• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN MODDERASI BERAGAMA UNTUK GENERASI MILENIAL

N/A
N/A
Meyla Syakira

Academic year: 2024

Membagikan "PENDIDIKAN MODDERASI BERAGAMA UNTUK GENERASI MILENIAL"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN MODDERASI BERAGAMA UNTUK GENERASI MILENIAL : STUDI KASUS ‘LONE WOLF’ PADA ANAK DI MEDAN

Judul : Pendidikan Moderasi Beragama untuk Generasi Milenial : Studi Kasus ‘Lone wolf’

pada Anak di Medan Penulis : Elma Haryani

Jurnal: EDUKASI : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 18 (2), 2020, 145- 158

ISSN : p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X Rangkuman isi jurnal :

Kota Medan dikenal sebagai kota yang multikurtural dengan tingkat kemajemukan yang tinggi. Tingkat kemajemukan yang tinggi memiliki potensi untuk terjadinya konflik. Pada bulan Mei tahun 2000, Medan sedang menjadi sorotan karena munculnya kasus intoleransi yang mengacu pada serangan yang menyasar pada beberapa gereja di Kota Medan. Serangan gereja juga terjadi pada tahun yang sama di malam natal, tetapi di daerah yang berbeda, yaitu daerah Pematang Siantar dan beberapa kota lainnya.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa Kota Medan menjadi salah satu daerah yang darurat intoleransi karena adanya aktivitas dan jaringan terorisme. Oleh karena itu, Kota Medan perlu mendapatkan perhatian khusus dari aparat khusus dan juga pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Pelaku dari tindakan intoleran tidak hanya dari kalangan orang dewasa, tetapi juga dari kalangan remaja atau anak-anak.

Salah satu contoh kasus intoleran yang dilakukan oleh remaja/anak-anak adalah kasus penyerangan pastor di Gereja Santo Joseph di Medan yang terjadi pada hari Minggu, 28 Agustus 2016. Pelaku dari kasus penyerangan ini adalah seorang remaja berumur 19 tahun, pelaku menyerang seorang pastor yang sedang menyampaikan khotbah pada jemaat Gereja Santo Joseph. Kasus ini, diberi nama ‘lone wolf’ , yaitu peristiwa teror yang dilakukan oleh perseorangan, tanpa adanya jaringan khusus dan tanpa komando dari seseorang.

Tindakan penyerangan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1) Krisis identitas

(2)

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan tentang jati diri yang sebenarnya dan peran di masyarakat.

Krisis identitas bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menawarkan identitas yang lebih tegas, yakni sebagai pejuang agama melalui aksi-aksi intoleran. Anak yang mengalami krisis identitas cenderung kurang percaya diri dan rentan terhadap doktrin yang menawarkan kriteria identitas yang jelas.

2) Pengaruh Media Sosial

Pelaku penyerangan sering menghabiskan waktunya dengan ponsel dan internet. Melalui internet, remaja dapat dengan mudah terpapar paham radikal yang disebarkan oleh kelompok-kelompok radikal melalui media sosial. Media sosial sering digunakan sebagai sarana untuk penyebaran ideologi terorisme secara transnasional sehingga paham radikal mudah diakses oleh siapapun melalui media sosial.

3) Kurangnya Pengawasan Orang Tua

Orang tua seringkali tidak memperhatikan situs apa saja yang telah diakses oleh anaknya melalui internet. Remaja tanpa pengawasan orang tua sangat rentan terpapar konten radikal secara terbuka di internet. Kurangnya dialog terbuka antara orang tua dan anak mengenai agama dan permasalahan sosial juga menjadi faktor pendukung anak tersebut mudah terpapar paham radikal. Dengan kata lain, kurangnya pengawasan orang tua terhadap akses informasi dan pergaulan anak di internet memungkinkan terjadinya pengaruh negatif yang berujung pada tindakan kriminal.

Badan Nasonal Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyarankan pengawasan terhadap aktivitas anak muda di dunia maya untuk mencegah terpapar paham radikal. Selain itu, pemerintah, masyarakat, dan pemuka agama di Medan juga berperan membangun kerukunan, mendukung kegiatan keagamaan, dan mencegah kasus intoleransi seperti serangan terhadap gereja. Pendidikan moderasi beragama perlu diperkuat terutama untuk generasi milenial dan gen z, agar tidak terpengaruh paham radikal. Introspeksi terhadap keluarga dan lingkungan juga penting dalam mencegah terorisme dan radikalisme di masyarakat.

Dari pembahasan di atas pendidikan moderasi beragama perlu dikenalkan kepada anak muda sedini mungkin. Hal ini penting agar anak muda Indonesia mengenal perbedaan, keragaman dan siap untuk hidup bersama. Peran guru disekolah juga penting dalam

(3)

mengenalkan moderasi beragama disekolah, karena sedikit saja guru memberi peluang berkembangnya paham intoleran, hal itu dapat menyebabkan berkembangnya paham radikalisme agama di masyarakat secara luas.

Pentingnya membangun pendidikan keluarga sebagai lembaga pengontrol dan juga pelaku pendidikan moderasi beragama. Keluarga perlu melakukan kontrol penuh terhadap anak mereka agar tidak terjadi paham-paham radikal yang menjadikan sebab dari inteloransi. Diera kemajuan teknologi yang semakin pesat, ajaran-ajaran radikal mudah untuk tersebar luas melalui internet. Karena itu orang tua perlu untuk mengawasi anak-anak mereka agar terhindar dari situs- situs radikal yang mereka akses lewat internet.

Pemerintah Kota Medan berperan penting dalam membina kerukunan di kota tersebut agar tetap rukun, harmonis dan terhindar dari tindakan intoleransi, serta memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bernuansa keagamaan. Gubernur Sumatera Utara juga memberikan dukungan yang seimbang terhadap kegiatan-kegiatan tersebut, seperti Festival Ramadhan, Christmas Session, Imlek Fair, dan festival-festival keagamaan lainnya.

Kedekatannya dengan berbagai kelompok agama dan gaya komunikasinya yang akrab membuat suasana hubungannya dengan kelompok-kelompok agama relatif lebih cair.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan politik bagi generasi milenial ini dilaksanakan dengan tiga tujuan utama, yaitu: (1) Memberikan informasi kepada para pemilih pemula, khususnya

Di era industri 4.0, pembelajaran bahasa bagi generasi milenial dibutuhkan keberadaan guru yang dapat mempersiapkan para siswa terjun ke masyarakat atau studi lanjut

Tindakan intoleransi yang dilakukan generasi milenial atau anak muda saat ini sangat dikhawatirkan akibat dari kurangnya pemahaman agama dan moderasi di kalangan anak

Berdasarkan temuan di atas, maka penguatan moderasi beragama bagi generasi muda IPNU dan IPPNU Desa Kajar, Dawe, Kudus sudah mencapai indikator moderasi beragama

PROSIDING SEMNAS KBSP V E-ISSN: 2621-1661 39 PERAN DAN PEMBELAJARAN BIPA UNTUK GENERASI MILENIAL Arif Budi Wurianto Universitas Muhammadiyah Malang/Ketua APPBIPA Jawa Timur

Faktual atau Realistis: faktanya adalah, banyak dari generasi milenial yang membutuhkan guru dalam membina spritual mereka, khususnya pada aspek baca al-Qur’an, akan tetapi guru yang

Jurnal Pendidikan Tambusai 9885 Menginternalisasi Nilai-Nilai Pancasila pada Generasi Milenial untuk Menumpas Gerakan Intoleransi Menuju Indonesia Maju Yeyen Sormin1, Dinie

188 sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti model pengembangan pendidikan islam bagi kelompok milenial studi kasus di kafe basa basi sorowajan banguntapan bantul yogyakarta