See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/323846577
Budidaya Perairan Tawar
Book · May 2017
CITATION
1
READS
14,214
2 authors:
Petrus Hary Tjahja Soedibya
Jenderal Soedirman University. Indonesia 21PUBLICATIONS 79CITATIONS
SEE PROFILE
taufik budhi Pramono Universitas Jenderal Soedirman 61PUBLICATIONS 141CITATIONS
SEE PROFILE
BUKU AJAR
Disusun Oleh:
Petrus Hary Tjahja Soedibya Taufik Budhi Pramono
Penerbit
Universitas Jenderal Soedirman 2018
Buku Ajar
BUDIDAYA PERAIRAN TAWAR
© 2018 Universitas Jenderal Soedirman
Cetakan Kedua, Maret 2018 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All Right Reserved
Penulis:
Petrus Hary Tjahja Soedibya Taufik Budhi Pramono
Editor:
Drs. Subandi, M.Pd.
Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Jalan Prof. Dr. H.R. Boenyamin 708 Purwokerto
Kode Pos 53122 Kotak Pos 115 Telepon 635292 (Hunting) 638337, 638795
Faksimile 631802 www.unsoed.ac.id
Dicetak oleh:
BPU Unit Percetakan dan Penerbitan Universitas Jenderal Soedirman
ix + 70 hal., 15,5 x 23 cm ISBN : 978-602-1004-58-6
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint,
microfilm dan sebagainya.
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan buku ajar Budidaya Perairan Tawar. Buku ajar ini disusun sebagai sumber belajar bagi mahasiswa program studi Budidaya Perairan yang menempuh mata kuliah Budidaya Perairan Tawar pada semester
Buku ini menjelaskan pengertian, peranan, ruang lingkup, permasalahan, peluang, dan tantangan budi daya perairan tawar pada masa kini dan masa depan. Budi daya perairan tawar bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, melainkan memiliki keterkaitan dengan bidang ilmu lain.
Pengetahuan bidang ilmu lain dapat membantu memecahkan permasalahan dan pengembangannya. Dibahas pula upaya meningkatkan produktivitas budi daya perairan tawar dengan pemilihan penerapan sistem budidaya dan kultivan atau jenis ikan. Sistem budidaya meliputi ekstensif, semi intensif dan intensif, sedangkan berdasarkan kultivan yaitu monokultur dan polikultur. Karakteristik sistem budidaya dan dijelaskan secara rinci dan dapat digunakan sebagai dasar untuk produksi yang diinginkan.
Pemenuhan ketersediaan benih mutlak diperlukan untuk usaha perikanan budidaya. Ketersediaan benih harus terpenuhi secara kontinyu dalam hal kuantitas, kualitas, dan waktu. Upaya pemenuhan dilakukan dengan kegiatan pembenihan yang baik. Pembenihan yang baik bertujuan untuk menghasilkan benih yang bermutu baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pembenihan yang baik perlu pemahaman karakteristik induk, seleksi induk matang kelamin dan metode pemijahannya. Pemahaman tersebut sangat berguna dalam menunjang penanganan, dan teknik pembenihannya. Dalam produksi benih sering terkendala karena banyaknya tingkat kematian pada fase embrio dan larva. Umumnya fase tersebut dinamakan fase kritis. Pembahasan mengenai embrio dan benih
dijelaskan mengenai karakteristik embrio dan larva serta strategi dan teknik pemeliharaannya. Pemenuhan kebutuhan benih ikan sangat dibatasi oleh jumlah, jarak suatu wilayah, dan waktu tempuh. Kelancaran suplai dan kualitas benih untuk kegiatan budidaya perlu didukung teknologi transportasi. Beberapa teknik transportasi dibahas pada bab terakhir buku ini.
Buku ini tentu masih banyak kekurangan, dan akan diperbaharui setiap tahun, disesuaikan dengan perkembangan ilmu akuakultur. Kepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman dan Ketua LP3M, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan menulis buku ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dwi Shinta Kurniawati atas sumbangan foto dan kepada pemerhati, saran dan krtitik sangat diharapkan dalam kesempurnaan buku ini.
Purwokerto, 17 November 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II PENGERTIAN, PERANAN, RUANG LINGKUP DAN PERKEMBANGAN BUDI DAYA PERAIRAN TAWAR ... 3
BAB III SISTEM BUDIDAYA IKAN ... 15
BAB IV PEMBENIHAN IKAN... 23
BAB V PEMELIHARAAN EMBRIO DAN LARVA ... 31
BAB VI TRANSPORTASI IKAN ... 49
DAFTAR PUSTAKA... 63
GLOSARIUM ... 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Karakteristik sistem budidaya ikan berdasarkan
pengelolaan ... 16 Gambar 2. Teknologi bioflok dan hasil produksinya dalam
kolam bundar ... 18 Gambar 3. Prinsip Cara Pembenihan Ikan yang Baik ... 24 Gambar 4. Telur dan larva ikan Gurami (Sumber : Pramono,
2007) ... 26 Gambar 5. Ikan discus (kiri) dan Ikan Arwana (kanan) aktif
menjaga keturunannya ... 26 Gambar 6. Ikan lele matang kelamin pada ikan betina dan
jantan secara morfologi ... 27 Gambar 7. Pemijahan Ikan Lele Secara Alami ... 29 Gambar 8. Pemijahan Buatan Ikan Bawal ... 30 Gambar 9. Pembelahan Discoidal pada telur zebrafish. (A) 1-
sel embryo. ... 37 Gambar 10. Pengukuran penyusutan volume kuning telur ... 42 Gambar 11. Laju Penyerapan Kuning Telur Larva ikan Brek ... 42 Gambar 12. Larva baru menetas yang masih ada kuning telur
dan belum berkembang organ-organ penting
(Sumber : Pramono dan Marnani, 2007) ... 45 Gambar 13. Transportasi sistem basah yang tertutup ... 53 Gambar 14. Transportasi Sistem Terbuka (Dokumen Pribadi) ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ciri-ciri morfologi induk ikan yang matang
kelamin ... 28
Bab I
PENDAHULUAN
angan merupakan kebutuhan pokok manusia.
Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur dalam undang-undang Nomor 18 Tahun 2012, yang menekankan adanya pemenuhan pangan di tingkat individu dengan memanfaatkan sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal sehingga tercapai ketahanan dan kemandirian pangan. Sumber daya alam utamanya perairan tawar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi pangan hewani. Potensi sumber daya perairan tawar meliputi sungai danau, waduk, situ, sawah, saluran irigasi, mata air dan air sumur atau air tanah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi pangan hewani. Kegiatan pengembangan budi daya perairan tawar penting dilakukan dengan tujuan mewujudkan ketahanan pangan, kesehatan, mengatasi masalah pengangguran, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan wilayah.
Budi daya perairan tawar sebagai suatu kegiatan produksi berorientasi pada upaya menyediakan dan memperbanyak benih, menumbuhkan dengan baik, menekan mortalitas, dan meningkatkan mutu hingga dapat dijual dan memperoleh keuntungan. Kegiatan produksi budi daya perairan tawar dilakukan mulai dari pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Pemilihan kegiatan produksi tersebut dapat mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya yaitu komoditas, pengusaan teknologi, ketersediaan lahan, modal, dan lainnya.
Salah satu upaya meningkatkan produktivitas perikanan budidaya dengan potensi areal yang ada adalah dengan penerapan
P
sistem budidaya. Sistem budidaya perairan yang dikembangkan dapat berdasarkan pengelolaan dan kultivan. Penerapan sistem budidaya erat hubungannya dengan kemampuan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi dapat dilakukan dengan cara memperbaiki kombinasi faktor-faktor produksi dan pembaharuan teknologi, baik di pembenihan, manajemen induk, pemeliharaan larva atau benih, pembesaran, hingga transportasi.
Pembenihan menjadi awal mata rantai produksi budi daya.
Penyediaan benih unggul menjadi tuntutan dan kebutuhan untuk peningkatan produksi budi daya baik lokal, nasional maupun internasional. Pemenuhan tuntutan dan kebutuhan benih unggul perlu diupayakan penerapan sistem manajemen mutu pembenihan yang baik. Pemenuhan kebutuhan benih seringkali terkendala kontinyuitas produksi pada usaha pembenihan karena tingkat kematian yang tinggi saat perkembangan embrio dan larva. Untuk menangani embrio dan larva perlu dipahami karakteristiknya. Pemahaman karateristik akan membantu dalam standarisasi, strategi, dan teknik produksi benih di hatchery.
Kebutuhan akan benih ikan untuk budidaya di suatu wilayah sering kali tidak tercukupi, oleh karena itu perlu disuplai dari wilayah lain. Suplai benih dari wilayah lain sangat bergantung pada jumlah, jarak dan waktu tempuh. Kualitas benih ikan untuk kegiatan budidaya yang diperoleh dari wilayah lain ditentukan oleh teknologi transportasinya.
Bab II
PENGERTIAN, PERANAN, RUANG LINGKUP DAN PERKEMBANGAN BUDI DAYA PERAIRAN TAWAR
2.1 Pengantar
Mempelajari budi daya perairan tawar harus diawali dengan mengetahui pengertian, peranan, ruang lingkup dan perkembangan serta peluang atau tantangan budi daya perairan tawar pada masa kini dan masa depan. Hal tersebut akan membantu pemahaman budidaya perairan tawar secara menyeluruh, yakni bahwa untuk pengembangan- nya memerlukan keterkaitan dengan bidang ilmu lain, mampu memetakan kondisi dan permasalahan serta pengembangannya.
2.2 Capaian Pembelajaran
Pada bab ini, setelah mengikuti kuliah, mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, peranan, sejarah, ruang lingkup budi daya perairan air tawar dan keterkaitan dengan ilmu lain dan perkembangannya. Mahasiswa juga dapat menjelaskan tantangan budi daya perairan air tawar di masa mendatang.
2.3 Pengertian Budidaya Perairan Tawar
Budi daya secara harfiah memiliki arti pemeliharaan dan perairan tawar merupakan sumberdaya perairan biotik (hewan atau tumbuhan air) dan abiotik di lingkungan air tawar. Budidaya perairan tawar (freshwater aquaculture) dalam konteks bidang perikanan memiliki arti kegiatan pemeliharaan sumberdaya biota perairan di lingkungan
perairan tawar secara terkontrol yang dilakukan oleh manusia.
Kegiatan budidaya perairan juga merupakan sebuah kegiatan usaha ekonomi produktif untuk tujuan kesejahteraan.
Kegiatan-kegiatan budi daya perairan tawar yang umum dilakukan adalah budi daya ikan, budi daya alga, dan beberapa jenis avertebrata lain (cacing). Cakupan kegiatan budi daya perairan tawar cukup luas, akan tetapi teknologi dan penguasaannya membatasi dalam pengembangan di masyarakat.
Kegiatan budi daya perairan tawar memerlukan input pakan, tenaga kerja, dan energi untuk meningkatkan produksi dengan cara memanipulasi pertumbuhan, mortalitas, dan reproduksi dalam lingkup terbatas, baik terbuka maupun tertutup (Soedibya et al., 2015). Proses produksi dilakukan dari usaha pembenihan, pendederan, hingga pembesaran ikan dan output serta output produksi baik berupa telur, larva, benih, ikan remaja, atau induk.
2.4 Peranan Budi daya Perairan Tawar
Pertambahan jumlah penduduk yang relatif cepat menuntut penyediaan bahan makanan yang memadai. Budidaya perairan tawar memiliki peranan yang sangat strategis di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Penyediaan sumber protein hewani
Ikan dan hewan air lainnya merupakan sumber protein dan gizi lainnya yang sangat baik, bergizi dan murah dibandingkan dari sumber protein lainnya seperti ayam dan daging. Mewabahnya penyakit flu burung (avian influenza) pada unggas, anthraks dan cacing pita pada daging sapi yang membahayakan menjadikan ikan sebagai pilihan utama dan direkomendasikan. Produk perikanan memiliki zat gizi yang dapat menunjang pemenuhan gizi masyarakat. Zat gizi yang terkandung dalam ikan tersebut antara lain asam lemak Omega-3 yang sangat bermanfaat dalam menjaga arteri dari penyumbatan dan menurunkan tekanan darah serta perkembangan otak anak-anak.
2) Peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan pendapatan
Budi daya air tawar menjadi sebuah kegiatan usaha yang berkontribusi bagi penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan, baik secara langsung maupun tak langsung bagi masyarakat.
3) Rekreasi dan keindahan (estetika)
Budidaya air tawar juga banyak dilakukan untuk rekreasi agrowisata seperti pemancingan dan sekaligus sebagai olahraga.
Selain itu, budidaya tersebut dapat sebagai elemen keindahan dengan landskap dan pemeliharaan kolam taman atau akuarium yang berisi ikan hias.
4) Pelestarian plasma nutfah
Ikan dari perairan umum hampir mengalami penurunan produksi dan kepunahan karena aktivitas penangkapan berlebih dan pencemaran. Upaya domestikasi dan pembenihan diharapkan dapat untuk penyediaan atau restocking sumberdaya ikan di perairan umum dan pengembangan usaha budidaya.
5) Pengembangan wilayah
Lahan yang masih memadai untuk dikembangkan usaha budidaya ikan air tawar adalah di pedesaan. Usaha budidaya ikan air tawar di pedesaan tentunya membantu dalam pengembangan wilayah desa utamanya infrastruktur, ekonomi, dan kesejahteraan.
Wilayah yang saat ini dikembangkan saat ini oleh pemerintah adalah wilayah kawasan minapolitan.
6) Bahan baku obat-obatan
Ikan air tawar dari golongan snakehead seperti ikan betutu, gabus dan toman memiliki kandungan bahan obat albumin yang tinggi. Albumin biasa digunakan untuk pengobatan dan masa pemulihan pasien pascaoperasi.
2.5 Sejarah Perkembangan Budidaya Perairan Tawar
Sebelum membahas ilmu budidaya perairan secara mendalam, marilah kita melihat kilas balik perubahan-perubahan sistem budidaya yang telah mengalami perjalanan yang sangat panjang. Aktivitas
budidaya ikan sudah ada sejak zaman kuno kurang lebih tahun 2000 Sebelum Masehi (SM). Bardach et.al. (1972) mengemukakan bahwa banyak naskah dan bukti yang menuliskan tentang perkembangan budidaya perairan di dunia, antara lain di China pada sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi (SM) tentang pemijahan ikan karper dan abad ke 5 SM telah berkembang usaha budidaya perairan. Pada masa itu, pembenihan ikan karper telah dilakukan dan senantiasa dianjurkan oleh pihak kerajaan sebagai usaha yang menguntungkan masyarakat (Li, 1940 dalam Hickling 1971). Ikan karper kemudian diintroduksi ke benua Eropa sekitar tahun 1150 dan budidayanya berkembang di seluruh daratan Eropa pada tahun 1860.
Pada zaman Mesir Kuno ditemukan relief atau gambar adanya kolam taman dan ikan nila yang sedang ditangkap pemilikinya.
Kuburan Hieroglif Mesir menunjukkan bahwa Mesir dari Kerajaan Tengah (2052-1786 SM) berusaha membudidaya ikan secara intensif.
Pemerintahan Roma juga mengikuti jejak Mesir dengan mengembang- kan praktik budidaya. Mereka diketahui telah membudidayakan tiram atau kerang jenis oysters.
Budi daya yang diterapkan oleh kerajaan Roma adalah bentuk pertama dari budidaya yang terus berkembang ke dalam beberapa bentuk yang lebih modern. Semua bentuk awal budidaya sangatlah berbeda dengan sebagian besar budidaya yang dilakukan saat ini.
Perbedaan utamanya adalah bahwa perikanan budidaya di zaman kuno, ikan yang dipelihara adalah ikan kecil yang diambil dari perairan. Belum ada kegiatan pembenihan. ikan terus dibiarkan bertumbuh dengan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk petumbuhannya. Ikan mas, di Cina, ribuan tahun yang lalu dikumpulkan pada fase pembesaran kemudian dipindahkan ke kolam khusus agar mencapai pembesaran ukuran konsumsi. Orang Mesir dan Roma membuktikan usaha ini tidak terbatas pada ikan mas saja tetapi juga jenis organisme akuatik lain seperti ikan nila dan kekerangan.
Perkembangan perikanan budidaya perairan tawar di Indonesia diketahui dari Undang-Undang Kutara Manawa sekitar tahun 1400 M yang berisi larangan menangkap ikan di kolam atau tambak. Pada waktu itu dijelaskan bahwa kegiatan pemeliharaan ikan atau budidaya ikan sudah sangat penting dan perlu dilindungi.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1939, ditemukan ikan Tilapia mossambica di Jawa Timur oleh pak Mujair dan dalam pembudidayaan- nya dikenal dengan nama ikan mujair.
2.6 Keterkaitan Ilmu Budidaya Perairan dengan Ilmu Lain Ilmu budidaya perairan adalah suatu ilmu yang memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya. Hal ini disebabkan ilmu budidaya perairan memiliki objek kajian yang luas yang berhubungan dengan hampir semua aspek kehidupan.
Adapun ilmu-ilmu yang memiliki keterkaitan ilmu dasar, ilmu khusus, dan terapan dengan ilmu budidaya perairan adalah sebagai berikut :
1) Biologi
Jenis ikan air tawar sangatlah banyak ragamnya dan terkadang bersifat endemik di suatu wilayah. Pemahaman mengenai karakteristik biologi, kebiasaan makan, kebiasaan pakan, pola pertumbuhan, bioekologi, dan biologi reproduksi jenis ikan air tawar senantiasa menjadi perhatian para peneliti. Hal ini memberikan dasar dalam mengembangkan teknik maupun teknologi budidayanya.
2) Ilmu Kimia
Keterkaitan ilmu kimia dengan budidaya perairan adalah dasar pengetahuan tentang struktur dan sifat senyawa bahan alam seperti karbohidrat, protein, vitamin, enzim, lemak, asam nukleat, dan lain-lain. Pemahaman ilmu kimia secara umum dapat membantu mempelajari bagaimana proses metabolisme primer, yang terdiri atas keseluruhan proses sintesis/anabolisme (reaksi pembentukan) dan perombakan zat-zat penyusun utama/
katabolisme (reaksi pemecahan) yang dilakukan oleh organisme
seperti polisakarida, protein, lemak, dan asam nukleat untuk kelangsungan hidupnya.
3) Ilmu Fisika
Ilmu fisika memiliki peranan dalam rancang bangun kolam atau tambak, menghitung kebutuhan air untuk pengisian kolam/tambak, debit pembuangan air, panjang dan tinggi gelombang air laut untuk memprediksi volume air pasang yang dapat dimanfaatkan untuk tambak serta kecepatan kincir yang dapat menghasilkan oksigen terlarut di perairan tambak.
4) Ilmu Fisiologi
Ilmu fisiologi sangat mendukung ilmu budidaya perairan dalam mempelajari proses sistem metabolisme pencernaan, peredaran darah, pernafasan, penyerapan serta budget energi sehingga ikan dapat tumbuh, berkembang dan bereproduksi.
5) Ekologi perairan
Ilmu ekologi perairan merupakan cabang ilmu mengenai lingkungan yang berfokus mempelajari interaksi atau hubungan timbal balik antara organisme di perairan dengan lingkungannya.
Ekologi juga sangat penting dalam budidaya perairan. Beberapa parameter ekologis sangat menentukan jenis ikan apa yang dapat dibudidayakan dan bagaimana interaksinya karena ikan memiliki kebutuhan ekologis yang berbeda-beda.
6) Genetika
Ilmu genetika memiliki peranan dalam peningkatan hasil budidaya perikanan dan produksi benih. Ilmu ini mempelajari gen, kromosom, pengembangan metode pemuliaan ikan melalui manipulasi kromosom, hibridisasi, rekayasa genetika dan lain-lain.
7) Mikrobiologi
Ilmu mikrobiologi mengkaji parasit dan penyakit yang menyebabkan gangguan fisiologis melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh organisme serta organisme parasit yang menimbulkannya.
8) Ilmu Ekonomi
Ilmu Ekonomi sangat bermanfaat bagi perikanan budidaya untuk analisis ekonomi dan keuangan dalam produksi perikanan budidaya. Selain itu, ilmu ekonomi juga membahas pembiayaan, perencanaan, organisasi, pengelolaan modal, tenaga kerja, keuangan dan resiko untuk bisnis akuakultur.
2.7 Perkembangan dan Tantangan Budidaya Perairan Tawar di Indonesia
Kegiatan budidaya perairan tawar pada masa setelah kemerdekaan hingga tahun 1970 masih belum berkembang dan tingkat konsumsi masyarakat akan ikan masih kurang. Umumnya kegiatan budidaya perairan tawar dikelola masih sangat sederhana dan belum higienis, hanya membuat petakan kolam, memberikan pakan dengan limbah rumah tangga dan terkadang di atasnya terdapat jamban. Ikan-ikan yang dibudidayakan terbatas pada ikan-ikan lokal yang ada di daerahnya seperti ikan mas, tambakan, nilem, tawes, mujair, sepat, gurami, betok.
Teknologi budidaya ikan belum banyak dikenal oleh masyarakat, pemberian pakan tambahan berasal dari dedak atau bekatul, pembenihan sudah dikenal dan dilakukan secara alami serta mengikuti musim pemijahan atau musim penghujan. Pemeliharaan larva dan benih dengan cara memaksimalkan kesuburan perairan kolam dilakukan dengan cara pemupukan menggunakan kotoran ternak. Pengelolaan budidaya dan pemanfaatannya belum diatur dengan baik dan fokusnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga atau menjual di daerahnya atau daerah lain hingga pada akhirnya banyak mengenal budidaya ikan.
Mengingat pentingnya konsumsi protein hewani asal ikan, pada tahun 1980-1990 dalam pengembangan budidaya perairan tawar mulai dikenalkan introduksi ikan nila/tilapia dan lele dumbo dari Afrika, sistem budidaya ikan, pakan tambahan berupa pellet, seleksi dan manajemen induk, teknologi pemijahan dengan penggunaan hormon sintesis maupun alami, upaya domestikasi beberapa ikan asli
perairan umum baik untuk ikan kosnumsi maupun hias seperti ikan patin, balashark, botia, betutu, bawal, dan lainnya .
Pada abad ke-21, paradigma pengembangan budidaya perairan tawar dikembangkan menjadi sebuah serangkaian sistem usaha atau aquabisnis dan pengembangan industri, meliputi sistem input produksi (sarana dan prasarana produksi), proses produksi (dari pemijahan sampai dengan pembesaran) serta output produksi (pemanenan, pengolahan dan pemasaran). Paradigma tersebut tetap mengedepankan asas untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan perluasan lapangan kerja dan mengembangkan wilayah atau yang dikenal dengan pro poor, pro job dan pro growth. Pemerintah mengupayakan pengembangan induk dan benih unggul baik yang dilakukan dengan introduksi maupun riset, dan pengembangan seperti nila GIFT, lele sangkuriang, nila BEST, nila Nirvana, nila Larasati dan udang galah GiMacro, lele Mutiara. Pengembangan teknoologi pakan diupayakan kepada industri pakan dan para pembudidaya dengan pengembangan pakan alternatif berbasis sumber daya lokal serta pengembangan pakan mandiri dengan membuat pabrik pakan mini.
Sistem akuabisnis yang dikembangkan di masyarakat diperkuat dengan melakukan pengembangan wilayah, kelembagaan, peningkatan sumber daya penyuluh, peningkatan kapasitas pembudidaya dengan pelatihan-pelatihan baik, lokal, regional maupun nasional, peningkatan pendapatan dengan peningkatan keterampilan pengolahan ikan;
pemasaran melalui pembentukan kelompok pengolah dan pemasar (Pohlaksar). Pengembangan wilayah dapat dilihat dengan adanyan pengembangan wilayah minapolitan (kota ikan), adanya kelompok pembudidaya ikan (pokdakkan) yang terpisah dari kelompok tani, banyaknya tenaga penyuluh diharapkan dapat mempercepat informasi teknologi budidaya ikan ke masyarakat, keterampilan budidaya dan pengolahan serta memberikan nilai tambah produk ikan.
Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia telah menunjukkan kecenderungan adanya perubahan perilaku konsumsi dan gaya hidup yaitu menuju ke produk perikanan. Perubahan gaya hidup, tersebut antara lain disebabkan oleh kebutuhan makanan sehat,
tingkat aktivitas yang tinggi dan kegiatan yang cakupannya sangat padat. Pemenuhan kebutuhan ikan yang sementara ini dipenuhi dari hasil usaha penangkapan memberikan dampak terjadinya over fishing dan berkecenderungan merusak kelestarian alam. Akibat dari kegiatan penangkapan tersebut, maka alternatif pemenuhan kebutuhan ikan berasal dari budi daya perikanan. Keterbatasan kemampuan pasokan hasil perikanan tangkap dunia, ikan dari budi daya akan menjadi komoditas strategis yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia.
Dibalik prospek pengembangan budi daya ikan yang sangat bagus, namun ternyata masih memiliki beberapa permasalahan dan tantangan. Permasalahan dan tantangan yang perlu diperhatikan di antaranya sebagai berikut :
1) Keterbatasan dan penataan lahan
Perkembangan penduduk di Indonesia menyebabkan permintaan lahan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pertambahan penduduk dan luas lahan berbanding terbalik.
Permintaan lahan yang meningkat ini makin dirasakan baik di perkotaaan dan perdesaan untuk perluasan pemukiman penduduk dan pembangunan sarana umum. Lahan pertanian atau perikanan produktif telah banyak beralih fungsi, termasuk di dalamnya lahan untuk pemeliharaan ikan Belum adanya penataan ruang usaha yang terprogram (tata kelola lahan) serta sanitasi lingkungan. Hal ini juga menjadi faktor penghambat pengembangan budidaya perikanan di Indonesia dan sebagian negara di dunia.
2) Pemanasan global dan perubahan iklim
Pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat kegiatan manusia seperti penggundulan hutan dan pembakaran fosil. Dampak pemanasan global menyebabkan tidak stabilnya iklim, gangguan ekologis, rusaknya infrastruktur, dan lainnya. Masing-masing dampak tersebut pada akhirnya akan mendatangkan berbagai dampak susulan, baik dalam bidang ekonomi, ekologi, kesehatan, dan sosial-politik. Perikanan budi daya sangat merasakan dampak
cuaca atau iklim yang ekstrim karena ikan bersifat poikilotermal yaitu sangat bergantung kepada suhu lingkungan.
3) Tekanan genetik
Berdasarkan potensi genetiknya, terlihat adanya kecenderungan penurunan kualitas genetik dari komoditas unggulan yang dibudidayakan. Kemajuan usaha budidaya tidak diimbangi dengan antisipasi terhadap potensial problem, utamanya inbreeding dan hilangnya strain unggul. Proses seleksi, isolasi dan adaptasi hingga pengoleksian komoditas unggulan kurang diperhatikan. Demikian pula evaluasi terhadap karakterisasi potensi yang muncul. Dalam upaya mempercepat pemanfaatan keanekaragaman hayati ikan ini, pemahaman akan karakterisasi jenis-jenis ikan menjadi penting sebagai dasar dari akuakultur.
Kasus penurunan kualitas genetik ikan budidaya tersebut muncul karena tidak adanya suatu perencanaan/manajemen produksi yang baik. Manajemen produksi ini meliputi seleksi induk yang akan dipijahkan; berapa jumlah induk yang akan dipijahkan; berapa jumlah benih yang akan dihasilkan; bagaimana cara perawatan; menyeleksi dan memperoleh benih unggul hingga memproduksi kembali induk dan benih unggul secara kontinyu.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan isolasi genetis dari ikan yang dihasilkan saat dipasarkan ke luar negeri.
Lalu lintas perdagangan ikan sangatlah cepat dan luas.
Pengenalan terhadap karakterisasi dan keturunan serta sifat-sifat keturunannya sulit ditelusuri, memerlukan waktu yang cukup lama. Penurunan kualitas genetik ini secara tidak langsung akan memengaruhi tingkat pertumbuhan, reproduksi, dan daya tahan terhadap penyakit. Sehubungan dengan pengembangan potensi genetik ikan, diperlukan kegiatan pengembangan plasma nutfah dan pemuliaan, seperti penerapan effective breeding numbering, selective breeding, ginogenesis, sex reversal dan tehnik hibridisasi serta poliploidisasi. Tidak sedikit pula jenis-jenis ikan potensial yang dapat dibudidayakan itu adalah jenis-jenis asli Indonesia (indigenous species).
4) Teknologi pakan
Pakan merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya ikan yang dilihat dari pertumbuhan dan biomassa ikan. Protein menjadi unsur penting dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan. Akan tetapi, ketersediaan protein masih mengandalkan dari import sehingga menyebabkan harga pakan ikan di Indonesia relatif mahal. Hal tersebut memengaruhi efisiensi produksi dan keuntungan usaha. Oleh karen itu perlu adanya peningkatan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi dari komoditas yang dibudidayakan termasuk aplikasinya dalam lingkungan budi daya, mengembangkan pakan alternatif dan diet untuk induk, larva dan benih pada setiap spesies sehingga dapat mengoptimalkan produksi, baik pertumbuhan maupun biomassa tanpa memengaruhi lingkungan.
5) Teknologi budidaya ramah lingkungan
Intensitas pembudidayaan umumnya ditingkatkan tahap demi tahap, dengan cara mula-mula meningkatkan padat penebaran, kemudian ditingkatkan sebanding dengan input kuantitas dan kualitas yang diberikan. Pemikiran dalam manajemen lingkungan, diapresiasikan dengan modifikasi- modifikasi lingkungan, dan teknologi pemeliharaan guna mengimbangi masalah-masalah yang timbul. Alisjahbana (1996) mengemukakan bahwa penyelesaian suatu persoalan dengan teknologi akan selalu membawa bibit-bibit persoalan baru, yang pada suatu waktu akan menjadi persoalan utama yang membutuhkan penyelesaian pula. Penyelesaian tersebut biasanya dilakukan dengan teknologi setingkat lebih tinggi yang sudah barang tentu juga membawa bibit persoalan baru lagi. Akuakultur saat ini, jelas sekali mengalami fenomena dialektika teknologi ini.
Sehubungan dengan fenomena tersebut, China kelihatannya jelas telah mampu merespons lebih dahulu situasi tersebut sehingga produksi akuakulturnya mencapai 13,5 juta ton dengan menerapkan berbagai teknologi yang relatif hemat air, hemat bahan baku pakan, dan ramah lingkungan. Kunci sukses
Cina tersebut, menurut Hao-Ren Lin (1997), terletak pada strategi pengembangan akuakultur secara terpadu.
6) Penyakit
Selama ini terkesan produksi yang dihasilkan dari usaha perikanan budidaya hanya mengacu pada kuantitas produk tanpa memperhatikan kualitasnya. Penggunaan obat-obatan atau bahan kimia lain sebagai pengendali hama dan penyakit pada produk budidaya masih kurang memperhatikan jenis obat yang diizinkan, waktu, dosis maupun lama penyimpanan bahan tersebut. Hal demikian menimbulkan bahaya atau kerugian bagi pembudidaya dan konsumen; memmengaruhi mutu produk dan pada gilirannya akan memmengaruhi nilai jual. Belum lagi tuntutan keras dan dipersyaratkan pasar internasional, seperti menuntut ketersediaan pangan dengan keamanan dan kualitas yang terjamin (food safety and healthy assurance), technical barier to trade (TBT), sanitary and phyto sanitary (SPS), reject and retention (chloramphenicol and nitrofuran).
Baru-baru ini akan ditetapkan undang-undang Public Health Security and Bioterorism Preparedness and Response Act oleh Amerika Serikat.
Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian dan manfaat budidaya perairan tawar!
2. Jelaskan keterkaitan ilmu-ilmu dasar dengan ilmu budidaya perairan!
3. Jelaskan keterkaitan ilmu-ilmu perikanan dengan ilmu budidaya perairan!
4. Jelaskan peranan dan tantangan perikanan budidaya saat ini dan di masa mendatang!
Bab III
SISTEM BUDIDAYA IKAN
3.1 Pengantar
Salah satu upaya meningkatkan produktivitas perikanan budidaya dengan potensi areal yang ada adalah dengan penerapan sistem budidaya. Sistem budidaya perairan yang dikembangkan dapat berdasarkan pengelolaan dan kultivan. Penerapan sistem budidaya dan peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara memperbaiki kombinasi faktor-faktor produksi dan pembaharuan teknologi.
3.2 Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti kuliah dan mempelajari bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan beberapa sistem budidaya perairan, karakteristik dan keunggulannya, baik berdasarkan pengelolaan dan atau kultivan serta perbaikan-perbaikan kombinasi faktor produksi dan pembaharuan teknologi.
3.3 Sistem Budidaya Ikan Berdasarkan Pengelolaan
Pada awal perkembangan budidaya perairan tawar, sistem pengelolaan budidaya ikan yang diterapkan terbatas pada pemanfaatan lahan dan kesuburan perairan. Selanjutnya, mulai dikembangkan sistem budidaya berbasis kultivan/jenis ikan, padat penebaran, dan pakan buatan. Penerapan sistem budidaya ikan di suatu wilayah negara, daerah, kelompok pembudidaya, maupun individu sangat bergantung pada kebijakan atau rekomendasi, tujuan, pilihan, sumberdaya, dan daya dukung yang dimiliki.
Sistem budi daya ikan berdasarkan pengelolaannya meliputi sistem budi daya ekstensif, semi intensif, dan intensif. Penjelasan secara ringkas mengenai sistem pengelolaan budi daya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Karakteristik sistem budidaya ikan berdasarkan pengelolaan
Karakteristik atau ciri khas masing-masing sistem budidaya ikan berdasarkan pengelolaan adalah sebagai berikut :
1) Budidaya Ekstensif (Tradisional)
Pengelolaan usaha budidaya perairan sistem ekstensif atau tradisional membutuhkan lahan yang relatif luas dan dikelola masih sangat sederhana; tidak memerlukan keterampilan budidaya. Biota yang ditebar terdiri atas berbagai jenis dan padat penebaran yang rendah. Pertumbuhan dan biomassa ikan bergantung pada kesuburan perairan, dalam hal ini ketersediaan pakan alami, baik phytoplankton maunpun zooplankton. Pemanfaatan air untuk pengisian dan pergantian air kolam serta kerentanan akan serangan penyakit sangat rendah. Biaya produksi yang diperlukan untuk
menerapkan sistem budidaya ekstensif ini tidak tinggi karena pembudidaya hanya memerlukan biaya awal untuk membeli benih ikan jika langsung dibudidayakan tanpa campur tangan manusia atau perlakuan teknologi tertentu. Akan tetapi sistem budidaya ini memiliki banyak kelemahan, yaitu hasil panen kurang optimal dan kemungkinan tingkat kematian yang tinggi.
2) Budidaya Semi Intensif
Sistem budidaya ikan semi intensif merupakan sistem budidaya peralihan antara sistem budidaya esktensif dan sistem budidaya intensif. Pengelolaan usaha budidaya perairan semi intensif merupakan perbaikan dari pola ekstensif sehingga sering disebut pola ekstensif yang diperbaiki. Produksi per unit sistem semi-intensif mulai meningkat seiring penambahan kepadatan ikan yang dipelihara walau penggunaan lahan atau ukuran kolam yang tidak terlalu luas. Peningkatan pertumbuhan dan produksi biomassa ikan peliharaan mulai dilakukan dengan penambahan pakan buatan yang berasal dari bahan baku pakan, yaitu tepung atau minyak ikan. Penambahan pakan buatan mulai membutuhkan keterampilan manajemen usaha dan pengelolaan limbah dengan penerapan pergantian akibat penumpukan sisa-sisa pakan.
3) Budidaya Intensif
Sistem budidaya ikan intensif dicirikan membutuhkan lebih banyak input produksi terutama benih dan pakan pada lahan terbatas yang disesuaikan dengan daya dukung lahan. Pada sistem budidaya ikan intensif, keberadaan dan ketergantungan terhadap pakan alami sangat dibatasi sehingga pakan buatan menjadi satu- satunya sumber makanan yang diberikan secara teratur. Penerapan sistem intensif menuntut manajemen dan keterampilan yang lebih baik karena tingginya konsentrasi nitrogen terutama ammonia dalam air yang berasal dari pakan, sisa pakan, dan hasil metabolisme ikan. Penggunaan sarana prasarana produksi seperti aerator, kincir, pompa, vaksin, vitamin, peralatan pengukuran
kualitas air, obat-obatan, dan lainnya sangat penting untuk mendukung keberhasilan usaha budidaya ikan.
Contoh aplikasi penerapan sistem budidaya ikan secara intensif ialah budidaya pada kolam air deras (running water system, RWS), keramba jaring apung (cage culture), kolam bulat, budidaya sistem bioflok dan sistem resirkulasi (recirculation aquaculture system, RAS). Sistem budidaya intensif yang diterapkan harus senantiasa memperhatikan daya dukung, kelestarian, dan kesehatan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh limbah organik hasil sisa pakan dan metabolisme yang didominasi senyawa nitrogen beracun yang menimbulkan bau tidak sedap bahkan dapat memengaruhi kualitas daging ikan yang kurang baik (Purnomo, 2012).
Soedibya dan Listiowaty (2014) telah melakukan menerapkan sistem budidaya ikan lele intensif yang ramah lingkungan dan dipelihara dalam kolam bundar kapasitas 1800 liter kepadatan 1.000 ekor per wadah dari ukuran benih 3 cm dengan teknologi bioflok. Hasilnya, selama 1 bulan pemeliharaan pertumbuhannya meningkat dari 4,475 g menjadi 11,4 g. Teknologi bioflok dan hasil produksinya dalam kolam bundar dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.Teknologi bioflok dan hasil produksinya dalam kolam bundar
(Foto Pramono, 2014, Lokasi Purbalingga)
Pramono et.al. (2014) juga melaporkan hasil aplikasi teknologi bioflok dengan benih ukuran 3 cm dan kepadatan 1000 ekor yang dipelihara selama 70 hari menghasilkan konversi pakan (FCR) sebesar 0,80-0,98 dan biomassa panen 102 kg. Hasil produksi teknologi bioflok ini lebih besar dibandingkan dengan budidaya yang dilakukan secara tradisional yang hanya mampu memproduksi 80 Kg.
3.4 Sistem Budidaya Ikan Berdasarkan Kultivan
Penerapan sistem budidaya juga dilakukan berdasarkan kultivan/ikan peliharaan. Sistem budidaya ikan yang dikenal adalah monokultur dan polikultur.
1) Monokultur
Monokultur berasal dari kata mono yang berarti satu dan culture berarti budi daya. Monokultur berarti budidaya dengan satu jenis ikan dalam satu kolam pemeliharaan. Jenis ikan yang dipelihara dapat disesuaikan dengan kesukaan masyarakat dan tentunya yang laku di pasaran. Sistem monokultur memiliki beberapa keunggulan, di antaranya pemeliharaan lebih fokus, pemberian ransum pakan lebih mudah karena setiap jenis ikan berbeda kebutuhan nutrisinya, dan minimum dalam persaingan pakan dan ruang.
Pemeliharaan jenis ikan dalam sistem monokultur dapat didasarkan pada makanannya, yaitu ikan herbivora (pemakan tumbuhan), carnivora (pemakan hewani), omnivora (pemakan tumbuhan dan hewan). Ikan herbivora contohnya ikan tawes, ikan nilem, dan ikan tambakan; ikan carnivora seperti ikan lele, ikan belut, ikan gabus, ikan belida yang biasanya memakan serangga, udang, dan hewan lainnya; ikan omnivora contohnya ikan nila, ikan bawal, dan ikan mas, ikan patin, ikan gurami.
2) Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan culture berarti budidaya. Polikultur berarti budidaya dengan kombinasi jenis ikan dalam satu kolam pemeliharaan. Prinsip
pemeliharaan ikan pada sistem polikultur adalah bahwa berbagai jenis ikan membutuhkan jenis makanan berbeda sehingga setiap jenis ikan tidak akan bersaing dalam mencari makanan ataupun ruang. Sistem polikultur sudah barang tentu mampu meningkat- kan produksi ikan dibandingkan dengan sistem monokultur.
Penentuan kombinasi jenis ikan yang paling efektif dalam memanfaatkan makanan alamiah yang tersedia di kolam perlu diteliti lebih lanjut. Kombinasi jenis ikan mempertimbangkan kebiasaan makan, sifat, dan relung hidupnya di perairan.
Kombinasi ini dimaksudkan untuk memanfaatkan seluruh makanan yang sifatnya alamiah di dalam kolam secara efektif dan efisien. Sebagai contoh pemilihan kombinasi dengan melihat jenis ikan yang mempunyai daerah operasi mencari makanan di permukaan, tengah dan dasar perairan kolam. Kombinasi jenis- jenis ikan yang dipelihara dapat dihitung dengan persentase dari total kepadatan ikan yang akan ditebar pada satu ukuran yang sama atau berbeda. Misalnya ditentukan kombinasi polikultur ikan tambakan 50%, nilem 20%, mas 20% dan tawes 10% atau ikan tambakan 37%, nilem 12%, mas 12% dan tawes 37% atau ikan tawes 40%, nilem 10%, mas 20% dan tambakan 30%.
Polikultur juga dapat dilakukan dengan kombinasi ikan yang berbeda ukuran dalam satu jenis. Hal ini dimaksudkan karena setiap ukuran ikan memiliki jenis makanan yang berbeda meskipun ikan tersebut berasal dari satu jenis yang sama. Sebagai contoh adalah ikan mas yang berukuran kecil biasanya hidup di permukaan air dan makan plankton, sedangkan ikan mas yang berukuran besar lebih menyukai hidup di dasar perairan dan mencari makanan dengan cara mengaduk-aduk dasar kolam.
Penerapan sistem polikultur memiliki beberapa keunggulan apabila dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas.
Keunggulan dari sistem polikultur antara lain adalah :
1) Efisien dalam pemanfaatan lahan karena dalam satu satuan luas lahan yang sama dapat dipelihara banyak jenis ikan.
2) Produksi kolam secara keseluruhan akan meningkat.
3) Makanan alamiah yang tumbuh di kolam termanfaatkan oleh ikan secara efektif dan efisien.
4) Ikan yang dipelihara tidak mudah terserang penyakit.
5) Waktu pemeliharaan relatif lebih singkat Latihan Soal
1. Sebutkan sistem budidaya ikan berdasarkan pengelolaan!
2. Jelaskan 6 perbedaan karakteristik antara sistem budidaya ekstensif dan intensif !
3. Jelaskan 3 hal yang harus diperhatikan dalam penerapan sistem budidaya intensif!
4. Sebutkan dan jelaskan sistem budidaya berdasarkan kultivan/ikan peliharaan!
5. Jelaskan pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan kombinasi jenis ikan pada penerapan sistem budidaya polikultur!
Bab III
PEMBENIHAN IKAN
4.1 Pengantar
Ketersediaan benih untuk budidaya ikan harus terpenuhi terus-menerus dalam jumlah yang cukup, berkualitas tinggi, dan tepat waktu. Upaya pemenuhan dilakukan dengan kegiatan pembenihan.
Upaya pembenihan perlu mengetahui karakteristik induk, seleksi induk matang kelamin dan metode pemijahan. Pemahaman tersebut dapat menunjang penanganan, standar dan teknik pembenihan di panti benih.
4.2 Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran pada bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan pengertian pembenihan dan tujuannya, pembenihan sebagai subsistem, karakteristik induk, seleksi induk yang matang kelamin, dan teknik pemijahan untuk produksi benih.
4.3 Pembenihan sebagai Subsistem Budi daya Ikan
Pembenihan merupakan salah satu bentuk subsistem kegiatan usaha budi daya perikanan. Kegiatan pembenihan menghasilkan larva atau benih ikan yang dijadikan komponen input pendederan dan pembesaran. Benih harus tersedia terus-menerus dalam dalam jumlah yang cukup, berkualitas tinggi, dan tepat waktu. Target produksi pembenihan dalam bentuk jumlah larva atau benih ikan yang dihasilkan dan ukuran tertentu. Satuan produksi pembenihan di antaranya, yaitu jumlah ekor per siklus produksi, ekor per bobot induk, ekor per volume bak, ukuran panjang seperti sentimeter, inchi, ukuran besar-kecil S, M. L, XL (small, medium, large dan extra large).
Benih berkualitas hasil pembenihan harus memenuhi kriteria kualitatif maupun kuantitatif. Kriteria kualitatif dapat dilihat dari bentuk tubuh yang normal atau tidak cacat, pergerakan lincah, pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap penyakit, dan responsif terhadap rangsangan dari luar. Adapun kriteria kuantitatif diketahui dari kelangsungan hidup yang tinggi, tingkat keseragaman ukuran dan berat.
Usaha pembenihan memiliki karakteristik di antaranya yaitu siklus waktu produksi relatif tidak lama, tidak memerlukan modal besar, perputaran modal yang cepat, dan resiko lebih kecil. Namun demikian, usaha produksi benih ikan tetap harus memiliki standar sistem mutu yang baik.
Standar system mutu perbenihan paling dasar/sederhana di Indonesia dikenal dengan nama cara pembenihan ikan yang baik (CPIB). Prinsip dari CPIB adalah pembenih ikan dalam memproduksi benih ikan yang bermutu, dengan cara melakukan manajemen induk, pemijahan, penetasan,telur, pemeliharaan larva/benih dalam lingkungan yang terkontrol melalui penerapan teknologi yang memenuhi persyaratan SNI atau persyaratan teknis lainnya, serta memperhatikan biosecurity, mampu telusur (traceability) dan keamanan pangan (food safety). Skema proses untuk mendapatkan benih ikan yang bermutu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.Prinsip Cara Pembenihan Ikan yang Baik CPIB
UNIT PERBENIHAN BENIH BERMUTU
Tumbuh cepat Ukuran seragam
Kelangsungan hidup tinggi Tahan terhadap penyakit Adaptif terhadap lingkungan
Tidak mengandung residu bahan kimia atau obat
4.4 Karakteristik Induk
Untuk dapat menghasilkan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat perlu diimbangi dengan pengoptimalan penanganan induk. Keberhasilan usaha pembenihan sangat dipengaruhi oleh keadaan induk. Bila induk baik, benih yang dihasilkan pun akan banyak dan berkualitas baik. Induk yang kualitasnya baik dapat diperoleh dari instansi perikanan atau pihak yang ditunjuk sebagai penyedia induk unggul.
Kegiatan pembenihan ikan diawali dengan mengetahui sifat- sifat dan karakteristik induk. Beberapa jenis ikan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Pengetahuan sifat dan karakteristik akan membantu dalam penanganan, pengelolaan dan pelaksanaan teknik pembenihan di hatchery atau panti benih.
Induk ikan berdasarkan sifatnya terdiri atas 2 (dua) macam yaitu parental care dan non parental care. Induk ikan sebelum dan setelah memijah senantiasa menjaga keturunannya atau dikenal dengan parental care. Sebaliknya induk yang tidak menjaga keturunannya disebut non parental care. Induk yang bersifat menjaga keturunannya dikategorikan atas dua macam yaitu induk yang senantiasa secara aktif dan pasif. Beberapa jenis induk ikan ada yang bersifat pasif atau aktif dan keduanya.
Induk yang pasif dalam menjaga keturunannya umumnya dicirikan dengan memproduksi telur yang volume kuning telur berukuran besar. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan energi untuk proses perkembangan atau pertumbuhan hingga mencapai ukuran atau umur tertentu contohnya yaitu ikan gurami dan arwana. Selain itu, bentuk pasif lain dari induk dalam menjaga keturunannya yaitu dengan memproduksi zat racun pada telur agar terhindar dari predator.
Gambar 4. Telur dan larva ikan Gurami (Sumber : Pramono, 2007)
Induk yang bersifat aktif menjaga keturunannya umumnya baik jantan atau betina secara aktif menjaga telur, larva maupun benih hasil perkawinannya. Induk yang bersifat parental care lebih reaktif dan galak saat pemijahan dan pengasuhan. Bentuk aktif melindungi keturunannya antara lain yaitu mempersiapkan media atau sarang atau buih untuk menempatkan telur agar aman seperti ikan gurami dan cupang; menginkubasi telur dan larva di dalam mulut sekaligus untuk menjaga dari predator induknya seperti ikan nila dan arwana;
memberikan daya imunitas dan pengasuhan dengan membiarkan larva atau benih memakan lapisan mukus atau lendir pada tubuh induk seperti ikan discus.
Gambar 5.Ikan discus (kiri) dan Ikan Arwana (kanan) aktif menjaga keturunannya
Induk ikan yang bersifat non parental care umumnya tidak peduli terhadap keturunannya baik sebelum dan sesudah pemijahan.
Biasanya mudah dicirikan dengan ukuran gonad yang relatif lebih besar, jumlah telur atau fekunditas yang dihasilkan banyak, dan ukuran diameter telur relatif kecil. Contohnya adalah seperti ikan lele, mas, tawes, patin, bawal dan nilem.
4.5 Seleksi Induk Matang Kelamin
Seleksi induk matang kelamin merupakan tahap awal dalam kegiatan pembenihan ikan yang sangat menentukkan keberhasilan produksi. Induk matang kelamin adalah induk yang telah memasuki fase matang kelamin dan siap dipijahkan pada kegiatan pembenihan.
Parameter induk matang kelamin adalah tingkat kematangan gonad (TKG). Induk ikan yang telah matang kelamin umumnya telah memasuki fase TKG IV.
Tingkat kematangan kelamin ikan berbeda-beda bergantung pada jenis ikannya. Umur kematangan kelamin ikan dipengaruhi oleh faktor genetis, jumlah, dan kualitas pakan selama pemeliharaan induk.
Sebagai contoh ciri-ciri induk ikan lele telah matang kelamin pada ikan betina dan jantan dapat dilihat secara morfologi seperti pada Gambar 6 dan Tabel 1.
Jantan Betina
Gambar 6. Ikan lele matang kelamin pada ikan betina dan jantan secara morfologi
Tabel 1. Ciri-ciri morfologi induk ikan yang matang kelamin Morfologi
Induk Matang Kelamin
Betina Jantan Keterangan
Bagian perut Perut agak buncit dan lembek karena telah berisi telur.
Perut relatif
ramping Beberapa jenis ikan relatif sama
Alat kelamin Alat kelamin mulai
menonjol dan berwarna kemerahan
Alat kelamin berwarna kemerahan dan bila diurut bagian perut hingga anus mengeluarkan sperma
Ikan lele jantan tidak dapat mengeluarkan sperma bila diurut/stripping karena
morfologi anatomi testis yang bergerigi.
Pergerakan Pergerakan
lamban Pergerakan
lincah Beberapa jenis ikan relatif sama.
Anggota
Tubuh Tubuhnya
relatif besar Tubuh relatif kecil
Warna tubuh lebih cemerlang dan menarik Sirip punggung lebih panjang
Warna tubuh dan sirip punggung umumnya pada ikan hias seperti ikan neon tetra, ikan cupang, ikan kongo tetra dan lainnya.
4.6 Pemijahan
Pemijahan merupakan mata rantai dari siklus hidup yang menentukkan kelangsungan hidup dan populasi spesies ikan.
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh jantan untuk pembuahan. Berdasarkan teknik, pemijahan ikan dapat dilakukan dengan 3 macam cara yaitu :
1) Pemijahan alami, yaitu pemijahan ikan dilakukan secara alami dengan menyiapkan lingkungan atau media yang sesuai/
minimal mendekati dengan habitat aslinya. Pemijahan alami dilakukan tanpa campur tangan manusia dan pemberian rangsangan hormon. Aplikasi teknisnya, pasangan induk ikan jantan dan betina dipijahkan secara alami dalam wadah pemijahan lengkap dengan substrat untuk penempelan telur (Gambar 7). Jenis ikan yang bisa dilakukan pemijahan alami yaitu ikan mas, lele, nilem, tawes, dan gurami.
Gambar 7. Pemijahan Ikan Lele Secara Alami
2) Pemijahan semi alami, yaitu pemijahan ikan dilakukan dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam pemijahan. Jenis ikan yang dapat dilakukan teknik pemijahan semi alami yaitu ikan lele, mas, nilem dan tawes.
3) Pemijahan buatan yaitu pemijahan ikan yang dilakukan dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad dan proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pengurutan (Gambar 8).
Rangsangan hormon dapat dilakukan dengan menggunakan hormon sintetis GnRH analog dan kelenjar hipofisa. Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan secara buatan antara lain ikan patin, ikan mas, ikan lele dan bawal.
Gambar 8.Pemijahan Buatan Ikan Bawal Latihan Soal
1. Jelaskan pengertian dan tujuan dari pembenihan ikan!
2. Jelaskan kriteria benih berdasarkan kualitatif dan kuantitatif!
3. Jelaskan karakteristik induk ikan yang bersifat parental care dan non parental care! Sebutkan berikut contoh ikannya!
4. Jelaskan ciri-ciri morfologi ikan matang kelamin!
5. Jelaskan 3 macam teknik pemijahan ikan!
Bab V
PEMELIHARAAN EMBRIO DAN LARVA
5.1. Pengantar
Pemenuhan kebutuhan benih seringkali terkendala kontinuitas produksi pada usaha pembenihan karena tingkat kematian yang tinggi.
Kematian yang tinggi umumnya terjadi pada fase kritis, yaitu saat perkembangan fase embrio dan larva. Untuk menangani embrio dan larva perlu dipahami karakteristiknya. Pemahaman karakteristik embrio dan larva menentukan strategi dan teknik keberhasilan produksi benih.
5.2 Capaian Pembelajaran
Pada bab ini, setelah mengikuti kuliah, mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik dan perkembangan embrio dan larva, penanganan, dan strategi pemeliharaan embrio dan larva ikan.
5.3 Fase Kritis Embrio dan Larva
Kegiatan budidaya ikan memerlukan suplai benih dengan kuantitas dan kualitas tertentu yang tersedia secara kontinyu. Benih untuk kegiatan budidaya harus dapat disediakan secara massal dan terlepas dari musim. Dengan kata lain, pengadaan benih harus terprogram sehingga dapat dihasilkan tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, dan tepat kualitas (Zairin, 2003). Upaya pemenuhan kebutuhan tersebut sering terkendala oleh tingkat kematian yang tinggi pada saat awal daur hidup.
Kematian ikan yang cukup tinggi biasanya terjadi pada fase awal kehidupan, salah satu di antaranya adalah fase perkembangan embrio dan larva (Effendie, 2002; Gisbert and Williot, 1997). Fase ini disebut juga dengan fase kritis (Hemming and Buddington, 1988;
Effendie, 2002). Pada fase perkembangan embrio umumnya kematian terjadi saat inkubasi, yaitu saat terjadi pembelahan sel zigot. (cleavage), blastulasi, gastrulasi, dan neurolasi hingga menetas (Effendie, 2002).
Kematian larva yang tinggi terjadi karena pada fase kritis stadia larva terjadi peralihan pemanfaatan makanan dari kuning telur (endogenous feeding) ke pemanfaatan pakan dari luar (exogenous feeding).
Terjadi kesenjangan pemanfaatan energi dari endogenous feeding ke exogenous feeding menyebabkan kematian larva (Effendie, 2004).
Kesenjangan diartikan pada saat kuning telur larva habis, larva belum melakukan proses organogenesis secara sempurna seperti pembentukan bintik mata, bukaan mulut, dan lainnya. Ketidaksempurnaan dalam proses organogenesis dengan memanfaatkan energi dari kuning telur (endogenous feeding) akan mengakibatkan ketidakmampuan larva dalam memanfaatkan pakan dari luar (exogenous feeding).
Untuk keberhasilan kegiatan pembenihan/pemeliharaan masih sangat diperlukan informasi-informasi dasar. Pengenalan pada studi awal daur hidup yang meliputi perkembangan embrio dan larva, ketersediaan sumber energi dalam tubuh (endogenous energy), hingga perkembangan organ untuk mendapatkan sumber energi dari luar (exogenous energy) sangat diperlukan untuk menentukan upaya pemeliharaannya dan juga aplikasi bioteknologi reproduksi perikanan.
5.4 Perkembangan embrio
Perkembangan embrio (embryo development) adalah suatu proses yang berlangsung terus-menerus dari generasi ke generasi. Secara individu awal perkembangan dimulai pada saat pembuahan (fertilisasi), penyatuan sel gamet betina (ovum) dan sel gamet jantan (sperma) yang membentuk zigot, kemudian tumbuh berkembang menjadi mahluk yang berpotensi untuk bereproduksi menurunkan generasi selanjutnya dan akhirnya mati (Effendie, 2004).
Proses perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan pembentukan zigot disebut progenesis. Proses selanjutnya yang mencakup pembelahan sel zigot. (cleavage), blastulasi, gastrulasi, dan neurulasi disebut embriogenesis. Proses berikutnya disebut organogenesis, yakni pembentukan organ-organ tubuh. Setiap stadium proses embriogenesis memiliki ciri khas tersendiri.
Embriologi mencakup proses perkembangan setelah fertilisasi sampai organogenesis sebelum menetas atau lahir. Urutan periode perkembangan ikan secara umum terdiri atas embrio dini (early embrionic), embrio transisi (larva) dan pasca embrio (Effendie, 2002).
Embrio dini dimulai pada saat pembuahan telur oleh sperma dan berakhir pada saat semua sistem organ terbentuk. Embrio transisi mencakup transformasi sistem organ dan bentuk badan embrio dini menjadi sama seperti pada individu dewasa. Bentuk badan yang tetap (definitif) tercapai pada akhir atau menjelang akhir fase tersebut.
Selama fase ini terbentuk dua macam larva, bergantung pada jenis ikan, yakni larva yang hidup bebas mempunyai bagian (alat) pelindung embrio untuk hidup di luar dan larva yang tidak hidup bebas menyele- saikan bentuk peralihannya di dalam cangkang telur atau dalam tubuh induknya.
Beberapa jenis ikan yang perkembangannya tidak langsung antara lain metamorfosa dan terkadang dengan selesainya metamorfosa tersebut, maka berakhir pula fase tersebut. Pada beberapa jenis ikan, fase embrio akhir mencakup perubahan perkembangan yang terjadi setelah bentuk badan definitif muncul.
Adapun jenis ikan yang dilahirkan langsung oleh induk perkembangan tersebut berlangsung di dalam saluran reproduksi induk. Pada ikan yang menghasilkan larva hidup bebas, bentuk dewasa akan dicapai segera setelah menetas atau setelah melewati beberapa fase (stadia) perkembangan pada fase ikan-ikan muda mempunyai bentuk relatif sama dengan ikan dewasa.
Perkembangan embrio diawali saat proses impregnasi, yaitu pada saat sel telur (ovum) dibuahi oleh sel jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni hanya satu
spermatozoa yang akan melewati mikropil dan membuahi sel telur.
Pada pembuahan ini terjadi percampuran inti sel telur dengan inti sel jantan. Kedua macam inti ini masing-masing mengandung gen (pembawa sifat keturunan) sebanyak satu set (haploid). Pencampuran inti sel telur dan spermatozoa terjadi dalam sitoplasma telur.
Menyatunya kedua inti (pronuklei) tersebut melengkapi proses pembuahan. Kromosom-kromosom dari sel betina dan jantan bersatu dalam proses yang disebut amfimiksis. Pada telur ikan, pembelahan terjadi hanya pada blastosis, daerah tipis dari sitoplasma yang bebas dari kuning telur yang menutupi atau membungkus telur.
Berlangsungnya pembuahan dengan baik terjadi pada saat sel telur dan spermatozoa dikeluarkan ke dalam air akan menjadi aktif karena sebelumnya sel telur dan sel sperma berada dalam cairan fisiologis yang berada dalam tubuh induk betina dan jantan masih bersifat nonaktif. Spermatozoa yang tadinya nonaktif akan bergerak (motil) dengan menggunakan ekor yang berupa cambuk. Bersamaan dengan pengaktifan spermatozoa dalam air sel telur pun menjadi aktif.
Air yang masuk melalui mikropil menyebabkan terlepasnya sel telur yang dibungkus oleh selaput plasma dari selaput vitelin (karion- karion) karena terbentuk ruang perivitelin di antara kedua selaput tersebut. Selaput vetelin disebut juga selaput pembuahan. Inti sel telur matang yang semula tepat berada di depan mikropil akan bergerak karena dengan adanya ruang perivetelin, kuning telur dan inti yang dibungkus oleh selaput plasma akan lebih mudah bergerak. Masuknya spermatozoa lewat mikropil harus berlangsung dengan cepat sekali agar persatuan kedua inti sel tersebut dapat terjadi karena inti sel telur akan bergerak dan daya gerak (motilitas) sperma sangat terbatas, yaitu 1-2 menit saja. Spermatozoa lainnya yang bertumpuk pada saluran mikropil, ada yang mengatakan akan dilebur dijadikan makanan sel telur yang telah dibuahi (zigot), tetapi ada pula yang menyatakan dibuang, didorong ke luar oleh reaksi korteks. Demikian juga halnya dengan spermatozoa yang menempel pada permukaan korion harus dibuang, karena akan mengganggu proses pernafasan (metabolisme)
zigot yang sedang berkembang. Cara pembuangan atau pelepasan spermatozoa itupun dilakukan dengan reaksi korteks.
Selaput pembungkus telur (korion) yang tadinya kurang tegang dan terdiri atas lekuk-lekukan berisi butir-butir korteks, dengan masuknya air, akan merenggang dan butir-butir konteks tersebut akan meloncat ke luar dari lekukan-lekukan dan mendorong spermatozoa yang menempel tersebut berjatuhan dan mati. Karion menjadi tegang dan keras karena air. Konsentrasi ion Ca menentukan kecepatan pengerasan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi ion Ca, maka proses pengerasan tersebut makin cepat.
Telur isolesital (alesital, oligolesital) adalah telur yang mengandung kuning telur sedikit dan tersebar di seluruh sel telur, sedangkan pada telur telosital jumlah kuning telurnya relatif banyak dan berkumpul pada kutub vegetatif, tetapi pada kutub animal hanya terdapat inti sitoplasma. Telur telosital ini terdiri dari dua macam, politelosital dan sentrolesital. Tipe pembelahan telur politelolesital adalah meroblastik diskoidal, sedangkan pada sentrolesital adalah merobiastik superfisial. Pada tipe yang pertama, blastomer akan dibentuk menjadi cakram (disc) pada kutub animal dan pada yang kedua blastomer akan membungkus kuning telur. Pada pembelahan holoblastik terdapat dua macam, yang sempurna (equal) dan yang tidak sempurna (unequal).
Pada pembelahan yang sempurna, sel-sel anak yang terbentuk relatif berukuran sama besar, sedangkan pada yang tidak sempurna sel-sel anak di kutub animal berukuran lebih kecil (mikromer) daripada yang di sekitar kutub vegetatif karena terdapat banyak kuning telur (makromer). Kecepatan pembelahan sel pada kutub animal lebih cepat sehingga sel-sel anak ini akan bergerak menutupi sel-sel anak di kutub vegetatif. Kecepatan pembelahan inti berbanding terbalik dengan banyaknya kuning telur. Pembelahan sel holoblastik tidak sempurna hampir seperti pada meroblastik, yaitu se1-sel anak yang terbentuk juga akan membungkus kuning telur.
Dari hasil pembelahan sel telolesital ini akan terbentuk dua kelompok sel. Yang pertama adalah kelompok sel–sel utama (blastoderm) yang akan membentuk tubuh embrio disebut sel–sel formatik atau gumpalan sel–sel dalam. Yang kedua adalah kelompok sel–sel pelengkap (trofoblast,periblast, auxilliary cells) yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan jembatan penghubung antara embrio dengan induk atau lingkungan luar.
5.5 Pembelahan embrio
Pembelahan sel zigot pada ikan umumnya bertipe meroblastik (partial) walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe meroblastik yang membelah hanya inti sel dan sitoplasmanya saja, sedangkan pada holoblastik kuning telur pun turut membelah diri. Kedua tipe pembelahan sel tersebut ditentukan oleh banyaknya kuning telur dan penyebarannya. Kebanyakan sel telur ikan dipenuhi dengan kuning telur. Divisi pembelahan sel pada telur ikan zebra tidak lengkap sehingga tipe pembelahannya adalah meroblastic, hanya sitoplasma dari blastosis yang berkembang menjadi embrio. Tipe dari pembelahan meroblastik disebut juga dengan discoidal.
Secara umum perkembangan embrio sangat cepat. Setelah 24 jam dari fertilisasi, embrio yang terbentuk adalah jaringan dan primodial organ memperlihatkan karakteristik seperti bentuk berudu atau kecebong (Granato dan Nüsslein-Volhard, 1996; Langeland dan Kimmel, 1997). Pada telur ikan, pembelahan terjadi hanya pada blastosis, yaitu daerah tipis dari sitoplasma yang bebas dari kuning telur yang menutupi atau membungkus telur.
Perkembangan embrio yang dilihat dengan scanning electron micrographs (SEM), menunjukkan secara alamiah incomplete dari pembelahan discoidal meroblastic pada telur ikan (Gambar 9).
Diawali dari gelombang kalsium pada fertilisasi yang menstimulasi kontraksi dari actin cytoskeleton untuk menekan sitoplasma non-yolky ke dalam kutub animal dari telur. Hal ini mengubah spherical telur ke dalam struktur yang bentuknya lebih bulat dengan suatu apical blastodisc (Leung et al., 1998). Awal dari divisi pembelahan diikuti
dengan pola reproduksi yang tinggi dari pembelahan meridional dan equatorial. Beberapa divisi secara cepat membelah dengan memakan waktu 15 menit tiap pembelahan.
Gambar 9. Pembelahan Discoidal pada telur zebrafish. (A) 1-sel embryo.
Tumpukan dipuncak sitoplasma adalah bagian blastodisc (B) 2-sel embryo. (C) 4-sel embryo. (D) 8-sel embryo, dimana dua jajaran dari 4 sel terbentuk. (E) 32-sel embryo. (F) 64-sel embryo, dimana blastodisc bisa terlihat pada bagian atas sel yolk. (Sumber : Beams and Kessel 1976)
Awal pembelahan sel ke-16 terjadi secara sinkron, membentuk suatu tumpukan sel-sel yang kedudukannya pada kutub animal dari sejumlah besar sel kuning telur (yolk cell). Beberapa sel merupakan blastoderm. Awalnya, semua sel menjaga hubungan antarsel dan sel kuning telur yang menjadi dasarnya dengan ukuran molekul protein sedang (17-kDa) dapat dengan bebas melewati dari satu blastomer ke blastomer berikutnya (Kimmel and Law, 1985).