BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang sudah dilakukan oleh seseorang dan mendapatkan hasil yang valid sesuai dengan judul dan tujuan peneliti. Setelah peneliti membaca dan mengamati beberapa karya lainnya, penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh:
1. Penelitian oleh Dina Adistia (2021) dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan Metode Jarimatika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas II MI Wali Songo Sukajadi Lampung Tengah” Kurangnya pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika khususnya materi perkalian.
Karena tidak semua siswa memiliki kemampuan berhitung yang baik, selain itu guru juga kurang maksimal dalam menggunakan metode pembelajaran seperti hanya menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan materi, dan mengakibatkan banyak siswa yang nilainya kurang mencapai nilai KKM. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah metode Jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi perkalian bilangan pada siswa kelas II MI Wali Songo Sukajadi Lampung Tengah Pada Tahun 2020/2021.
2. Penelitian oleh Sarah Faradhiba (2022) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Jarimatika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Matematika Perkalian Kelas IV MIN 3 Aceh Besar” Siswa yang kesulitan melakukan operasi hitung perkalian jika semakin besar digit angka yang dikalikan. Hal ini menyebabkan nilai yang diperoleh siswa selalu di bawah KKM dan kemampuan matematika siswa cenderung rendah dan mengakibatkan turunnya hasil belajar siswa, sehingga diperlukan penerapan metode jarimatika untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada pelajaran matematika materi perkalian kelas IV MIN 3 Aceh Besar.
Penelitian ini bertujuan untuk 1). Mengetahui aktivitas guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode jarimatika pada materi perkalian kelas IV MIN 3 Aceh Besar. 2). Mengetahui aktivitas siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode jarimatika pada materi perkalian kelas IV MIN 3 Aceh Besar. 3). Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan metode jarimatika kelas IV MIN 3 Aceh Besar.
3. Penelitian oleh Jesica Dwi Rahmayanti (2023) dalam penelitian yang berjudul
“Penggunaan Metode Jarimatika Dalam Meningkatkan Kemampuan Berhitung Perkalian Dasar” Siswa kelas II masih mengalami kesulitan dalam melakukan operasi hitung perkalian dasar, terutama pada bilangan 6-10. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi perkalian. Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah mengetahui peningkatan kemampuan berhitung siswa pada materi perkalian dasar melalui metode jarimatika di kelas II SD Muhammadiyah I Menganti Gresik.
4. Penelitian oleh Dinda Babaratul Safiar (2023) dalam penelitian yang berjudul
“Penerapan Metode Jarimatika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perkalian Kelas IV MIN 25 Aceh Besar” Siswa kesulitan dalam melakukan operasi hitung perkalian, karena metode yang dilakukan dalam pembelajaran hanya dengan menghafal. Akan tetapi tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang cepat untuk menghafal, karena daya ingat setiap siswa tidaklah sama. Oleh karena itu, siswa membutuhkan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk melakukan operasi hitung perkalian. Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan metode jarimatika pada pembelajaran matematika materi perkalian untuk meningkatkan hasil belajar.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian
No Nama
Penelitian/Judu l
Persamaan Perbedaan
1. Dina Adistia (2021)
1. Menggunakan metode Jarimatika.
2. Menggunakan motode penelitian PTK.
3. Materi yang digunakan adalah materi perkalian.
4. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa materi perkalian.
1. Lokasi penelitian yang dilakukan berbeda.
2. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas II sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk siswa kelas V
2. Sarah Faradhiba (2022)
1. Menggunakan metode jarimatika.
2. Menggunakan metode penelitian PTK.
3. Materi yang digunakan adalah materi perkalian.
1. Lokasi penelitian yang dilakukan berbeda.
2. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas IV sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk siswa kelas V.
3. Penelitian tersebut bertujuan untuk 1).
Mengetahui aktivitas guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2).
Mengetahui aktivitas siswa dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. 3).
Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Sedangkan penelitian ini dikhususkan bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa materi perkalian.
3. Jesica Dwi Rahmayanti (2023)
1. Menggunakan metode jarimatika.
2. Menggunakan metode penelitian PTK.
3. Materi yang digunakan adalah materi perkalian.
1. Lokasi penelitian yang dilakukan berbeda.
2. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas II sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk siswa kelas V.
3. Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berhitung siswa sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa materi perkalian.
4. Dinda Babaratul Safiar (2023)
1. Menggunakan metode jarimatika.
2. Menggunakan metode penelitian PTK.
3. Materi yang digunakan adalah materi perkalian.
4. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa materi perkalian.
1. Lokasi penelitian yang dilakukan berbeda.
2. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas IV sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk siswa kelas V.
2.2 Kajian Teori
Kajian teori atau landasan teori adalah serangkaian definisi, konsep, dan juga perspektif tentang sebuah hal yang tersusun secara rapi. Kajian teori merupakan salah satu hal penting di dalam sebuah penelitian. Sebab, hal tersebut menjadi sebuah landasan atau dasar dari sebuah penelitian. Adapun kajian teori yang mencakup dengan judul penelitian ini:
2.2.1 Motode Jarimatika
1. Pengertian Motode Jarimatika
Jarimatika adalah suatu cara berhitung dengan menggunakan jari dan ruas jari- jari tangan (Prasetyono, 2008: 28). Menurut Astuti (2013: 3) mengemukakan bahwa jarimatika adalah suatu cara menghitung matematika yang mudah dan menyenangkan dengan menggunakan jari kita sendiri. Dibandingkan dengan metode lain, jarimatika lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu kemudian cara cepatnya, sehingga anak-anak menguasai ilmu secara matang. Selain itu metode ini disampaikan secara menyenangkan sehingga anak-anak akan merasa senang dan mudah menerimanya (Abdullah , 2012: 33).
“jarimatika adalah cara berhitung (operasi kali-bagi-tambah-kurang) dengan menggunakan jari-jari tangan” (Wulandani, 2008:17). Jarimatika (singkatan dari jari dan aritmatika) adalah metode berhitung dengan menggunakan jari tengah.
Metode ini di temukan oleh ibu septi peni wulandari. Meski hanya menggunakan jari tengah, tapi dengan metode jari matika kita mampu operasi bilangan KaBaTaKu (bagi tambah kurang) sampai dengan ribuan atau mungkin lebih.
Seperti halnya dalam operasi penjumlahan dan pengurangan, dalam operasi perkalian ini dapat dilakukan perhitungan dengan mudah dan cepat hanya dengan menggunakan 10 jari saja. Metode berhitung dengan jari disebut jarimatika.
Jarimatika merupakan singkatan dari jari dan aritmatika, dengan memanfaatkan sepuluh jari manusia. Jarimatika adalah sebuah cara sederhana dan menyenangkan mengajarkan berhitung dasar kepada anak-anak menurut kaidah, dimulai dengan memahamkan secara benar terlebih dahulu tentang konsep bilangan, lambang bilangan dan operasi hitung dasar, kemudian mengajarkan cara berhitung dengan
jari-jari tangan. Prosesnya diawali, dilakukan dan diakhiri dengan gembira (Wulandari 2013: 14).
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa jarimatika adalah sebuah cara sederhana dan menyenangkan mengajarkan berhitung dasar kepada anak-anak menurut kaidah: dimulai dengan memahami secara benar terlebih dahulu tentang konsep bilangan, lambang bilangan, dan operasi hitung dasar, kemudian mengajarkan cara berhitung dengan menggunakan jari-jari tangan.
Berhitung dengan metode jarimatika mudah dipelajari dan menyenangkan bagi siswa. Mudah dipelajari karena jarimatika mampu menjembatani antara tahap perkembangan kognitif siswa yang konkret dengan materi berhitung yang bersifat abstrak. Anak pada usia sekolah dasar tidak dapat dipaksakan secara langsung untuk berpikir abstrak, oleh karena itu dengan berhitung menggunakan jari anak bisa memahami cara berhitung sepat benda konkrit. Adapun keunggulan menggunakan metode jarimatika menurut (Prasetyono, 2008 : 33 ) adalah:
a. Jarimatika memberikan visualisasi proses berhitung. Siswa belajar dengan memanipulasi hal-hal konkret tersebut untuk mempelajari materi matematika yang bersifat abstrak dan edukatif. Ilmu ini mudah dipelajari segala usia minimal anak usia 3 tahun. Menyenangkan karena siswa merasakan seolah mereka bermain sambil belajar dan merasa tertantang dengan metode jarimatika.
b. Tidak membebani memori otak siswa. Metode berhitung jarimatika mampu menyeimbangkan kerja otak kanan dan kiri, hal itu dapat ditunjukkan pada waktu berhitung mereka akan mengotak-atik jari-jari tangan kanan dan kirinya secara seimbang. Jarimatika mengajak siswa untuk dapat mengaplikasikan
operasi hitung dengan cepat dan akurat menggunakan alat bantu jari-jari tangan, tanpa harus banyak menghafal semua hasil operasi hitung tersebut .
c. Praktis dan efisien. Dikatakan praktis karena alat hitungnya jari maka selalu dibawa kemana-mana. Alatnya tidak akan pernah ketinggalan dan tidak akan disita lagi apalagi diambil, karena siswa hanya menggunakan jari-jari sebagai alat hitungnya pada saat ujian. Efisien karena alatnya selalu tersedia dan tidak perlu dibeli.
d. Penggunaan Jarimatika lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga anak-anak menguasai ilmu secara matang.
e. Metode ini disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa senang dan gampang bagaikan “tamasya belajar”
f. Menyenangkan sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru.
g. Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya sehingga otak bekerja lebih optimal.
h. Membangun rasa percaya diri.
2. Tujuan Metode Jarimatika
Tujuan utama dari metode jarimatika adalah untuk membantu siswa yang merasa kesulitan dengan pelajaran matematika dan meningkatkan pemahaman mereka dengan cara yang lebih praktis dan menyenangkan (Authar et al., 2022). Dengan menggunakan jari tangan sebagai alat bantu, siswa bisa belajar berhitung dengan cara yang lebih interaktif dan menyenangkan. Ini tidak hanya memudahkan pemahaman konsep dasar matematika tetapi juga membantu siswa yang mungkin merasa tertekan atau tidak suka dengan metode pembelajaran tradisional (Authar et al., 2022).
3. Langkah-Langkah Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) dalam Proses Pembelajaran
Kalau dalam operasi penjumlahan dan pengurangan, penyebutan bilangan dengan jari dimulai jari telunjuk kanan sebagai bilangan awal (satuan) dan jari kiri sebagai puluhan, maka dalam perkalian dan pembagian ini, penyebutan bilangan dimulai dari jari kelingking sebagai bilangan terkecil dan ibu jari sebagai bilangan terbesar. Ini untuk membedakan antara operasi penjumlahan dan pengurangan dengan operasi perkalian dan pembagian.
Bilangan-bilangan pada operasi perkalian dan pembagian ini terbagi dalam kelas- kelas atau kelompok-kelompok besar, misalnya kelas 6 s/d 10, 11 s/d 15, 16 s/d 20, dan seterusnya. Sedangkan, penyebutan bilangan pada masing-masing jari tidak selalu sama, tetapi disesuaikan dengan kelas-kelas, misalnya pada kelas 6 s/d 10 jari kelingking mempunyai nilai 6, jari manis memiliki nilai 7, dan seterusnya. Demikian pula dengan metode perhitungan dan rumus penerapan tergantung pada kelas dimana operasi itu berlangsung.
Berikut ini rumus dasar dan Langkah-langkah penggunaan Metode Jarimatika:
Tabel III.1 Rumus Dasar Metode Jarimatika Kelas Kelompok Rumus Dasar 1 6-10 (P1+P2) + (A1xA2) 2 11-15 100+(P1+P2) + (A1xA2) 3 16-20 200+(P1+P2) + (A1xA2) 4 21-25 400+2(P1+P2) + (A1xA2) 5 26-30 600+2(P1+P2) + (A1xA2) 6 31-35 900+3(P1+P2) + (A1xA2) 7 36-40 1200+3(P1+P2) + (A1xA2) 8 41-45 1600+4(P1+P2) + (A1xA2) 9 46-50 2000+4(P1+P2) + (A1xA2) 10 51-55 2500+5(P1+P2) + (A1xA2) Sumber Data : Tabel Metode Perkalian Jarimatika.18 Menurut Septi Peni Wulandari, adapun langkah-langkah metode Jarimatika adalah sebagai berikut:19 1) Pertama, tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan. Lakukan sekali lagi. Kemudian tersenyum, biarkan kegembiraan di hati. Setelah itu, ajaklah anak-anak untuk juga bergembira. 2) Kedua, guru mengajak siswa
memahami konsep dasar operasi perkalian. 3) Ketiga, guru mengenalkan lambang- lambang yang digunakan di dalam jarimatika. 4) keempat, jaga agar anak untuk terus bergembira. Jangan merepotkan anak untuk menghafal lambang-lambang jarimatika.
4. Kelebihan dan Kekurangan PBL (Problem Based Learning)
Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model Problem Based Learning menurut Shoimin (2016) antara lain:
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
1) Peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam keadaan nyata.
2) Mempunyai kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi.
4) Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok.
5) Peserta didik terbiasa menggunakan sumber- sumber pengetahuan, baik daari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
6) Peserta didik memiliki kemampuan menilai kempuan belajarnya sendiri.
7) Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
8) Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
Kekurangan model Problem Based Learning menurut Shoimin (2016) antara lain:
1) Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi.
Pembelajaran berbasis masalah lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman peserta didik yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
2.2.2 Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Munandir dalam Syaparuddin et al., (2018) mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan catatan dalam individu. Perubahan tersebut sebuah kegatan belajar dapat digambarkan pada segala model misalnya perubahan ilmu pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, kemampuan, percakapan, habbit atau kebiasaan serta perubahan yang lain pada seseorang. Kemudian Sukamto, (2015) menyatakan belajar merupakan bentuk perilaku individual melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, pengertian belajar adalah proses memahami, menerapkan, dan menguasai materi yang telah dipelajari selama hidupnya. Sehingga secara garis besar belajar diartikan sebagai pemahaman seluruh tingkah laku individu bersifat tetap merupakan hasil dari pengalaman masa lalu dan aktivitas dengan lingkungan sekitar kemudian melibatkan kognitif. Perubahan tersebut bukan hanya soal ilmu pengetahuan akan tetapi juga berupa ketrampilan, tingkah laku, memahami diri sendiri, dorongan dalam diri serta motivasi.
Selain itu, motivasi merupakan kondisi dorongan dari diri individu agar berperilaku dalam menggapai tujuan. Menurut Fadlilah, (2020) menyatakan motivasi memiliki tiga makna yang saling berkesinambungan yaitu proses perubahan energi, munculnya afektif serta reaksi untuk menggapai sebuah tujuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
definisi motivasi bisa merupakan: 1) Motivasi dimulai dengan adanya perubahan energi dari dalam diri. Perubahan yang terjadi pada motivasi akibat dari aktivitas neurofisiologis dalam individu, contohnya lapar dikarenakan adanya perubahan dalam sistem pencernaan manusia. 2) Motivasi berasal dari perasaan. Awalnya sebagai ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan perlakuan yang memiliki motif. Misalnya Z terlibat dalam suatu lomba debat, karena Z tertarik dengan debat tersebut maka dia dengan lancar debat dan akhirnya menang dalam lomba debat tersebut. 3) Motivasi dengan adanya aktivitas dalam menggapai suatu tujuan yang diinginka. Pribadi yang memiliki motivasi melakukan aktivitas yang bertujuan. Aktivitas ini berguna untuk mengurangi rasa cemas yang terjadi akibat perubahan dari diri manusia. Setiap aktivitas adalah cara untuk mencapai tujuan. Contohnya siswa yang ingin memperoleh nilai yang baik, dia harus belajar dengan tekun dan giat.
Teori motivasi dari Santrock (Fadlilah, 2020) menyatakan bahwa aktivitas pemberian dorongan dan tingkah laku. Maksudnya tingkah laku yang memiliki motivasi merupakan tingkah laku yang penuh kekuatan, arahan dan bersifat dalam jangka waktu yang lama. Sukamto, (2015) menyatakan bahwa aktivitas motivasi belajar memiliki tiga cara yaitu: 1) suatu aktivitas yang berasal dari dorongan belajar yang mengakibatkan tekanan dari dalam diri. 2) aktivitas belajar yang terarah pada tujuan akan mengurangi tekanan-tekanan tersebut. 3) penggapaian tujuan belajar dan hilangnya tekanan dari siswa. Motivasi memiliki peran penting dalam kegiatan belajar di sekolah, dan belajar mempengaruhi motivasi untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan hasil pemarapan dari beberapa ahli diatas, disimpulkan motivasi adalah dorongan untuk menjalankan individu untuk berperilaku untuk menggapai tujuannya. Maka motivasi belajar siswa merupakan seluruh dorongan
dari siswa yang mengakibatkan aktivitas belajar dan memberikan arahan pada proses pembelajaran, sehingga dapat tercapainya suatu tujuan.
b. Jenis-Jenis Motivasi Belajar
Menurut Tambunan (2015) motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik merupakan jenis motivasi berdasarkan sumbernya. Adapun motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tersebut yaitu:
a. Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari diri seseorang. Motivasi ini biasanya timbul karena adanya harapan, tujuan dan keinginan seseorang terhadap sesuatu sehingga dia memiliki semangat untuk mencapai itu.
b. Motivasi Ekstrinsik adalah sesuatu yang diharapkan akan diperoleh dari luar diri seseorang. Motivasi ini biasanya dalam bentuk nilai dari suatu materi, misalnya imbalan dalam bentuk uang atau intensif lainnya yang diperoleh atas suatu upaya yang telah dilakukan.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Syamsu Yusuf dalam Rima Rahmawati (2016:17) motivasi belajar dapat timbul karena beberapa faktor yaitu:
a. Faktor Internal 1) Faktor Fisik
Faktor fisik merupakan faktor yang mempengaruhi dari tubuh dan penampilan individu. Faktor fisik meliputi nutria (gizi), kesehatan dan fungsi- fungsi fisik terutama panca indera.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor intrinsik yang berhubungan dengan aspek-aspek yang mendorong atau menghambat aktifitas belajar pada siswa.
Faktor ini menyangkut kondisi rohani siswa.
b. Faktor Eksternal 1) Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan faktor yang berasal dari manusia disekitar lingkungan siswa. Meliputi guru, teman sebaya, orang tua, tetangga dan lain sebagainya.
2) Faktor Non Sosial
Faktor non sosial merupakan faktor yang berasal dari kondisi fisik disekitar siswa. Meliputi keadan udara (cuaca panas atau dingin), waktu (pagi, siang atau malam), tempat (sepi, bising atau kualitas sekolah tempat siswa belajar), dan fasilitas belajar.
d. Indikator Motivasi Belajar
Terdapat Indikator motivasi belajar antara lain: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) Adanya penghargaan dalam belajar, 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar dan 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik (Uno,2014)
2.2.3 Pembelajaran IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial)
IPAS merupakan salah satu pengembangan kurikulum, yang memadukan materi IPA dan IPS menjadi satu tema dalam pembelajaran. IPA yang mempelajari tentang alam, pastinya juga sangat dengan kondisi masyarakat atau lingkungan, sehingga memungkinkan untuk diajarkan secara integratif.
Menurut Isrok'atun et al., (2020), Ilmu pengetahuan alam atau sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya disusun secara sistematis dan dikembangkan oleh para ahli secara ilmiah.
Menurut Kelana dan Pratama (2019), IPA merupakan suatu cara untuk mengkaji alam dan proses-proses yang ada di dalamnya melalui proses sistematik dan ilmiah. Sedangkan menurut Trianto (dalam Sari dan Sunardi, 2017), mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian IPA menurut beberapa para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa yang terjadi di alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Fitria et al., 2021). IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, disimpulkan IPAS merupakan mata pelajaran yang ada pada struktur kurikulum merdeka. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) adalah pembelajaran gabungan antara ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang makhluk hidup dan benda mati di alam semesta serta interaksinya, dan mengkaji kehidupan
manusia sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungannya.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang dapat menghubungkan dengan garis yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Jadi rendahnya motivasi belajar siswa menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Untuk mengatasi masalah tersebut, alternatif yang digunakan guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran PBL. Sehingga diharapakan dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPAS.
2.4 Hipotesis
Kondisi Awal
MASALAH
Proses pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada guru dan metode yang digunakan masih kurang bervariasi
sehingga siswa kurang bersemangat dan kurang antusias dalam mengikuti
pembelajaran tersebut.
SOLUSI
Perlunya menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu model pembelajaran
PBL.
Hasil yang diharapkan
Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada
mata pelajaran IPAS.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Jawaban sementara yang ditentukan oleh penulis masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya. Jadi, berdasarkan kerangka konseptual dan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan hipotesis ini adalah: Penerapan Model Pembelajaran PBL dapat Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPAS di Kelas IV SD NEGERI 20 PALU.