• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO Fisika

N/A
N/A
Nuri Hendriani Nurdiansyah

Academic year: 2024

Membagikan "PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO Fisika"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Nuri Hendriani Nurdiansyah, S.Pd.

Bidang Studi PPG : Fisika

Asal Sekolah : SMAN 2 Banjarsari

LK 1.2 : Eksplorasi Penyebab Masalah

No .

Masalah yang telah

diidentifikasi Hasil eksplorasi penyebab masalah Analisis eksplorasi penyebab

masalah 1 Rendahnya

aktivitas peserta didik dalam mengajukan pertanyaan pada KBM

Kondisi dilapangan:

 Jarang sekali ada peserta didik yang mengajukan pertanyaan, baik saat diberikan kesempatan bertanya maupun inisiatif sendiri

 Aktivitas pembelajaran di kelas menjadi pasif satu arah dari guru ke murid. Guru terpaksa mendominasi pembelajaran dengan ceramah karena sepinya aktivitas bertanya peserta didik

 Peserta didik tidak tahu apa yang harus dikonfirmasi melalui pertanyaan

 Peserta didik tidak merasakan adanya konflik pengetahuan

 Indikasi adanya sikap acuh dan rendahnya rasa ingin tahu peserta didik (masalah minat)

 Kebiasaan lingkungan belajar peserta didik membuat mereka malu bertanya.

Guru belum menerapkan teknik stimulasi yang cocok supaya peserta didik mau bertanya tentang konsep-konsep fisika

Kajian Literatur :

1) Lamanepa, G. H., & Panis, I. C. (2018). Peningkatan Kemampuan Bertanya dan Pemecahan Masalah Peserta Didik SMA dalam Pembelajaran Fisika Melalui Problem Based Learning. EduMatSains: Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains, 3(1), 99-110., berpendapat bahwa rendahnya minat bertanya peserta didik bisa berasal dari faktor internal (perasaan takut, gugup, malu, tidak percaya diri, dan ego) maupun juga dari faktor eksternal (lingkungan tempat tinggal, teman- temannya, guru, dan budaya kebiasaan). Berdasarkan hasil penelitian dan

Setelah melakukan eksplorasi melalui kajian literatur dan wawancara, serta konfirmasi melalui pengamatan langsung, diketahui penyebab rendahnya aktivitas peserta didik dalam mengajukan pertanyaan, antara lain :

1. Faktor internal dari dalam diri peserta didik, seperti: rasa percaya diri, kemampuan mengkritis, atensi pada kegiatan belajar, dan ada/tidaknya konflik kognitif.

2. Faktor guru, seperti: harus mampuan menstimulasi peserta didik bertanya memberikan pertanyaan pemantik, metode pembelajaran yang digunakan guru belum kontekstual, penggunaan media pembelajaran yang mampu memunculkan rasa ingin tahu, kemampuan

(2)

diidentifikasi

pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa (1) terdapat kecenderungan peningkatan kemampuan bertanya peserta didik dalam pembelajaran fisika (2) terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika pada peserta didik fisika setelah diberlakukan dua siklus dengan menerapkan model Problem based learning(PBL).

(https://core.ac.uk/download/pdf/236429504.pdf)

2) Miharja, F. J., Hindun, I., & Fauzi, A. (2019). Pemberdayaan keterampilan bertanya siswa melalui pembelajaran inovatif berbasis lesson study. JINoP (Jurnal Inovasi Pembelajaran), 5(1), 28-38. berpendapat bahwa rendahnya minat bertanya peserta didik bisa berasal dari kebiasaan pembelajaran yang masih konvensional, dan keterpahaman terhadap materi belum optimal.

Adapun Solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan penerapan PBL modifikasi berbantuan media sangkar hati mampu memfasilitasi siswa dalam meningkatkan kemampuan bertanya, meningkatkan motivasi belajar, serta mengefisiensi waktu belajar mereka.

(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jinop/article/download/7187/6 966)

3) Pratiwi, D. I., Kamilasari, N. W., Nuri, D., & Supeno, S. (2019). Analisis Keterampilan Bertanya Siswa Pada Pembelajaran IPA Materi Suhu dan Kalor Dengan Model Problem Based Learning di SMP Negeri 2 Jember. Jurnal Pembelajaran Fisika, 8(4), 269-274., berpendapat bahwa rendahnya minat bertanya peserta didik disebabkan oleh sejumlah siswa beranggapan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit, hanya terfokuskan pada rumus yang mengakibatkan proses pembelajaran kurang interaktif atau hanya bersifat satu arah saja dan kegiatan pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode yang berpusat pada guru seperti metode ceramah. Hal ini dapat menyebabkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

Solusi : Berdasarkan hasil penelitian didapat keterampilan bertanya siswa pada pembelajaran IPA materi suhu dan kalor dengan model problem based learning

menstimulasi peserta didik bertanya.

3. Faktor lingkungan belajar, seperti: kebiasaan belajar saat belajar daring (pandemi covid- 19), motivasi dari lingkungan, dan kondisi kelas pada saat KBM.

Berdasarkan analisis eksplorasi penyebab masalah, alternatif solusi yang dapat ditempuh, antara lain:

1. Menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)

2. Membuat LKPD yang mengasah keterampilan bertanya peserta didik

3. Menggunakan media

pembelajaran yang menarik rasa ingin tahu peserta didik

(3)

diidentifikasi

mengalami peningkatan.

(

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPF/article/view/15236/7533

) 4) Desriani, G. (2021). PEMBELAJARAN FISIKA DI MAN 2 BUNGO MELALUI

PERTANYAAN (LEARNING BY QUESTIONING) DAN KETERAMPILAN BERPIKIR.

PROSIDING SNITT POLTEKBA, 5, 290-295, telah melaksanakan penelitian dengan metode observasi menggunakan angket terbuka di MAN 2 Bungo. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor yang membuat siswa mengalami hambatan bertanya, antara lain: perasaan malu atau gugup, ketakutan ditertawakan oleh teman, situasi kelas yang ribut, kurang fokus atau mengantuk saat pembelajaran, kurang mengerti dengan apa yang ditanyakan, dan ketakutan akan pertanyaan yang diajukan tidak ada yang menjawab.

(https://jurnal.poltekba.ac.id/index.php/prosiding/article/view/1378) 5) Arsyad, A. A., Hamzah, H., & Nuraisa, L. (2021). PROFIL KETERAMPILAN

BERTANYA PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN FISIKA KELAS XI MIPA SMAN 2 MAJENE. PHYDAGOGIC: Jurnal Fisika dan Pembelajarannya, 3(2), telah melakukan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus di SMAN 2 Majene untuk mengetahui profil kemampuan bertanya peserta didik. Hasil penelitian menunjukan keterampilan bertanya peserta didik kelas reguler berkategori “rendah”. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang menggunakan metode ceramah hanya memunculkan pertanyaan pada tataran C1 dan C2.

(https://ojs.unsulbar.ac.id/index.php/phy/article/view/1086/575) Wawancara :

1) Eris Risman Fauzan, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara menjelaskan kemampuan bertanya peserta didik dipengaruhi oleh:

 Rasa percaya diri yang masih rendah

 Rasa ingin tahu belum terlatih, yang berkaitan dengan cara guru dalam melakukan pembelajran.

 Penyampaian konten materi kurang menarik.

 Media pembelajaran yang kurang menarik

 Guru harus menstimulasi dengan teknik mematik pertanyaan.

(4)

diidentifikasi

2) Iin Mursalin, S.Pd. (Guru Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa bahwa kebiasaan peserta didik dalam belajar sangat pasif sebagai efek belajar daring (pandemi covid), kemampuan berfikir kritis belum berkembang, ada rasa kurang percaya diri dan kurang pemahaman terhadap materi.

3) Galan Hero Rudalie, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara berpendapat bahwa peserta didik biasanya belum mampu memberikan pertanyaan yang kritis.

Hal ini disebabkan selain oleh kemampuan berfikir kritis juga adanya rasa takut dan kurang percaya diri saat bertanya.

4) Heni Suwandi, S.Pd. (Guru MIPA/Kimia) melalui metode wawancara bahwa di kelas yang beliau ampu baik kelas X maupun kelas XI pada saat mempelajari kimia, secara umum peserta didik pasif dan jarang sekali mengajukan pertanyaan. Peserta didik baru mengajukan pertanyaan pada saat dipancing dulu dengan suatu masalah.

5) Hj. Teti Gumiati, M.Pd. (Kepala SMAN 2 Banjarsari) melalui wawancara berpendapat bahwa

 Dari sisi peserta didiknya:

a. lemah mengungkapkan gagasan.

b. keterpahaman terhadap materi belum optimal c. kurangnya keberanian dalam bertanya

 Dari segi Guru

untuk meningkatkan aktivitas bertanya peserta didik, guru harus memiliki keterampilan bagaimana memantik supaya peserta didik memiliki keberanian untuk bertanya. Dengan kondisi peserta didik yang seperti sekarang ini, guru perlu menghadirkan metode yang mengembangkan keterampilan bertanya.

6) Hj. Emi Melindawati, M.Pd. (Pengawas Sekolah/PAKAR) melalui metode wawancara berpendapat bahwa rendahnya aktivitas bertanya kuncinya di ibu/bapak guru dengan cara memberikan pertanyaan pemantik, kemudian peserta didik diberikan waktu untuk berliterasi, dan pertanyaan peserta didik harus diapresiasi.

2 Belum

terlaksananya pembelajaran berdiferensiasi

Kondisi dilapangan:

 KBM yang dilaksanakan hanya menguntungkan peserta didik yang memiliki kecerdasan matematis.

 KBM yang dilaksanakan belum memenuhi kebutuhan perbedaan kecerdasan dan

Setelah melakukan eksplorasi melalui kajian literatur dan wawancara, serta konfirmasi melalui pengamatan langsung, diketahui faktor-faktor

(5)

diidentifikasi yang dapat memfasilitasi kesulitan belajar individual peserta didik dalam proses KBM

gaya belajar peserta didik lainnya

 KBM yang dilaksanakan belum sesuai dengan kebutuhan lulusan. Ada beberapa peserta didik yang masih

menganggap materi fisika yang mereka pelajari tidak akan mereka gunakan dalam dunia kerja / kehidupan nyata

 Guru belum melakukan asesmen diagnostik sebelum memberikan materi fisika, baik untuk mengetahui kecenderungan tipe kecerdasan, maupun untuk mengetahui gaya belajar peserta didik

Guru belum mengembangkan LKPD yang cocok untuk pembelajaran berdiferensiasi

Peserta didik yang berani maju ke depan mengerjakan soal-soal fisika biasanya adalah orang-orang yang sama

Kajian Literatur :

1) Laia, I. S. A., Sitorus, P., Surbakti, M., Simanullang, E. N., Tumanggor, R. M., &

Silaban, B. (2022). Pengaruh Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik SMA Negeri 1 Lahusa. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(20), 314-321. Salah satu faktor yang menimbulkan permasalahan dalam belajar fisika yaitu kegiatan pembelajaran yang membosankan dan masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

Selain itu, kegiatan pembelajaran di dalam kelas tidak memperhatikan kebutuhan peserta didik dalam belajar. Pada kenyataannya guru mengajar sesuai dengan gaya belajar yang dia inginkan tanpa mempedulikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan secara tidak langsung mendikte gaya belajar peserta didik agar sesuai dengan gaya belajar guru. Permasalahan ini secara tidak langsung menyebabkan hasil belajar yang diperoleh peserta didik rendah, hal ini dibuktikan dengan hasil dokumentasi yang dilakukan peneliti.

(http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/2741/2125)

2) Setiyo, A. (2022). Penerapan pembelajaran diferensiasi kolaboratif dengan melibatkan orang tua dan masyarakat untuk mewujudkan student's well-

sebagai berikut :

1. Penerapan Metode belajar Metode pembelajaran yang diterapkan guru belum mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik dalam belajar.

2. Faktor peserta didik, seperti:

peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga perlu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran yang jangan hanya terpaku pada satu kegiatan konvensional sehingga

hanya menguntungkan

sekelompok orang saja.

3. Faktor Media belajar, seperti:

media yang disediakan seyogianya mampu mengakomodir gaya belajar peserta didik sehingga komunitas ruang kelasnya yang beraneka ragam dapat belajar dengan baik.

Berdasarkan analisis eksplorasi penyebab masalah, alternatif solusi yang dapat ditempuh, antara lain:

1. Melakukan asesmen diagnostik pada kelas tersebut.

2. Menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)

3. Menggunakan media

pembelajaran sesuai gaya belajar peserta didik.

(6)

diidentifikasi

being di masa pandemi. Bioma: Jurnal Ilmiah Biologi, 11(1), 61-78., menyatakan bahwa pada pembelajaran berdiferensiasi menggunakan berbagai pendekatan (multiple approaches) dalam konten, proses, dan produk. Pada kelas diferensiasi, guru akan memperhatikan 3 elemen penting dalam pembelajaran diferensiasi di kelas yaitu 1) content (input) yaitu mengenai apa yang dipelajari oleh peserta didik; 2) proses yaitu bagaimana peserta didik akan mendapatkan informasi dan membuat ide mengenai hal yang dipelajarinya; 3) product (output) yaitu bagaimana peserta didik akan mendemonstrasikan mengenai yang sudah dipelajari.

(http://103.98.176.9/index.php/bioma/article/view/9797/5306)

3) Julak, J. (2021). Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 8 Barabai oleh: Syamsir Kamal. Menurut modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi dalam Program Guru Penggerak (PGP):

Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses atau filosofi untuk pengajaran efektif dengan memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru untuk semua siswa dalam komunitas ruang kelasnya yang beraneka ragam, termasuk cara untuk: mendapatkan konten; mengolah, membangun, atau menalar gagasan.

(

https://osf.io/m7a4k

)

4) Junaidi, Risanatul. (2022). Penyebab Peserta Didik Tidak Berpartisipasi Aktif dalam Pembelajaran Sosiologi di Kelas XI IPS 1 SMAN 4 Merangin Jambi. Naradidik: Journal of Education & Pedagogy. Volume 1 Nomor 3 2022, pp 335. Penyebab peserta didik tidak berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor eksternal, hubungan guru dengan peserta didik kurangnya kebiasaan guru memberikan pujian terhadap peserta didik, terlalu sering memberikan hukuman, ataupun teguran yang tepat terhadap peserta didik, peserta didik yang tidak menunjukkan

(7)

diidentifikasi

ketertarikannya pada media belajar yang digunakan guru saat proses pembelajaran, serta metode yang digunakan kurang menyenangkan dan kurang meningkatkan minat belajar peserta didik selain itu pembelajaran yang diterapkan monoton sehingga dapat membuat peserta didik cepat muncul rasa jenuh dan bosan pada peserta didik. dan Faktor internal merupakan keadaan peserta didik yang menyebabkan kurangnya keaktifan dalam proses pembelajaran, seperti: kondisi kesehatan peserta didik yang kurang terlihat selama proses pembelajaran; kesenangan dan kebiasaan minat belajar peserta didik kurang terlihat; kurangannya ketekunan, keuletan, dan semangat seorang guru dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Yang di sebebkan oleh unsur-unsur yang formal dalam proses pembelajaran.

5) Vini Putri Febrianti,1 Alifia Cahyani2 , Selfi Cahyani3 , Siti Nur Allisa4 , Muhammad Rafik5 , Riri Nur Arifah6 . (2023). Analisis Kesulitan Guru Biologi SMAN 2 Pandeglang dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Terdiferensiasi. Journal Pembelajaran Inovatif. JPI/Vol.06/No.01/2023| H.

17-24. Pembelajaran berdiferensiasi termasuk pembelajaran yang memfokuskan pada peserta didik sehingga tak jarang ditemukan hambatan pada proses pengimplementasiannya. Pada pengimplementasiannya, pembelajaran berdiferensiasi terdapat kelebihan dan kekurangan. kelebihan dari pembelajaran terdiferensiasi dapat membuat guru mengetahui cara yang tepat untuk mencapai capaian pembelajaran yang telah dibuat, sedangkan kekurangan pembelajaran terdiferensiasi adalah keterbatasan waktu yang menyebabkan guru harus lebih cermat dalam memetakan waktu baik dalam pemetaan Asesmen Diagnostik Kognitif (ADK) ataupun pemetaan materi tiap pertemuan.

Wawancara :

1) Eris Risman Fauzan, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara menjelaskan bahwa pembelajaran berdiferensia itu diterapkan pada kurikulum merdeka, sehingga memang di kita belum diterapkan karena kita masih menggunakan

(8)

diidentifikasi

kurikulum 2013, guru belum menyusun kbm dan media yang memfasilitasi perbedaan gaya belajar peserta didik.

2) Iin Mursalin, S.Pd. (Guru Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa guru harus menggunakan media misal video karena peserta didik ada yang lebih paham ceramah, ada yang lebih paham visual dan tentunya harus ada juga praktikum yang mengaktifkan siswa.

3) Hj. Teti Gumiati, M.Pd. (Kepala SMAN 2 Banjarsari) melalui wawancara berpendapat bahwa pembelajaran diferensiasi itu bukan selalu pada anak yang berkebutuhan khusus, guru diharapkan berkordinasi dengan BK yang sudah memiliki data awal intelegensi peserta didik yang tidak sama untuk disikapi pada saat melaksanakan pembelajaran.

4) Hj. Emi Melindawati, M.Pd. (Pengawas Sekolah/PAKAR) melalui metode wawancara berpendapat bahwa arti diferensia ini kalau diibaratkan air itu adalah pelajaran sehingga air itu masuk ke gelas, ke ember atau kebaskom. Guru itu harus tahu karakteristik peserta didik dan kapasitasnya. Kuncinya guru harus paham betul akan kemampuan siswa dan cara belajar siswa.

3 Implementasi KBM yang menerapkan model

pembelajaran berbasis praktikum sangat minim

Kondisi dilapangan:

 Sebagian besar KBM hanya membahas konsep dan materi hitungan

 Sebagian besar kegiatan pembelajaran hanya terlaksana di dalam kelas

 Dalam satu semester, praktikum hanya terlaksana pada akhir semester saja pada penilaian akhir semester/tahun

 Lab fisika di sekolah digunakan sebagai ruang kelas sehingga akses pada alat-alat praktikum di gudang lab fisika menjadi terbatas

 Alat praktikum yang tersedia terbatas.

 Ketersediaan buku/modul LKPD praktikum sederhana masih kurang

 Guru belum mahir merancang pembelajaran berbasis praktikum yang bisa diaplikasikan sesuai dengan keterbatasan waktu dan sarpras sekolah

 Guru belum mengembangkan rencana pelaksanaan dan instrumen penilaian praktikum yang sesuai dengan pembelajaran.

Kajian Literatur :

Setelah melakukan eksplorasi melalui kajian literatur dan wawancara, serta konfirmasi melalui pengamatan langsung, diketahui bahwa penyebab Implementasi KBM yang menerapkan model pembelajaran berbasis praktikum sangat minim, antara lain : 1. Faktor Guru, seperti : Kurangnya

pemahaman tentang model pembelajaran yang cocok untuk praktikum, tidak menyusun pedoman pelaksanaan praktikum, tidak menyusun instrumen penilaian kegiatan praktikum 2. Faktor Sarana/Prasarana,

seperti: Lab yang digunakan untuk ruang kelas, alat yang rusak

(9)

diidentifikasi

1)

Hidayati, N. S., Didik, L. A., & Yahdi, Y.(2021). PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI PADA PELAJARAN FISIKA TOPIK GETARAN DAN GELOMBANG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI SMAN 1 PRINGGARATA TAHUN PELAJARAN 2018/2019. INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA, 10(1), 34- 38., melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode praktikum berbasis inkuiri pada pelajaran fisika topik getaran dan gelombang untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa kelas XI SMAN 1 Pringgarata. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode praktikum berbasis inkuiri pada pelajaran fisika topik getaran dan gelombang dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa kelas XI SMAN 1 Pringgarata tahun pelajaran 2018/2019.

(https://jurnal.uns.ac.id/inkuiri/article/view/34220/31622)

2) Lisma, R. H., Aswirna, P., & Hurriyah, H. (2021). PENERAPAN LAB VIRTUAL DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN ABAD 21 PADA SISWA SMP. Journal Cerdas Mahasiswa, 3(2), 225-239.Dalam penelitanya menyatakan penyebab minimnya guru melaksanakan praktikum diantaranya pendidik masih menggunakan medel konvensional, pendekatan kompetensi tidak menitikberatkan pada proses pembelajaran tetapi pada hasil, terkendala proses pembelajaran IPA secara daring pendidik tidak bisa melakukan prakatek di laboratorium IPA, dan pendidik hanya memberi tugas secara tertulis berupa soal-soal latihan.

Adapun solusi pada penelitianya sebagai berikut hasil belajar peserta didik yang menerapkan lab virtual dengan model inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang menerapkan model pembelajaran konvensional pada proses belajar mengajar di SMPN 1 Ulakan Tapakis.

(https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/cerdas/article/view/3517/2170)

3) Defianti, A., Hamdani, D., & Syarkowi, A. (2021). Penerapan Metode Praktikum Virtual Berbasis Simulasi Phet Berbantuan Guided-Inquiry Module Untuk Meningkatkan Pengetahuan Konten Fisika. Jurnal Pendidikan

dan tidak lengkap, dan tidak tersedianya petugas laboran yang membantu persiapan praktikum Berdasarkan analisis eksplorasi penyebab masalah, alternatif solusi yang dapat ditempuh, antara lain:

1. Mensiasati keterbatasan fasilitas lab fisika dengan menerapkan lab virtual dengan model inkuiri terbimbing.

2. Membuat LKPD yang sejalan dengan pengerjaan praktikum.

(10)

diidentifikasi

Fisika Undiksha, 11(1), 47-55. Menyatakan faktor mininya penggunan model berbasis praktikum diantaranya pembelajaran Fisika Dasar dilaksanakan dengan metode ceramah dan praktikum konvensional. Pembelajaran demikian dinilai sebagian mahasiswa sebagai pembelajaran yang monoton. Hal tersebut menyebabkan mahasiswa memiliki ketertarikan (minat) belajar yang rendah dan cenderung pasif di kelas sehingga berpengaruh pada nilai pengetahuan konten (Content Knowledge) mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan 50% mahasiswa memperoleh nilai dibawah 70. pada ujian akhir semester (UAS). Berdasarkan kedua hasil tersebut, pembaharuan dalam pembelajaran perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan konten fisika mahasiswa.

Solusi dari penelitian tersebut yaitu bahwa terdapat peningkatan pengetahuan konten mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode praktikum virtual berbasis simulasi PhET berbantuan guided-inquiry module.

(https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPF/article/view/33288/18317)

4) Putri, R. F., & Jumadi, J. (2017). Kemampuan guru fisika dalam menerapkan model-model pembelajaran pada Kurikulum 2013 serta kendala-kendala yang dihadapi. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 3(2), 201-211, Telah melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan guru Fisika SMA Negeri di Kabupaten Sleman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan model-model yang ditentukan pada Kurikulum 2013 dan mengidentifikasi kendala-kendalanya. Penelitian yang dilaksanakan berupa penelitian survei dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kendala guru yang dihadapi antara lain:

perubahan format RPP, kurangnya alokasi waktu, dan kurang optimalnya penilaian sikap

(https://journal.uny.ac.id/index.php/jipi/article/view/8636/9953)

5) Rahman, D., Adlim, A., & Mustanir, M. (2015). Analisis kendala dan alternatif solusi terhadap pelaksanaanpraktikum kimia pada slta negeri kabupaten aceh besar. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(2), 01-13. Telah melaksanakan penelitian dengan metode survei terhadap guru mata pelajaran IPA

(11)

diidentifikasi

Fisika di sebanyak dua belas SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sebagian besar guru IPA Fisika jarang melakukan praktikum.

Faktor-faktor yang menyebabkannya, yakni Faktor Guru dan Faktor Fasilitas Laboratorium. Penyebab yang berkaitan dengan Faktor Guru, antara lain: kurang cocoknya kualifikasi guru mengajar IPA Fisika, rendahnya keterampilan guru menggunakan alat lab, guru tidak pernah mengikuti pelatihan, dan juga kesulitan menyusun LKS praktikum. Sementara itu, penyebab yang berkaitan dengan Faktor Fasilitas Lab, antara lain: kurangnya alat lab, tidak tersedianya laboran, dan pemakaian lab bersama untuk banyak kelas.

(https://jurnal.unsyiah.ac.id/JPSI/article/view/7674/6301)

Wawancara :

1) Eris Risman Fauzan, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara menjelaskan bahwa penyebabnya mengerucut ke guru yang mengajar metode bimbel diberikan materi contoh soal dan latihan soal. Harusnya dalam setiap pembelajaran itu ada kegiatan praktik (lab aktivitas) untuk penilaian psikomotor. Sebenarnya disekolah kita praktikum ini terkendala sarana dan prasarana alat tapi tidak lengkap, laboratorium fisika digunakan untuk ruang kelas. Guru kurang kreatif mencari alternatif praktikum yang dapat dilaksanakan didalam kelas. Saran solusi dari saya guru bisa memanfaatkan lab virtual sehingga dapat malakukan percobaan dengan memanfaatkan gawai peserta didik dan untuk praktikum nyata bisa disiasati dengan membuat alat sederhana.

2) Iin Mursalin, S.Pd. (Guru Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa hambatan melaksanakan praktikum pertama waktu, kedua laboratorium yang kita punya dipakai untuk kelas, ketiga setiap kali hendak praktikum, alat dan bahannya tidak ada. Solusinya praktek alat sederhana, atau dengan metode demonstrasi.

3) Galan Hero Rudalie, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara menjelaskan mengapa dalam kelas yang ia ampu juga terkendala melaksanakan praktikum dikarenakan keternbatasan sarana dan prasarana. Menurutnya, semua model pembelajaran yang biasa digunakan untuk fisika bisa digunakan untuk kegiatan praktikum, tetapi karena keterbatasan sarpras sekolah, project-based learning dirasa cocok diterapkan.

4) Heni Suwandi, S.Pd. (Guru MIPA/Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa salah satu hambatan mengapa pembelajaran kimia jarang melaksanakan

(12)

diidentifikasi

praktikum adalah karena tidak adanya petugas laboran dan kurangnya kesiapan guru dalam mengelola KBM berbasis praktikum, alur KBM belum menerapkan model pembelajaran yang sesuai.

5) Hj. Teti Gumiati, M.Pd. (Kepala SMAN 2 Banjarsari) melalui wawancara berpendapat bahwa yang pertama kita self koreksi didalam dulu ketersediaan alat- alat dilaboratorium yang belum optimal, perlu ruang khusus, perlu media yang representatif. Kedua hambatan pelaksanaan praktikum dapat diantisipasi dengan mempersiapkan memfasilitasi peralatan yang siap pakai. Dengan kondisi seperti ini sebenarnya bisa disiasati dengan project -based learning, dengan demikian skenario pembelajaran lebih terencana dan proyek bisa diselesaikan sesuai waktunya.

6) Hj. Emi Melindawati, M.Pd. (Pengawas Sekolah/PAKAR) melalui metode wawancara memberikan saran untuk lebih sering berkomunikasi dengan MGMP fisika untuk memperoleh informasi praktikum seperti apa yang dapat dikerjakan di luar lab. Selain itu, lebih sering berkomunikasi dengan Kepala Sekolah supaya masalah keterbatasan sarana dan prasarana lab fisika bisa dicarikan solusinya.

Guru harus pandai mengemas pembelajaran berbasis proyek dengan menerapkan penguatan pelajar pancasila.

4 Rendahnya literasi sains (fisika) yang dimiliki peserta didik, terutama dalam domain kompetensi (kemampuan menjelaskan, mengevaluasi, merancang penyelidikan, dan

menginterpretas i data)

Kondisi dilapangan:

 Perseta didik merasa kesulitan memahami tabel atau grafik data praktikum

 Peserta didik merasa kesulitan menghapal rumus-rumus.

 Pada saat mengerjakan soal-soal fisika didik sering merasa kebingungan dalam memilih rumus yang sesuai dengan soal

 Rendahnya antusias membaca yang dilakukan peserta didik apabila diminta mempelajari buku paket/bahan ajar.

 Peserta didik belum mampu menjelaskan konsep/fenomena fiska melalui kata- kata sendiri dengan benar

 Kesimpulan yang dikemukakan peserta didik masih sebatas intuisi pengetahuan awal

Kajian Literatur :

1) Mukharomah, F., Wiyanto, W., & Putra, N. M. D. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Sains Fisika Siswa SMA Pada Materi Kinematika Gerak Lurus di Masa

Setelah melakukan eksplorasi melalui kajian literatur dan wawancara, serta konfirmasi melalui pengamatan langsung, diketahui penyebab rendahnya literasi sains (fisika) yang dimiliki peserta didik, terutama dalam domain kompetensi, antara lain :

1. Faktor Peserta Didik, seperti : minat membaca, motivasi belajar, pengalaman belajar masa lalu yang tidak melatih kemampuan literasi, tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal fisika berbasis literasi, dan kemampuan

(13)

diidentifikasi Fakta tentang hasil Rapor Pendidikan SMAN 2

Banjarsari yang menyatakan bahwa skor literasi pada angka 2,09 dan nilai numerasi pada angka 1,84.

Baik literasi maupun

numerasi berada pada kategori sudah mencapai batas minimum namun perlu upaya

mendorong lebih banyak peserta didik menjadi mahir

Pandemi Covid-19. Journal of Teaching and Learning Physics, 6(1), 11-21.

Telah melaksanakan penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif di SMAN 1 Jepara untuk menganalisis kemampuan awal literasi sains fisika. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan literasi sains fisika peserta didik pada domain kompetensi masih dalam kategori pencapaian ”rendah”. Hal yang menyebabkannya, antara lain: proses pembelajaran yang belum menerapkan metode praktikum dengan pendekatan saintifik, peserta didik belum terbiasa menyelesaikan soal-soal fisika berbasis literasi sains, selama pembelajaran guru kurang memberikan bimbingan dan layanan, dan proses pembelajaran masih bertumpu pada menghafal yang tujuan akhirnya adalah nilai. Berdasarkan hasil penelitian Sulsilah, dkk (2019), peningkatan kemampuan literasi sains dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran.

(https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jtlp/article/view/10391/5389)

2) Erniwati, E., Tahang, L., Hunaidah, H., Mongkito, V. H. R., & Fayanto, S. (2020).

Kemampuan Literasi Sains Siswa Sma Di Kota Kendari: Deskripsi & Analysis.

Jurnal Kumparan Fisika, 3(2 Agustus), 99-108. Telah melaksanakan penelitian dengan metode deskripstif kuantitatif di SMA 1 Kendari untuk mengetahui gambaran kemampuan literasi sains siswa SMA. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan literasi sains secara keseluruhan peserta didik berada pada kategori rendah. Dengan aspek konten berada pada kategori cukup, aspek proses pada kategori rendah, dan aspek konteks pada kategori rendah. Rokhmah, dkk (dalam Erniawati, 2020), mengemukakan bahwa faktor utama yang memengaruhi literasi sains siswa adalah sumber belajar (misal: buku) dan program pembelajaran yang kurang mendukung keterampilan literasi sains.

(https://ejournal.unib.ac.id/kumparan_fisika/article/view/11984/pdf)

3)

Husnul Fuadi , Annisa Zikri Robbia , Jamaluddin Jamaluddin , Abdul Wahab Jufri. (2020). Analisis Faktor Penyebab Rendahnya Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan. Vol. 5 No. 2. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk meng-identifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah dan menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains.

dasar operasi matematis yang rendah.

2. Faktor Guru, seperti : tidak membawakan KBM dengan pendekatan saintifik, kurang memberikan layanan dan bimbingan literasi, masih berpatokan pada menghafal rumus,

3. Faktor Lingkungan Belajar, seperti : Tidak tersedianya sumber ajar yang melatih kemampuan literasi sains, tidak tersedianya sudut-sudut baca literasi, dan tidak tersedianya media cetak (seperti infografis) di lingkungan belajar yang menyajikan data, tabel, dan grafik ilmiah

Berdasarkan analisis eksplorasi penyebab masalah, alternatif solusi yang dapat ditempuh, antara lain:

1. Menerapkan pendekatan sainstifik

2. Menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)

3. Membuat LKPD yang sesuai dengan model PBL dan mengasah kemampuan literasi sains peserta didik

4. Menggunakan media

pembelajaran yang mengasah kemampuan literasi (Seperti:

(14)

diidentifikasi

Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauh mana kemelekan peserta didik terhadap konsep konsep sains yang telah dipelajarinya.

4) Yusmar, F., & Fadilah, R. E. (2023). ANALISIS RENDAHNYA LITERASI SAINS PESERTA DIDIK INDONESIA: HASIL PISA DAN FAKTOR PENYEBAB. LENSA (Lentera Sains): Jurnal Pendidikan IPA, 13(1), 11-19. Faktor penyebab rendahnya literasi sains peserta didik Indonesia ialah miskonsepsi IPA oleh peserta didik, guru tidak menguasai literasi sains, dan sarana prasarana sekolah yang kurang memadai. Hasil analisis data menunjukkan skor PISA literasi sains peserta didik Indonesia rendah dan belum pernah mencapai skor standar yang ditetapkan PISA. Faktor penyebab rendahnya literasi sains peserta didik Indonesia ialah miskonsepsi IPA oleh peserta didik, guru tidak menguasai literasi sains, dan sarana prasarana sekolah yang kurang memadai.

https://doi.org/10.24929/lensa.v13i1.283.

5) Ladika Zuhrotul Wardi1# dan Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul Jauhariyah2.

(2023). ANALISIS PROFIL KOMPETENSI LITERASI SAINS SISWA SMA PADA MATERI INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS. Inovasi Pendidikan Fisika. Vol. 12 No. 2, Juli 2023, 74 – 80. Literasi sains diartikan sebagai kemampuan seorang individu dalam menggunakan pengetahuan tentang sains, mengidentifikasi masalah, dan membangun kesimpulan berdasarkan bukti-bukti sains mengenai isu- isu sains, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan interaksi manusia dengan alam. Tingkat literasi sains di kalangan siswa Indonesia tergolong rendah dan terus menurun tiap tahunnya.

Wawancara :

1) Eris Risman Fauzan, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode berpendapat bahwa peserta didik dilapangan masih lemah tentang literasi numerasi, termasuk dalam menarik kesimpulan. Literasi sains sendiri sebenarnya berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di kelas yang memang belum mengarah kesana pembelajaran bermaknanya kurang, kurang dalam keterampilan proses sains (KPS). Sehingga untuk meningkatkan literasi sains ini guru hasus memilih model pembelajaran yang kontektual dan peserta didik harus mengalami proses menganalisis, mengidentifikasi masalah dan menarik kesimpulan atau Keterampilan Proses Sain

penggunaan infografik, peta konsep, microblog, dsb)

(15)

diidentifikasi

(KPS).

2) Iin Mursalin, S.Pd. (Guru Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa rendahnya kemampuan literasi sains diakibatkan oleh pengalaman belajar tahun sebelumnya di masa pandemi yang tidak maksimal.

3) Galan Hero Rudalie, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara berpendapat bahwa rendahnya kemampuan literasi dan numerasi peserta didik berkaitan dengan pengalaman belajar mereka dari SMP, maka dari itu menjadi tugas kita untuk menmbantu mereka secara berkesinambungan.

4) Heni Suwandi, S.Pd. (Guru MIPA/Kimia) melalui metode wawancara berpendapat bahwa rendahnya kemampuan literasi sains peserta didik diakibatkan oleh rendahnya minat membaca, kurangnya latihan memecahkan permasalahan yang membutuhkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS), dan kurang kreatif memecahkan masalah (hanya berpatokan pada apa yang guru contohkan).

5) Hj. Teti Gumiati, M.Pd. (Kepala SMAN 2 Banjarsari) melalui wawancara berpendapat bahwa peserta didik minat baca masih kurang, berkunjung keperpustakaan belum sesuai harapan, dan sarana bacaan belum ideal. Solusi melalui gerakan literasi yang menyeluruh antar mata pelajaran. Peserta didik didorong supaya gemar membaca dan menginterpretasi berbagai informasi.

6) Hj. Emi Melindawati, M.Pd. (Pengawas Sekolah/PAKAR) melalui metode wawancara menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi guru harus lebih mendorong minat membaca peserta didik dan memanfaatkan ruang belajar yang sudah disediakan sekolah, seperti pojok baca dan perpustakaan.

5 Belum optimalnya pemanfaatan TIK dalam

pembuatan bahan ajar digital sebagai alternatif media pembelajaran mandiri untuk

Kondisi dilapangan:

 Pembelajaran dikelas masih hanya bersumber pada buku paket bantuan pemerintah

 Guru belum optimal dalam pengembangan bahan ajar yang memanfaatkan TIK

 Sarana dan prasanana sekolah yang masih terbatas mengenai alat alat TIK seperti Proyektor dan Sound.

 Sarana akses wifi sekolah yang belum menjangkau kesetiap kelas

 Gawai yang dimiliki peserta didik memiliki beberapa kendala diantaranya: kouta internet (tidak selalu ada), dan memori hp terbatas.

Setelah melakukan eksplorasi melalui kajian literatur dan wawancara, serta konfirmasi melalui pengamatan langsung, diketahui bahwa penyebab belum optimalnya pemanfaatan TIK dalam pembuatan bahan ajar digital, antara lain :

1. Faktor Guru, seperti: rendahnya tingkat inisiatif pengembangan

dan pembuatan media

(16)

diidentifikasi

peserta didik. Kajian Literatur :

1) Defianti, A., Hamdani, D., & Syarkowi, A. (2021). Penerapan Metode Praktikum Virtual Berbasis Simulasi Phet Berbantuan Guided-Inquiry Module Untuk Meningkatkan Pengetahuan Konten Fisika. Jurnal Pendidikan Fisika Undiksha, 11(1), 47-55. Menerangkan dalam penelitianya pemanfaatan komputer dalam pembelajaran fisika dapat berupa penyajian materi dan demonstrasi pada tahap sederhana dan sebagai laboratorium virtual pada tahap yang lebih kompleks. Keuntungan laboratorium virtual antara lain dapat mengatasi keterbatasan alat laboratorium yang tersedia karena menggunakan program komputer sehingga biaya yang dikeluarkan relatif lebih kecil dibandingkan penyediaan alat laboratorium fisik, mengatasi resiko atau dampak dari kegiatan praktikum yang berbahaya, dan mengatasi keterbatasan kegiatan praktikum untuk objek-objek yang ukurannya terlaku kecil (mikroskopik) atau terlalu besar (makroskopik).

(https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPF/article/view/33288/18317) 2) Smaragdina, A. A., Nidhom, A. M., Soraya, D. U., & Fauzi, R. (2020). Pelatihan

pemanfaatan dan pengembangan bahan ajar digital berbasis multimedia interaktif untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Karinov, 3(1), 53-57. Menyatakan bahwa guru idealnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan ajar dan media pembelajaran yang dapat diakses melalui perangkat digital, serta mampu memanfaatkan sumber-sumber belajar lain yang sesuai dengan karakteristik digital native. Hasil kegiatan telah dapat meningkatkan kapabilitas para guru dalam memanfaatkan dan mengembangkan bahan ajar digital berbasis multimedia interaktif, hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang menjadi semakin variatif.

(http://journal2.um.ac.id/index.php/jki/article/view/11995/5112)

3) Siahaan, S. (2014). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Untuk Pembelajaran: Sebuah Kajian. Jurnal Teknodik, 273-283. Mempublikasikan artikel pada Jurnal Teknodik

pembelajaran berbasis TIK (digital), rendahnya minat mengikuti pelatihan inovasi pembelajaran.

2. Faktor Lingkungan Belajar, seperti : keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, kurangnya dorongan supaya guru mengikuti pelatihan pembuatan media pembelajaran berbasis TIK, dan keterbatasan gawai yang dimiliki peserta didik

Berdasarkan analisis eksplorasi penyebab masalah, alternatif solusi yang dapat ditempuh, antara lain:

1. Digitalisasi bahan ajar 2. Penggunaan lab virtual

(17)

diidentifikasi

Kemdikbud berupa kajian literatur mengenai pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Menurutnya, belum semua guru memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran peserta didik. Terdapat dua faktor internal dan eksternal yang dapat memengaruhi guru sehingga mereka belum tergugah untuk memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Faktor Internal, seperti: (1) Keterbatasan pengetahuan guru tentang pemanfaatan TIK dan (2) Belum berkembangnya inisiatif di kalangan guru untuk secara mandiri mengembangkan pemanfaatan TIK.

Sementara itu, Faktor Eksternal, antara lain: (1) Kurangnya dukungan kebijakan dinas pendidikan terhadap pemanfaatan TIK supaya guru berkiprah, (2) Keterbatasan sarpras TIK di sekolah, (3) Jumlah guru yang telah mengikuti pelatihan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran.

(https://jurnalteknodik.kemdikbud.go.id/index.php/jurnaltekn odik/article/view/133)

4) Lilis, L., Ruhiyat, Y., & Djumena, I. (2019). Pengembangan bahan ajar digital pada mata pelajaran dasar listrik dan elektronika kelas x. JTPPm (Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran): Edutech and Intructional Research Journal, 6(2). telah melaksanakan penelitian dengan metode R&D untuk pengembangan digitalisasi bahan ajar menggunakan kvisoftbookmaker. Hasil penelitian menunjukan peningkatan minat belajar peserta didik yang cukup signifikan.

(https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JTPPm/article/viewFile/7423/5155) 5) Rose Winda1*, Febrina Dafit2. (2021). Analisis Kesulitan Guru dalam

Penggunaan Media Pembelajaran Online di Sekolah Dasar. Jurnal Pedagogi dan Pembelajaran. Volume 4, Number 2, Tahun 2021, pp. 211-221. Kesulitan- kesulitan guru dalam penggunaan media pembelajaran online yaitu Merancang media berbasis IT, Mengoperasikan media berbasis IT, Sarana dan Prasarana, dan Kreatifitas guru. Jadi, guru menggunakan media pembelajaran online seperti WhatsApp, Google Classroom dan Zoom. akan tetapi di dalam penggunaan media pembelajaran online, guru mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami guru yaitu guru kesulitan merancang media berbasis IT, mengoperasikan media berbasis IT, sarana dan prasarana yang tidak lengkap, serta yang terakhir adalah kreatifitas guru.

(18)

diidentifikasi

Wawancara :

1) Eris Risman Fauzan, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode menjelaskan bahwa kurang maksimalnya pemanfaatan TIK dikarenakan gurunya kurang kreatif dalam memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Nanti mengarahnya sebenarnya bisa ke Virtual Lab dan bahan ajar digital. Misal pembelajaran LKPD kita sambungkan dengan Youtube untuk mengsiasati keterbatasan infokus, kita manfaatkan gawai peserta didik dengan membuka youtube atau lab virtual.

2) Iin Mursalin, S.Pd. (Guru Kimia) melalui metode wawancara menjelaskan kesulitan dirinya menggunakan TIK dikarenakan keterbatasan sarpras di ruangan kelas, tidak disediakan proyektor untuk menampilkan presentasi (powerpoint) dan simulasi.

3) Galan Hero Rudalie, S.Pd. (Guru Fisika) melalui metode wawancara menjelaskan bahwa kurang maksimalnya pemanfaatan TIK dikarenakan keterbatasan akses internet peserta didik pada media pembelajaran digital yang digunakan guru.

Sebagai saran, sekarang itu bagaimana caranya menggunakan media pembelajaran digital yang tidak memerlukan akses internet secara terus menerus.

4) Heni Suwandi, S.Pd. (Guru MIPA/Kimia) melalui metode wawancara menjelaskan bahwa belum optimalnya pemanfaatan TIK dikarenakan guru masih gagap teknologi terutama dalam pembuatan media pembelajaran digital.

5) Hj. Teti Gumiati, M.Pd. (Kepala SMAN 2 Banjarsari) melalui wawancara berpendapat bahwa implementasi pemanfaatan TIK sangat dipengaruhi oleh kemampuan SDM di lapangan, terutama kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman dan pemanfaatan TIK. Idealnya setiap guru itu menjadi konten kreator dalam pembelajaran. Sekolah akan melakukan pelatihan Workshop untuk meningkatkan kemampuan TIK guru.

6) Hj. Emi Melindawati, M.Pd. (Pengawas Sekolah) melalui metode wawancara berpendapat bahwa solusi dari kendala pemanfaatan TIK selain melalui pelatihan juga bisa berasal dari inisiatif diri guru sendiri (seperti membuat video pendek, powerpoint, bahan ajar mandiri, dsb).

(19)

Referensi