatau Haura Baraka) b. Pengelolaan Air

Pengelolaan air dilakukan dengan sirkulasi air pada pagi hari sebanyak 200% yang dilakukan setelah dilakukannya penyiponan. Air yang dimasukkan ke dalam bak disaring terlibih dahulu menggunakan filter bag agar kotoran yang terdapat pada air tidak masuk ke dalam bak pemeliharaan. Sisa pakan yang terdapat pada bak pemeliharaan di bersihkan dengan menggunakan seser khusus untuk menyeseer kotoran dan disedot mengguanakan selang agar kotoran kecil yang terdapat pada bak pemeliharaan hilang. Pada proses pembersihan sisa pakan, aerasi yang digunakan harus diangkat terlebih dahulu agar kotoran dan sisa pakan berkumpul didasar bak pemeliharaan.

c. Pemberian Suplemen

Suplemen yang digunakan yaitu paprika dan astaxanthin yang diaplikasikan pada pakan induk udang vaname. Kedua suplemen tersebut dikombinasikan agar induk udang dapat menghasilkan benih yang berkualitas. Dosis yang digunakan berdasarkan Standar Operasional

(35)

Prosedur (SOP) CV. Krakatau Haura Baraka yaitu sebanyak 10 gram suplemen untuk 1 kilogram pakan cumi-cumi dengan jumlah induk udang vaname sebanyak 100 ekor.

3.5.5 Seleksi Induk dan Pemijahan Induk Udang Vaname

Proses seleksi induk udang vaname terdapat 2 tahapan yaitu potensi dan sampling.

Kegiatan potensi dilakukan dengan cara melihat kematangan gonad udang pada bagian punggung nya dan dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WIB. Kemudian setelah melakukan potensi, induk dimasukkan pada bak yang berisikan induk jantan untuk melakukan pemijahan.

Selanjutnya yaitu kegiatan sampling induk yang dilakukan dengan cara menyeser induk betina kemudian melihat bagian thellycum induk tersebut. Adapun ciri-ciri yang induk yang sudah kawin yaitu terdapatnya sperma induk jantan pada alat kelamin induk betina dan biasanya induk yang sudah kawin, induk jantan akan mengikuti induk betina. Kegiatan tersebut dilakukan pada pukul 10.00-11.00 WIB.

3.5.6 Penetasan Telur

Penetasan telur diawali dengan persiapan media penetasannya meliputi, pencucian bak, pengisian air laut, pemberian EDTA dan pemberian aerasi bak penetasan. Setelah itu, Induk betina yang sudah dibuahi (mature) dipindahkan ke dalam bak hatching untuk melakukan proses penetasan telur. Kemudian induk yang mengeluarkan telur (spent) dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan. Kegiatan tersebut dilakukan pada pukul 22.00-23.00 WIB. Setelah induk dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan, kemudian dilakukannya pengadukan pada media penetasan telur tersebut dengan alat pengaduk. Pengadukan bertujuan agar telur yang terdapat pada bak penetasan tidak menumpuk di dasar bak. Adapun ciri-ciri induk yang sudah mengeluarkan telur (spent) yaitu terdapat nya telur pada air yang ada pada bak penetasan, telur tersebut menetas berkisar 8-12 jam. Kemudian ciri-ciri telur sudah menetas yaitu terdapatnya naupli yang melayang-layang dipermukaan air.

3.5.7 Pengecekkan Fertilization Rate (FR) dan Menghitung Fekunditas

Pengecekkan Fertilization Rate (FR) bertujuan untuk mengetahui telur yang terbuahi dan tidak terbuahi oleh sperma induk jantan. Pengecekkan fertil dengan cara mengambil sampel menggunakan beaker glass kemudian mengambil telur yang ada dalam beaker glass tersebut dengan pipet tetes dan diteteskan ke objek glass untuk dilakukannya pengecekkan telur yang fertil dan tidak fertil. Pengecekkan fertil dilakukan pada pukul 22.30 WIB setelah induk

(36)

21

dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan. Kemudian menghitung fekunditas yang dilakukan pada pukul 23.00 WIB dengan alat yang digunakan yaitu alat pengambilan khusus untuk mengambil sampel sebanyak 5 buah pada titik yang berbeda didalam bak penetasan. Kemudian mengambil air tawar yang diisi ke dalam beaker glass secukupnya. setelah itu, sampel tersebut dikeluarkan ke dalam sendok untuk menghitung telur dan dibantu oleh penerangan agar telur tersebut dapat terlihat.

3.5.8 Panen Naupli, Menghitung Naupli dan Pengecekkan Aktivitas Naupli

Panen naupli dilakukan pada siang hari yaitu pukul 12.30 WIB. Naupli yang berada pada bak hatching ukuran 300 liter dipindahkan ke dalam bak ukuran 50 liter. Panen naupli dibantu dengan alat berupa seser ukuran 56 mesh dan gayung pakan. Jika naupli ingin ditebar pada bak pemeliharaan udang, naupli tersebut di panen dan dimasukkan ke dalam plastik packing dan diberi oksigen kemudian diikat menggunakan karet.

Menghitung naupli dilakukan pada pukul 14.00 WIB.. Perhitungan tersebut dilakukan dengan cara manual, diawali dengan mengambil sampel menggunakan alat pengambilan khusus sebanyak 5 titik bak ukuram 50 liter. Kemudian, mengambil air tawar secukupnya untuk ditambahkan ke dalam sendok yang digunakan untuk menghitung naupli. Air tawar tersebut diberikan agar naupli tidak bergerak-gerak, supaya tidak sulit untuk dihitung. Selanjutnya hitung naupli yang dibantu dengan alat penerangan agar naupli terlihat dengan jelas.

Pengecekkan Aktivitas Naupli bertujuan untuk meliha perbedaan naupli yang aktif dengan yang tidak aktif. Naupli yang aktif akan cenderung dipermukaan air saat diberikan cahaya.

Sedangkan naupli yang tidak aktif cenderung tidak aktif bergerak dan berada dibawah permukaan. Pengecekkan naupli diawali dengan mengambil sampel menggunakan gayung agar memudahkan untuk mengisi ke dalam beaker glass. Setelah naupli diambil, kemudian diberikan cahaya agar terlihat perbedaan naupli yang aktif dengan yang tidak aktif. Pengecekkan tersebut dilakukan pada pukul 23.00 WIB.

3.6 Parameter Pengamatan

3.6.1 Nafsu Makan dan Keaktifan Induk Udang

Pengamatan nafsu makan udang dilakukan setelah 1-2 jam pakan diberikan dengan cara melihat sisa pakan yang ada di dasar bak pemeliharaan. Sedangkan pengamatan induk udang

(37)

dilakukan dengan cara melihat keaktifan induk setelah diberikan pakan. Pengamatan kedua nya dilakukan selama 28 hari pemeliharaan induk berlangsung.

3.6.2 Pertumbuhan Induk Udang

Pengamatan pertumbuhan induk udang dilakukan dengan mengamati bobot induk.

Pengamatan tersebut dilakukan dengan cara menghitung bobot awal dan bobot akhir induk, panjang awal dan panjang akhir serta banyak nya molting induk dalam pemeliharaan selama 28 hari.

3.6.3 Total Induk Mating, Mature dan Spent

Pengamatan induk mating dilakukan pada pagi hari. Induk yang mating di indikasikan punggung nya yang berwarna kuning kecoklatan yang artinya induk tersebut sudah matang gonad dan siap dilakukan pemijahan. Kemudian pengamatan induk mature dilakukan setelah induk betina dimasukkan kedalam bak pemijahan. Induk mature biasanya induk jantan akan bergerak mengikuti induk betina dan ditandai dengan terdapatnya sperma induk jantan pada bagian thellycum betina. Induk betina yang sudah terbuahi diangkat menggunakan seser induk dan dimasukkan ke dalam bak hatching untuk proses pengeluaran telur. Sedangkan induk spent di indikasikan dengan kosong nya telur pada bagian punggung induk betina dan terlihatnya telur yang melayang-layang pada bak penetasan. Induk yang spent kemudian dikembalikan pada bak pemeliharaan induk betina. Pengambilan induk dengan menggunakan seser, yang dilakukan secara perlahan-lahan agar telur yang ada pada bak tersebut tidak pecah.

3.6.4 Fekunditas

Perhitungan fekunditas dilakukan pada pukul 23.00 WIB setelah induk betina dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan. Pengambilan sampel dengan menggunakan alat pengambilan khusus sebanyak 5 buah yang diambil pada titik berbeda dalam bak yang berisikan telur. Kemudian dilakukan perhitungan fekunditas dengan rumus estimasi telur berdasarkan (Sumber. CV Krakatau Haura Baraka).

Kemudian

3.6.5 Derajat Pembuahan / Fertilization Rate (FR)

Pengamatan fertil dilakukan denga cara membandingkan telur yang terbuahi dengan telur total. Pengamatan dilakukan pukul 22.30 WIB setelah induk betina dikembalikan ke dalam bak

(38)

23

pemeliharaan. Pengamatan tersebut dilakukan dengan mengambilan sampel menggunakan beaker glass berukuran 500 ml. Kemudian pengecekkan menggunakan mikroskop dengan mengambil telur sebanyak 100 butir untuk melihat telur yang fertil dan telur yang tidak fertil.

Telur yang terbuahi umumnya berwarna krem atau kuning sedangkan telur yang tidak terbuahi berwarna putih pucat. Adapun rumus perhitungan fertilization Rate (FR) menurut Effendie (1997) sebagai berikut.

x 100%

3.6.6 Derajat Penetasan / Hatching Rate (HR)

Perhitungan HR dengan mengambil sampel yang dilakukan pada pukul 12.30 WIB.

Pengambilan sampel dengan menggunakan alat pengambilan khusus sebanyak 5 buah yang diambil pada titik berbeda dalam bak. Adapun rumus perhitungan hatching rate (HR) menurut Effendie (1997) sebagai berikut.

HR %

x 100%

3.6.7 Survival Rate Naupli (SR)

Perhitungan SR naupli dilaksanakan pukul 07.30 WIB. Setelah melakukan panen naupli yang dimasukkan kedalam baskom ukuran 50 liter air. Kemudian mengambil sampel tersebut menggunakan alat pengambil khusus sebanyak 5 ml atau 0,005 liter. Jumlah naupli yang hidup dihitung berdasarkan rumus estimasi naupli. (Sumber. CV Krakatau Haura Baraka)

Estimasi Naupli, ∑

Sedangkan perhitungan SR naupli dihitung berdasarkan rumus Effendie (1977).

Rumus SR Naupli (%)

3.6.8 Aktivitas Naupli

Pengamatan aktivitas napli dilakukan pada malam hari. Kegiatan tersebut diawali dengan mengambil sampel napli yang dihasilkan menggunakan alat beaker glass. Kemudian dilakukan

(39)

pengamatan dengan memberikan cahaya untuk melihat naupli yang aktif dengan naupli yang tidak aktif. Perbedaan dari keduanya yaitu naupli napli aktif cenderung responsif terhadap cahaya sedangkan naupli yang tidak aktif yaitu kurang respon terhadap cahaya.

3.6.9 Parameter Kualitas Air

Pengecekkan parameter kualitas air yang diamati yaitu pH, suhu dan salinitas.

Pengecekkan kualitas air tersebut dilakukan pada pukul 07.00-08.00 WIB. Proses pengecekkannya sebagi berikut:

a. Power Of Hydrogen (pH)

Pengukuran pH dengan menggunakan alat ukur berupa pH paper. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH paper pada air media selama 5 detik. Kemudian pH paper diangkat dan langsung dicocokkan perubahan warna pada tabel warna yang ada dikotak kemasan.

b. Suhu

Pengukuran suhu menggunakan alat thermometer. Pengukuran tersebut dilakukan dengan mengcelupkan thermometer kedalam air media pemeliharaan selama 10 detik. Kemudian angkat dan lihat suhu pada thermometer tersebut.

c. Salinitas

Pengukuran salinitas dengan menggunakan alat ukur berupa refaktometer. Pengukuran salinitas dilakukan dengan meneteskan air sampel pada kaca prisma refaktometer menggunakan pipet tetes. Kemudian refaktometer diarahkan pada cahaya terang lalu lihat pada skala tersebut melalui lubang teropong refaktormeter.

(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nafsu Makan dan Keaktifan Induk

Pada pengamatan nafsu makan dan keaktifan induk dilakukan setiap hari setelah induk diberikan pakan, dengan waktu lama pemeliharaan 28 hari. Selama pemeliharaan berlangsung, tingkat nafsu makan dan keaktifan induk dengan 2 perlakuan memiliki beberapa perbedaan.

Adapun hasil dari pengamatan nafsu makan dan keaktifan induk disajikan pada tabel berikut.

Tabel 10. Perbedaan Nafsu Makan dan Keaktifan Induk Udang

Perlakuan Nafsu Makan Induk Keaktifan Induk

Induk menggunakan suplemen a. Pakan habis setelah 2 jam pemberian pakan

b. Saat melakukan penyiponan dipagi hari, pakan yang tersisa relatif sedikit c. Setelah diberikan pakan,

induk bergerak mendekati pakan

d. Warna lebih cerah yaitu kuning kecoklatan

a. Aktif berenang di bak pemeliharaan

b. Bergerak aktif mencari pakan c. Bergerak mendekati udang

lainnya

d. Respon terhadap lingkungan

Induk tidak menggunakan suplemen

a. Kurang nya respon terhadap pakan yang diberikan b. Pakan tidak habis setelah 2

jam pemberian pakan c. Warna lebih gelap yaitu

kehijauan

d. Banyak sisa pakan saat melakukan penyiponan di pagi hari

a. Cenderung diam di bak pemeliharaan

b. Udang lebih senang menyendiri

c. Kurang aktif saat diberikan pakan

Pada data diatas, induk yang menggunakan suplemen tambahan berupa bubuk paprika dan astaxanthin memiliki tingkat nafsu makan dan keaktifan yang lebih baik dibandingkan induk tidak ditambahkan suplemen. Hal ini disebabkan karena adanya bubuk paprika yang ditambahkan pada pakan cumi-cumi menciptakan aroma dan rasa sehingga dapat merangsang nafsu makan udang sehingga induk udang aktif dalam mencari pakan. Selain memiliki aroam yang khas, paprika mengandung antioksidan seperti vitamin C dan beta-karoten. Terkait fungsinya sebagai antioksidan, vitamin C berperan dalam menjaga lemak dari oksidasi.

Demikian pula Kursistiyanto et al., (2013) vitamin C merupakan vitamin yang mudah diserap

(41)

oleh saluran pencernaan, dan vitamin C memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai katalisator yang berfungsi untuk mempercepat reaksi yang akan terjadi pada kondisi tubuh.

Kemudian penambahan vitamin C dalam pakan telah dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan, sintasan, efisiensi pakan, laju moulting, respons imun, dan toleransi terhadap stres lingkungan pada udang penaeid (Celada et al., 2013)

4.2 Pertumbuhan Induk

Pertumbuhan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) dipengaruhi berbagai faktor, salah satu nya yaitu pakan yang diberikan. Pakan merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dan menentukan dalam keberhasilan usaha perikanan dan ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor utama untuk menghasilkan produksi maksimal (Arief et al., 2009).

Pakan yang digunakan yaitu cumi-cumi dan cacing laut sesuai dengan SNI-7311, (2009).

a. Cumi-cumi b. Cacing laut Gambar 7. Pakan Induk Udang

Pemeliharaan induk udang vaname yang dilakukan selama 28 hari, terdapat data akhir pertumbuhan yang diperoleh berupa panjang, bobot dan aktivitas molting dari perbandingan antara induk yang diberikan suplemen tambahan dengan induk yang tidak diberikan suplemen, disajikan pada Tabel 11.

Gambar

Gambar 1. Morfologi Udang Vaname (Ardiasnyah, 2019)  2.1.3 Habitat dan Penyebaran Udang Vaname
Gambar 3. Perkembangan Stadia Nauplius. (Wyban & Sweeney, 2000)
Gambar 2. Siklus Hidup Udang Vaname (Panjaitan 2012)
Tabel 1. Perkembangan Stadia Nauplius Udang Vaname  Stadia  Karakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait