• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT BRONKITIS

N/A
N/A
Pascariani Cherry Tewuh

Academic year: 2024

Membagikan "PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT BRONKITIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

“PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT BRONKITIS”

Dosen Pengampu:

Deby Afriani Mpila, S.Farm., M.Sc., Apt.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 7/ FARMASI B

Gadis Meisy Intan Rumambi (211011050002)

Pascariani Cherry Tewuh (211011050006)

Majesty Aurelia Kiling (211011050020)

Lea Nathaniela Agneta Gunawan (211011050046)

Janeth Devalda Makaminan (211011050058)

Marco Laksmana Wijaya (211011050064)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

(2)

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur selalu kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah pembelajaran ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu saja kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami mengucapkan syukur atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah pembelajaran ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Farmakoterapi II dengan judul “Penatalaksanaan Terapi Penyakit Bronkitis”

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah pembelajaran ini, diantaranya Nci Deby Afriani Mpila, S.Farm., M.Sc., Apt selaku dosen pengajar mata kuliah Farmakoterapi II kelas Farmasi B dan kepada anggota kelompok 7 Farmasi B yang berkerjasama dengan baik dalam penyusunan makalah ini.

Kami tentu menyadari bahwa makalah pembelajaran ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari segala pihak, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah pembelajaran yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah pembelajaran ini kami mohon maaf yang sebesar besarnya. Demikian segala saran dan kritik yang tertuju pada penulisan ini, kami terima dengan lapang dada dan ikhlas. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, dapat membalas segala kebaikan yang kami terima.

Manado, 5 Mei 2024

Kelompok 7 Farmasi B

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...I DAFTAR ISI ...II

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan...2

BAB II PEMBAHASAN ...3

2.1. Definisi Bronkitis...3

2.2. Etiologi Bronkitis...3

2.3. Manifestasi klinis ... 3

2.4. Klasifikasi Bronkitis...4

2.5. Epidemiologi Bronkitis... 4

2.6. Patofisiologi Bronkitis... 5

2.7. Tatalaksana Terapi Bronkitis... 7

2.8. Terapi Non-Farmakologi Bronkitis...8

2.9. Terapi Farmakologi...10

2.9.1. Simtomatik ………10

2.9.2. Ekspektoran ………...………11

2.9.4. Mukolitik ………...11

2.9.5. Antitusif ……….12

2.9.6. Bronkodilator ……….12

2.9.7. Antibiotik ………...13

BAB III PENUTUP...15

3.1. Kesimpulan ...15

3.2. Saran ...15

DAFTAR PUSTAKA... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bronkitis merupakan salah satu penyakit pada sistem pernapasan yang dapat menyerang banyak orang. Bronkitis dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang banyak polutan. Penyakit bronkitis disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, memang tidak semua kasus pada gangguan ini disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri, lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya/polusi dan gaya hidup tidak sehat yang terus dilakukan dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah terserang berbagai penyakit termasuk penyakit ini (Riyadi, 2018)

Bronkitis merupakan suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada bronkus. Bronkitis merupakan suatu peradangan atau infeksi di saluran bronkial, yang bisa menyebabkan pembekakan serta produksi lendir yang berlebihan. Batuk dan meningkatnya pengeluaran dahak serta sesak nafas merupakan tanda-tanda yang sering muncul pada penderita bronkitis.Penyakit ini menjadi masalah kesehatan karena sifatnya yang kronis, persisten dan progresif. Bronkitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu, namun penderita yang memiliki penyakit menahun, bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, brokitis dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis. (Haryono dan Ikawati.2020)

Bronkitis akut biasanya dikarenakan flu serta infeksi lain di saluran pernafasan, biasanya bronkitis akut mulai membaik dalam waktu beberapa hari ataupun beberapa pekan. Sedangkan, bronkitis kronis merupakan iritasi atau radang yang bertempat pada saluran nafas yang harus ditangani dengan serius. Seringkali bronchitis kronis disebabkan karena merokok. (Magfiroh dkk.2021)

(5)

Bronkitis bisa menyerang pada semua usia, termasuk anak-anak. Faktor lingkungan yang banyak polutan juga dapat mempengaruhi kesehatan pada saluran pernapasan atau pada paru-paru. Alveolus adalah tempat berlangsungnya perputaran gas oksigen yang masuk pada darah dan karbondioksida yang dikeluarkan dari dalam darah. Bronkus adalah tempat penyebaran udara dari alveolus apabila terdapat permasalahan pada bronkus, hal itu akan menyebabkan timbulnya penyakit bronchitis dan terganggunya pertukaran gas (Magfiroh dkk.2021). Apabila bronkitis tidak dilakukan penanganan dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penumpukan pada ruang bronkus dan paru-paru sehingga dapat menggangu jalan masuk oksigen ke dalam tubuh (Palindangan dan Kondo.2023).

1.1. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa itu bronkitis, bagaimana faktor resiko,epidemiologi gejala serta manifestasi klinik dari bronkitis?

1.2.2. Bagaimana patofisiologi bronkitis?

1.2.3. Apa saja terapi non-farmakologi bronkitis?

1.2.4. Apa saja terapi farmakologi bronkitias?

1.2.Tujuan

Berdasarkan rumusan masalh diatas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.2.1. Untuk mengetahui apa itu bronkitis, bagaimana factor resiko,epidemiologi gejala serta manifestasi klinik dari bronchitis 1.2.2. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi bronkitia

1.2.3. Untuk mengetahui apa saja terapi non farmakologi bronchitis 1.2.4. Untuk mengetahui apa saja terapi farmakologi bronkitis

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Definisi Bronkitis

Bronkhitis merupakan peradangan atau iritasi yang terjadi pada saluran utama pernafasan atau bronkus. Bronkus berfungsi sebagai saluran yang membawa udara menuju paru-paru. brongkitis sering disebabkan oleh virus atau bakteri dan dapat menyebabkan gejala seperti batuk, ketidaknyamanan dada, dan kadang-kadang kesulitan bernapas. Perlakukan biasanya melibatkan istirahat, cairan, dan kadang-kadang obat untuk mengurangi gejala. Bronkhitis ditandai dengan munculnya gejala batuk yang berlangsung selama satu minggu atau lebih. Penyakit Bronkhitis menyebabkan penebalan bronkus, hilangnya elastisitas pada pohon bronkial, terjadi perubahan pada selaput lendir, leukosit (sel darah putih) dan terbentuk eksudat mukopurulen yang lengket. (Kemenkes, 2022).

2.2.Etiologi Bronkitis

Penyebab penyakit bronkitis sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur. Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta faktor risiko lainnya yang mempermudah seseorang menderita bronkitis misalnya perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik (Alifariki, 2019).

2.3.Manifestasi Klinis

Menurut Maghfirohet al(2021) tanda yang mencul pada bronkitis kronik dan akut yaitu:

1. Pada bronkitis akut diantaranya:

a. Demam b. Batuk

(7)

c. Terdapat suara tambahan d. Wheezing

e. Produksi sputum meningkat 2. Pada bronkitis kronis diantaranya:

a. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan disertai batuk b. Dapat berlangsung selama kurang lebih 2-3 minggu

c. Sulit bernafas disebabkan saluran pernafasan atas tersumbat d. Produksi sekret meningkat dan berwarna hijau atau kuning 2.4.Klasifikasi Bronkitis

Menurut Maghfiroh et al (2021) bronkitis diklasifikasikan berdasarkan lama waktu kerjadiannya yaitu akut dan kronik.

- Bronkitis akut merupakan bronkitis yang biasanya terjadi dalam jangka pendek, yaitu dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Bronkitis akut dapat sembuh dengan sendirinya.

- Bronkitis kronis merupakan bronkitis kronis merupakan iritasi atau radang yang bertempat pada saluran nafas yang harus ditangani dengan serius.

Seringkali bronkitis kronis disebabkan karena merokok. Bronkitis kronis terjadi selama berbulan-bulan hingga dalam kurun waktu 2 tahun.

2.5. Epidemiologi Bronkitis

Berdasarkan World Health Organization (WHO, 2015) Pada saat ini, penderita bronkitis berkisar 64 juta jiwa di dunia. Faktor resiko utamanya yaitu merokok, polusi udara, debu dan bahan kimia. WHO menyatakan kejadian bronchitis kronik di Amerika Serikat berkisar 4,45% atau 12,1 juta jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. (Ambarwati dan Susanti 2022) Daerah ASEAN, khususnya Indonesia berdasarkan laporan dari departemen Kesehatan RI, negara Indonesia dengan angka prevalensi bronchitis kronik 20.607.561 jiwa dalam perkiraan dari angka populasi yang digunakan sebesar 237.865.523 jiwa (Magfiroh dkk.2021). Sementara prevalensi untuk wilayah DIYogyakarta adalah 3,1%. Bronkitis menduduki

(8)

peringkat ketiga dalam penyebab angka kesakitan umum di Indonesia setelah infeksi, sistem sirkulasi serta parasite. (Haryono dan Ikawati.2020)

Di Amerika, 5% orang terdiagnosis bronkitis akut setiap tahunnya, dengan angka prevalensi paling tinggi pada musim dingin seiring peningkatan kejadian infeksi virus saluran pernapasan lain sepertiinfluenzadanrespiratory syncytial virus (RSV). Bronkitis akut dilaporkan lebih banyak terjadi pada populasi dengan status sosial-ekonomi rendah dan individu yang tinggal di daerah perkotaan atau perindustrian. Tidak ada predileksi ras pada penyakit bronkitis akut. Di negara empat musim, sebagian besar kasus bronkitis akut terjadi pada musim gugur atau musim dingin. Meski demikian, bronkitis akut dapat terjadi pada musim apapun tergantung dinamika infeksi virus tahunan.

Infeksi virus influenza, RSV, dan coronavirus biasanya mencapai puncak selama musim dingin, di mana individu cenderung berada bersama di dalam ruangan sehingga memfasilitasi kontak dekat antar individu.( Singh dkk.2023) 2.6. Patofisiologi Bronkitis

Bronkhitis dikaraterisir oleh adanya infeksi pada cabang trakeobrokhial.

Infeksi ini menyebabkan hiperemia dan edema pada membran mukosa, yang kemudian menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial.Karena adanya perubahan memberan mukosa ini, maka terjadi kerusakan pada epitelia saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosilir. Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi kental dan liat, makin memperparah gangguan pembersihan mukosilir. Perubahan ini bersifat permanen, belum diketahui, namun infeksi pernafasan akut yang berulang dapat berkaitan dengan peningkatan hiper-reaktivitas saluran nafas, atau terlibat dalam fatogenesis asma atau PPOK (Penyakit pulmonari obstruktif kronis). Pada umumnya perubahan ini bersifat sementara dan akan kembali normal jika infeksi sembuh (Widysanto, A., & Mathew, G., 2018)

Serangan bronkitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari serangan bronkitis akut pada infeksi saluran nafas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkitis kronis jika pasien mengalami

(9)

batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih 3 bulan dalam 1 tahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut (Keir, H. R., &

Chalmers, J. D. 2021)

Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar sinar agen infeksi maupun nonifeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon inflasi yang akan menyebabkan fase dilatasi, kongesi, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti enfisema, bronkitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan alveoli.

Dalam keadaan bronkitis aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan. Pasien dengan bronkitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus, pada bronkus besar sehingga meningkatkan produksi mukus

2. Mukus lebih kental

3. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme pembersihan mukus

Pada keadaan normal, paru-paru memilki kemampuan yang disebut

“ mucocilliary defence “, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkitis akut, sistem mucociliallry defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mdah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi ini juga menyebabkan dinding

(10)

dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara

besar. Bronkitis kronik mula-mula hanya mempengaruhi bronkus besar, namun lambat laun akan mempengaruhi seluruh saluran nafas. (Zhang at al, 2018)

2.7. Tatalaksana Terapi Bronkitis 2.7.1. Algortima Bronkitis Akut

(11)

Referensi: Mount Carmel Health Partners, 2017. Acute Bronchitis Clinical Guideline.

2.7.2. Algoritma Bronkitis Kronis

Referensi: Schwinghammer, T. L., DiPiro, J. T., Ellingrod, V. L., & DiPiro, C. V.

(Eds.). 2021. Pharmacotherapy handbook. McGraw-Hill.

2.8.Terapi Non-Farmakologi Bronkitis

a. Mengurangi Kebiasaan Merokok dan Hindari Polusi (Asap rokok dan poliutan dari kendaraan)

Terapi Non Farmakologi Penyakit Bronkitis yang pertama adalah mengurangi kebiasaan buruk yang menjadi pemicu peradangan pada tenggorokan seperti merokok. Karena dalam rokok terkandung bahan kimia salah satunya nikotin yang bisa membuat tenggorokan menjadi iritasi sehingga menimbulkan peradangan tenggorokan. Berhenti merokok meningkatkan fungsi mukosiliar (mekanisme pertahanan bawaan utama paru-paru. Komponen fungsionalnya adalah lapisan pelindung mukosa, lapisan cairan permukaan saluran napas, dan silia pada permukaan sel

(12)

goblet pada epitel saluran napas). Berhenti merokok juga terbukti mengurangi cedera saluran napas yang mengakibatkan penurunan kadar lendir yang terkelupas di sel trakeobronkial.

b. Menjaga Pola Makan

Makanan yang masuk dalam tubuh akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang, karena dari makanan tubuh mendapatkan nutrisi yang lebih. Dengan menjaga pola makan sehat maka akan sangat baik terutama bagi penderita penyakit bronkitis. Maka dari itu jaga pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah dan sayur yang kaya akan nutrisi. Hindari konsumsi makanan berlemak atau berminyak karena akan menimbulkan penyakit bronkitis semakin parah. bisa menyebabkan produksi lendir yang lebih banyak dalam saluran pernapasan dan memperparah inflamasi

c. Memperbanyak Minum Air Putih

Untuk mengurangi rasa sakit akibat peradangan pada tenggorokan bisa dengan memperbanyak konsumsi air putih atau air mineral, karena air putih bersifat sebagai pendingin pada tenggorokan sehingga bisa mengurangi rasa sakit pada tenggorokan akibat penyakit bronkitis. Minum air juga akan membantu menjaga kelembaban di saluran pernapasan, yang dapat membantu melunakkan lendir dan memudahkannya dikeluarkan dari paru-paru.

d. Rutin Berolahraga

Terapi Non Farmakologi Penyakit Bronkitis yang terakhir adalah berolahraga, mungkin akan sangat sulit bagi pasien yang mengalami penyakit bronkitis ini untuk melakukan olahraga karena akan menimbulkan sesak napas, namun olahraga ini sangat penting untuk proses penyembuhan penyakit bronkitis, solusi yang tepat adalah dengan olahraga ringan seperti yoga, senam lantai, berjalan-jalan dan masih banyak lagi, lakukan pada pagi hari karena udaranya lebih sejuk dan segar.

(13)

Yoga dan jalan kaki membantu meningkatkan sirkulasi darah dan mempercepat pemulihan.

E. Fisioterapi dada

Fisioterapi dada sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu.

Maka tujuan fisioterapi pada penyakit paru adalah untuk memelihara dan mengembalikan fungsi pernapasan dan membantu mengeluarkan sekret dari bronkus untuk mencegah penumpukan sekret dalam bronkus, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret sehingga dapat memperlancar jalan napas. yaitu dengan postural drainase (membaringkan klien dalam posisi yang sesuai dengan segmen paru yang tersumbat) bertujuan untuk membantu mengalirkan pengeluaran sekresi dengan cara memposisikan klien berlawanan dengan letak segmen paru yang ada sumbatannya selama 5 menit, perkusi dada (tepukan atau energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru) bertujuan untuk melepaskan atau melonggarkan sekret yang tertahan dengan cara menghimpitkan 3 jari kemudian ditepukkan ke segmen paru yang tersumbat dengan melakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara bergantian dengan cepat selama 2 menit, vibrasi (melakukan kompresi dada menggetarkan sekret ke jalan nafas) dilakukan bersamaan dengan batuk efektif bertujuan untuk mendorong agar sekret mudah keluar dengan cara menginstruksikan klien untuk bernafas dalam dengan lambat melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut dengan bibir membentuk huruf ‘o’ kemudian di getarkan dengan cepat (getaran tersebut dapat membantu paru-paru melepaskan mukus hal ini dilakukan selama 5 kali berakhir dengan batuk efektif dengan cara melakukan nafas dalam sebanyak 3 kali kemudian menahan nafas 3 hitungan kemudian dibatukkan. Fisioterapi dada memberikan manfaat dalam meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas yang meliputi frekuensi pernafasan dan irama pernafasan dalam batas normal , pasien mampu mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas tambahan, dan

(14)

2.9.Terapi Farmakologi 2.9.1. Simtomatik

Mekanisme kerja obat simtomatik adalah dengan menghambat atau mengurangi gejala yang timbul dari penyakit, sehingga pasien merasa lebih nyaman dan tidak mengalami gejala yang tidak menyenangkan. Obat simtomatik tidak mengobati penyebab penyakit, tetapi hanya mengatasi gejala yang timbul. Terapi simtomatik seperti analgesik dan antipiretik dapat digunakan untuk mengatasi pegal, demam, atau sakit kepala. Contoh obat yang digunakan adalah aspirin, parasetamol, dan ibuprofen. Obat- obat tersebut dapat digunakan sesuai kondisi dan keperluan pasien (Ambarwati, 2016).

2.9.2. Ekspektoran

Guaifenesin adalah ekspektoran yang sering digunakan. Obat ini bekerja dengan merangsang sekresi saluran pernapasan, sehingga meningkatkan volume cairan di saluran pernapasan dan mengurangi viskositas lendir. Pada satu studi, dilaporkan bahwa guaifenesin mengurangi frekuensi dan intensitas batuk hingga 75% setelah 72 jam, dibandingkan dengan 31% pada kelompok plasebo. Selain itu, juga ditemukan pengurangan kekentalan sputum (96% pada kelompok guaifenesin vs. 54% pada kelompok plasebo; P = 0,001). Guaifenesin biasanya tersedia dalam berbagai dosis. Dosis umum untuk dewasa adalah 200-400 mg setiap 4 jam sesuai kebutuhan, atau 600-1200 mg setiap 12 jam untuk formulasi yang memiliki efek pelepasan lambat.

2.9.3. Mukolitik

Mukolitik dapat meningkatkan pengeluaran sekresi saluran napas.

Mekanisme kerja agen mukolitik adalah meningkatkan pengeluaran sekresi, mengurangi viskositas sekresi, dan meningkatkan aktivitas silia.

Mukolitik mungkin mengurangi jumlah eksaserbasi pada orang dengan bronkitis kronis atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dalam jumlah kecil, dan tidak tampak terkait dengan peningkatan kejadian buruk. Karena mengurangi eksaserbasi tampaknya menjadi manfaat utama, mukolitik bisa dianggap sebagai pilihan pertama bagi pasien yang sering mengalami

(15)

eksaserbasi dan tidak dapat menggunakan terapi lain seperti kortikosteroid inhalasi atau bronkodilator kerja panjang, yang memiliki bukti efektivitas yang lebih kuat. Atau, mukolitik bisa dipertimbangkan sebagai pengobatan tambahan setelah semua terapi lain untuk mengurangi eksaserbasi sudah dicoba (Poole, et al 2019). Pilihan obat mukolitik yang dapat diberikan antara lain: N-acetylcysteine 200 mg setiap 8-12 jam per oral atau 600 mg/24 jam per oral, Bromhexine 8-16 mg/8 jam per oral, Ambroxol 60- 120 mg per oral dalam 2-3 dosis terbagi atau 30 mg/8-12 jam per oral.

2.9.4. Antitusif

Antitusif bekerja dengan mengurangi refleks batuk dan terbagi menjadi dua jenis: yang bekerja di pusat (seperti opioid) dan yang bekerja di tepi. Dextromethorphan adalah derivatif sintetis non-opioid dari morfin yang bekerja di otak untuk mengurangi batuk. Terapi antitusif diindikasikan jika batuk menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan jika menekan mekanisme perlindungan tubuh untuk membersihkan saluran napas tidak akan memperlambat penyembuhan. Studi telah melaporkan tingkat keberhasilan yang berkisar antara 68 hingga 98 persen.

Antitusif non-spesifik, seperti hidrokodon (misalnya, Hycodan), dextromethorphan (misalnya, Delsym), kodein (misalnya, Robitussin A-C), karbetapentan (misalnya, Rynatuss), dan benzonatate (misalnya, Tessalon), hanya menekan batuk. Tiga studi dengan plasebo menunjukkan bahwa dosis 30 mg dextromethorphan dapat mengurangi jumlah batuk antara 19% hingga 36%, atau sekitar delapan hingga sepuluh kali lebih sedikit batuk setiap 30 menit. Benzonatate adalah antitusif yang bekerja di tepi, diduga menekan batuk dengan memberi efek anestesi pada reseptor peregangan di saluran pernapasan. (Kinkade and Long, 2016)

2.9.5. Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan merelaksasi otot pernafasan dan melebarkan jalan nafas (bronkus).

 β-2 agonist

β-2 agonist merupakan obat yang sangat umum diresepkan dalam

(16)

Terdapat dua kelompok yaitu short acting dan long acting. Beta 2 agonis bekerja dengan cara mengikat beta 2 adrenergic receptor (Beta 2 AR) (Sutrisna, 2014). Short acting β-2 agonist (SABA) digunakan untuk meredakan dengan cepat keluhan bronkospasme, wheezing dan obstruksi aliran udara. SABA berikatan dengan reseptor adrenergik β2 yang berada pada membran plasma sel otot polos, epitel, endotel, dan jenis sel saluran nafas lainnya. Ikatan ini menyebabkan stimulasi protein G untuk mengaktivasi adenylate cyclase converting adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP), sehingga terjadi penurunan pelepasan kalsium dan perubahan membran potensial yang menyebabkan relaksasi otot polos. Contoh obat yang biasanya digunakan adalah albuterol dan salbutamol sediaan inhaler untuk mengobati bronkitis akut. Sedangkan Long acting β-2 agonist (LABA) digunakan untuk terapi pemeliharaan untuk memperbaiki fungsi paru dan mengurangi gejala dan risiko terjadinya serangan. LABA mempunyai mekanisme yang sama, namun memiliki durasi kerja yang lebih panjang. Hal ini berkaitan dengan ikatan obat dengan reseptor yang dapat berlangsung lebih lama. Contoh obatnya adalah salmaterol dan formoterol (Schwinghammer et al., 2021).

 Antikolinergik

Bronkodilator antikolinergik adalah golongan obat yang digunakan untuk mengobati kondisi paru obstruktif seperti asma dan bronkitis kronis.

Mekanisme kerjanya adalah dengan menargetkan reseptor beta-2, yaitu reseptor berpasangan protein G, di saluran udara paru-paru. Ketika reseptor beta-2 diaktifkan, otot polos saluran udara menjadi rileks. Dengan kata lain, membantu membuka saluran udara di paru-paru, sehingga meningkatkan pertukaran gas dan memudahkan pasien bernapas. Salah satu contoh obat dari golongan bronkodilator antikolinergik yang digunakan untuk pengobatan bronkitis adalah ipratropium bromide (Lestariningsih, 2018).

2.9.6. Antibiotik

Terapi antibiotika pada bronkitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai

(17)

adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H.

influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika disarankan. Lama terapi 5-14 hari sedangkan untuk bronkitis kronik optimalnya selama 14 hari (Kharis et al., 2018). Adapun antibiotik yang digunakan untuk bronkitis akut adalah amoksisilin, ampisilin, dan eritromisin. Dosis amoksisilin untuk dewasa : 250-500mg tiap 8 jam (infeksi berat/berulang 3gram tiap 12 jam) sedangkan untuk anak <10 th : 125-250mg tiap 8 jam (infeksi berat dpt diberikan 2x lebih tinggi), dosis ampisilin untuk dewasa 0,25 – 1 gram tiap 6 jam diberikan 30 menit sebelum makan sedangkan untuk anak <10 th : ½ dosis dewasa, dan untuk dosis eritromisin yaitu dewasa & anak > 8 th : 250- 500mg tiap 6 jam (4x sehari) atau 0,5-1 gram tiap 12 jam (infeksi berat dpt dinaikkan sampai 4 gram per hari), anak 0-2th : 125mg tiap 6 jam, anak 2-8th : 250mg tiap 6 jam (infeksi berat dapat digandakan) (Ambarwati, 2016).

(18)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bronkhitis merupakan peradangan atau iritasi yang terjadi pada saluran utama pernafasan atau bronkus.Penyakit bronkhitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bronkithis kronis dan bronkhitis akut.

Penyakit ini ditandai dengan Demam, Batuk, Terdapat suara tambahan, Wheezing, Produksi sputum meningkat serta sulit bernafas. Penyebab dari bronkhitis adalah virus namun dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur. Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh perubahan cuaca, alergi, polusi udara, merokok dan infeksi saluran nafas atas kronik. Pengobatan dari bronkitis dapat dilakukan dengan terapi non- farmakologi seperti berhenti merokok, hindari polusi, minum air putih yang banyak, makanan yang seehat, olahraga ringan dan fisioterapi dada. Bisa juga dengan terapi farmakologi dengan menggunakan obat dari golongan Simtomatik, Ekspektoran, Mukolitik, Antitusif dan Bronkodilator

3.2. Saran

Kesehatan sangat penting dalam kehidupan kita, maka sudah selayaknya kita menjaga kesehatan tubuh kita dari kerusakan dan penyakit.

Dasar untuk mecegahnya yaitu mengurangi dari penggunaan rokok yang merupakan sumber utama radikal bebas dalam tubuh, menghindari polusi juga menjaga pola hidup tetap sehat. Menghentikan kebiasaan merokok dapat mengurangi resiko terjadinya bronkitis kronis.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alifariki, L. O. (2019). Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari.Jurnal Ilmu Kesehatan,8(1), 1-9.

Ambarwati, N. W. 2016. Studi Rasionalitas Peresepan pada Pasien Bronkitis Rawat Jalan Berdasarkan Ketepatan Dosis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten Karanganyar Tahun 2015.

Ambarwati,R.D dan Susanti.2022.Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pasa Pasien Bronkhitis Dengan Fisioterapi Dada di Ruang Edelweis Atas RSUD Kardinah Kota Tegal. Jurnal Informasi Penelitian. 3(3):5507-5514 Haryono,R dan Ikawati,S.C.2020. Metode Pengeluaran Sputum Dengan Quake Devide Training dan Autogenic Dalam Mengatasi Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Bronkitis. Prosding Keperawatan dan Farmasi. 2(2): 36-43

Keir, H. R., & Chalmers, J. D. (2021, August). Pathophysiology of bronchiectasis.

In Seminars in respiratory and critical care medicine (Vol. 42, No. 04, pp. 499- 512). Thieme Medical Publishers, Inc..

Kharis, V. A., Desnita, R., & IH, H. 2017. Evaluasi Kesesuaian Dosis pada Pasien Pediatri Bronkitis Akut di Rumah Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya.

Pharmaceutical Sciences and Research, 4(2), 1.

Kinkade, S. and Long, N. A. 2016. Acute bronchitis. American Family Physician, 94(7), pp.560-565.

Lestariningsih, D. 2018. GAMBARAN PELAYANAN INFORMASI OBAT RESEP SALBUTAMOL SEBAGAI OBAT ASMA DI APOTEK WILAYAH TEMANGGUNG TAHUN 2018 (Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).

Magfiroh., Dwirahayu Y., Mashudi S.2021. Studi Literature: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Bronkitis Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif. Health Sciences Journal. Vol 5 (1), 35-43.

Mount Carmel Health Partners, 2017. Acute Bronchitis Clinical Guideline.

(20)

Ningrum ,H,W. 2019. PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA PASIEN BRONKITIS USIA PRA SEKOLAH. Media Publikasi Penelitian

Palindangan,R dan Kondo,R.S.2023. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Bronkitis Diruangan Bernadeth II Rumah Sakit Stella Maris Makasar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stela Maris Makasar [Karya Imliah Akhir]

Poole, P., Sathananthan, K., Fortescue, R. 2019. Mucolytic agents versus placebo for chronic bronchitis or chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database of Systematic Reviews 2019, Issue 5. Art. No.: CD001287. DOI:

10.1002/14651858.CD001287.pub6.

Riyadi, A. (2018). Hubunganmerokok Dan Paparan Polusi Dengan Kejadian

Bronkitis. Jurnal Media Kesehatan, 9(2), 134–138.

https://doi.org/10.33088/jmk.v9i2.304

Schwinghammer, T. L., DiPiro, J. T., Ellingrod, V. L., & DiPiro, C. V. (Eds.).

(2021). Pharmacotherapy handbook. McGraw-Hill.

Singh A, Avula A, Zahn E. Acute Bronchitis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2023, PMID: 28846312.

Sutrisna, E. M. 2014. FARMAKOGENETIK PENGOBATAN BETA 2 AGONIST DAN STEROID PADA PENDERITAASMA. Biomedika, 6(2).

Widysanto, A., & Mathew, G. (2018). Chronic bronchitis.

Zhang, J., Wurzel, D. F., Perret, J. L., Lodge, C. J., Walters, E. H., & Dharmage, S.

C. (2024). Chronic Bronchitis in Children and Adults: Definitions, Pathophysiology, Prevalence, Risk Factors, and Consequences. Journal of Clinical Medicine,13(8), 2413.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi hernia nukleus pulposus (HNP) dengan modalitas terapi latihan dapat mengurangi nyeri, dan meningkatkan lingkup gerak

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mengambil judul “PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI DOWN SYNDROME DI YPAC SURAKARTA” yang disusun untuk

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES SINISTRA di RS..

Tujuan: untuk mengetahui tentang manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Hemiplegi Post Stroke Akut Non Haemoregik dengan modalitas terapi latihan berupa Sweap

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST SECTIO CAESAREA DI RS PKU MUHAMMADYAH YOGYAKARTA ” telah disetujui dan disahkan

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN UNTUK ANAK DEVELOPMENTAL DELAY DI GRIYA FISIO.. BUNDA NOVY YOGYAKARTA” Program Studi Fisioterapi

Berdasarkan masalah yang timbul pada pasien stroke haemoragik stadium. recovery, penulis ingin mengetahui manfaat penatalaksanaan terapi

Untuk mendapatkan gambaran manfaat infra red dan chest therapy dalam pengeluaran dahak/ sputum, mengurangi sesak nafas, pada penderita bronkitis akut... Tujuan Khusus.. 1) Untuk