• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENDAHULUAN - Repository UNISBA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesia merupakan salah satu dari sekian negara penghasil buah-buahan tropis.

Salah satu buah-buahan tropis adalah pisang. Pisang memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa buah-buahan lain. Dimana pisang merupakan jenis buah yang sering dikonsumsi dan digunakan masyarakat untuk pengobatan secara empiris yaitu sebagai anti anemia (Thaib, 2011).

Kekurangan gizi masih dialami oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Misalnya, kekurangan zat besi (Fe) yang dapat menyebabkan kadar hemoglobin berkurang.

Menurut Hoffbrand et al. (2005), anemia didefinisikan sebagai keadaan kuantitas dan kualitas darah tidak normal yang ditunjukan oleh ukuran atau jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin dalam darah berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

pada tahun 2006 di seluruh dunia frekuensi terjadinya anemia dalam kehamilan dapat dikatakan cukup tinggi, berkisar antara 20-29%. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia, maka dapat dipahami bahwa frekuensi angka terjadinya anemia di negara-negara berkembang lebih tinggi jika dibandingkan dengan di negara-negara maju. Pada tahun 2006 kematian ibu yang menderita anemia sebesar 70%, sedangkan yang tidak menderita anemia sebesar 19,7%. Kejadian anemia di Indonesia juga

(2)

2

menunjukkan angka yang cukup tinggi, hal ini terbukti dengan didapatkannya 63,5% ibu hamil menderita anemia. Di Propinsi Jawa Barat menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat pada tahun 2009 prevalensi anemia sebesar 41%

dari jumlah peserta ibu hamil yang melakukan tes darah sebanyak 7.439. Adapun AKI di Jawa Barat akibat anemia pada tahun 2009 sebesar 97,8 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2006).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah jus buah pisang ambon (Musa paradisiaca L.) yang diujikan terhadap mencit Swiss Webster jantan memiliki efek anti anemia.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek anti anemia dari buah pisang ambon (Musa paradisiaca L.) terhadap mencit Swiss Webster jantan berdasarkan parameter jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematokrit.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi, meningkatkan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia dan memberikan data secara ilmiah dalam mengobati anemia.

(3)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) 1.1.1. Klasifikasi Tumbuhan dan Nama Daerah

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida (Monocots) Anak Kelas : Zingiberidae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa (Cronquist, 1981:XVI-XVIII).

Jenis : Musa (AAA group, Cavendish subgroup) ‘Pisang Ambon Lumut ‘ ( Espino et al, 1992:228).

Nama Daerah : Pisang ambon lumut dikenal dengan nama pisang ambon lumut (Indonesia, Malaysia), cau, gedang (Jawa), galuh, gaol, pusi (Sumatera), harias, peti (Kalimantan), tagin, see, pepe, uti (Sulawesi), Nando, pipi, mayu (Irian), banana, pidgin (Papua New Guinea), saging (Filipina), kluai (Thailand), ChuOi (Vietnam) (Dalimarta, 2007:25 dan Espino et al 1992:225).

(4)

4

1.1.2. Deskripsi Tumbuhan

Pisang merupakan tumbuhan monokotil dan herba perennial yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bongol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bongol inilah biasa tumbuh tanaman baru. Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah. Daun yang paling muda terbentuk dibagian tengah tanaman, keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara perlahan membuka.

Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, memiliki tangkai yang panjang berkisar 30-40 cm, lebar 30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penompang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau. Pisang mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang (daun pelindung bunga atau daun penutup bunga) berwarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ketanah jika bunga telah membuka, bunga betina akan berkembang secara normal, sedangkan bunga jantan yang berada diujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang (Prasetyono, 2012:119 dan Cahyono, 2009:14-20). Setiap bunga tersebut memiliki ovarium inverior, 3 karpel bersatu, 5 segmen periantum dan 1 segmen bebas, stigma 3 lobed, staminoda (stamen yang steril) 5, benang sari 5. Buahnya berbentuk baka (Espino et all, 1992:228). Buah pisang ambon lumut ketika matang berwarna hijau, kalau terlalu matang kulinya agak kekuningan dengan bercak-bercak coklat. Tiap tandan terdiri dari 7-12 sisir dengan berat 15-18 kg. tiap sisir pisang berisi 20 buah. Buahnya lurus, panjang

(5)

15-17 cm, berdiameter 4,2 cm. Kulit buah agak tebal, daging buah berwarna kuning agak putih, tidak berbiji, rasanya manis, dan aromanya kuat (Trubus, 1997:5).

1.1.3 Kandungan Kimia

Pisang ambon memiliki banyak kandungan gizi seperti karbohidrat vitamin, dan mineral. Pisang ambon kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Zat besi tersebut dapat membantu untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin dalam darah (Effendi, 2009).

1.1.4 Penggunaan Empiris

Pisang ambon ini digunakan sebagai obat tradisional yang dikenal khasiatnya dapat membuat kulit tampak lebih putih. Secara empiris, pisang ambon berkhasiat untuk mencegah penyakit jantung, menurunkan tekanan darah tinggi, mengobati penderita usus dan lever serta dengan konsumsi pisang ambon juga sangat baik untuk ibu hamil, karena kandungan asam folat yang terdapat pada pisang ambon mudah diserap melalui janin, serta baik di konsumsi oleh penderita diabetes. Namun dengan porsi yang sesuai dan tidak berlebihan. Selain itu juga berkhasiat untuk penambah darah bagi penderita anemia. Dimana didalam buah pisang terdapat zat besi yang cukup tinggi, sehingga dengan mengkonsumsi buah pisang akan membantu merangsang produksi hemoglobin di dalam darah (Effendi, 2009).

(6)

6

1.2 Patofisiologi Anemia 1.2.1. Klasifikasi anemia

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena pembentukan sel-sel darah merah terganggu akibat kadar zat besi dalam darah berkurang. Kekurangan zat besi yang semakin berat akan menyebabkan semakin berat anemia yang diderita. (Wirakusumah, 1998). Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding dengan defisiensi zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B.12, protein, vitamin dan trance elements lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari anemia gizi zat besi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : kandungan zat besi dalam makanan sehari-hari yang kurang, penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan parasit didalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, diare, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi. Upaya- upaya yang dilakukan untuk menanggulangi anemia gizi antara lain: pemberian preparat zat besi dalam rangka penanggulangan jangka pendek dan menengah, meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber zat besi, penggunaan bahan makanan yang telah difortifikasi dan penanggulangan parasit cacing tambang dan penyakit infeksi (Wirakusumah, 1998).

Anemia pernisiosa disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin B12 yang masuk melalui makanan dari saluran cerna. Vitamin B12 penting untuk pembentukan dan pematangan normal sumber daya manusia (SDM).

Vitamin ini banyak terdapat di berbagai makanan. Masalahnya adalah defisiensi

(7)

faktor intrinsik, suatu bahan khusus yang di sekresikan oleh lapisan dalam lambung. Vitamin B 12 dapat di serap dari saluran usus hanya jika nutrient ini terikat ke faktor intrinsik. Jika terjadi defisiensi faktor intrinsik maka vitamin B12

yang di makan tidak banyak yang terserap. Gangguan produksi dan pematangan SDM yang terjadi menyebakan anemia (Sherwood, 2012).

Anemia aplastik di sebabkan oleh kegagalan sumsum tulang menghasilkan cukup SDM. Meskipun semua bahan yang di butuhkan untuk eritropoises tersedia.

Berkurangnya kemampuan eritropoises dapat di sebabkan oleh destruksi sumsum tulang merah oleh bahan kimia toksik (misalnya benzena), pajanan berlebihan terhadap radiasi (contoh : jatuhan dari ledakan bom nuklir atau pajanan berlebihan ke sinar-X) invasi sumsum tulang oleh sel kanker atau kemoterapi untuk kanker.

Proses destruktif dapat secara selektif mengurangi produksi eritrosit sumsum tulang atau mungkin juga menurunkan kemampuan sumsum menghasilkan leukosit dan trombosit. Keparahan anemia bergantung pada luas kerusakan jaringan eritropoietik kerusakan yang luas dapat mematikian (Sherwood, 2012).

Anemia ginjal dapat terjadi akibat penyakit ginjal. Karena eritropoietin dari ginjal adalah rangsangan utama yang mendorong eritropoiesis, maka kurang adekuatnya sekresi eritropoietin oleh ginjal yang sakit menyebabkan berkurangnya produksi SDM (Sherwood, 2012).

Anemia perdarahan disebabkan oleh keluarnya banyak darah. Kehilangan banyak darah dapat bersifat akut, misalnya karena perdarahan luka atau kronik, misalnya darah haid yang berlebihan (Sherwood, 2012).

(8)

8

Anemia hemolitik disebabkan oleh pecahnya eritrosit dalam darah yang berlebihan. Hemolisis atau rupture SDM terjadi karena sel yang sebenarnya normal dipicu untuk pecah oleh faktor eksternal seperti pada invasi SDM oleh parasit malaria atau karena sel tersebut memang cacat, seperti pada penyakit sel sabit. Penyakit sel sabit adalah contoh paling dikenal diantara berbagai kelainan herediter eritrosit yang menyebabkan sel-sel ini sangat rapuh. Pada keadaan ini terbentuk hemoglobin cacat yang menyatu untuk membentuk rantai kaku yang menyebabkan SDM tidak lentur dan berbentuk tak alami, seperti bulan sabit.

Tidak seperti eritrosit normal, SDM cacat ini cenderung membentuk gumpalan yang kemudian menyumbat aliran darah melalui pembuluh-pembuluh halus sehingga timbul nyeri dan kerusakan jaringan. Selain itu eritrosit cacat tersebut rapuh dan mudah pecah, bahkan sebagai sel muda, sewaktu mengalir melalui kapiler limpa yang sempit. Meskipun eritropoiesis mengalami percepatan oleh kerusakan konstan SDM namun produksi ini mungkin tidak mampu mengimbangi laju destruksi sehingga dapat terjadi anemia (Sherwood, 2012).

1.2.2 Tanda dan Gejala Anemia

Tanda dan gejala anemia meliputi pusing, mudah berkunang-kunang, lesu, aktivitas kurang, rasa mengantuk, susah konsentrasi, cepat lelah, prestasi kerja fisik/pikiran menurun, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, iritabilitas dan anoreksia, takikardia, murmur sistolik, letargi, kebutuhan tidur meningkat, purpura, perdarahan. Selain itu terdapat pula gejala khas dari masing-masing anemia antara lain :

(9)

1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi

2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut merongkol/makin buncit pada anemia Hemolitik.

3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan (Brunner dan Suddart, 2001).

1.3 Fisiologi sel darah merah, Hemoglobin dan Hematokrit

Sel darah merah merupakan bagian utama dari darah. Sel darah merah berperan penting dalam mentransport oksigen dan nutrient yang diperlukan oleh sel-sel tubuh (Tortora and Derrickson, 2006). Kadar normal dari sel darah merah untuk laki-laki adalah 4,5-5,5 juta/µL dan untuk perempuan 4,0-5,0 juta/µL (Sherwood, 2012).

Hemoglobin adalah protein kompleks yang terdiri atas protein, globin, dan pigmen hem yang mengandung zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen yang kaya akan zat besi dalam sel darah merah, dan oksigen dibawa dari paru-paru kedalam jaringan (Tambayong, 2001). Hemoglobin merupakan salah satu bagian dari darah dan hemoglobin memiliki peranan penting dalam pembentukan sel darah merah (Tambayong, 2001).

Menurut Almatsier (2001), sebagian besi berada didalam hemoglobin, yaitu molekul protein mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobulin didalam otot. Menurunnya kadar zat besi dalam darah akan mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan akan zat besi untuk mempertahankan masa eritrosit dan

(10)

10

akan mengakibatkan konsentrasi hemoglobin akan menjadi rendah (Jones &

Wickramasinghe,1994). Kadar normal dari hemoglobin untuk laki-laki adalah 13,0-16,0 g/dL dan untuk perempuan 12,0-14,0 g/dL (Sherwood, 2012).

Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (Pusdik, 1989). Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui nilai eritrosit rata- rata dan untuk mengetahui ada tidaknya anemia. Nilai normal hematokrit disebut dengan persen, nilai untuk pria 40-48 vol % dan untuk wanita 37-43 vol %.

Penetapan hematokrit dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik ± 2% (pusdik, 1989).

Perhitungan hematokrit dilakukan dengan mengukur perbandingan tinggi antara darah (sel darah dan plasma) dengan sel darah. Atau dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat pengukur hematokrit (Tortora and Derrickson, 2006).

1.4 Fisiologi Natrium Nitrit (NaNO2)

Nitrit merupakan zat pengoksidasi yang lebih kompeten dari pada nitrat dalam memproduksi methemoglobin. Toksisitas utama nitrat adalah methemoglobinemia. Methemoglobinemia ditandai dengan oksidasi besi (HbFe2+) besi dalam hemoglobin dengan besi (HbFe3+). Methemoglobin tidak dapat mengikat oksigen dan akibatnya, transportasi oksigen terganggu, mengakibatkan sianosis yang tidak responsif terhadap terapi oksigen. Sebagai hasil dari reaksi oksidasi ini, darah akan memiliki penampilan yang "kecoklatan", yang memiliki karakteristik khas untuk methemoglobinemia (Gossel and Bricker, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Andrea Westby Article 100300 Download PDF Article preview Research article Full text access Collaborative competencies in public health center in Indonesia: An explorative study

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur transmitansi dan absorbansi karbon monoksida dari asap rokok konvensional dan rokok elektrik terhadap jenis masker yang beredar di pasaran