• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMIJAHAN DAN PENGELOLAAN TELUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI PT. SURI TANI PEMUKA (JAPFA) UNIT HATCHERY MAKASSAR KABUPATEN BARRU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PEMIJAHAN DAN PENGELOLAAN TELUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI PT. SURI TANI PEMUKA (JAPFA) UNIT HATCHERY MAKASSAR KABUPATEN BARRU"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

i

TEKNIK PEMIJAHAN DAN PENGELOLAAN TELUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

DI PT. SURI TANI PEMUKA (JAPFA) UNIT HATCHERY MAKASSAR

KABUPATEN BARRU

TUGAS AKHIR

Oleh:

ABDUL MALIK. S 1522010038

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN JURUSAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2018

(2)

ii

ii

(3)

iii

iii

(4)

iv

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naska ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Agustus 2018 Yang menyatakan,

Abdul Malik. S

(5)

v

v

KATA PENGANTAR

Upaya maksimal yang dilakukan oleh penulis tidak akan terwujud dengan baik tanpa diiringi dengan doa yang dikabulkan oleh Allah Subhana Wataala, untuk itu patutlah kiranya jika penulis memanjatkan puji dan syukur serta terima kasih yang tak terhingga kepadaNya dan kepada orang – orang yang turut mendukung penyelesaian laporan tugas akhir ini antara lain :

1. Terima kasih kepada kedua orang tua, saudara, dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan, baik secara spiritual maupun meterial.

2. Ibu Dr. Ir. Hartinah, M.S dan Ir. Ratnasari, M.P selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir berlangsung.

3. Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P selaku Ketua Jurusan Budidaya Perikanan 4. Bapak Dr. Ir. H. Darmawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian

Negeri Pangkep.

5. Teman - teman seperjuangan dilokasi PKPM serta rekan – rekan seperjuangan yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan sehingga diharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

Pangkep, Agustus 2018

Penulis

(6)

vi

vi

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN ...

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ...

HALAMAN PERNYATAAN ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

ABSTRAK ...

i ii iii iv v vi viii ix x xi BAB. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Tujuan dan Kegunaan...

1 2 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vaname ...

2.2 Habitat dan Siklus Hidup Vaname...

2.3 Sistem Reproduksi Udang Vaname...

2.4 Pengelolaan dan Proses Pematangan Gonad Induk Udang Vaname ...

2.5 Pemijahan Induk Udang Vaname ...

2.6 Penanganan Telur ...

2.7 Kualitas Air ...

3

4

6

7

8

9

10

(7)

vii

vii BAB III.METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat ...

3.2 Alat dan Bahan ...

3.3 Metode Pengumpulan Data...

3.4 Metode Pelaksanaan ...

3.4.1 Persiapan Pemijahan ...

3.4.2 Penanganan Telur ...

3.5 Variabel yang Diamati ...

3.6 Analisis Data ...

3.6.1 Jumlah Telur yang Dihasilkan...

3.6.2 Derajat Penetasan ...

12 12 14 14 15 18 19 19 19 20 BAB.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Induk yang Kawin dan Memijah...

4.2 Jumlah Telur dan Daya Tetas atau Hatching rate ...

4.3 Perkembangan Telur ...

4.4 Kualitas Air Bak Pemijahan dan Penetasan Telur ...

21 23 25 28 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...

6.2 Saran ...

31 31 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN...

RIWAYAT HIDUP ...

32

35

39

(8)

viii

viii DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 3.1. Alat yang akan digunakan untuk Pemijahan dan Penanganan Telur Udang Vaname ...

Tabel 3.2. Bahan yang akan digunakan untuk Pemijahan dan

Penanganan Telur Udang Vaname...

Tabel 4.1. Jumlah Induk yang Kawin dan Memijah...

Tabel 4.2. Fekuditas dan Daya Tetas...

Tabel 4.3. Perkembangan Telur Udang Vaname ...

Tabel 4.4. Kisaran Kualitas Air pada Bak Pemijahan dan Penetasan Telur ...

12

14

23

26

25

28

(9)

ix

ix

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Morfologi Udang Vaname ...

Gambar 2.2 Siklus Hidup Udang Vaname ...

Gambar 2.3. Struktur Reproduksi Eksternal Udang Vaname...

Gambar 2.4. Proses Pemijahan Induk Udang Vaname ...

Gambar 4.1. Induk yang Telah Kawin ...

4

6

6

9

23

(10)

x

x

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Waktu dan Dosis Pemberian Pakan Induk Udang

Vaname...

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Bak Pemijahan...

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Penetasan Telur ...

36

37

38

(11)

xi

xi ABSTRAK

Abdul Malik S. 1522010038. Teknik Pemijahan dan Pengelolaan Telur Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makassar Kabupaten Barru. Dibimbing oleh Hartinah dan Ratnasari.

Secara kuantitas produksi benih dari hatchery belum dapat memenuhi kebutuhan budidaya di tambak. Ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produksi benih yang berkualitas baik, Salah satu kendala adalah pemijahan dan penanganan telur yang kurang baik karena keterbatasan pengalaman dan keterampilan dalam menerapkan teknologi yang tepat.

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan teknik penanganan telur udang vaname (Litopenaeus vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makasaar Kabupaten Barru. Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan dan kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik penanganan telur udang vaname.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah observasi dan partisipasi aktif untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder pada Tanggal 5 Februari sampai 5 Mei 2018. Jenis variabel yang diamati, jumlah induk yang kawin dan memijah, jumlah telur yang dihasilkan, jumlah telur yang menetas, perkembangan telur dan embrio, dan kualitas air bak pemijahan dan penetasan telur .

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa jumlah induk TKG 3 (76 ekor) banyak , namun jumlah induk yang kawin dan memijah (35 ekor) lebih sedikit, hal ini diduga disebabkan kualitas induk jantan yang kurang agresif sebagai efek dari pemberian pakan yang kurang. Satu ekor induk menghasilkan 238.267 butir. Dengan rata–rata daya tetas (HR) yaitu 89%. Ternyata padat tebar telur berpengaruh terhadap penetasan telur, karena pada padat tebar (10.642.000 butir) diperoleh daya tetas (HR) yaitu 89% lebih rendah dari padat tebar telur (9.651.000 butir) yaitu 92%. Telur yang dihasilkan membutuhkan waktu penetasan dari telur menjadi naupli yaitu 12 jam 30 menit. Kisaran kualitas air bak pemijahan dan bak penetasan masih dalam kisaran yang optimal.

Kata kunci: udang vaname, pemijahan, penetasan telur.

(12)

xii

xii ABSTRACT

Abdul Malik S. 1522010038. Spawning Techniques and Management of Vaname Shrimp Eggs (Litopenaeus Vannamei) at PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Makssar Hatchery Unit, Barru Regency. Guided by Hartina and Ratnasari.

Quantitatively, fry production from hatchery has not been able to meet the needs of aquaculture in ponds. There are several problems that cause low quality fry production, one of the problem is spawning and poor handling of eggs due to limited experience and skills in applying the right technology.

The purpose of this Final Project writing is to strengthen the mastery of vaname shrimp egg (Litopenaeus vannamei) handling techniques at PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Makasaar Hatchery Unit, Barru Regency. The benefit of writing this Final Project is to broaden the students' knowledge and competence in working in the community in particular regarding the handling techniques of spawning and vaname shrimp’s eggs.

Data collection method used in this final project is observation and active participation to collect primary data and secondary data, from 5 February to 5 May 2018. The types of variables observed, the number of female and male that mate and spawn, the number of eggs produced, the number of eggs hatching, egg and embryo development, spawning and hatching eggs water quality.

Based on the observation, it is known that the total number of female in TKG 3 (76 individu) is more, but the number of female that mate (35 individu) and spawn (35 individu) is less, this is thought to be due the less aggressive of the male as an effect of poor food quality. One famale produced eggs are 238,267, with an average hatchability (HR) of 89%. It turned out that egg stocking density had an effect on egg hatching, because in stocking eggs density (10,642,000 ) hatching rate (HR) was obtained which was 89% lower than egg stocking density (9,651,000 ) which was 92%. The eggs produced require hatching time from eggs to naupli which is 12 hours 30 minutes. The range of water quality of spawning and hatching tanks are still in the optimal range.

Keywords: vaname shrimp, spawning, hatching eggs.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang ramai dibudidayakan di Indonesia. Udang vaname masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002 pemerintah Indonesia memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vaname sebanyak 2.000 ekor.

Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula. Dengan adanya pembenihan udang vaname, baik dalam bentuk skala kecil atau skala mini hatchery telah membantu pemerintah dalam penyediaan benur bermutu bagi

pembudidaya udang vannamei. Sehingga target pemerintah meningkatkan produksi udang dalam negeri dapat tercapai (Lestari, 2009).

Udang vaname memiliki banyak keunggulan seperti relatif tahan penyakit, produktivitas tinggi, waktu pemeliharaan relatif singkat, tingkat kelangsungan hidup (survival rate) selama masa pemeliharaan tinggi dan permintaan pasar terus meningkat. Proses budidaya udang meliputi tahap pembenihan dan pembesaran.

Salah satu indikator keberhasilan pembenihan udang vaname adalah ketersediaan benur yang berkualitas dan berkesinambungan (Hendrajat et al, 2007).

Ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produksi benih yang

berkualitas baik. Secara kuantitas produksi benih dari hatchery belum dapat

memenuhi kebutuhan budidaya ditambak. Salah satu kendalanya adalah

pemijahan dan penanganan telur yang kurang baik karena keterbatasan

pengalaman dan teknologi yang dapat menjamin benih yang dihasilkan akan

berkualitas baik.

(14)

2

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan teknik pemijahan dan penanganan telur udang vaname (Litopenaeus vannamei) di PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makasaar Kabupaten Barru.

Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan dan

kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya

mengenai teknik pemijahan dan penanganan telur udang vaname (Litopenaeus

vannamei).

(15)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname

Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata Familia : Penaeidae Sub genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Haliman dan Adijaya (2004), menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna dan antenula.

Kordi (2007), juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari antena,

antenula, dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3

pasang maxilliped dan 5 pasang kaki jalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami

(16)

4

modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas- ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3.

Abdomen terdiri dari 6 ruas, terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (ekor) (Suyanto dan Mujiman, 2003).

Bentuk rostrum udang putih memanjang, langsing, dan pangkalnya hampir berbentuk segitiga. Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning kemerah-merahan atau sedikit kebiruan, kulit tipis transparan. Warna tubuhnya putih kekuningan terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada ekor (Wyban dan Sweeney, 1991). Udang betina dewasa tekstur punggungnya keras, ekor (telson) dan ekor kipas (uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan dewasa memiliki petasma yang simetris. Spesies ini dapat tumbuh mencapai panjang tubuh 23 cm

(Wyban dan Sweeney, 1991). Morfologi udang vaname dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Morfologi Udang Vaname (Haliman dan Adijaya 2005) 2.2 Habitat dan Siklus Hidup Udang Vaname

Udang vaname adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar

dengan kedalaman 72 meter. Udang vaname dapat ditemukan di perairan atau

lautan Pasifik mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Habitat udang

(17)

5

vaname berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan- tingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya udang vaname bersifat bentik dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang vaname adalah dasar laut berlumpur dan berpasir (Haliman dan Adijaya, 2006).

Menurut Haliman dan Adijaya (2006), bahwa induk udang vaname ditemukan di perairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Udang ini menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang vaname adalah katadramos atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana udang vaname akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban dan Sweeney, 1991).

Menurut Haliman dan Adijaya (2006), perkembangan Siklus hidup udang vaname adalah dari pembuahan telur berkembang menjadi naupli, mysis, post larva, juvenil, dan terakhir berkembang menjadi udang dewasa. Udang dewasa 9

memijah secara seksual di air laut dalam. Masuk ke stadia larva dari stadia naupli sampai pada stadia juvenil berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana terdapat banyak vegetasi yang dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan.

Setelah mencapai remaja, mereka kembali ke laut lepas menjadi dewasa dan

siklus hidup berlanjut kembali. Habitat dan siklus hidup udang vannamei dapat

dilihat pada Gambar 2.2.

(18)

6

Gambar 2.2 Siklus Hidup Udang Vaname (Wyban and Sweeney, 1991)

2.3 Sistem Reproduksi Udang Vaname

Organ reproduksi udang vaname betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital, dan telikum. Oogonia diproduksi secara mitosis dari epitelium germinal selama kehidupan reproduktif dari udang betina. Oogonia mengalami meiosis, berdiferensiasi menjadi oosit, dan dikelilingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan akan menyerap material kuning telur (yolk) dari darah induk melalui sel-sel folikel (Wyban et al 1991). Struktur reproduksi eksternal udang vaname dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2.3. Struktur Reproduksi Eksternal Udang vaname (Wyban et al, 1991) Keterangan: A.

Petasma jantan, B. Satu dari sepasang appendix masculine C. Satu dari sepasang terminal ampoule, D.Telikum terbuka

C

B

D

A

(19)

7

Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan apendiks maskulina. Sperma udang memiliki nukleus yang tidak terkondensasi dan bersifat non motil karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan melalui vas deferens, sperma yang berdiferensiasi dikumpulkan dalam (cairan fluid) dan melingkupinya dalam sebuah chitinous spermatophore (Wyban et al 1991). Leung-Trujillo (1990), menemukan bahwa jumlah spermatozoa berhubungan langsung dengan ukuran tubuh jantan.

2.4 Pengelolaan dan Proses Pematangan Gonad Induk Udang Vaname Ukuran calon induk betina yang baik untuk diablasi adalah lebih besar dari 40 gram dan untuk udang jantan di atas 35 gram. Udang putih betina yang ideal untuk dipergunakan dalam pembenihan adalah yang berukuran antara 40-50 gr (Wyban dan Sweeney 1991).

Ukuran panjang tubuh udang putih betina yang termasuk kriteria produktif antara 20 hingga 25 cm (diukur mulai dari ujung telson hingga pangkal mata atau panjang standar). Sedangkan untuk pemilih calon induk udang putih jantan sebaiknya berukuran sedang, yang memiliki panjang tubuh antara 15 hingga 20 cm (Wyban dan Sweeney 1991).

Sebelum ditebar kantong pengangkutan induk dimasukkan ke dalam bak yang telah diisi air dan diaerasi selama kurang lebih 30 menit, setelah itu suhu air kantong ataupun suhu air bak diperiksa. Apabila sudah tidak ada perbedaan suhu atau perbedaannya hanya 1 – 2

0

C, maka induk dapat dilepaskan dalam bak.

Begitupun untuk salinitas, apabila perbedaan salinitas antara air dalam kantong

dengan air dalam bak kurang dari 5 ppt maka induk sudah dapat ditebar

(Sunaryanto 1986).

(20)

8

Pematangan gonad pada induk betina adalah proses perkembangan telur (Oogenisis) didalam ovary. Udang Vaname betina mempunyai sistem telikum terbuka. Seperti halnya udang penaeid lainnya, hormon pengontrol reproduksi atau X organ terletak di mata. Sehingga untuk mendorong berkembangnya ovary, hormon penghambat Gonad Inhibiting Hormon (GIH) yang terletak di X organ harus dihilangkan yaitu dengan cara ablasi mata. Dengan ablasi mata tersebut diharapkan release Gonad stimulating Hormon (GSH) segera terjadi, sehingga merangsang perkembangan ovary (Dikjenkan 2006).

Induk udang putih akan mulai matang gonad sekitar 5-6 hari setelah proses pengablasian dilakukan, untuk mempercepat pematangan gonad ini biasanya induk udang diberi pakan segar lebih banyak menurut (Lightner et al 1996, Wyban dan Sweeney 1991).

2.5 Pemijahan Induk Udang Vaname

Udang vaname melakukan mating (perkawinan) apabila udang betina telah

matang telur yang ditandai dengan warna orange pada punggungnya, udang jantan

selanjutnya memburu akibat rangsangan feromon yang dikeluarkan oleh betina

dan terjadilah mating. Dari hasil mating tersebut sperma akan ditempelkan pada

telikum, 4-5 jam kemudian induk betina tersebut akan mengeluarkan telur

(spawning) dan terjadilah pembuahan (Wyban and Sweeney 1991). Pemijahan

udang vaname dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(21)

9

Gambar 2.4. Proses Pemijahan Induk Udang vaname (Wyban dan Sweeney 1991). Keterangan : A. Pendekatan, B. Pengejaran,

C.Perangkakan, D. Mating

2.6 Penanganan Telur

Induk yang telah memijah, ditandai dengan adanya penempelan sperma pada telikum, selanjutnya dipindahkan ke dalam bak spawning /pemijahan dengan kepadatan 4 ekor /m

2

. Kemudian induk akan melepaskan telurnya setelah 1-2 jam (Ditjenkan, 2006).

Peneluran terjadi saat udang betina mengeluarkan telurnya yang sudah matang. Proses tersebut berlangsung kurang lebih selama dua menit. Udang vaname biasa bertelur di malam hari atau beberapa jam setelah kawin. Telur-telur

dikeluarkan dan difertilisasi secara eksternal di dalam air. Derajat pembuahan dan penetasan sangat ditentukan oleh kualitas sperma dan kemampuan penempelan pada telikum serta media penetasan (suhu dan salinitas). Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi adalah tidak terjadinya pembuahan yang disebabkan induk betina belum matang telur atau rusaknya spermatofor (Djunaidah, 1986).

Seekor udang betina mampu menghasilkan 500.000-1.000.000 butir setiap

satu kali bertelur. Dalam waktu 13-14 jam, telur kecil tersebut berkembang dan

(22)

10

akan menetas menjadi naupli dalam waktu 12-16 jam yang berukuran mikroskopik (Perry 2008). Tahap nauplii tersebut memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya lalu mengalami metamorfosis menjadi zoea. Dimana telur udang vaname akan menetas pada kisaran suhu 28 – 30

0

C.

2.7 Kualitas Air

Kualitas air pada media penanganan telur harus dalam kondisi yang baik, maka dari itu harus dilakukan pengelolaan air yang baik. Pengelolaan air dapat dilakukan dengan memasang saringan pada ujung selang pemasukan air, selanjutnya dilakukan pengukuran parameter kualitas air seperti, suhu, pH, salinitas, kekeruhan dan oksigen terlarut.

Temperatur (suhu)

Menurut Kokarkin (2000), suhu untuk media penetasan telur diusahakan hangat (20 – 32

o

C), maka telur akan menetas dalam jangka waktu rata-rata 10 jam. Semakin cepat telur menetas semakin sedikit resiko kegagalan lanjutan dan semakin cepat proses produksi dimulai.

Potential of Hydrogen (pH)

Tingkat keasaman atau pH didefenisikan sebagai logaritma negatif

konsentrasi ion hydrogen (H

+

). Air murni terdiri dari ion H

+

dan ion OH

-

dalam

jumlah yang berimbang hingga pH air murni adalah 7. Selanjutnya dinyatakan

bahwa nilai pH terletak antara 1–14 dengan angka 7 sebagai nilai netral. Air laut

umumnya bersifat alkalis dengan pH lebih dari 7 karena banyak mengandung

garam bersifat alkalis. pH yang baik bagi udang adalah berada pada kisaran 7–9

dan Menurut Elovaara (2001) pH yang baik untuk telur sekitar 8,0, namun pH 7,8

– 8,4 sudah cukup.

(23)

11

Kekeruhan

Menurut Kokarkin (2000), media peneluran dan penetasan telur harus dijaga bersih agar tidak ada partikel lumpur sehalus apapun tertinggal didalamnya yang biasanya dilakukan penyaringan dengan system bertingkat atau pengendapan. Untuk memperbaiki kualitas air terlebih dahulu dilakukan penyaringan dengan mengunakan saringan 0,1 mikron.

Salinitas

Menurut Nurdjana et al (1989), penetasan dilakukan pada media air dengan salinitas optimal yaitu 31 ppt. Sedangkan Ilyas et al (1986), mengemukakan bahwa salinitas air laut yang digunakan sebagai media penetasan telur udang vaname adalah air laut yang bersih bersalinitas 20 – 30 ppt.

Oksigen Terlarut

Menurut Nurdjana et al (1989), aerasi pada air media peneluran dan

penetasan telur diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu kuat, kemampuan

aerasi dalam media penetasan adalah 1,3 liter/menit/m

3

luas dasar. Kekuatan

aerasi untuk penetasan tidak sama dengan kekuatan aerasi untuk peneluran. Pada

saat peneluran diusahakan kondisi tenang dan terhindar dari tindakan yang

mengakibatkan udang menjadi stres, maka kekuatan aerasi sekitar 0,1

liter/menit/m

3

luas dasar.

(24)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penulisan tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama 3 bulan pada tanggal 5 Februari – 5 Mei 2018 di PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makassar, Kabupaten Barru.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2 Tabel 3.1. Alat yang digunakan untuk Pemijahan dan Penanganan Telur

Udang Vaname

No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1

2

3

4

5 6

Bak induk

Bak penetasan

Bak peneluran

Bak penanganan naupli Freezer

Seser induk

Bak beton berbentuk bulat, diameter 3,5 m, tinggi 1m

Bak fiber, berbentuk bulat, volume bak 1 ton Bak beton, berbentuk bulat, diameter 3,5 m, tinggi 1 m

Bak fiber, bentuk kerucut, volume bak 300 liter

-

Persegi, gangang plastik panjang gangnag 1 meter, mezh sise 40µ

Pemeliharaan induk

Penetasan telur

Pelepasan telur induk Pemeliharaan naupli sementara

Penyimpanan pakan induk

Memindahkan induk dan sampling 7 Seser naupli Lingkaran, gagang besi

panjang gagang 30 cm, diameter seser 50 cm, mesh size 250µ

Memanen naupli

8 Kantong panen telur Berbentuk persegi ukuran 50 x 20 cm, mesh size 300µ

Membantuk

penampungan telur

(25)

13

No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

9 10

Baskom

Kran/pemberat/selang aerasi

Plastik, volume 50 liter Pemberat tembaga, selang dan kran plastik

Pencucian naupli dan telur

Mengatur besarnya suplay oksigen ke dalam bak

11 Petri disk Kaca Membantu dalam

sampling telur dan sampling naupli

12 Counter - Membantu dalam

perhitungan sampling telur dan naulpi

13 Lampu 40 watt, philip Membantu dalam

proses seleksi naupli 14 Botol sampel Palstik volume 30 ml Membantu dalam

sampling telur dan naupli

15 Thermometer - Mengukur suhu media

pemeliharaan dan penetasan telur

16 Pisau - Memudahkan

memotong pakan cumi

17 Ember pakan Plastik Menyimpan pakan

induk

18 Talenan Plastik Memudahkan

mencincang cumi

19 Cetakan Besi Mencetak pelet pakan

induk

20 DO meter - Mengukur kadar

oksigen terlarut media pemeliharaan

21 Handrefraktomete - Mengukur salinitas

media pemeliharaan

22 pH meter - Mengukur pH media

pemeliharaan

23 Timbangan 50 kg Menimbang pakan

Sumber : PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makassar, 2018

(26)

14

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan untuk Pemijahan dan Penanganan Telur Udang Vaname

No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan

1 Induk udang vaname Jantan dan betina Biota yang dipelihara dan penghasil telur

2 Air tawar Salinitas 0 Melarutkan dan mencuci

pakan

3 Cumi – cumi Segar Pakan induk udang vaname

4 Cacing laut Segar Pakan induk udang vaname

5 EZ Mate Bubuk Pakan induk udang vaname

6 Kaporit Bubuk Desinfektan untuk sterilisasi

air

7 EDTA Bubuk Mengikat logam berat dalam

air

8 Thiosulfat Kristal Menetralkan larutan kaporit

9 Deterjen Bubuk Sterilisasi peralatan

10 Vitamin B complex Kaplet Suplemen tambahan pada pakan butan induk udang vaname

Sumber : PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) Unit Hatchery Makassar, 2018

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah observasi dan partisipasi aktif untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang dikerjakan secara langsung pada saat kegiatan. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang digunakan untuk membantu menyelesaikan tugas akhir yang tidak bisa di lakukan secara langsung di lapangan.

3.4 Metode Pelaksanaan

Semua kegiatan yang dilakukan dalam pemijahan dan penanganan telur

udang vaname, dimulai dari persiapan sampai penetasan telur.

(27)

15

3.4.1 Persiapan Pemijahan Persiapan Air

Kualitas air yang baik memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan dipembenihan. Penyakit yang ditimbulkan oleh komponen bakteri, fungal, parasiter dapat bersumber dari air. Penerapan sistem filterisasi air, perlakuan ozonisasi, penyinaran ultraviolet dapat menjadi komponen penunjang yang dapat menghindari wabah penyakit pada kegiatan pembenihan. Melalui pengelolaan akualitas air secara benar, maka kebutuhan akan obat – obatan dan antibiotik dapat dikurangi (Kordi dan Andi, 2007).

Pada unit pembenihan PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) pengadaan air laut menggunakan pompa dan pipa, agar kebersihan air laut yang dihisap terjamin dilakukan pengambilan air laut dengan jarak dari garis pantai ± 300 meter dan diujung pipa pengisap dilengkapi dengan penyaring kotoran.

Adapun cara untuk memperoleh air laut yang bersih yaitu dengan cara

mengalirkan air yang telah dipompa tersebut ke bak pengendapan untuk

mengendapkan pertikel padat yang terhisap yang dapat menyebabkan kekeruhan

berupa lumpur, kemudian air yang telah diendapkan dialirkan ke dalam bak filter

pasir dan karbon yang berfungsi menyaring partikel yang paling kecil dan karbon

berfungsi menjernihkan dan menghilangkan bau. Tahap selanjutnya dilakukan

sterilisasi pada air dengan menggunakan kaporit, thiosulfat dan EDTA. Pemberian

kaporit pada penyedian air ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang

berbahaya berupa bakteri, dan jamur sehingga air yang akan digunakan aman dari

organisme yang berbahaya. Kaporit berperan sebagai desinfektan karena bersifat

toksik bagi organisme, dengan cara menghambat aktivitas metabolisme

(28)

16

mikroorganisme tersebut. Dosis kaporit yang digunakan sebanyak 12 ppm air yang telah dikaporit diaerasi selama 4 jam kemudian dinetralkan menggunakan thiosulfat dengan dosis 4,8 ppm kemudian diarasi selama 2 jam, terakhir dilakukan pemberian EDTA, pemberian EDTA bertujuan untuk mengikat logam berat dalam air yang dapat menyebabkan keracunan pada mikroorganisme yang dipelihara. Dosis EDTA yang digunakan sebanyak 8 ppm dan diaerasi selama 2 jam, setelah itu aerasi dimatikan untuk mengendapkan air selama 2 jam serta dilakukan cek klorin. Setelah air netral air ditransfer ke bak penampungan air bersih dan siap dialirkan ke tandon induk air yang dialirkan terlebih dahulu melewati puresure untuk menjamin air benar – benar besih.

Untuk pengadaan air tawar pada PT. Suri Tani Pemuka (JAPFA) menggunakan pompa dan pipa dengan mengisap air pada sumur bor untuk air tawar sebelum digunakan air tersebut disaring atau memalui saringan catridge 0,5 mikron untuk menyaring kotoran serta pertikel pertikel kecil yang ikut terhisap pada proses pemompaan.

Persiapan Wadah Pemijahan dan Penetasan Telur

Persiapan wadah dilakukan untuk mensterilkan bak dari bakteri atau

penyakit lainnya. Persiapan wadah pemeliharaan merupakan salah satu kegiatan

yang sangat penting dalam unit pembenihan udang, untuk persaiapan wadah

pemijahan dan penetasan telur ini dilakukan dengan menyiram seluruh permuaan

dinding wadah dengan air tawar hal ini bertujuan untuk membunuh organisme

patogen yang hidup pada air laut kemudian dilakukan pengosokan dinding bak

dengan scoring pad dan deterjen untuk lebih mensterilkan wadah pemijahan dan

(29)

17

penetasan telur lalu bilas kembali dengan air tawar dan wadah dikeringkan sebelum digunakan

Persiapan Induk

Induk yang dipelihara sebagai star awal produksi sebayak 200 pasang induk udang dengan jumlah jantan 200 ekor dan betina 200 ekor yang dipelihara secara terpisah, induk tersebut telah diablasi sebelumnya untuk pematangan gonad selain ablasi pematangan gonad juga dipacu dengan pemberian pakan yang sesuai dengan dosis dan kebutuhan protein dan lemak untuk induk yang dipelihara, pakan induk udang vaname terbagi atas dua yaitu pakan segar dan pakan buatan, pakan segar yang digunakan berupa cumi – cumi dan cacing laut, untuk pakan buatan berupa pellet . Waktu dan dosis pemberian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Setelah pemeberian pakan yang sesuai maka induk yang dipelihara tersebut akan mencapai matang gonad lama matang gonad setelah ablasi ± 5 hari, induk yang telah mencapai TKG 3 sudah dapat dipijahkan,untuk tetap menjaga induk yang dipelihara tetap sehat dilakukan pengelolaan kualitas air dengan sistem flow trow dan penyiponan sisa pakan dan kotoran.

Pemijahan Induk

Induk yang telah mencapai TKG 3 ditandai dengan warna kuning

keemasan pada bagian toraks sudah dapat dipijahkan. Cara pemijahan induk

udang vaname ini yaitu dengan memindahkan induk betina ke dalam kolam

pemeliharaan jantan dengan menggunakan seser secara perlahan pemijahan

berlangsung 4 – 5 jam dan satu induk betina hanya dapat dipijahkan oleh satu

induk jantan pada kolam pemeliharaan jantan. Induk yang telah memijah ditandai

(30)

18

melekatnya sperma pada telikum betina, induk tersebut kemudian dipindahkan ke bak peneluran dengan menggunakan seser secara perlahan.

3.4.2 Penanganan Telur Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan setelah induk melepaskan telurnya ke dalam bak peneluran yang sebelumnya dipindahkan dari bak pemijahan induk udang yang telah melepaskan telurnya dikembalikan ke bak pemeliharaan induk untuk proses pematangan gonad setelah itu telur dipanen dengan cara memasang kelambu panen telur dengan ukuran 250µ pada saluran pengeluaran air kemudian memutar kran pengeluran secara perlahan hingga air keluar bersama dengan telur tunggu sampai telur semua telur dalam bak peneluran keluar .

Pencucian Telur

Tujuan pencucian telur ini agar daya tetas dari telur tinggi karena penyebab telur yang telah dipanen tidak menetas atau daya tetas kurang yakni terserangnya jamur pada telur tersebut dan proses penanganan yang kurang baik.

Untuk penanganan pencucian telur dilakukan dengan cara menyaring kotoran dan kemudian dilakukan perendaman betadin sehingga telur yang siap ditebar di bak penetasan terbebas dari pada jamur dan kotoran yang melekat.

Penetasan Telur

Telur yang telah melewati proses pencucian kemudian dilakukan penebaran telur disebar secara merata ke dalam bak penetasan yang telah disiapkan dan telah dipasang aerasi dan pengaduk telur sudah dapat dihitung setelah penebaran. Telur yang telah ditebar akan menetas setelah 12 jam.

Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari untuk mengetahui berapa suhu

(31)

19

penetasan dan jika terjadi perubahan suhu atau suhu yang dibutuhkan tidak sesuai untuk penetasan dilakukan perlakuan pemberian lampu untuk mestabilkan suhu penetasan.

3.5 Variabel yang Diamati

Jenis variabel yang diamatai antara lain : jumlah induk yang kawin dan memijah, jumlah telur yang dihasilkan(fekuditas), jumlah telur yang menetas (hatching rate) perkembangan telur dan embrio, dan kualitas air pemijahan dan penetasan telur.

3.6 Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan dianalisa secara deskriptif terhadap hasil perthitungan Fekuditas, Derajat Penetasan Telur (HR) .

3.6.1 Jumlah Telur yang Dihasilkan

Sampel telur diambil dari tank Sampel telur diambil dari bak penetasan kapasitas 1000 liter dengan 2 titik @ 30 ml, Sampel dihitung dengan Eeg Naupli Count (ENC), kemudian hasilnya dikonversi dengan volume bak penetasan.

Rumus perhitungan telur sebagai berikut:

Fekuditas = jumlah sampel telur (butir)

volume sampel (ml) × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛(𝑚𝑙)

(Sumber: PT. Suri Tani Pumuka)

(32)

20

3.6.2 Derajat Penetasan Telur (HR)

Daya tetas telur atau presentasi telur yang menetas setelah terbuahi berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemijahan (Effendi 1997).

Dengan rumus sebagai berikut:

HR(%) = jumlah telur yang menetas (butir)

jumlah total telur (butir) × 100%

Referensi

Dokumen terkait

Proses perkawinan atau pemijahan pada udang vaname ( Litopenaeus vannamei ) di IPU Gelung, dilakukan setelah proses sampling induk betina yang matang gonad dimasukan ke

Pertumbuhan udang vaname selama penelitian memperlihatkan pertumbuhan yang semakin meningkat yaitu dari bobot awal 0,23gram/ekor meningkat 1,42 gram/ekor dan 3,59

Grafik Alkalinitas Berdasarkan data pada grafik tersebut, hasil pengukuran kadar alkalinitas yang diperoleh selama 1 bulan dengan nilai rata-rata 113 ppm, nilai yang diperoleh dari