PENDEKATAN STUDI ISLAM: MACAM-MACAM PENDEKATAN DILENGKAPI DENGAN KONSEP INTEGRASI-INTERKONEKSI
Arrum Shofiyati
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected],
Imam Machali
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected]
Sedya Santosa
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected]
Abstrak
Artikel ini mendiskusikan tentang macam-macam model pendekatan studi Islam dari berbagai sudut pandang Ilmu, beserta konsep integrasi-interkoneksi. Pengkajian Islam dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan adalah salah satu upaya untuk menghindari redupnya eksistensi ilmu-ilmu Islam seiring dengan perkembangan zaman. Hadirnya artikel ini bertujuan untuk: (1) mengetahui macam-macam pendekatan dalam studi Islam; dan (2) mengetahui konsep integrasi-interkoneksi beserta implementasinya. Riset ini mennggunakan metode penelitian studi pustaka dengan mengumpulkan informasi terkait pendekatan studi Islam serta konsep integrasi-interkoneksi dari berbagai artikel jurnal, kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif interaktif Miles & Huberman. Hasil penelitian diantaranya: (1) terdapat sembilan contoh pendekatan dalam studi Islam dengan masing- masing karakteristik keilmuan yang berbeda; dan (2) munculnya konsep integrasi- interkoneksi sebagai upaya untuk tidak melakukan pemisahan (dikotomi) antara ilmu umum dan ilmu agama. Konsep ini masih terus dikembangkan dan disempurnakan. Sementara beberapa kendala pengembangan dari integrasi-interkoneksi adalah karena minimnya sumber daya manusia serta realitas yang kurang mendukung upaya integrasi-interkoneksi ini. Ilmu agama dan umum memang tidak didesain untuk digabungkan atau dihubungkan, sehingga upaya untuk menggabungkan dan menghubungkan keduanya menjadi hal yang sangat membutuhkan inovasi serta kreasi.
Kata Kunci: Pendekatan, Studi Islam, Integrasi-interkoneksi
Abstract
This article discusses various models of approaches to Islamic studies from various scientific perspectives, along with the concepts of integration-interconnection. Islamic studies from various scientific perspectives is one of the efforts to avoid the dimming of the existence of Islamic sciences along with the times. The purpose of this article is to: (1) Vol. 16 No. 2 (July – December 2024)
Available at: https://jurnalannur.ac.id/index.php/An-Nur
find out various approaches to Islamic studies; and (2) know the concept of integration- interconnection and its implementation. This research method is literature study by collecting information related to the approach to Islamic studies and the concept of integration-interconnection from various journal articles, then analyzed using Miles &
Huberman's interactive descriptive technique. The results of the research show that: (1) there are nine examples of approaches in Islamic studies with different scientific characteristics; and (2) the emergence of the concept of integration-interconnection which is an attempt not to carry out a dichotomy between general knowledge and religious knowledge. This concept is still being developed and perfected. Meanwhile, some of the obstacles to the development of integration-interconnection are due to the lack of human resources and the reality that does not support this integration-interconnection effort.
Religious knowledge and general science are not designed to be combined or connected, so efforts to combine and connect the two are things that really need innovation and creation.
Keywords: Approaches, Islamic Studies, Integration-Interconnection
A. Pendahuluan
Perkembangaan studi hukum Islam berlangsung secara dinamis. Berbagai respon atas tuntutan serta tantangan perkembangan zaman ditandai dengan kemunculan berbagai pemikiran dan gagasan baru dalam pengembangan hukum Islam.1 Agama Islam hadir untuk memberikan jaminan kesejahteraan pada manusia secara lahir maupun batin.
Al Quran dan Hadis merupakan sumber ajaran utama umat Islam, sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan. Islam mengajarkan banyak nilai-nilai penting seperti menjalani kehidupan secara dinamis dan progresif, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, memenuhi kebutuhan materi dan spiritual secara seimbang, bersikap terbuka, egaliter, menjaga silaturahmi dan persaudaraan, serta akhlak-akhlak mulia lainnya.2
Muh. Arkoun, M. Abid Al Jabiri, dan Hasan Hanafi adalah beberapa tokoh Islam kontemporer yang menyatakan adanya kegagalan umat Islam dalam memahami ajaran Islam secara asli dan menyeluruh. Umat Islam dinilai gagal dalam merespon berbagai dinamika dan perubahan kehidupan dengan bekal ajaran Islam yang telah diajarkan.
Diperlukan pengamalan agama yang menyeluruh, yakni pengamalan agama Islam secara lahir dan batin. Agama Islam menjadi landasan ibadah dan nilai-nilai ajaran yang
1 Ngainun Naim and Qomarul Huda, “Pendekatan Interdisipliner Dalam Studi Hukum Islam Perspektif M. Atho Mudzhar,” Al-Istinbath : Jurnal Hukum Islam 6, no. 1 (May 25, 2021): 41–56, https://doi.org/10.29240/jhi.v6i1.2253.
2 Ratu Vina Rohmatika, “Pendekatan Interdisipliner Dan Multidisipliner Dalam Studi Islam,” Al-Adyan:
Jurnal Studi Lintas Agama 14, no. 1 (June 30, 2019): 115–32, https://doi.org/10.24042/ajsla.v14i1.4681.
dijadikan pedoman kehidupan.3 Pandangan yang menganggap ilmu-ilmu non-keagamaan adalah ilmu yang tidak penting dipelajari, menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran keilmuan Islam.4
Dewasa ini, perkembangan pendekatan dalam memahami agama Islam semakin baik. Banyak pendekatan-pendekatan baru yang digunakan untuk memahami Islam, seperti pendekatan filosofis, pendekatan antropologis, dan lain-lain. Kajian Islam dalam berbagai perspektif menunjukkan bahwa ruang lingkup kajian Islam cukup luas dan berkembang dinamis. Respon hukum Islam atas setiap permasalahan adalah hal yang ditunggu di setiap waktu. Hukum Islam bertahan eksistensinya apabila mampu menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang muncul di tengah dinamisnya perkembangan zaman. Hal ini menjadi penting karena apabila hukum Islam kehilangan relevansinya dalam kebutuhan masyarakat, hanya menjadi fosil dan tidak terpakai lagi.5
Beberapa teknik pendekatan yang masih menarik banyak tokoh muslim diantaranya adalah pendekatan interdisipliner dan multidisipliner dalam kajian studi Islam.
Pendekatan interdisipliner didefiniskan sebagai cara pandang dalam menyelesaikan masalah dengan tinjauan berbagai sudut pandang/paradigma ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Sementara pendekatan multidisipliner adalah cara pandang dalam menyelesaikan masalah dengan tinjauan berbagai macam sudut pandang/paradigma ilmu meski tidak serumpun.6 Bagi Perguruan Tinggi Agama, pendekatan interdisipliner dan multidisipliner berfungsi sebagai bukti tanggung jawab atas proses pelaksanaan studi agama. Azyumardi Azra menyebutkan dua peran utama PTAI yakni sebagai social expectation dan academic expectation. Social expectation terkait dengan kemampuan PTAI dalam menjawab dan merespon masalah-masalah yang muncul seiring dengan berkembangnya zaman. Sementara academic expectation berkaitan dengan peran PTAI untuk menjadi sumber perkembangan ilmu pengetahuan keislaman.7
3 Rohmatika.
4 Siswanto Siswanto, “Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi-Interkoneksi Dalam Kajian Islam,”
Teosofi: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam 3, no. 2 (2013): 376–409, https://doi.org/10.15642/teosofi.2013.3.2.376-409.
5 Naim and Huda, “Pendekatan Interdisipliner Dalam Studi Hukum Islam Perspektif M. Atho Mudzhar.”
6 Rohmatika, “Pendekatan Interdisipliner Dan Multidisipliner Dalam Studi Islam.”
7 Fadhli Lukman, “Integrasi-Interkoneksi Dalam Studi Hadis Disertasi Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” Religia: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 19, no. 2 (2016): 1–11.
Dengan demikian, pendekatan-pendekatan studi Islam masih diperlukan agar ilmu- ilmu dan ajaran Islam tidak meredup eksistensinya. Selain itu, konsep integrasi- interkoneksi masih pada tahap pembentukan dan masih memerlukan banyak kajian untuk penyempurnaan, seperti yang diungkapkan Nasution dalam bukunya Pengantar Studi Islam.8 Untuk itu, melalui artikel ini peneliti menjelaskan macam-macam pendekatan dalam studi Islam beserta konsep integrasi-interkoneksi menurut beberapa tokoh. Diharapkan kajian ini dapat memperkaya literatur penelitian terkait pendekatan studi Islam serta turut mendiskusikan proses pengembangan konsep integrasi- interkoneksi.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan kajian pustaka. Data penelitian diperoleh dari berbagai jurnal, artikel online, serta buku yang relevan dengan permasalahan penelitian. Data dianalisis secara interaktif dan terus menerus sampai tidak ditemukan lagi informasi baru (data jenuh). Proses analisa data akan melalui proses reduksi, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Jumlah referensi yang terkumpul sebagai data pada penelitian ini sebanyak 25 referensi, mencakup artikel jurnal dan buku.
Pencarian jurnal dilakukan melalui database Google Scholar.
C. Hasil dan Pembahasan
Definisi dan Macam-macam Pendekatan Studi Islam
Studi Islam (islamic studies) adalah seluruh studi yang berkaitan dengan materi-materi keagamaan seperti: fikih, ulumul hadis, balagah, tafsir, dan lain-lain. Studi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yakni study, yang artinya belajar, mempelajari, atau mengkaji. Studi Islam diartikan sebagai upaya untuk memahami, mempelajari, dan mengkaji Islam secara ilmiah, baik dari aspek bahan materi/ajaran, pemahaman, serta pengamalan. Sementara asal kata Islam berasal dari bahasa Arab, yakni salima dan aslama.
Salima berarti selamat, tunduk, dan berserah. Aslama berarti kepatuhan, ketundukan, dan
8 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam: Dilengkapi Pendekatan Integratif-Interkonektif (Multidisipliner) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016).
berserah.9 Islam adalah agama yang menyampaikan ajaran-ajaran untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
Kajian Islam yang mahsyur dilakukan oleh dunia Barat sering disebut dengan Islamic Studies, yakni upaya mendasar untuk mengetahui, membahas, mengerti, dan memahami seluk beluk serta segala sesuatu tentang agama Islam secara sitematis. Cakupan bahasan Islamic studies adalah materi ajaran Islam secara global, sejarah Islam, serta praktek- praktek pelaksanaan ibadah atau amaliah agama dalam kehidupan sehari-hari.10 Sementara itu, pendekatan diartikan sebagai cara pandang, sikap ilmiah, atau persepsi seseorang untuk mendapatkan kebenaran ilmiah. Pendekatan adalah paradigma yang digunakan dalam memahami sebuah ilmu. Dengan demikian pendekatan studi Islam adalah paradigma yang digunakan untuk memahami agama Islam.11
Abdullah dalam bukunya menyebutkan enam perspektif untuk melakukan pendekatan dalam studi Islam, yakni: (1) perspektif historis; (2) perspektif sosiologi; (3) perspektif teologis; (4) perspektif sosial-budaya; (5) perspektif antropologi; dan (6) perspektif psikologi 12. Selain itu, perspektif lain yang digunakan untuk kajian studi Islam terdapat perspektif hermeunitik, perspektif filosofis, perspektif fenomenologi, dan perspektif hadis.
1. Pendekatan Historis
Kata historis diambil dari Bahasa Inggris history yang berarti sejarah. Sementara kata sejarah diambil dari Bahasa Arab yakni syajaratun yang berarti pohon. Telah banyak tokoh mendeskripsikan makna sejarah, seperti Sartono Kartodirdjo dalam Haryanto, mengartikan sejarah dalam dua pendekatan, yakni subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah rangkaian cerita yang dibangun peneliti, berisi fakta-fakta untuk menggambarkan sebuah gejala yang telah terjadi. Sementara secara objektif, sejarah adalah kejadian atau peristiwa yang telah terjadi dan tidak dapat terulang kembali.13
9 Suparlan Suparlan, “Metode Dan Pendekatan Dalam Kajian Islam,” FONDATIA : Jurnal Pendidikan Dasar 3, no. 1 (2019): 83–91.
10 Suparlan.
11 M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Amzah, 2006).
12 Abdullah.
13 Sri Haryanto, “Pendekatan Historis Dalam Studi Islam,” Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, n.d., 127–35.
Pendekatan historis adalah jenis pendekatan yang mempertimbangkan unsur tempat, waktu, objek, serta latar belakang suatu kejadian. Jenis pendekatan historis dibutuhkan untuk memahami kajian-kajian agama yang konkret dan berhubungan erat dengan kehidupan sosial masyarakat.14 Ciri-ciri pendekatan perspektif sejarah dalam studi hukum Islam adalah: (1) adanya kodifikasi aturan hukum; (2) adanya penerapan hukum terhadap peristiwa yang terjadi serta perubahan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan masyarakat; (3) adanya kelompok masyarakat yang mengikuti aturan dalam kodifikasi tersebut di masa lalu15.
Urgensi dilakukannya pendekatan historis dalam studi Islam berkaitan dengan ajaran Islam dibawa untuk seluruh manusia dalam kondisi sosial dan masyarakat yang berbeda- beda. Dengan pendekatan sejarah, seseorang akan mempertimbangkan keadaan atau kondisi yang terjadi ketika peristiwa berlangsung. Contoh dari pendekatan historis dalam memahami kajian Islam dapat dilakukan ketika memahami Al Quran. Dalam memahami Al Quran, pemahaman terkait sejarah turunnya ayat (asbabun nuzul) serta kejadian- kejadian yang beriringan dengan proses penurunan ayat juga perlu dipahami guna mendapatkan tafsiran ayat yang lengkap dan komprehensif.16
2. Pendekatan Sosiologis
Ilmu sosiologi adalah ilmu berkaitan tentang interkasi sosial dalam masyarakat. Ilmu ini akan mempelajari segala sesuatu tentang kemasyarakatan secara umum serta masyarakat dengan sifatnya. Ilmu sosiologi mempelajari struktur sosial, proses sosial, perubahan sosial, serta masalah sosial dalam masyarakat. Secara luas, bidang penelitian sosiologi bertujuan untuk meningkatkan penelitian terkait kebiasaan, ritual, pola organisasi, dan hukum-hukum dalam masyarakat.17 Kajian Islam tidak terlepas dari ilmu sosiologi mengingat banyaknya ayat-ayat Al Quran, hadis, atau ajaran Islam yang berkaitan dengan isu-isu sosial.18 Pendekatan sosiologi adalah cara memahami ilmu dari
14 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
15 Abjub Ishak, “Ciri-Ciri Pendekatan Sosiologi Dan Sejarah Dalam Mengkaji Hukum Islam,” Al-Mizan 9, no. 1 (2013): 63–76.
16 Abdullah, Studi Islam Kontemporer; Dede Ahmad Ghazali and Heri Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015).
17 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
18 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
aspek sosial.
Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Islam Alternatif menyebutkan lima alasan utama urgensi penggunaan sosiologi dalam kajian Islam, yakni: (1) bidang muamalah merupakan proporsi terbesar kedua dalam sumber hukum Islam; (2) kebolehan untuk memperpendek ibadah ketika bersamaan dengan urusan sosial yang penting; (3) ajaran yang menunjukkan bahwa ibadah yang bersifat kemasyarakatan mendapat pahala lebih besar daripada perorangan; (4) adanya ketentuan penggantian untuk ibadah yang batal/rusak dapat ditebus/diganti dengan kegiatan sosial; (5) realitas ajaran yang menunjukkan bahwa kebaikan dalam hal kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih baik dibandingkan dengan ibadah sunah. Pendekatan sosiologi penting untuk dilibatkan dalam kajian agama karena agama sendiri diajarkan untuk kepentingan sosial 19.
Ciri-ciri pendekatan sosiologi dalam kajian studi Islam diantaranya adalah: (1) menggunakan sumber normatif seperti dalil al-Quran dan hadis; (2) mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat untuk merumuskan hukum dari sumber-sumber normatif; (3) memperhatikan adanya dinamika perubahan sosial di masyarakat sejalan dengan perkembangan zaman.20 Contoh pendekatan studi Islam dari aspek sosial terdapat pada perisitiwa Nabi Yusuf yang mengalami perubahan profesi dari budak menjadi wakil raja.21 Pengangkatan Nabi Yusuf menjadi wakil raja dilakukan karena kecerdasan, luasnya pengetahuan, kesabaran, kejujuran, serta baiknya akhlak Nabi Yusuf. Berkat keterampilannya dalam membangun hubungan sosial dengan siapa pun, membuat Nabi Yusuf mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini pula yang kemudian mengangkat derajadnya dari budak menjadi wakil raja.
3. Pendekatan Teologis
Teologis berasal dari Bahasa Yunani, theo dan logos yang berarti Tuhan dan ilmu.
Teologi dapat diartikan sebagai studi probelmatika terkait Tuhan serta hubungan Tuhan dan realitas. Secara luas, teologi diartikan sebagai cabang filsafat yang berkaitan dengan masalah ketuhanan. Pendekatan teologis disebut juga dengan pendekatan tekstual atau
19 Abdullah, Studi Islam Kontemporer; Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner; Ishak, “Ciri-Ciri Pendekatan Sosiologi Dan Sejarah Dalam Mengkaji Hukum Islam.”
20 Ishak, “Ciri-Ciri Pendekatan Sosiologi Dan Sejarah Dalam Mengkaji Hukum Islam.”
21 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
kitab.22 Pendekatan ini berhubungan dengan ajara Tuhan yang murni serta belum tercampur dengan pemikiran manusia. Agama dianggap sebagai kebenaran yang ideal, mutlak, dan tidak mengandung keraguan.23
Pendekatan teologi akan mengacu pada agama tertentu. Seseorang yang memahami agama dengan pendekatan ini akan memiliki beberapa ciri khas, seperti: (1) loyalitas yang tinggi dengan kelompok sendiri; (2) komitmen yang kuat; (3) dedikasi yang tinggi; dan (4) pengamat bertindak sebagai pelaku dan menggunakan bahasa subjektif. Pendekatan teologis telah dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam terdahulu dalam memahami berbagai aliran teologi dalam Islam, misalnya teologi Khawarij, Muktajilah, Jabariyah, Qadariyah, dan Ahlus Sunnah. Dengan mengkaji dan memahami pandangan Islam melalui paradigma ahli teolog dapat memberikan pencerahan terkait keyakinan dalam beragama.
Pendapat dan argumen yang beragam dari para teolog, akan diikuti dengan penjelasan yang kuat. Sehingga terjadi dialektika antara pendapat satu tokoh dengan yang lainnya.
Proses dialogis atau dialektika ini merupakan ciri khas pendekatan teologis.24
4. Pendekatan Kebudayaan
Budaya merupakan hasil dari pikiran dan akal budi. Kebudayaan merupakan segala hal yang dilakukan oleh manusia sebagai buah dari akal dan pikirannya. Kebudayaan adalah hasil dari olah batin manusia, seperti adanya kepercayaan, adat istiadat, dan kesenian. Ajaran-ajaran agama dapat ditampilkan dalam kebudayaan, misalnya budaya berpakaian, berinteraksi, dan bermasyarakat.25 Kebudayaan dapat menjadi sarana untuk memasukan nilai dan ajaran agama. Dalam masyarakat, agama juga ditampilkan dalam bentuk formal. Perkembangan ajaran agama dalam kebudayaan akan berlangsung sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan masyarakat sekitar. Misalnya dalam bidang busana Islam seperti cara berpakaian dan berhijab, serta kebiasaan dan adat istiadat di masyarakat.26
Baik Islam dan budaya, pada prinsipnya memiliki kesamaan nilai yakni sama-sama mengajarkan kebaikan untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Contoh
22 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
23 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
24 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
25 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
pendekatan kebudayaan dalam kajian Islam bisa dilakukan da’i dalam menyampaikan dakwah. Seorang da’i hendaknya mengerti dan memahami nilai-nilai budaya sekitar, serta aspek historis dan filosofisnya. Hal ini sangat bermanfaat untuk memudhkan dalam proses penyampaian materi yang baik, sesuai kebutuhan pendegar, dan mudah diterima.27 Contoh lain implementasi pendekatan kebudayaan dalam kajian Islam adalah adanya pendidikan Islam berbasis multikultural. Pendidikan multikultural digunakan untuk mengatasi masalah-masalah disintegrasi karena masyarakat yang begitu beragam.
Multikulturalisme dalam semangat keagaaman yang disampaikan melalui aspek-aspek pendidikan, akan menciptakan tatanan sosial yang harmoni. Pada dasarnya, selain menjadi alat pemersatu, agama juga memiliki kekuatan untuk memecah belah. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan multikulturalisme untuk dapat memahami dan menerima adanya perbedaan dalam masyarakat.28
5. Pendekatan Antropologi
Antropologi adalah ilmu tentang asal usul manusia, baik dari segi fisik, warna kulit, kepercayaan, dan kebiasaan/adat istiadat. Antropologi merupakan ilmu tetang manusia terkait asal, perkembangan, jenis/bangsa, serta kebudayaannya. Cabang ilmu ini mengkaji manusia dan budayanya. Pendekatan antropologi dalam kajian agama didefiniskan sebagai cara pandang untuk mengamati serta memahami wujud dan praktik agama yang berkembang dalam lingkungan masyarakat.29
Urgensi dari ilmu antropologi adalah untuk memahami agama dan interaksi sosial dari berbagai budaya dalam kelompok masyarakat. Madjid dalam Ghazali menyebutkan bahwa urgensi pendekatan antropologi dalam kajian Islam sama halnya dengan urgensi konsep manusia sebagai khalifah agama Islam di muka bumi.30 Melalui pendekatan
26 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
27 Abdul Wahid, “Dakwah Dalam Pendekatan Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Tinjauan Dalam Perspektif Internalisasi Islam Dan Budaya),” Jurnal Tabligh 19, no. 1 (2018): 1–19, https://doi.org/10.24252/jdt.v19i1.5908.
28 Mujiyatun Mujiyatun, “Pendidikan Islam Berbasis Multikulturalisme Untuk Harmonisasi Sosial (Penerapan Pendekatan Kebudayaan Dalam Studi Islam),” Jurnal An-Nur: Kajian Pendidikan Dan Ilmu Keislaman 7, no. 1 (2021): 11–28.
29 Abdullah, Studi Islam Kontemporer; Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner; M. Dimyati Huda, “Pendekatan Antropologis Dalam Studi Islam,” Didaktika Religia 4, no. 2 (2016): 139–62.
30 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
antropologi, agama berhubungan dengan kinerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Seseorang dapat mengubah pandangan kinerja dan etos kerja dengan mengubah pandangannya terhadap agama.31 Pendekatan antropologi digunakan untuk memahami realitas manusia serta bagaimana praktik agama berjalan dalam dinamika keberagaman di masyarakat.32
The Religion of Java adalah salah satu buku karya Gertz yang menjelaskan upaya antropologi dalam memahami hubungan agama dan sosial. Karya ini kemudian menjadi salah satu karya yang popular dan penting bagi kajian antropologi dan agama di Indonesia. Gertz merumuska penggolongan trikotomi dalam masyarakat Jawa, yang terdiri dari: kaum abangan, kaum santri, dan kaum priyayi. Pandangan ini berguna untuk melakukan analisis tentang hubungan agama dan budaya serta agama dan politik.
Pengelompokkan Gertz dilakukan berdasarkan kondisi agama-budaya (religio-kultural) yang berkembang dalam masyarakat Jawa. Menurut Gertz, kaum abangan adalah sekelompok masyarakat yang berbasis pertanian, kaum santri adalah kelompok yang berbasis pada bidang perdagangan, serta kaum priyayi adalah kelompok yang lebih dominan dalam urusan birokrasi. Masing-masing dari ketiganya memiliki afiliasi politik yang berbeda.33 Antropologi akan mengamati secara langsung hubungan agama dengan masyarakat pada tingkat dasar (grassroot), sehingga dapat memberikan informasi penting untuk menunjukkan kondisi masyarakat khususnya terkait bagaimana agama dipraktikkan, diyakini, dan dinterpretasikan oleh pengikutnya.34
6. Pendekatan Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang menjelaskan kondisi jiwa seseorang berdasarkan cara berpikir, bertindak, serta berperilaku. Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku, perilaku, dan perbuatan individu yang berkaitan dengan lingkungannya.35 Pendekatan psikologi dalam memahami kajian Islam merupakan pendekatan baru yang muncul pada abad ke-20. Pendekatan ini mengkaji sisi ilmiah dari pengalaman-pengalaman batin dalam praktik keagamaan. Pendekatan psikologi tidak akan mempermasalahkan benar
31 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
32 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
33 Ghazali and Gunawan.
34 Ghazali and Gunawan.
dan salahnya suatu agama, melainkan tentang bagaiaman keyakinan agma dianut sehingga memunculkan perilaku seseorang dalam menganut agama tersebut.36
Ada tiga pendekatan untuk membangun kajian psikologi Islam, sebagai berikut: 37 1) Aspek skriptualistis, yakni pengkajian didasarkan atas ayat-ayat Al Quran atau Hadis
secara literal. Diperlukan pengetahuan luas tentang ilmu kebahasaan, kaidah penafsiran, dan ilmu Al Quran atau hadis.
2) Aspek filosofis, yakni pendekatan yang dilakukan berdasarkan prosedur berpikir yang spekulatif, sistemik radikal, dan universal.
3) Aspek sufistik, yakni pendekatan pengkajian dengan didasarkan pada prosedur intuitif.
Banyak istilah dalam ajaran agama yang berkaitan dengan kondisi batin seseorang, misalnya sifat yakin dan takwa kepada Allah. Hal ini termasuk dalam gejala kejiwaan yang berhubungan dengan pengamalan agama. Pendekatan psikologi digunakan untuk menemukan sejauh apa tingkat seseorang dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama. Selain itu, dengan pendekatan psikologi dapat diketahui metode yang tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama dalam jiwa seseorang.38
Salah satu contoh pendekatan psikologi dalam Islam adalah pembahasan tentang penerapan salat bagi kesehatan jiwa. Ada empat aspek terapeutik yang terdapat dalam ibadah salat yakni: aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-sugesti dan aspek sugesti.
Tidak hanya salat, pelaksanaan ibadah Islam yang lainnya seperti puasa, haji, zakat, ucapan dua kalimah syahadat juga memiliki aspek terapeutik.39 Contoh lain pendekatan psikologi dalam kajian Islam adalah pelaksanaan psikoterapi berbasis religius. Terapi religius dapat digunakan untuk menyembuhkan kecanduan akibat narkoba atau obat- obatan terlarang lainnya.40
7. Pendekatan Hermeunitik
35 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
36 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
37 Abdullah, Studi Islam Kontemporer.
38 Abdullah.
39 Firman Mansir, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Pendidikan Islam,” Jurnal Psikologi Islami 4, no. 1 (2018): 61–73.
40 M. Arif Khoiruddin, “Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam,” Journal An-Nafs 2, no. 1 (2017): 1–
17.
Secara etimologis, hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneia yang artinya interpretasi, dan kata hermaneuin yang artinya penafsiran. Fahmi Salim menjelaskan bahwa hermeneutika merupakan ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip umum penafsiran Alkitab untuk mengungkapkan kebenaran dan nilai Alkitab sendiri. Hermeneutika awalnya digunakan di kalangan agama. Hermmeneutika digunakan untuk mencari makna dalam teks-teks klasik abad 17 serta digunakan untuk menjelaskan makna teks Al-kitab.41
Perkembangan hermeneutika berkembang meluas hingga memasuki dunia keilmuan Islam, termasuk dalam bidang ilmu tafsir. Beberapa pakar Muslim modern menilai adanya signifikansi dan peluang untuk menggunakan teknik hermeneutika dalam menafsirkan Al Quran. Tokoh yang pertama kali mengenalkan teori hermeneutik dalam pemikiran Islam adalah Hassan Hanafi pada tahun 1965. Awalnya, Hanafi menggunakan hermeneutik untuk melakukan eksperimentasi metodologis dan meninggalkan penggunaan teori positivisme dalam kajian Islam, baik dalam bidang hukum Islam maupun ushul fiqih.42
Metode hermeneutik dilakukan dengan menganalisis bahasan dari suatu teks, kemudian melangkah lebih jauh ke analisis konteks. Analisis terhadap konteks bertujuan untuk menemukan makna sesuai dengan kondisi ruang dan waktu ketika proses penafsiran dilakukan. Pendekatan hermeneutik dalam Al Quran membantu penafsir dalam memahami makna teks tengah masyarakat. Teks Al Quran dipahami, ditafsirkan, dan diterjemahkan, serta didalogkan dengan dinamika analisis historisnya. Menururt Fahrudin Faiz, penerapan metode hermeneutik dalam Al Quran hendaknya memperhatikan tiga variabel yakni: teks, konteks, dan kontekstualisasi. Berkaitan dengan aspek teks, dalam kajian ulumul Quran perlu penjelasan secara detail tentang sejarah pembukuan mushaf dengan metode riwayat. Bekaitan aspek konteks, diperlukan beberapa bidang keilmuan lain seperti asbabun nuzul, nasikh mansukh, makki-madani yang membantu penguraian hakikat atau konteks ayat dalam penafsiran al-Qur’an.43
Salah satu contoh metode tafsir dengan pendekatan hermeneutik adalah penerapan hukum potong tangan untuk pencuri dalam Al Quran. Dalam teks Al Quran, secara jelas
41 Elok Noor Farida and Kusrini Kusrini, “Studi Islam Pendekatan Hermeneutik,” Jurnal Penelitian 7, no.
2 (2013): 382–404.
42 Farida and Kusrini.
43 Farida and Kusrini.
telah dituliskan kewajiban hukum potong tangan bagi seseorang yang mencuri.
Pemahaman teks ini kemudian dilakukan secara berbeda dalam sudut pandang hermeneutik yang melihat pesan tersirat dari teks tersebut yakni adanya keadilan dan pemenuhan kewajiban serta hak. Hak disini berupa hak untuk memiliki suatu barang yang dicapai dengan cara yang halal dan tidak melanggar aturan. Kondisi dan situasi budaya masyarakat Arab pada masa itu meniscayakan hukum potong tanga bagi pencuri.
Akan tetapi ketika hukum itu dibawa ke lingkungan masyarakat yang berbeda, maka yang diutamakan adalah pesan substansi dari teks. Misalnya di Indonesia, hukum potong tangan berubah menjadi hukum penjara karena disesuaikan dengan kondisi dan situasu masyarakat Indonesia. Dengan asumsi substantif yang masih sama yakni bertujuan agar tidak terjadi pengulangan kejahatan oleh tersangka.44
8. Pendekatan Filosofis
Metode pendekatan filosofis Islam adalah upaya untuk menemukan hikmah dan hakikat dibalik objek formal dari segala sesuatu. Dalam penerapannya, metode berpikir filsafat dilakukan secara radikal, sistematis, dan mendalam. Ilmu filsafat membahas tentang inti, hakikat, dan hikmah dari sebuah objek. Implementasi pendekatan filosofis dalam studi Islam tidak berarti menghilangkan segala bentuk praktik, ritual, atau pengalaman agama yang sifatnya formal seperti perintah sholat, puasa, zakat, dan haji.
Hikmah-hikmah dari ibadah dicari dan dipahami, kemudian diterapkan dalam nilai kehidupan sehari-hari. Sehingga pengamalan ibadah yang terbentuk meliputi aspek ritual/praktik dan aspek hikmah/hakikat. Ibadah dilakukan secara seimbang baik dari segi ritual formal maupun pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari.45
Dalam perkembangan pendekatan filsafat modern, terdapat tiga model pendekatan untuk kajian studi Islam menurut Amali Sahrodi, yakni: pendekatan hermeneutika, pendekatan teologi-filosofis, dan pendekatan tafsir falsafi. Selain itu, filsafat dan agama dihubungkan dan diidentifikaskan dalam lima posisi, yakni: (1) filsafat sebagai agama; (2) filsafat sebagai pelayan agama; (3) filsafat sebagai pembuat ruang keimanan; (4) filsafat sebagai alat analitis bagi agama; dan (5) filsafat sebagai studi nalar dalam pemikiran
44 Farida and Kusrini.
45 Ghazali and Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner.
keagamaan.46
9. Pendekatan Fenomenologi
Muncul di akhir abad ke-20, pendekatan fenomenologi dipengaruhi oleh filsafat Edmund Husserl. Berasal dari Bahasa Yunani yakni phainomenon berarti sesuatu yang tampak dan logos berarti ilmu. Fenomenologi adalah pendekatan yang memusatkan analisis pada suatu kejadian yang banyak terjadi dalam kehidupan manusia. Pendekatan ini mempelajari dan memahami agama secara apa adanya. Manifestasi dari pengalaman agama berbicara sebagaimana adanya dengan menggabungkan sifat obyektif dan subyektif dari pengamat agama. Beberapa realitas agama yang bisa dikaji dengan pendekatan fenomenologi adalah tradisi tahlilan, ziarah dan sekaten.47
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan fenomenologi. Beberapa kelebihan dalam pendekatan fenomenologi adalah: (1) mendeskripsikan realitas secara apa adanya dan tidak memanipulasi data. Pengungkapan realitas tidak melibatkan teori- teori yang ada, sehingga pengakjian benar-benar dilakukan secara obyektif; (2) fenomenologi mleihat objek kajiannya sebagai kesatuan utuh, berhubungan dengan objek lainnya, dan tidak parsial.48
Adapun beberapa kelemahan pendekatan fenomenologi adalah metodologinya yang kurang jelas apabila tidak dikembangkan dengan baik. Hal ini karena kajian yang dilakukan benar-benar secara apa adanya tanpa melibatkan teori-teori tertentu.
Fenomenologi memberikan subyek (pengamat) peran untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati. Jarak subyek dan obyek menjadi kabur dan kurang jelas. Untuk itu, kebenaran yang dihasilkan cenderung subjektif, kurang obyektif, dan tidak bisa digeneralisasi (hanya berlaku pada kasus, situasi, kondisi, dan waktu tertentu).49
Model Kajian Integratif-Interkonektif
46 Benny Kurniawan, “Studi Islam Dengan Pendekatan Filosofis,” Jurnal Saintifika Islamica 2, no. 2 (2015): 49–60.
47 Irma Novayani, “Pendekatan Studi Islam ‘Pendekatan Fenomenologi Dalam Kajian Islam,’” Jurnal At- Tadbir STAI Darul Kamal N W 3, no. 1 (2019): 44–58.
48 Abdul Mujib, “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Islam,” Al- Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 6 (2015): 167–83.
49 Mujib.
Salah satu tokoh pengagas ide integrasi-interkoneksi adalah Amin Abdullah.
Menurut Amin Abdullah, ilmu-ilmu agama bisa digabungkan atau dihubungkan dengan ilmu-ilmu umum, karena hakikatnya keilmuan adalah bermanfaat bagi kemaslahatan manusia.50 Gagasan integrasi-interkoneksi dilatarbelakangi karena adanya pemisahan ilmu pengetahuan, yakni antara ilmu agama dan ilmu umum yang berjalan sendiri-sendiri.
Pendekatan integrasi-interkoneksi adalah upaya untuk mendialogkan keilmuan umum dan agama dengan melibatkan keduanya untuk memecahkan masalah. Pendekatan integrasi-interkoneksi akan melahirkan kerjasama serta saling memahami perbedaan sudut pandang dan metode berpikir antar keduanya.51
Hakikatnya model kajian ini belum menemukan konsep yang baku, masih banyak tokoh-tokoh yang mencoba merumuskan model kajian integratif-interkonektif yang sempurna. Pendekatan ini melibatkan berbagai ilmu dalam studi Islam yang akan diformulasikan menjadi pemahaman baru. Hasil pemahaman baru ini bersifat lebih komprehensif dibandingkan dengan pendekatan terdahulu yakni normatif-murni. Amin Abdullah menyebutkan bahwa integratif merujuk pada kata “lebur”. Sementara interkonektif adalah usaha untuk membangun tatanan sosial berbasis ilmu fikih agar bersentuhan atau berdialog dengan ilmu-ilmu baru di abad ke-18 dan ke-19, seperti ilmu Filsafat, Antropologi, Sosiologi, dan Psikologi.52
Definisi kata “lebur” ini masih menjadi pertanyaan, apakah lebur berarti benar-benar menghilangkan unsur asli dari masing-masing keilmuan secara keseluruhan. Ataukah lebur berarti dalam bentuk rekonstruktif yakni masih menghadirkan unsur asli dari masing-masing keilmuan, kemudian diramu menjadi konsep yang baru. Tawaran impelementasi integarasi-interkoneksi juga bermunculan, salah satunya dalam bidang social work (integrasi antara pekerjaan sosial dengan agama). Model ini juga bisa diartikan menjadi dua hal, pertama adalah membangun pekerjaan sosial berbasis agama, dan kedua mengintegrasikan pekerjaan sosial dengan agama.53
Berikut ini adalah pendekatan integrasi-interkoneksi apabila dikaji dalam tiga aspek filosofis, yakni: epistemologis, aksiologis, dan ontologis. Pertama, dari aspek
50 Siswanto, “Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi-Interkoneksi Dalam Kajian Islam.”
51 Izzudin Rijal Fahmi and Muhammad Asvin Abdur Rohman, “Non-Dikotomi Ilmu: Integrasi- Interkoneksi Dalam Pendidikan Islam,” Al Mikraj: Jurnal Studi Islam Dan HUmaniora 1, no. 2 (2021): 46–60.
52 Nasution, Pengantar Studi Islam: Dilengkapi Pendekatan Integratif-Interkonektif (Multidisipliner).
epistemologis pendekatan ini adalah jawaban atau respon atas kesulitan dalam keilmuan Islam terkait adanya dikotomi keilmuan umum dan agama. Integrasi-interkoneksi akan menkaji suatu permasalahan dari aspek kelimuan umum dan agama. Kedua, dari aspek aksiologis, pendekatan ini memberikan padangan yang lebih terbuka dengan adanya kerjasama, dialog, serta diskusi baru antar bidang keilmuan. Ketiga, dari sisi ontologis pendekatan ini akan mencari keterkaitan antar disiplin keilmuan, sehingga terjalin hubungan dalam proses pemecahan masalah. Meskipun pada pelaksanaannya, masih ada batas-batas yang menghambat terjadinya integrasi-interkoneksi, seperti: (1) budaya keilmuan agama khususnya yang bersumber teks; (2) budaya pendukung keilmuan umum/modern; dan (3) budaya pendukung kelimuan etis-filosofis. Amin Abdullah memberikan konsep integrasi-interkoneksi dalam gambar jaring laba-laba sebagai berikut:54
Gambar 1: Konsep Integrasi-Interkoneksi Amin Abdullah
Integrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti penggabungan atau pembauran antara dua hal atau lebih menjadi satu kesatuan utuh. Sementara interkoneksi menururt KBBI adalah hubungan satu sama lain. Lebih jelas, interkoneksi diartikan sebagai pertemuan atau hubungan dua hal atau lebih (tanpa adanya proses
53 Nasution.
penggabungan). Implementasi pendekatan integrasi-interkoneksi akan menggabungkan dan membaurkan, mengubungkan, mengaitkan, serta mempertemukan ilmu umum dan ilmu agama melalui tradisi teks (hadarah al-nas), tradisi akademik-ilmiah (hadarah al-‘ilm), dan tradisi etik-kritis (hadarah al-falsafah). Proses interkoneksi akan dilaksanakan apabila kedua disiplin ilmu sulit untuk digabungkan (diintegrasikan). Sementara bagi disiplin- disiplin ilmu yang bisa diintegrasikan, maka secara otomatis tidak ada proses interkoneksi.55
Pendekatan integrasi-interkoneksi dilakukan berdasarkan tiga basis, yakni: (1) basis historis-filosofis; (2) basis normatif-teologis; dan (3) basis historisitas integrasi- interkoneksi.
Pertama basis historis-filosofis membagi konsep keilmuan agama dalam tiga wilayah, yakni: praktik keyakinan dan pemahaman, teori-teori keilmuan, dan telaah kritis. Wilayah praktik keyakinan dan pemahaman adalah praktik keagaman dalam masyarakat yang terjadi tanpa adanya klarifikasi secara keilmuan. Praktik ini berlangsung atas dasar keyakinan dan pengalaman seseorang. Praktek agama dan tradisi, agama dan budaya, kepercayaan dan kebiasaan adalah hal-hal yang sulit dibedakan Kemudian wilayah teori keilmuan, yakni ilmu-ilmu agama yang dirancang sesuai dengan sistematikan dan metodolgi tertentu oleh para ilmuwan. Contohnya seperti ulumul tafsir, sejarah dan peradaban Islam, serta hukum dan pranata sosial. Materi-materi agama dalam wilayah ini adalah hasil abstraksi secara deduktif dari nash atau teks keagamaan atau secara indukti fdari praktik keagamaan dalam masyarakat muslim. Berikutnya adalah telaah kritis,yakni upaya untuk mendialogkan ulang teori-teori yang telah disusun pada masa sebelumnya, seperti misalnya ulumul Quran didialogkan dengan ulumul Hadis atau sejarah peradaban Islam, ilmu kalam didialogkan dengan ilmu tasawuf, dan lain-lainnya 56.
Kedua, basis normatif-teologis, adalah proses memahami sesuai dengan landasan ajaran dari Tuhan. Kebenaran dalam basis ini bersifat mutlak karena sumbernya langsung
54 Fahmi and Rohman, “Non-Dikotomi Ilmu: Integrasi-Interkoneksi Dalam Pendidikan Islam.”
55 Dewi Masyitoh, “Amin Abdullah Dan Paradigma Integrasi-Interkoneksi,” JSSH (Jurnal Sains Sosial Dan Humaniora) 4, no. 1 (2020): 81–88, https://doi.org/10.30595/jssh.v4i1.5973.
56 Abdullah Diu, “Pemikiran M. Amin Abdullah Tentang Pendidikan Islam Dalam Pendekatan Integrasi-Interkoneksi,” Jurnal Ilmiah Al-Jauhari (JIAJ) 6, no. 1 (2018): 1–15, http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.reuma.2018.06 .001%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.arth.2018.03.044%0Ahttps://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S10634 58420300078?token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8.
dari Tuhan. Pengembangan model integrasi-interkoneksi dilandaskan pada Al Quran dan Sunah. Namun, Al Quran dan Sunah dipahami dengan teknik interpretasi, penghayatan, serta pelaksanaan norma yang berbeda. Tak jarang perbedaan ini juga menimbulkan ketegangan antar umat Islam sendiri. Amin Abdullah menyebutkan tiga hal yang seharusnya diperbaiki untuk meminimalisir terjadinya hal tersebut, yakni: metode penafsiran Al Quran, metode pemaknaan hadis, dan teknik pengkajian pemikiran Islam
57
Pendekatan integrasi-interkoneksi adalah buah gagasan Amin Abdullah setelah melihat fenomena-fenomena dalam pengkajian Islam seperti adanya praktik memahami Islam secara kaku dan baku dan diperlukannya gabungan dari dua pendekatan yakni historis-empiris dan normative-teologis. Bagaimanapun pendekatan normative-teologis saja tidak akan menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan secara sempurna.
Penggunaan pendekatan normative-teologis dan historis-empiris secara bersama, akan menghindarkan masyarakat dari keterkungkungan berpikir karena mereka akan mempertimbangkan aspek-aspek eksternal seperti sosial, politik, ekonomi, dan sosiologi dalam praktik ajaran teologis. 58 Misalnya dalam kajian integrasi ilmu Sains dan ilmu Islam, dapat menjadi sarana pembuktian kekuasaan Allah, lebih memahamii ilmu Agama dengan benar, serta meningkatkan keimanan kepada Allah.59
Implementasi Integrasi-Interkoneksi
Salah satu contoh implementasi integrasi-interkoneksi ilmu agama dan ilmu umum adalah materi terkait air. Dalam ilmu agama (fiqih), pembagian air dikelompokkan menjadi tiga yakni air mutlak, air musta’mal, dan air mutanajjis. Air mutlak adalah air yang digunakan untuk wudhu. Riset lebih jauh terkait air dan wudhu akan sampai pada manfaat-manfaat wudhu bagi kejiwaan atau kesehatan seseorang (berkaitan dengan ilmu psikologi). Sementara kajian lebih jauh tentang air bisa berhubungan dengan ilmu hidrologi atau geologi. Machali dalam artikelnya menjelaskan hasil riset Leopold Werner von Ehrenfels yang mengungkapkan rahasia tentang wudhu. Ditemukan bahwa pusat-
57 Diu.
58 Diu.
59 Prasetio Rumondor and Ahmad Putra, “Integrasi Interkoneksi Esensi Pendidikan Islam Dalam Pembelajaran Sains,” Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam Dan Sains 2, no. 1 (2020): 331–41.
pusat syaraf yang sangat sensitif dengan air segar terletak pada dahi, tangan, dan kaki.
Dengan membasuh titik-titik syaraf tersebut secara rutin dan berkala, Kesehatan dan keselarasan syaraf pusat pada diri seseorang dapat terjaga. Riset lain juga dilakukan oleh Oan hasanuddin yang menyebutkan bahwa terdapat titik-titik akupresure dan akunpuntur pada anggota tubuh yang dibasuh ketika, sehingga dapat mengobati seseorang dari berbagai macam penyakit.60 Untuk itu, dalam mewujudkan kajian integrasi-interkoneksi, umat Islam harus senantiasa terbuka dengan perkembangan ilmu pengetahuan, memperluas informasi, dan memperbanyak kajian-kajian literatur.
Pengembangan kajian sains dalam perspektif agama perlu memperhatikan beberapa hal, yakni: (1) Al Quran memerintahkan manusia untuk mengenali dan mengetahui alam sekitar sekaligus sifat-sifatnya, serta bagaimana proses ilmiah yang terjadi di sekitar (dijelaskan dalam QS. Yunus ayat 101); (2) Al Quran mengajarkan untuk melakukan pengukuran terhadap gejala-gejala alam (dijelaskan dalam QS. Al-Qamar ayat 149); (3) Al Quran menekankan adanya analisis yang kritis dan mendalam terkait fenomena yang terjadi sehingga mnenghasilkan kesimpulan yang rasional (dijelaskan dalm QS. al-Nahl ayat 11-12).61 Pengembangan konsep integrasi-interkoneksi juga memiliki tantangan dan kesulitan. Kesulitan ini terletak pada ketersediaan sumber daya manusia yang terbatas.
Kajian-kajian keilmuan pada jalur lingkar lapis 3 (jaring laba-laba integrasi-interkoneksi) jarang diterapkan oleh kajian Islam khusunya di lingkungan PTAI. Selain itu, adanya realita bahwa ilmu agama belum dirancang untuk diintegrasikan dengan ilmu pengetahuan, membuat proses integrasi-interkoneksi masih membutuhkan ide dan gagasan baru. Upaya-upaya untuk mengintegrasi dan interkoneksikan ilmu umum dan agama adalah hal baru yang masih memerlukan banyak inovasi.62
D. Kesimpulan
Berbagai macam pendekatan dalam studi Islam perlu dilakukan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang yang mampu memahami Islam secara menyeluruh (baik dari aspek teori, metodologi, serta aspek paraktis),
60 Imam Machali, “Pendekatan Integrasi-Interkoneksi Dalam Kajian Manajemen Dan Kebijakan Pendidikan Islam,” El-Tarbawi 8, no. 1 (2015): 32–53, https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol8.iss1.art3.
61 Rumondor and Putra, “Integrasi Interkoneksi Esensi Pendidikan Islam Dalam Pembelajaran Sains.”
dilengkapi dengan pemahaman dalam bidang umum memudahkan proses aktualisasi ajaran Islam dalam dunia nyata. Ada banyak macam model pendekatan dalam studi Islam seperti: pendekatan filsafat, historis, budaya, antropologi, sosiologi, dan lain-lain.
Kemudian, untuk model pendekatan kajian Islam secara integrasi-interkoneksi masih perlu dikembangkan secara terus menerus. Integrasi berarti penggabungan, interkoneksi berarti penghubungan. Upaya interkoneksi dilakukan ketika disiplin ilmu agama dan non- agama sudah tidak bisa lagi untuk digabungkan (diintegrasikan). Pengembangan konsep integrasi-interkoneksi juga mengalami beberapa kendala seperti terbatasnya sumber daya manusia yang mumpuni serta proses integrasi dan interkoneksi yang tidak mudah karena ilmu agama dan umum tidak dirancang untuk digabungkan atau dihubungkan.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Yatimin. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah, 2006.
Aminuddin, Luthfi Hadi. “Integrasi Ilmu Dan Agama: Studi Atas Paradigma Integratif- Interkonektif.” Kodifikasia 4, no. 1 (2010): 181–214.
Diu, Abdullah. “Pemikiran M. Amin Abdullah Tentang Pendidikan Islam Dalam Pendekatan Integrasi-Interkoneksi.” Jurnal Ilmiah Al-Jauhari (JIAJ) 6, no. 1 (2018): 1–
15.
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://doi.org/1 0.1016/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.arth.2018.03.044%0Ahttp s://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S1063458420300078?token=C039B8B13922A 2079230DC9AF11A333E295FCD8.
Fahmi, Izzudin Rijal, and Muhammad Asvin Abdur Rohman. “Non-Dikotomi Ilmu:
Integrasi-Interkoneksi Dalam Pendidikan Islam.” Al Mikraj: Jurnal Studi Islam Dan HUmaniora 1, no. 2 (2021): 46–60.
Farida, Elok Noor, and Kusrini Kusrini. “Studi Islam Pendekatan Hermeneutik.” Jurnal Penelitian 7, no. 2 (2013): 382–404.
Ghazali, Dede Ahmad, and Heri Gunawan. Studi Islam: Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.
Haryanto, Sri. “Pendekatan Historis Dalam Studi Islam.” Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, n.d., 127–35.
Huda, M. Dimyati. “Pendekatan Antropologis Dalam Studi Islam.” Didaktika Religia 4, no.
2 (2016): 139–62.
62 Luthfi Hadi Aminuddin, “Integrasi Ilmu Dan Agama: Studi Atas Paradigma Integratif-Interkonektif,”
Kodifikasia 4, no. 1 (2010): 181–214.
Ishak, Abjub. “Ciri-Ciri Pendekatan Sosiologi Dan Sejarah Dalam Mengkaji Hukum Islam.” Al-Mizan 9, no. 1 (2013): 63–76.
Khoiruddin, M. Arif. “Pendekatan Psikologi Dalam Studi Islam.” Journal An-Nafs 2, no. 1 (2017): 1–17.
Kurniawan, Benny. “Studi Islam Dengan Pendekatan Filosofis.” Jurnal Saintifika Islamica 2, no. 2 (2015): 49–60.
Lukman, Fadhli. “Integrasi-Interkoneksi Dalam Studi Hadis Disertasi Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.” Religia: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 19, no. 2 (2016): 1–11.
Machali, Imam. “Pendekatan Integrasi-Interkoneksi Dalam Kajian Manajemen Dan Kebijakan Pendidikan Islam.” El-Tarbawi 8, no. 1 (2015): 32–53.
https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol8.iss1.art3.
Mansir, Firman. “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Pendidikan Islam.” Jurnal Psikologi Islami 4, no. 1 (2018): 61–73.
Masyitoh, Dewi. “Amin Abdullah Dan Paradigma Integrasi-Interkoneksi.” JSSH (Jurnal
Sains Sosial Dan Humaniora) 4, no. 1 (2020): 81–88.
https://doi.org/10.30595/jssh.v4i1.5973.
Mujib, Abdul. “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Islam.” Al- Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 6 (2015): 167–83.
Mujiyatun, Mujiyatun. “Pendidikan Islam Berbasis Multikulturalisme Untuk Harmonisasi Sosial (Penerapan Pendekatan Kebudayaan Dalam Studi Islam).” Jurnal An-Nur: Kajian Pendidikan Dan Ilmu Keislaman 7, no. 1 (2021): 11–28.
Naim, Ngainun, and Qomarul Huda. “Pendekatan Interdisipliner Dalam Studi Hukum Islam Perspektif M. Atho Mudzhar.” Al-Istinbath : Jurnal Hukum Islam 6, no. 1 (May 25, 2021): 41–56. https://doi.org/10.29240/jhi.v6i1.2253.
Nasution, Khoiruddin. Pengantar Studi Islam: Dilengkapi Pendekatan Integratif-Interkonektif (Multidisipliner). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016.
Novayani, Irma. “Pendekatan Studi Islam ‘Pendekatan Fenomenologi Dalam Kajian Islam.’” Jurnal At-Tadbir STAI Darul Kamal N W 3, no. 1 (2019): 44–58.
Rohmatika, Ratu Vina. “Pendekatan Interdisipliner Dan Multidisipliner Dalam Studi Islam.” Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama 14, no. 1 (June 30, 2019): 115–32.
https://doi.org/10.24042/ajsla.v14i1.4681.
Rumondor, Prasetio, and Ahmad Putra. “Integrasi Interkoneksi Esensi Pendidikan Islam Dalam Pembelajaran Sains.” Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam Dan Sains 2, no. 1 (2020): 331–41.
Siswanto, Siswanto. “Perspektif Amin Abdullah Tentang Integrasi-Interkoneksi Dalam Kajian Islam.” Teosofi: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam 3, no. 2 (2013): 376–409.
https://doi.org/10.15642/teosofi.2013.3.2.376-409.
Suparlan, Suparlan. “Metode Dan Pendekatan Dalam Kajian Islam.” FONDATIA : Jurnal
Pendidikan Dasar 3, no. 1 (2019): 83–91.
Wahid, Abdul. “Dakwah Dalam Pendekatan Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Tinjauan Dalam Perspektif Internalisasi Islam Dan Budaya).” Jurnal Tabligh 19, no. 1 (2018): 1–19.
https://doi.org/10.24252/jdt.v19i1.5908.