PENDEKATAN TERAPI EMOSI DALAM PENDIDIKAN ANAK AUTIS:
MENGGUNAKAN PERMAINAN INTERAKTIF FLASHCARD
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan inklusi Dosen Pengampu : Nandhini Hudha Anggarasari, M.Psi,
Psikolog
Disusun oleh :
Agung Muhaemin : C2283207032
PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia, dilatar belakangi oleh hak anak untuk memperoleh pendidikan. Setiap makhluk mempunyai kebutuhan. Sebagai makhluk Tuhan yang dianggap mempunyai derajat tertinggi di antara makhluk lainnya, manusia mempunyai kebutuhan yang paling banyak dan kompleks. Kebutuhan manusia secara umum mencakup kebutuhan fisik atau kesehatan, kebutuhan sosial emosional,dan kebutuhan pendidikan. Tidak berbeda dengan orang-orang normal, anak-anak berkebutuhan khusus juga mempunyai kebutuhan yang sama. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya, anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya. (Candra Pratiwi, 2015) Di Indonesia, terdapat tiga jenis penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendidikan umum, pendidikan inklusif, dan pendidikan khusus.
Dalam pendidikan inklusif, penting untuk memupuk keterampilan perawatan diri pada anak-anak penyandang disabilitas, sehingga mereka merasa berdaya dan mampu.
Sekolah inklusif berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung keberdayaan tersebut, dengan memasukkan aspek perawatan diri dalam program sekolah lintas tingkatan dan mata pelajaran.Dengan pendidikan inklusif, anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk autim, memiliki kesempatan memperoleh pengalaman pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya, tanpa memandang keterbatasan yang ada.(Jindal-Snape et al., 2005)
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Salah satunya adalah terjadinya gangguan perkembangan pada otak yang menyebabkan terhambatnya perkembangan interaksi, komunikasi, dan perilaku. Ini Gangguan ini dikenal sebagai gangguan spektrum autisme atau ASD.Gangguan spektrum autisme (ASD) merupakan gangguan perkembangan dengan ciri lemahnya kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi, sering kali disertai dengan perilaku stereotip dan latar belakangnya.(Hernawan et al., 2018) Autisme bisa terjadi pada siapa saja, baik perkotaan atau pedesaan, miskin atau kaya. Diagnosis autisme pada anak belum tentu keluar kapan anak tersebut masih bayi, namun bisa juga mulai terjadi ketika anak sudah memasuki usia usia dini. (Astuti et al., 2022)Autis di dunia mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15=0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah
penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak pertahun, prevalensi anak laki-laki 4 sampai 4 kali lebih besar daripada anak perempuan. Pentingnya pendidikan anak ABK pada anak autis yaitu peran dari media pembelajaran dalam membantu para anak berkebutuhan khusus dalam memahami materi pelajaran sehingga mereka yang mengalami kebutuhan khusus dapat merasakan seperti apa yang dirasakan oleh anak-anak yang normal dan materi pelajaran yang diterima sempurna oleh siswa.(Oktavia & Junita Sari, 2024)
Berdasarkan hasil pengamatan di SLB NEGRI Tamansari, anak-anak autism menghadapi berbagai tantangan dalam proses pembelajaran ini. Pembelajaran untuk anak- anak dengan autisme sering kali menghadapi berbagai tantangan yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.Banyak anak dengan autisme mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal. Mereka mungkin tidak dapat mengekspresikan kebutuhan atau pemahaman mereka dengan jelas, yang dapat menghambat proses belajar.
Pembelajaran sosial-emosional di SLB NEGRI Tamansari sangat penting dan memiliki beberapa manfaat yang signifikan untuk anak dengan autisme. Sosial-emosional membantu anak-anak mengembangkan keterampilan dasar yang penting untuk kehidupan sehari-hari, seperti berbicara, berekspresi, dan memahami emosi.Anak dengan autisme di SLB NEGRI Tamansari menghadapi berbagai tantangan dalam mengelola emosi dapat menyebabkan frustrasi saat menghadapi kehidupan sosial sehari-hari. berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa metode pembelajaran yang digunakan aplikasi atau perangkat lunak yang dirancang untuk pembelajaran sosial-emosional. Sedangkan Anak-anak dengan autisme mungkin sudah memiliki tantangan dalam memperhatikan dan mempertahankan fokus. Penggunaan ponsel yang berlebihan dapat memecah perhatian mereka dan mengganggu kemampuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas lain.
Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan bangsa dan kemajuan peradaban. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan agar mampu bersaing di kancah internasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan penggunaan media pembelajaran yang inovatif dan efektif, sesuai dengan kebutuhan siswa yang beragam.
Penelitian dan kajian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran seperti flash card dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan kemampuan membaca siswa, terutama bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme.
Sebagai contoh, dalam penelitian yang dilakukan di SKH Negeri 02 Lebak, penggunaan media pembelajaran flash card terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak-anak autistik kelas V SDLB. Hasil ini menunjukkan bahwa media pembelajaran yang tepat dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Selain itu, penelitian lain juga menyoroti pentingnya penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Teknologi tidak hanya mempermudah akses terhadap informasi, tetapi juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan memberikan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan. Namun, penerapan teknologi dalam pendidikan juga menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan keterbatasan fasilitas, kemampuan guru dalam mengoperasikan teknologi, dan adaptasi siswa terhadap media pembelajaran yang baru.
Melalui penelitian ini, kami bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai penggunaan media pembelajaran flash card dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak-anak autistik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan metode pembelajaran yang efektif untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, serta memberikan rekomendasi praktis bagi para pendidik dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berfokus pada penggunaan media pembelajaran flash card, tetapi juga mengangkat pentingnya inovasi dan adaptasi dalam dunia pendidikan. Kami berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pengembangan metode pembelajaran yang lebih inklusif dan efektif, sehingga semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, dapat meraih potensi maksimal mereka dalam proses belajar.
BAB II
Teori & Metode pembelajaran A. Teori 1. Pengertian Autis
Autisme adalah gangguan perkembbangan yang sangat kompleks yang sejak dahulu menjadi salah satu misteri di dunia kedokteran. Autisme sebenarnya bukan barang baru dan sudah ada sejak lama, namun belum terdiagnosis sebagai autis.
Autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya. (Nugraheni, 2012)
Autisme adalah gejala yang di dapat pada masa kanak-kanak dengan menggambarkan kesendirian, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, melakukan aktivitas dengan spontan dan terbatas, srotif, dan menghafalkan sesuatu tanpa berpikir. Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasif yang ditandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, prilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang-ulang
Autisme sendiri sering diartikan sebagai gangguan perkembangan khususnya terjadi padamasa anak-anak yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang dalam mengadakan interaksi sosial dengan lingkungannya dan seolaholah hidup dalam dunianya sendiri Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan.(Syaputri & Afriza, 2022)
2. Ciri-ciri Autis
Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk melakukan atau berada dalam keadaan yang sama terus menerus. Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum). Sebagian dari individu yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang terjadi;
masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan lebih berat pada periode ini. Namun demikian, masih banyak juga anak-anak autistik yang melewati masa pubertasnya dengan tenang.
Dalam buku DSM (Diagnpstic statistical manual) yang dikembangkan oleh para psikiater amerika mendifinisikan anak autis sebagai berikut : (Muhdar, 2018) 1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c meliputi: sekurang -kurangnya 1 item dari kelompok a, sekurang – kurangnya 1 item dari kelompok b, sekurang-kurangnya 1 item dari kelompok c.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukan oleh paling sedikit dua diantara berikut:
1) Memiliki kesulitan dalam menggunakan berbagai perilaku non verbal seperti, kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang mengatur interaksi sosial.
Anak autism tidak bisa dan tidak mau melakukan kontak mata dengan kita, bahkan sedetik-pun tidak mau.Ketidakmauan kontak mata antara anak Autism dengan orang lain merupakan salah satu ciri autism yang termasuk parah. Bahkan Ketika muka nya di tahan agar dapat melihat ke arah kita, mereka tidak mau dan matanya selalu tidak bisa menatap serta terus melihat ke kanan dan ke kiri untuk menghindari kontak mata. Hal ini dapat menyebabkan interaksi yang rendah antara anak autism dengan orang lain yang mengakibatkan anak tersebut menjadi emosial.
Anak autism yang verbal dia mengucap ulang apa yang diucapkan oleh guru atau orang lain, misalnya Ketika guru bertanya, “Kamu darimana?” anak tersebut akan mengulang dan menirukan apa yanh dikatakan oleh guru tersebut.
2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.
3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara spontan dengan orang lain (seperti, kurang tampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).
4) Ketidakmampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbale balik.
b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukan oleh paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak ( bukan disertai denganmencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara – cara berkomunikasi alternative seperti gerakan tubuh atau lainnya).
2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain.
3) Pemakaian bahasa yang stereotip atau berulang – ulang atau bahasa yang aneh ( idiosyncantric).
4) Cara berain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura – pura secara spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.
c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereostype seperti yang ditunjukan oleh paling tidak satu dari yang berikut :
1) Keasikan dengan satu atau lebih pola – pola minat yang terbatas dan stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.
Anak autism akan terobsesi pada sebuah barang yang ada di sekitarnya dan tidak mudah untuk dilepaskan dari tangannya. Misalnya seorang anak autism memegang sebuah plastik, plastik tersebut akan terus dipegang dan dimainkan. Ciri anak autism berbeda-beda tetapi mereka rata-rata sangat terobsesi dengan suatu barang terlebih yang berbahan plastik. Selain itu anak autism juga suka menata barang yang dia punya contohnya seperti mobil-mobilan. Mobil itu akan disusun sedemikian rupa hingga akan berjejer rapi.
2) Tapak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus, atau yang tidak memiliki manfaat.
3) Perilaku motorik yang stereotip dan berulag – ulang( seperti: memukul – mukulkan atau menggerak – gerakkan tangannya atau mengetuk – ngetukkan jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya).
4) Keasikan yang menetap dengan bagian – bagian dari benda ( objek).
2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang – bidang berikut.
3. sebaiknya tidak dikelompokkan ke dalam Rett Disorder, Childhood Integrative Disorde, atau Asperger syndrome.
Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autis 1. Gangguan Fisik
a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak sehingga terjadi dominasi serebral
b. Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipas 2. Gangguan Perilaku
a. Gangguan dalam interaksi sosial: anak tidak mampu berhubungan secara normal baik dengan orang tua maupun orang lain. Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif terhadap senyuman ataupun sentuhan.
b. Gangguan komunikasi dan bahasa: kemampuan komunikasi dan bahasa sangat lambat dan bahkan tidak ada sama sekali. Mengeluarkan gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka membeo dan mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk dipergunakan mengambil objek yang dimaksud.
c. Gangguan perilaku motoris: terdapat gerakan yang stereotipik seperti bertepuk tangan, duduk sambil mengayun-ayunkan badan kedepankebelakang. Koordinasi motoris terganggu, kesulitan mengubah rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru sangat pasif, agresif dan kadang mengamuk tanpa sebab.
d. Gangguan emosi, perasaan dan afek: Rasa takut yang tiba-tiba muncul terhadap objek yang tidak menakutkan. Seringkali timbul perubahan
perasaan secara tiba-tiba seperti tertawa tanpa sebab atau mendadak menangis.
e. Gangguan persepsi sensoris: seperti suka mencium atau menjilat benda, tidak merasa sakit bila terluka atau terbentur dan sebagainya
3. Faktor penyebab anak autis
Faktor penyebab anak menjadi autis yaitu:
1. Asupan Makanan Gluten dan Kasein
Berdasarkan hasil analisis univariat sebagian besar anak autis mengkonsumsi gluten dan kasein 96,88 % dibandingkan dengan anak tidak terdiagnosis autis. Namun apabila dilihat dari segi Pendidikan orang tua anak autis rata-rata memiliki Pendidikan yang tinggi.
Gluten merupakan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan misalnya terigu, oat dan barley sedangkan kasein merupakan protein yang berasal dari susu sapi. Gluten dan kasein tidak diperbolehkan untuk anak autis karena gluten dan kasein termasuk jenis protein yang sulit untuk dicerna didalam tubuh.
Anak autism Sebagian besar memiliki alergi, salah satunya adalah alergi susu, tomat, dan terigu karena adanya kandungan gluten. Rata-rata anak autism doiluar negeri mereka melakukan diet susu dan tepung, tetapi ada juga yang alergi tomat Dimana Ketika mereka memakan tomat maka mereka akan menjadi hyperaktif, tantrum, dan mengamuk.
2. Riwayat Kehamilan Ibu
Berdasarkan hasil analisis univariat terlihat anak yang lahir lebih cepat bulan atau kurang dari 9 bulan lebih banyak menderita autis sebanyak 53,13%
dibandingkan dengan anak yang normal. Hasil analisis bivariat terlihat tidak ada hubungan yg signifikan antara riwayat kehamilan ibu dengan kejadian autis pada anak, hal ini terlihat karena nilai p-value lebih besar dari 0,05.
Namun pada uji OR didapatkan nilai 2,49. Artinya anak yang memiliki riwayat lahir lebih cepat atau prematur memiliki risiko 2,49 lebih besar menderita autis dibandingkan dengan anak yang lahir cukup bulan dan merupakan faktor risiko.
Salah satu masalah Riwayat kehamilan ibu adalah keracunan logam.
Hal ini dapat diakibatkan salah satunya karena sang ibu sewaktu hamil menambal giginya dengan sesuatu yang berbahan logam dan logam itu terurai lalu termakan dan berpengaruh ke janin yang dikandungnya. Selain itu sewaktu hamil sang ibu kebanyakan minum obat-obatan sampai over.
3. Riwayat Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC yang disebabkan oleh ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak terutama golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun.
4. Pada waktu kecil anak mendapat vaksin MMR
Vaksin MMR (Measles, Mumps, and Rubela) yang artinya vaksin campak, gondongan dan rubella. Vaksin ini tidak sembarangan diberikan, hanya dokter tertentu yang mengeluarkannya. Karena dahulu banyak kasus anak yang setelah di vaksin banyak anak yang autis. Tetapi para dokter menentang hal tersebut, vaksin itu tidak berpengaruh
5. Pengetahuan Orang Tua terhadap Tumbuh Kembang
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama mengenai cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya. Hasil penelitian Kalsum mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, maka mereka akan berhati-hati untuk memilih fasilitas yang lebih lengkap untuk kesehatan ibu dan anak .(Baculu
& Andri, 2019)
B. Metode
Metode Pembelajaran flash card merupakan metode yang efektif untuk membantu anak autis meningkatkan kemampuan kognitif dan bahasanya. Flash card adalah kartu kecil yang sering kali berisi gambar, kata, atau kalimat pendek. Metode ini mengandalkan visualisasi dan pengulangan untuk membantu anak mengingat dan mengenali informasi.
Penggunaan flash card dalam metode pembelajaran untuk anak autis biasanya ditargetkan pada anak-anak usia pra-sekolah hingga sekolah dasar, yaitu sekitar usia 3 hingga 12 tahun.
1. Persiapan
a. Material: Siapkan flash card yang berisi gambar-gambar sederhana dan kata- kata yang terkait dengan gambar tersebut. Contohnya, flash card dengan gambar hewan, benda sehari-hari, atau aktivitas.
b. Lingkungan: Pastikan lingkungan belajar tenang, nyaman, dan minim distraksi. Ini penting agar anak dapat fokus dengan baik.
c. Individualisasi: Kenali karakteristik dan kebutuhan setiap anak. Sesuaikan isi flash card dengan tingkat kemampuan dan minat anak.
2. Pengantar
a. Perkenalan: Mulailah dengan memperkenalkan flash card secara umum.
Jelaskan tujuan dan manfaat dari penggunaan flash card.
b. Contoh: Tunjukkan bagaimana menggunakan flash card dengan memberikan contoh nyata. Misalnya, tunjukkan gambar kucing dan bacakan kata "kucing"
di bawahnya.
Contoh gambar:
3. Proses Pembelajaran
a. Pengelompokan: Kelompokkan flash card berdasarkan kategori, seperti hewan, benda, atau kegiatan sehari-hari. Ini membantu anak dalam mengingat kata-kata dengan lebih mudah.
b. Repetisi: Gunakan repetisi untuk memperkuat ingatan anak. Tunjukkan flash card yang sama berulang kali sampai anak mengenali dan mengingat kata tersebut.
c. Interaksi: Ajak anak untuk berinteraksi dengan flash card. Misalnya, minta anak untuk menunjukkan flash card yang sesuai dengan kata yang Anda ucapkan.
Contoh aktivitas:
- Menunjukkan gambar flash card: "Mana gambar kucing?"
- Menyebutkan nama gambar: "Ini gambar apa?"
d. Penguatan Positif: Berikan pujian atau hadiah kecil setiap kali anak berhasil mengenali atau mengingat kata dari flash card. Ini akan meningkatkan motivasi belajar anak.
4. Evaluasi
a. Pengujian: Lakukan pengujian secara berkala untuk menilai sejauh mana kemampuan anak dalam mengenali dan mengingat kata-kata dari flash card.
b. Observasi: Amati respons dan perkembangan anak selama proses pembelajaran. Sesuaikan metode dan materi flash card jika diperlukan berdasarkan hasil observasi tersebut.
c. Feedback: Berikan feedback yang konstruktif kepada anak dan orang tua mengenai perkembangan yang telah dicapai dan area yang masih perlu ditingkatkan.
5. Inovasi
a. Integrasi Teknologi: Pertimbangkan untuk menggunakan aplikasi atau perangkat teknologi yang dapat mendukung pembelajaran dengan flash card.
Beberapa aplikasi menawarkan fitur interaktif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
b. Kreativitas: Ajak anak untuk terlibat dalam pembuatan flash card. Misalnya, anak dapat menggambar gambar sendiri yang kemudian dijadikan flash card.
Contoh Gambar Flash Card:
1. Gambar Hewan:
a. Seekor kucing dengan tulisan "Kucing" di bawahnya.
b. Seekor anjing dengan tulisan "Anjing" di bawahnya.
2. Gambar Benda:
a. Sebuah apel dengan tulisan "Apel" di bawahnya.
b. Sebuah buku dengan tulisan "Buku" di bawahnya.
3. Gambar Aktivitas:
a. Anak sedang bermain dengan tulisan "Bermain" di bawahnya.
b. Anak sedang makan dengan tulisan "Makan" di bawahnya.
C. Biaya dan Agenda
Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan 1. Sarana
a. Kertas Art Paper atau Karton:
Digunakan sebagai bahan dasar pembuatan flash card agar lebih tahan lama dan mudah dipegang oleh anak-anak.
b. Printer Warna:
Untuk mencetak gambar dan kata-kata pada flash card.
c. Tinta Printer:
Pastikan Anda memiliki tinta printer warna yang cukup untuk mencetak gambar yang menarik dan jelas.
d. Gunting atau Pemotong Kertas:
Digunakan untuk memotong kertas menjadi ukuran flash card yang sesuai.
e. Laminating Sheet:
Melaminasi flash card agar lebih awet dan tidak mudah rusak oleh air atau kotoran.
f. Mesin Laminating:
Untuk melaminasi flash card dengan cepat dan rapi.
g. Spidol Warna atau Pensil Warna:
Untuk menambahkan hiasan atau tulisan tambahan pada flash card secara manual.
h. Stiker atau Gambar:
Stiker atau gambar tambahan yang bisa ditempelkan pada flash card untuk membuatnya lebih menarik.
i. Box Penyimpanan atau Kantong:
Untuk menyimpan flash card agar tetap rapi dan mudah diakses.
2. Prasarana
a. Ruangan Belajar yang Nyaman:
Tempat yang tenang dan bebas dari gangguan untuk meningkatkan fokus anak selama pembelajaran.
b. Meja dan Kursi yang Ergonomis:
Meja dan kursi yang nyaman dan sesuai dengan tinggi badan anak untuk menunjang kegiatan belajar.
c. Papan Tulis Kecil atau Flip Chart:
Untuk memberikan penjelasan tambahan atau ilustrasi selama pembelajaran.
d. Komputer atau Laptop:
Digunakan untuk mendesain dan mencetak flash card, serta untuk mengakses sumber-sumber pembelajaran digital lainnya.
e. Aplikasi Desain Grafis (Opsional):
Aplikasi seperti Adobe Illustrator atau Canva untuk membuat desain flash card yang lebih menarik.
Rincian Biaya yang Dibutuhkan (Estimasi)
No. Komponen Biaya (IDR)
1. Kertas Art Paper (10 rim) 500,000
2. Printer Warna 2,000,000
3. Tinta Printer (4 botol) 600,000
4. Gunting 50,000
5. Laminating Sheet (100 lembar) 300,000
6. Mesin Laminating 1,200,000
7. Spidol Warna (1 set) 100,000
8. Biaya Desain Grafis 500,000
9. Pengerjaan (Tenaga) 1,000,000
Total Rp. 6,250,000
Agenda
Minggu ke-1 Pengenalan Dasar • Pengenalan flash card.
• Gambar dan kata-kata dasar (misalnya: hewan, benda sehari-hari).
• Latihan pengenalan gambar dan kata.
• Permainan mencari gambar yang disebutkan.
• Repetisi pengenalan gambar dan kata.
• Latihan interaktif dengan menunjuk gambar yang sesuai.
• Evaluasi awal kemampuan mengenali gambar dan kata.
Minggu ke-2 Pengembangan Kosakata • Pengenalan flash card baru dengan kata-kata lebih kompleks.
• Permainan mencocokkan gambar dengan kata.
• Latihan pengenalan gambar dan kata baru.
• Repetisi dengan flash card minggu sebelumnya.
• Interaksi dengan flash card melalui aktivitas menyusun kalimat sederhana.
• Evaluasi perkembangan kosakata dan pemahaman.
Minggu ke-3 Latihan Kalimat Sederhana
• Pengenalan kalimat sederhana menggunakan flash card.
• Latihan membaca kalimat pendek.
• Repetisi dan permainan menyusun kalimat.
• Latihan interaktif menyusun kalimat dari gambar yang berbeda.
• Repetisi pengenalan dan latihan kalimat.
• Evaluasi kemampuan membaca kalimat sederhana.
• Interaksi dengan flash card melalui aktivitas bercerita sederhana.
Minngu ke-4 Penerapan dan Evaluasi • Revisi dan pengulangan materi dari minggu sebelumnya.
• Permainan interaktif dengan seluruh flash card.
• Latihan pengenalan dan penyusunan kalimat.
• Evaluasi pengetahuan kosakata dan pemahaman.
• Aktivitas kreatif dengan membuat flash card sendiri.
• Menggunakan flash card untuk bercerita sederhana.
• Evaluasi akhir dan penguatan positif melalui penghargaan.
• Feedback kepada anak dan orang tua mengenai perkembangan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, H. P., With Autism, ; P, & Suminar, D. R. (2022). The Experiences of Mother who Has Children with Autism Spectrum Disorder. Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies, 11(2), 117–123. https://doi.org/10.15294/ijeces.v11i2.58495
Baculu, E. P. H., & Andri, M. (2019). Faktor Risiko Autis Untuk Mengurangi Generasi Autis Anak Indonesia. MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The
Indonesian Journal of Health Promotion, 2(1), 5–11.
https://doi.org/10.31934/mppki.v2i1.522
Candra Pratiwi, J. (2015). Sekolah Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus: Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan “Meretas Sukses Publikasi Ilmiah Bidang Pendidikan Jurnal Bereputasi,” November, 237–242.
Hernawan, A. D., Diningrum, A., Jati, S. N., & Nasip, M. (2018). Risk Factors of Autism Spectrum Disorder (ASD). Unnes Journal of Public Health, 7(2), 104–112.
https://doi.org/10.15294/ujph.v7i2.20565
Jindal-Snape, D., Douglas, W., Topping, K. J., Kerr, C., & Smith, E. F. (2005). Effective education for children with autistic spectrum disorder: Perceptions of parents and professionals. International Journal of Special Education, 20(1), 77–87.
Muhdar, M. (2018). Anak Autis karakteristik perilaku dan interaksi sosial. Pendidikan Luar Biasa, 1.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707041981031MUH DAR_MAHMUD/Artikel/ANAK_AUTIS.pdf
Nugraheni, S. A. (2012). Menguak Belantara Autisme. Buletin Psikologi, 20(1–2), 9–17.
https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11944
Oktavia, M., & Junita Sari, M. (2024). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dengan Anak Autis. Educational Journal of Innovation and Publication (EJIP), 3(1), 64–75.
https://scholar.google.com/
Syaputri, E., & Afriza, R. (2022). Peran Orang Tua Dalam Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme). Educativo: Jurnal Pendidikan, 1(2), 559–564.
https://doi.org/10.56248/educativo.v1i2.78
Fatwati, U. K. (2022). PENGGUNAN MEDIA FLASHCARD PADA PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK AUTIS. JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, 77-81.
Gresik, U. M. (n.d.). EFEKTIVITAS TERAPI BERMAIN FLASH CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD) RAHAYU PUJI LESTARI 1 *, IMA FITRI SHOLICHAH 2.
Ita Sholichah, N. A. (n.d.). PENERAPAN METODE FLASH CARD TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK AUTIS DI RA SUNAN GIRI TAJINAN-MALANG Info Artikel ABSTRAK.
PENGGUNAAN MEDIA FLASHCARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK TUNAS BANGSA PENANTIAN ULUBELU . (n.d.).
(n.d.). PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK AUTISTIK KELAS VI SDLB DI SKh NEGERI 02 LEBAK.
Psikologi, J. I. (2024). Permainan Flashcard Dalam Melatih Perilaku Emosi Pada Anak Dengan Autisme Di SD X. Jurnal Ilmu Psikologi Dan Kesehatan, 73-84.